295
pembinaan narapidana, tetapi juga sikap petugas yang kasar dan pilih kasih dalam menerapkan aturan dan tata tertib di lembaga pemasyarakatan merupakan
penghambat dalam membina narapidana. Selama berada di Lembaga Pemasyarakatan narapidana sadar bahwa ia
jauh dari keluarga dan diasingkan dari lingkungan sosialnya serta adanya pembatasan-pembatasan bagi kebebasannya. Keterasingan dan pembatasan
demikian jelas merupakan hambatan dalam mengikuti pembinaan. Di samping itu lingkungan yang menakutkan, dan tidak bersahabatnya petugas dan
narapidana juga menjadi penghambat dalam pembinaan narapidana. Dari pengalaman mantan narapidana selama di penjara, maka hambatan
yang paling menonjol adalah kurangnya fasilitas di dalam melakukan pembinaan dan tidak terdapatnya hubungan sosial yang sehat dan terbina antara petugas dan
narapidana.
333
Hal ini memperlihatkan kesan penjara sangat menonjol. Di samping itu, faktor dari dalam diri narapidana tidak kalah pentingnya, yaitu
hubungan sesama narapidana. Begitu juga pengaruh jauh dari keluarga serta cap sebagai orang hukuman akan mempercepat narapidana itu menjadi putus asa
dalam setiap kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Saranaprasarana di Lembaga Pemasyarakatan
Keberhasilan pemasyarakatan narapidana tidak bisa terlepas dari saranaprasarana yang tersedia. Dalam hal ini saranaprasarana yang dimaksud
harus mengacu kepada Standar Minimum Rules SMR, apakah itu kamar tidur ataupun kamar yang berventilasi, air serta lampu penerang kamar. SMR mengatur
333
Wawancara dengan mantan narapidana, April 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
296
setiap narapidana seharusnya memiliki ruang sel sendiri yang memenuhi standar kesehatan. Hak itu meliputi volume udara, luas lantai, penerangan, pemanasan,
dan ventilasi. SMR juga mengatur akomodasi narapidana dan memperhatikan kamar mandi yang bersih serta dapat digunakan setiap saat.
334
Makanan yang bersih dan sehat, sarana kesehatan seperti rumah sakit dan fasilitas olah raga. Semua itu bertujuan untuk mendukung jalannya pembinaan.
Oleh karena itu tersedianya saranaprasarana merupakan salah satu ukuran berhasilnya sistem pemasyarakatan. Namun sarana kesehatan seperti rumah sakit,
belum terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Standar pelayanan kesehatan sebagaimana yang tercantum dalam SMR
belum terpenuhi. Kelebihan penghuni penjara over kapasitas dapat memperburuk keadaan. Anggaran pengobatan narapidana menjadi tidak seimbang
dengan jumlah narapidana. Hal ini dikemukakan Adi Prinantyo dalam Harian Kompas edisi April 2007, bahwa dengan biaya pengobatan kurang dari
Rp. 1.000,- seribu rupiah per orang hari, atau Rp. 365.000,- tiga ratus enam puluh lima ribu rupiah per orangtahun, apa yang bisa dilakukan manajemen
lembaga pemasyarakatan untuk merawat kesehatan narapidana?. Sementara problem kesehatan narapidana demikian rumit terkait penggunaan narkotika,
psikotropika, dan bahan adiptif lain di dalam penjara yang sangat rentan transmisi HIV.
335
Terbatasnya saranaprasarana di lembaga pemasyarakatan dapat menjadi penghambat dalam implementasi ide individualisasi pidana sebagaimana yang
334
Melupakan hak di tempat pembinasaan, Harian Kompas, 21 April 2007.
335
Adi Prinantyo, Mau apa dengan Rp. 365.000,- per tahun, Harian Kompas, 21 April 2007.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
297
tercantum dalam Pasal 12 UU No. 121995. Hal ini seperti dikemukakan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan, bahwa saranaprasarana yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan dapat menjadi penghambat dalam melakukan pembinaan.
336
Di samping itu narapidana juga merasakan manfaat sarana yang diperlukan, namun apabila sarana yang dibutuhkan tidak tersedia, maka dapat
menjadi penghambat dalam melakukan pembinaan. Adapun saranaprasarana yang dibutuhkan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, seperti rumah sakit,
dokter, peralatan keterampilan, sarana olah raga, serta makanan yang layak, namun menurut Kabid Pembinaan, makanan yang disediakan sudah cukup layak
karena biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk narapidana juga cukup besar, yakni Rp. 5.000,- perorang perhari, sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya UU No. 121995 tentang pemasyarakatan secara prinsipnya telah
mengadopsi Standard Minimum Rules for The Treatment of Prisoners, hal itu dapat dilihat dari dicantumkannya hak-hak narapidana. Semua hak-hak tersebut
dibutuhkan oleh narapidana agar pembinaan dapat terlaksana sesuai dengan sistem pemasyarakatan.
Di samping saranaprasarana untuk mendukung kesehatan, narapidana pun membutuhkan sarana untuk menunjang bakat seni dan hiburan serta sarana olah
raga. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.
336
Wawancara dengan petugas di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, April 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
298
Tabel 41 Pendapat Narapidana Tentang Sarana
Kesenian dan Lapangan Olah Raga
No. Sarana Kesenian dan Olahraga
Jumlah Persentase
1. Perlu untuk kegiatan pembinaan
24 96
2. Tidak perlu
1 4
Jumlah 25
100 Sumber : Data Primer, penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Kelas II A Tanjung Gusta Medan.
Tabel diatas menunjukkan bahwa dua puluh empat orang narapidana menyatakan di Lembaga Pemasyarakatan diperlukan alat-alat musik; dan
lapangan olah raga, sedangkan satu orang narapidana mengatakan tidak perlu. Sejalan dengan sarana hiburan, narapidana juga membutuhkan sarana olah raga
seperti lapangan bola voly, bulu tangkis, lapangan basket, dan sebagainya. Berbagai saranaprasarana yang menjadi kebutuhan narapidana itu
menunjukkan bahwa narapidana tidak terasing dari masyarakat. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari diterapkannya sistem pemasyarakatan berdasarkan UU
No. 121995. Untuk menambah pengetahuan narapidana maka diperlukan buku- buku agama, bahan bacaan umum seperti surat kabar, juga televisi dan radio.
Dengan tersedianya berbagai sarana, seperti sarana hiburan, olahraga dan bahan bacaan untuk narapidana dapat menunjang berlangsungnya kegiatan pembinaan
secara maksimal. Namun keseluruhannya bergantung kepada dana yang tersedia, karena bagaimanapun faktor dana turut menentukan tersedianya saranaprasarana
di lembaga pemasyarakatan.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
299
Dengan demikian keberhasilan pembinaan narapidana itu sangat bergantung pada tersedianya saranaprasarana yang ada di dalam Lembaga
Pemasyarakatan, yang semata-mata merupakan kebutuhan untuk kemanusiaan, dan hak-hak warga Negara yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan.
3. Sumber Daya Manusia