265
C. Upaya-upaya Yang Dilakukan Dalam Pembinaan Narapidana Di Dalam
Lembaga Pemasyarakatan
Prinsip-prinsip pemasyarakatan sebagai pengejawantahan dari pikiran Sahardjo, telah diformulasikan ke dalam pembinaan di dalam dan di luar
lembaga. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses pemasyarakatan di dalam lembaga pemasyarakatan lebih diutamakan. Selama proses ini berlangsung
narapidana dijejali dengan kurikulum tertentu layaknya seperti sekolah, yakni pendidikan agama, pendidikan umum, kursus keterampilan, rekreasi, olahraga,
kesenian, serta kunjungan-kunjungan yang disebut asimilasi ke dalam dan keluar lembaga pemasyarakatan.
Untuk mewujudkan pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan dibutuhkan berbagai upaya, antara lain program pelatihan bagi
petugas dan narapidana, program assimilasi yang teratur dan mengandung manfaat tidak saja bagi narapidana tetapi juga bagi masyarakat.
1. Program Pelatihan Bagi Petugas dan Narapidana
Untuk mengisi waktu narapidana agar bermanfaat, ditentukan jadwal- jadwal kegiatan yang dilakukan dari pagi hingga sore harinya setiap hari. Salah
satu kegiatan yang dinilai penting dan manfaatnya besar sekali adalah program pelatihan, baik kepada petugas pemasyarakatan maupun narapidana.
Sebagai petugas mengikuti program pelatihan merupakan keharusan karena mereka langsung berhadapan dengan narapidana. Dengan kata lain
terampilnya narapidana dalam bidang pekerjaan tertentu sangat tergantung kepada keterampilan petugas, oleh karena itu menurut pengakuan petugas,
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
266
mereka membutuhkan pelatihan seperti menjahitmenyulam, salon kecantikan, memainkan alat musik, dan senam untuk kesehatan. Untuk itu dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 29 Bentuk Pelatihan Yang Diinginkan Petugas
No. Bentuk Pelatihan
Jumlah Persentase
1. Pelatihan menjahit menyulam
1 10
2. Pelatihan salon kecantikan
2 20
3. Latihan memainkan alat musik
- -
4. Latihan senam
- -
5. Semua bentuk latihan di atas
7 70
Jumlah 10
100 Sumber : Data Primer, penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Kelas II A Tanjung Gusta Medan.
Tabel di atas menunjukkan bahwa tujuh orang petugas membutuhkan semua bentuk pelatihan, sedangkan dua orang petugas hanya membutuhkan
latihan salon kecantikan, dan satu orang petugas membutuhkan kursus menjahit. Berdasarkan tabel di atas petugas menyadari tugas dan tanggung jawabnya
sangat besar dalam membina narapidana sehingga berbagai bentuk pelatihan keterampilan dibutuhkan untuk melatih narapidana agar dapat hidup mandiri
setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Perlunya pelatihan untuk petugas, semata-mata demi memenuhi kebutuhan
narapidana. Selama ini bentuk pelatihan yang diberikan kepada petugas hanya bersifat insidentil dan tergantung dana proyek. Hal ini dikemukakan oleh Kabid
Pembinaan, bahwa bentuk pelatihan yang diberikan tidak bersifat rutin, artinya
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
267
kalau dana dari proyek ada dan itupun tidak setiap tahun mendapat kesempatan, karena dibagi secara bergilir untuk seluruh lembaga pemasyarakatan yang ada di
Indonesia. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa pelatihan yang diberikan seperti pelatihan teknis pembinaan, keamanan, kesemaptaan, HAM, bahkan HIV.
308
Di samping itu sesuai dengan prinsip pemasyarakatan yang mengatakan pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu,
atau hanya untuk kepentingan jawatan atau kepentingan negara saja, akan tetapi pelatihan diharapkan bermanfaat sebagai bekal hidup di masyarakat.
Sehubungan dengan itu akan dilihat pendapat narapidana dalam mengikuti program pelatihan tersebut pada tabel berikut :
Tabel 30 Pendapat Narapidana Dalam Mengikuti Program Pelatihan
No. Pendapat Narapidana
Jumlah Persentase
1. Bermanfaat sebagai bekal bekerja di masyarakat
12 48 2.
Kurang bermanfaat 11
44 3.
Tidak ada manfaatnya 2
8 Jumlah
25 100
Sumber : Data Primer, penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dua belas orang narapidana mengatakan program pelatihan bermanfaat untuk bekal bekerja di masyarakat, sedangkan
sebelas orang narapidana mengatakan kurang bermanfaat, dan dua orang
308
Wawancara dengan Kabid Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Desember 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
268
narapidana mengatakan tidak ada manfaatnya, karena tetap saja ditolak masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan narapidana bahwa program
pelatihan bermanfaat bagi narapidana jika diikuti dengan sunguh-sungguh dalam waktu 3 bulan, dan sebaliknya menurut narapidana kurang bermanfaat jika tidak
mempunyai modal untuk membuka usaha setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
309
Uraian di atas menunjukkan bahwa narapidana menginginkan pelatihan yang benar-benar berguna dan bermanfaat bagi dirinya
sebagai bekal bekerja di masyarakat, namun sering terkendala dengan modal untuk membuka usaha seperti menjahit atau salon kecantikan. Untuk kedepannya
diharapkan pihak swasta atau pengusaha seperti konveksi maupun usaha salon kecantikan dapat menerima mantan narapidana bekerja di tempatnya.
Program pelatihan keterampilan ini ternyata mendapat respon dari narapidana, karena narapidana berharap pelatihan tersebut dapat dijadikan bekal
bekerja di masyarakat. Di samping pelatihan keterampilan yang diberikan oleh petugaspembina di dalam lembaga pemasyarakatan, ada juga pelatihan
keterampilan yang diberikan oleh Dinas Sosial maupun organisasi-organisasi sosial yang datang ke lembaga pemasyarakatan. Hal ini dikemukakan oleh Kabid
Pembinaan, bahwa pelatihan yang diberikan kepada narapidana oleh Dinas Sosial berupa kursus menjahit maupun salon kecantikan dengan jangka waktu 3 tiga
bulan yang berlangsung di dalam lembaga pemasyarakatan. Selanjutnya beliau mengemukakan kalau dari organisasi sosial, misalnya Dharma Wanita, Dharma
309
Wawancara dengan narapidana, di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Mei 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
269
Pertiwi atau Bhayangkari, dan lain sebagainya, pelatihan yang diberikan berupa kerajinan tangan yang berlangsung 2 dua atau 4 empat hari dan paling lama 1
satu minggu.
310
Semua peralatan menjahit, seperti mesin jahit dan alat-alat salon kecantikan diberikan oleh Dinas Sosial, dan gurunya juga dibawa oleh Dinas
Sosial ke lembaga pemasyarakatan. Namun hal ini tidak bersifat rutin tetapi isidentil, dalam arti jika dana proyek dari Dinas Sosial ada, dan itupun secara
bergilir untuk seluruh lembaga pemasyarakatan yang ada di Sumatera Utara. Biasanya peralatan menjahit, salon kecantikan, dan alat-alat kerajinan
tangan diberikan oleh Dinas Sosial ke lembaga pemasyarakatan. Kursus atau pelatihan ini diberikan kepada narapidana sesuai dengan jumlah narapidana yang
diminta oleh Dinas Sosial maupun organisasi-organisasi sosial, misalnya 20 dua puluh orang narapidana atau 40 empat puluh orang narapidana.
Menurut Kabid pembinaan, kalau 40 empat puluh orang narapidana yang dibutuhkan, maka yang diutamakan adalah narapidana yang akan habis masa
pidananya, sehingga kursus atau pelatihan yang diberikannya akan berguna bagi narapidana untuk kembali ke masyarakat. Dan biasanya peralatan yang
digunakan, seperti mesin jahit, salon kecantikan, diberikan kepada narapidana yang bersangkutan.
311
Dengan demikian akan bermanfaat bagi narapidana sebagai bekal untuk kembali ke masyarakat.
310
Wawancara dengan Kabid Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Desember 2006.
311
Wawancara dengan Kabid Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Desember 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
270
Pelatihan keterampilan yang diberikan oleh petugaspembina di dalam lembaga pemasyarakatan juga mendapat tanggapan yang positif dari narapidana,
hal ini terlihat dari keinginan narapidana agar jadwal pelatihan diberikan lebih banyak. Keinginan narapidana ini terlihat pada tabel berikut.
Tabel 31 Jadwal Pelatihan Yang Diinginkan Narapidana
No. Jadwal Pelatihan
Jumlah Persentase
1. Satu kali dalam seminggu
1 4
2. Dua kali dalam seminggu
4 16
3. Setiap hari
20 80
Jumlah 25
100 Sumber : Data Primer, penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Kelas II A Tanjung Gusta Medan.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dua puluh orang narapidana mengatakan sebaiknya pelatihan itu diberikan setiap hari, dan empat orang narapidana
menginginkan pelatihan itu dua kali dalam seminggu serta satu orang narapidana yang menginginkan pelatihan satu kali dalam seminggu. Hal ini berarti bahwa
hampir semua narapidana menginginkan program pelatihan keterampilan setiap harinya.
Berdasarkan pandangan petugas dan narapidana dari tabel di atas terlihat jelas bahwa petugas dan narapidana sama-sama menghendaki perlunya pelatihan
keterampilan, agar narapidana dapat bekerja dan berusaha sendiri setelah kembali ke masyarakat. Sehubungan dengan adanya pelatihan bagi petugas dan
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
271
narapidana, menunjukkan bahwa pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara dapat membangun sikap mental dan masa depan narapidana. Di samping itu,
pendidikan keterampilan bertujuan untuk membentuk narapidana agar menjadi manusia mandiri, yakni manusia yang akan mendapatkan lapangan kerja yang
sesuai dengan keterampilan yang mereka peroleh selama di lembaga pemasyarakatan.
312
Pekerjaan itu dapat memotivasi narapidana untuk mempersiapkan dirinya kelak bekerja di masyarakat dan pendidikan keterampilan itu harus sesuai dengan
pekerjaan di luar. Sebagaimana dikatakan oleh Daniel Glase :
313
1. That prison have difficulty Procuring enough work for all of their in
mates. 2.
That incentives are frequently not optimis for motivating immates to pursue the prison work than can be most useful to them in their past
release life;
3. That record of prison work performance are poor; and
4. That relatively small proportion and released prisioners find employment
which utilities their prison training. Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut :
1 Bahwa penjara kesulitan memperoleh pekerjaan yang cukup untuk semua
penghuni penjara; 2
Pekerjaan insentif sering tidak optimum dilakukan untuk memotivasi penghuni penjara atau narapidana dalam melaksanakan tugas-tugasnya
dipenjara yang dapat berguna bagi mereka setelah bebas nanti;
3 Penilaian terhadap pekerjaan para narapidana sangat rendah;
4 Relatif kecilnya kesempatan bagi narapidana yang telah bebas untuk
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pelatihan yang diberikan di penjara.
312
Thaher Abdullah, Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan Narapidana Sebagai Bekal Reintegrasi Dalam Masyarakat, Makalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I, Cirebon 1984, hal. 1.
313
Daniel Glaser, Prison Work and Subseguet Employment, The Sociology of Punishment and Corestion, Norman Johnston edition John Wiley and Sons, Inc. New York, 1970, hal. 513.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
272
Memahami pendapat
Daniel Glaser di atas, jelas bahwa bukan program
pelatihan saja yang diperlukan tetapi pekerjaan yang dapat mendukung narapidana agar memiliki motivasi. Pendapat demikian sejalan dengan prinsip
pemasyarakatan yang tidak selalu melihat kesalahan pelaku, sebagaimana sistem kepenjaraan. Dalam sistem pemasyarakatan mengandung sifat pembinaan dengan
melatih narapidana agar kelak keluar dari lembaga pemasyarakatan dapat menerapkan kepandaiannya sebagai bekal hidup dan tidak lagi melakukan tindak
pidana.
314
Sehubungan dengan itu adanya kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM diharapkan dapat membantu untuk menerima dan
menyalurkan tenaga kerja mantan narapidana. Saat ini LSM yang datang berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta
Medan, menurut Kabid Pembinaan adalah LSM Galatea, yang berkunjung 4 empat kali dalam sebulan, yakni setiap hari Senin dan Jumat minggu kedua dan
minggu keempat. Kunjungan LSM ini memberikan ceramah agama, bimbingan tentang narkoba, dan HIV AIDS. LSM ini juga menampung mantan narapidana
khusus kasus narkoba dan mempekerjakannya di LSM tersebut.
315
Dengan demikian LSM ini bersedia membantu mantan narapidana khususnya yang terlibat dalam kasus narkoba, karena mantan narapidana tersebut
masih dapat dibina melalui pendekatan secara individu maupun keagamaan.
314
C.I. Harsono, Op. cit., 1991, hal. 22.
315
Wawancara dengan Kabid Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Desember 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
273
Untuk itu, program pelatihan tidak sekedar memberikan kesibukan kepada petugas dan narapidana, tetapi lebih berorientasi pada individualisasi yang
menempatkan narapidana sebagai manusia yang tersesat dan mendapatkan pembinaan sesuai dengan Pasal 12 UU No. 121995. Dalam hal ini program
pelatihan setidak-tidaknya dapat mengembalikan rasa percaya diri narapidana, sehingga ia dapat berintegrasi dengan masyarakat.
2. Asimilasi