133
tindakannya tersebut, serta mampu menerima segala resiko yang timbul akibat dari tindakannya.
Pada tahap terakhir diharapkan narapidana akan menjadi manusia dengan kepribadian yang utuh. Mampu menghadapi segala tantangan, hambatan,
halangan, rintangan dan masalah apapun dalam setiap langkah dan kehidupannya. Menjadi manusia yang konsekuen, berkepribadian, bertanggung jawab, berorientasi
ke depan, selalu ingin maju dengan cara berpikir yang positif.
2. Dasar-Dasar Pembinaan Narapidana
Pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan, pelaksanaannya menganut dasar pembaharuan yang didasarkan pada nilai-nilai
prikemanusiaan. Hak-hak asasi manusia harus diperhatikan dan dijunjung tinggi.
189
Narapidana sebagai bagian dari warga negara, sudah sepantasnya dihargai dan berhak mendapat tempat dalam pergaulan sosial sesuai dengan
harkat dan martabatnya. Dengan menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai manusia, maka narapidana sebagai objek yang dibina dengan pembina
narapidana merupakan dua hal yang tidak dapat diabaikan. Sebagai manusia yang dibina harus dikembangkan rasa tanggung jawab
untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang sejahtera, yang pada gilirannya berpotensi untuk menjadi manusia yang bermoral tinggi. Narapidana adalah
orang yang tengah menjalani pidana, baik pidana penjara, pidana denda atau pidana percobaan.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
134
Prinsip yang paling mendasar dalam membina narapidana, dinamakan prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam
pembinaan narapidana
190
, yaitu : 1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri.
2. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat. 3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada
saat masih diluar lembaga pemasyarakatan, dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat.
4. Petugas, dapat berupa petugas Kepolisian, pengacara, petugas keagamaan, petugas sosial, petugas lembaga pemasyarakatan, BAPAS, Hakim Wasmat
dan lain-lain. Petugas harus tahu akan tujuan pembinaan narapidana, perkembangan
pembinaan narapidana, kesulitan yang dihadapi dan berbagai program serta pemecahan masalah. Dalam membina narapidana, keempat komponen harus
bekerjasama dan saling memberi informasi, terjadi komunikasi timbal balik, sehingga pembinaan narapidana dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Diri Sendiri Seseorang yang ingin merubah diri sendiri harus memiliki beberapa
persyaratan, antara lain: a. KemauanHasrat;
b. Kepercayaan Diri; c. Berani mengambil keputusan;
d. Berani menanggung resiko; e. Termotivasi untuk terus-menerus merubah diri.
191
189
Chaerudin, Op. cit, hal. 126.
190
CI. Harsono, Op. cit, hal. 51
191
Ibid, hal. 52.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
135
Kelima persyaratan di atas mutlak untuk dimiliki oleh seseorang yang ingin merubah diri sendiri. Sangatlah mustahil jika seseorang akan merubah diri
sendiri tanpa mempunyai persyaratan apapun atau hanya sebagian dari persyaratan tersebut. Karena kelima persyaratan untuk merubah diri sendiri
saling menunjang dan melengkapi. Bukan berarti hanya lima persyaratan saja untuk merubah diri sendiri, akan tetapi inti dari upaya merubah diri sendiri selalu
didasari oleh lima persyaratan di atas. Persyaratan lain yang mungkin timbul selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi setempat atau situasi dan kondisi
kejiwaan seseorang. Kemauanhasrat adalah titik tolak dari semua usaha untuk merubah diri.
Kemauan timbul dari dalam diri sendiri, kemauan dapat timbul secara reflek, tetapi kemauan dapat pula dipupuk untuk menjadi sebuah kekuatan yang besar
dalam merubah diri sendiri. Sebagai contoh, kalau kita ingin berdiri dari tempat duduk kita, maka kita harus mempunyai kemauan untuk berdiri, harus
mempunyai hasrat untuk berdiri. Kemauan untuk berdiri bisa timbul secara naluri, tetapi dapat pula muncul sebagai kekuatan untuk berdiri. Kemauan tidak
muncul secara tiba-tiba, tetapi muncul pada saat seseorang mulai mengenal diri sendiri. Pada mulanya orang-orang yang sukses juga mengalami awal hidup yang
pahit, perjuangan yang memakan waktu dan tenaga agar supaya dapat hidup. Hanya dengan kemauan dan hasrat yang besar seseorang akan berhasil menjadi
sukses. Saat yang menentukan bagi seseorang untuk sukses dan berhasil adalah pada saat ia mulai mengenal diri sendiri.
Narapidana adalah manusia yang sedang mengalami krisis, dan berada di persimpangan jalan, serta merencanakan kehidupan baru setelah keluar dari
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
136
lembaga pemasyarakatan. Jika narapidana mengenal dirinya sendiri maka ia mampu memutuskan dan melakukan tindakan untuk merubah diri sendiri.
Menurut penulis pemikiran ini dijadikan dasar dalam penerapan ide individualisasi pidana dalam pembinaan narapidana.
Kemauanhasrat harus ditanamkan kepada setiap narapidana untuk maju, dan merubah kehidupan ke arah yang lebih baik dan positif. Tanpa kemauan
yang kuat, seseorang tidak akan mampu mencapai cita-citanya dan merubah kehidupannya.
Dalam pembinaan narapidana, para pembina harus memahami, dan menguasai prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana, agar pembinaan yang
dilakukan tidak sia-sia, dan dapat bermanfaat bagi narapidana. Kemauanhasrat hanya dapat tumbuh dengan cara mengenal diri sendiri, mengenal kekurangan
dan kelebihan diri, mempunyai tujuan hidup yang pasti dan memiliki percaya diri Kepercayaan diri menjadi hal yang penting dalam upaya merubah diri
sendiri, karena tanpa percaya diri sangat sulit untuk melakukan perubahan. Manusia harus memupuk kemauanhasrat dan dengan kepercayaan diri berusaha
untuk memenuhi kemauan tersebut. Kepercayaan diri adalah suatu hal yang sangat pribadi dan tidak dapat dipaksakan. Kepercayaan adalah suatu kondisi
pikiran yang dapat mendorong atau menciptakan perintah atau sesuatu yang pasti kepada bawah sadar manusia untuk bertindak.
Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk melakukan sesuatu hal yang sesuai dengan tujuan dan hasil yang hendak dicapai.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
137
Seseorang akan menjadi percaya diri jika terus-menerus mau menempa diri untuk lebih percaya diri. Dengan melatih keahlian, seseorang akan menjadi lebih
percaya diri. Hanya dengan percaya diri seseorang mampu merubah kehidupannya menjadi lebih baik dari sekarang ini.
Kurang percaya diri dapat berupa malas, takut, ragu-ragu, tidak percaya kemampuan diri sendiri, tidak mampu mengambil keputusan, mempunyai
ketergantungan yang tinggi dengan orang lain, tidak memiliki kemampuan untuk maju, selalu berpikir negatif dan lain sebagainya.
Kalau narapidana mempunyai kemauan untuk merubah diri sendiri, mempunyai kepercayaan diri bahwa ia akan berhasil merubah diri sendiri, maka
apa yang dicita-citakannya akan menjadi kenyataan. Tetapi jika kemauan saja tidak dipunyai, maka mantan narapidana akan kembali menjalani hidup seperti
sebelum menjadi narapidana. Jika kemauan untuk merubah diri sendiri ada, tetapi tidak memiliki kepercayaan diri bahwa usaha merubah diri sendiri akan berhasil,
maka kegagalan yang akan dijumpainya. Kegagalan demi kegagalan akan membuatnya kembali ke kehidupan yang lama, ke kehidupan sebelum menjadi
narapidana, dan hasilnya adalah kembali menjadi narapidana. Tujuan pembinaan narapidana adalah kesadaran narapidana akan diri
sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri. Kesadaran hanya mungkin dicapai dengan cara mengenal diri sendiri. Pengenalan diri sendiri akan menempatkan
narapidana sebagai manusia sesuai dengan kedudukan, fungsi dan tujuan hidupnya. Pengenalan diri sendiri akan membangkitkan manusia untuk memiliki
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
138
kemauan, hasrat, kepercayaan diri guna melakukan tindakan, aktifitas, berusaha melaksanakan tujuan hidupnya, dan mewujudkan cita-citanya, Untuk melakukan
semua itu, seseorang memerlukan keberanian untuk mengambil keputusan. Kemampuan mengambil keputusan tidak dimiliki oleh setiap orang. Jadi
berani dan mampu mengambil keputusan merupakan syarat bagi orang yang telah mengenal diri sendiri. Artinya seseorang yang telah mengenal diri sendiri harus
berani dan mampu mengambil keputusan. Berani artinya manusia harus cepat bertindak jika menghadapi suatu masalah, rintangan, halangan, dan hambatan.
Mampu artinya manusia harus dapat mengatasi segala rintangan, hambatan, dan masalah secara tepat dan cepat.
Jika seseorang telah memiliki kemauan untuk merubah diri, dan berusaha mencapai cita-cita, maka seseorang harus segera mengambil keputusan dan
melaksanakan keputusan tersebut. Keberhasilan seseorang disebabkan cara mengambil keputusan yang benardan tepat sesuai dengan hati nuraninya.
Narapidana harus diajarkan bagaimana cara mengambil keputusan, sehingga keputusan yang diambilnya tidak salah dan mempunyai dampak positif
bagi pribadi narapidana itu atau keluarganya. Berani menanggung resiko dari keputusan yang dibuat, berarti memiliki rasa tanggung jawab akan tindakan, dan
perbuatan, serta keputusan yang dibuat. Semakin berani seseorang bertanggung jawab, semakin besar kesempatan untuk maju. Sebab dari rasa tanggung jawab,
seseorang akan selalu termotivasi untuk berbuat dan berusaha demi kemajuan diri
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
139
sendiri. Tanggung jawab telah memacu semangat seseorang untuk maju, kreatif, dan berani mengambil keputusan. Berani bertanggung jawab akan membuat
seseorang memiliki motivasi untuk maju. Sifat dinamis senang menghadapi tantangan menjadi ciri dari orang yang memiliki tanggung jawab.
Prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana untuk diri sendiri harus menyentuh kelima hal tersebut, yaitu narapidana harus memiliki hasratkemauan
untuk merubah diri sendiri, harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi, berani membuat dan mengambil keputusan, serta melaksanakan keputusannya tersebut
secara konsekuen, berani menanggung resiko, terus menerus memotivasi diri untuk merubah diri sendiri ke arah yang lebih baik dan positif
192
. 2. Keluarga
Keluarga harus ikut aktif dalam membina narapidana karena keluarga adalah orang yang paling dekat dengan narapidana. Adalah tugas Lembaga
Pemasyarakatan untuk mengumpulkan keluarga narapidana dan memberi masukan tentang pentingnya pembinaan narapidana oleh keluarga. Sebab itu
keluarga harus mengetahui proses, materi, perkembangan pembinaan yang akan dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan.
Keluarga diharapkan memiliki tanggung jawab dalam membina narapidana. Proses awal yang dapat ditemui adalah pada saat terjadi penahanan
terhadap tersangka. Penahanan terhadap tersangka pelaku tindak pidana akan dibuatkan tembusan surat penahanan yang disampaikan kepada keluarganya.
192
Ide individualisasi pidana dalam pembinaan rarapidana perlu diterapkan pemikiran kristis dan positif, agar narapidana termotifasi untuk berbuat ke arah yang lebih baik.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
140
Tembusan ini merupakan pemberitahuan kepada keluarga, bahwa tersangka ditahan. Dalam hal ini keluarga dapat mencarikan upaya hukum sesuai yang
diatur oleh undang-undang, misalnya mencarikan penasehat hukum. Dalam pembinaan narapidana, keluarga diharapkan menggunakan haknya
untuk ikut berperan aktif dalam membina anggota keluarga yang menjadi narapidana. Menurut penulis peran aktif tersebut didasarkan atas :
a. Narapidana merupakan bagian dari keluarga. b. Perlu ada kerjasama antar keluarga dan Lembaga Pemasyarakatan dalam
membina narapidana. c. Perlu adanya komunikasi timbal balik dari keluarga dan pihak Lembaga
Pemasyarakatan dalam membina narapidana. d. Perlu adanya pembinaan yang terus-menerus dari pihak keluarga terhadap
anggota keluarga yang menjadi narapidana. Bagaimanapun juga peran keluarga dalam pembinaan narapidana sangat
besar sekali, karena narapidana adalah bagian dari keluarga. Dalam setiap keluarga, kehilangan seorang anggota keluarga baik karena pergi merantau, atau
menjadi narapidana, akan sangat terasa, terutama bagi mereka yang mempunyai ikatan batin yang kuat.
Banyak keluarga yang tidak tahu apa yang harus dilakukan jika salah satu anggota keluarganya menjadi narapidana. Pihak Lembaga Pemasyarakatan juga
tidak memberi bimbingan atau petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilakukan oleh keluarga narapidana. Keluarga biasanya hanya tahu bahwa ia
mempunyai hak untuk bertemu dengan anggota keluarga yang menjadi
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
141
narapidana, tetapi tidak tahu bagaimana harus ikut aktif membina anggota keluarganya yang menjadi narapidana. Kerjasama antara keluarga dan pihak
Lembaga Pemasyarakatan sangat penting sekali dalam pembinaan narapidana. Ketidak tahuan keluarga dalam membina anggota keluarganya yang
menjadi narapidana menyebabkan fungsi keluarga dalam pembinaan narapidana sampai saat ini tidak maksimal. Pihak Lembaga Pemasyarakatan secara berkala
harus mengumpulkan para keluarga narapidana untuk diberi penjelasan mengenai program pembinaan narapidana, tata cara kehidupan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan, materi pembinaan, jadwal pembinaan, tahap-tahap pembinaan, sanksi hukuman bagi yang melanggar peraturan Lembaga Pemasyarakatan dan
sebagainya. Penjelasan demikian akan sangat berguna bagi keluarga narapidana untuk ikut aktif dalam membina anggota keluarganya yang menjadi narapidana.
Peran keluarga dalam membina narapidana harus dijelaskan secara lengkap agar setiap keluarga narapidana tergugah hatinya untuk ikut ambil bagian dalam
pembinaan narapidana. Kerjasama antara keluarga narapidana dengan pihak Lembaga
Pemasyarakatan harus diwujudkan dalam bentuk laporan berkala dari Lembaga Pemasyarakatan kepada keluarga narapidana tentang perkembangan pembinaan
anggota keluarganya yang menjadi narapidana. Jika setiap keluarga mendapatkan laporan pembinaan anggota keluarganya yang menjadi narapidana, maka pihak
keluarga akan memahami perkembangan pembinaan narapidana, dan dapat membantu pihak Lembaga Pemasyarakatan dalam membina narapidana.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
142
Pengertian keluarga tentang sistem pembinaan narapidana akan memacu pihak keluarga untuk ikut berperan aktif dalam membina narapidana, misalnya
memberi saranmasukan dalam penyusunan program pembinaan narapidana. Patut disadari bahwa setiap narapidana selalu bertingkah laku semu dalam
menjalani pidana. Hal ini dilakukan demi keamanan diri narapidana selama menjalani pidana di dalam lembaga pemasyarakatan.
Pembinaan yang dilakukan oleh keluarga harus diterapkan secara terus- menerus, misalnya dengan kunjungan rutin. Kunjungan rutin penting artinya
bagi narapidana, karena narapidana merasa tetap diperhatikan oleh keluarganya sekalipun telah melakukan tindakan yang tersesat. Mengenai kunjungan keluarga
ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5 Pendapat Narapidana Tentang PernahTidaknya
Mendapat Kunjungan Keluarga
No. Mendapat Kunjungan Keluarga
Jumlah Persentase
1. Pernah 10
32 2. Tidak
pernah 3
28 3. Sering
8 24
4. Kadang-kadang 4
16 Jumlah 25
100 Sumber
: Data Primer, Penelitian Lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.
Tabel di atas menunjukkan sepuluh orang narapidana mengatakan pernah mendapat kunjungan keluarga, dan delapan orang narapidana mengatakan sering
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
143
dikunjungi oleh keluarganya, serta empat orang narapidana mengatakan kadang- kadang dikunjungi keluarga. Namun ada juga yang sama sekali tidak pernah
dikunjungi keluarganya tiga orang narapidana. Kunjungan keluarga ini penting sekali untuk memberi motivasi bagi
narapidana, sekaligus tanda bahwa ia tidak disisihkan dari keluarganya. Berdasarkan tabel di atas, dua puluh dua orang narapidana mengatakan pernah
dikunjungi oleh keluarganya, walaupun ada di antara narapidana hanya beberapa kali dikunjungi oleh keluarga karena tempat tinggalnya di luar kota, namun ada
juga yang sama sekali tidak pernah dikunjungi keluarganya. Menurut narapidana, baginya tidak masalah dikunjungi atau tidak karena selama ini ia juga tidak
pernah diperhatikan oleh keluarga.
193
Tetapi ada juga narapidana yang menjadi pemurung dan frustasi karena tidak pernah dikunjungi keluarganya.
Menurut penulis kemungkinan pihak keluarga merasa malu atas perilaku salah seorang anggota keluarganya ataupun pihak keluarga sudah merasa bosan
melihat tingkah lakunya karena perbuatan tersebut sudah berulangkali dilakukannya sehingga pihak keluarga tidak mau mengunjunginya.
Menurut petugas, fungsi keluarga sangat penting dalam menyadarkan narapidana, dengan memberi motivasi, dan memberikan pengertian akan
kenyataan hidup yang sebenarnya.
194
Berbagai masalah dalam kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan selalu muncul setiap waktu. Keluarga narapidana turut berperan ikut serta memecahkan
193
Wawancara dengan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, April 2006.
194
Wawancara dengan petugas di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan , Maret 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
144
masalah tersebut. Jika permasalahan cukup berat dan berbahaya, konsultasi antara keluarga dengan pihak Lembaga Pemasyarakatan sangat membantu dalam
membina narapidana. Dorongan pihak keluarga terhadap narapidana untuk merubah diri sendiri, untuk mengenal diri sendiri, untuk selalu berbuat baik,
berpikir secara positif, sangat membantu dalam pembinaan narapidana. Pengetahuan keluarga narapidana tentang program, materi, dan tahap-
tahap pembinaan narapidana, akan menimbulkan suasana kehidupan yang lebih baik, sehingga hubungan antara narapidana dengan keluarganya menjadi lebih
baik dari saat sebelum menjadi narapidana. Jika hubungan ini tetap terjaga sampai narapidana keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, maka suasana
kehidupan mantan narapidana akan menjadi lebih harmonis, bahagia, dan tujuan untuk merubah diri sendiri ke arah yang lebih baik akan tercapai. Sebab sejak
masih menjadi narapidana pihak keluarga telah tahu langkah yang akan diambil oleh anggota keluarganya yang menjadi narapidana, begitu keluar dari lembaga
pemasyarakatan. Langkah yang positif itu harus mendapat dukungan penuh dari keluarga agar dapat terwujud. Pihak keluarga juga dapat mengingatkan
komitmen pribadi saat masih menjadi narapidana. Sebab setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan pihak keluarga narapidana masih harus membina dan
memotivasi mantan narapidana agar merubah diri sendiri, agar mampu mewujudkan impiannya ketika masih menjadi narapidana. Sebagaimana yang
dikemukakan Kabid Pembinaan, bahwa orang pertama yang harus membina dan
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
145
memotivasi narapidana setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan adalah keluarga narapidana itu sendiri
195
Banyak terjadi pada saat narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan menyatakan bertobat dan tidak ingin melakukan tindak pidana lagi, tetapi setelah
keluar dari lembaga pemasyarakatan ternyata tetap saja terlibat tindak pidana. Seperti dijelaskan sebelumnya, sebagian besar narapidana bertingkah laku semu
dan berkepribadian menyimpang. Tujuan utama narapidana bertingkah laku semu adalah untuk kepentingan keamanan diri sendiri, artinya dengan tingkah
laku yang dibuat seolah-olah baik, penurut, tidak banyak membuat problem, dimaksudkan agar dirinya tidak dikenai sanksi karena melanggar peraturan
lembaga pemasyarakatan, atau agar dipercaya untuk mendapatkan jabatan, remisi dan lain sebagainya.
Pengenalan diri menjadi penting, karena mengenal diri sendiri akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mau menanggung resiko akibat dari
perbuatannya. Kalau rasa bertanggung jawab secara terus-menerus ditanamkan dalam diri narapidana, maka setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan
narapidana akan merasa selalu bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Kalau kita berharap keluarga ikut serta dalam membina narapidana, maka
keluarga juga harus dikenalkan dengan tehnik mengenal diri sendiri. Menurut Harsono, menciptakan suasana yang harmonis, dan saling mengingatkan antara
195
Wawamcara dengan Kabid Pembinaan di lembaga pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Maret 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
146
narapidana dan keluarganya, maka pembinaan narapidana akan berhasil secara maksimal.
196
Sebagian besar narapidana berasal dari keluarga yang tidak mampu, yang kurang pendidikan formalnya, dan jauh tinggal di pedesaan atau di luar kota.
Sehingga kunjungan keluarga merupakan problem tersendiri, artinya pihak keluarga tidak bisa berkunjung ke lembaga pemasyarakatan setiap saat, setiap
minggu, atau bahkan setiap bulan. Kenyataan ini akan membuat narapidana menjadi terasing dari keluarganya. Peran keluarga dalam membina narapidana
menjadi kecil sekali, untuk itu perlu dicari jalan pemecahannya, misalnya dengan orang tua asuh, orang tua angkat, atau bentuk lain yang dapat mendekatkan
narapidana dengan keluarganya. 3. Masyarakat
Pemasyarakatan bertitik tolak pada landasan falsafah Pancasila sebagai dasar negara dan dasar kehidupan bermasyarakat, dengan didasari prinsip selaras,
serasi, dan seimbang baik lahir maupun batin. Menurut petugas, peran serta masyarakat dalam hal ini para pejabat masyarakat tingkat pedesaan, kecamatan,
dan para pemuka masyarakat, pemuka agama di mana narapidana tinggal sebelum menjalani pidana, diharapkan mampu memberikan pembinaan kepada anggota
masyarakatnya yang menjadi narapidana.
197
Bentuk pembinaan dapat berupa memberikan perhatianbantuan kepada keluarga yang anggota keluarganya
196
C.I. Harsono, Op. cit hal. 64.
197
Wawancara dengan petugas di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Maret 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
147
menjadi narapidana. Misalnya mempermudah dalam memberikan surat keterangan untuk menjenguk keluarga di lembaga pemasyarakatan, memberikan
dorongan moril kepada keluarga yang di rumah agar tabah dalam menghadapi cobaan, tidak mengucilkan keluarga tersebut dalam pergaulan dengan anggota
masyarakat yang lain, tidak menganggap bahwa keluarga yang ditinggalkan adalah orang jahat, dan lain sebagainya.
Masyarakat sering tidak mau tahu terhadap keluarga yang salah satu anggota keluarganya menjadi narapidana. Hanya sedikit sekali anggota
masyarakat yang mau tahu terhadap keluarga narapidana. Anggapan masyarakat bahwa keluarga yang salah satu anggotanya menjadi narapidana sebagai keluarga
yang jahat, adalah anggapan yang keliru. Pemikiran-pemikiran yang negatif, seperti upaya untuk menjauhkan atau mengucilkan keluarga narapidana dari
pergaulan masyarakat bukanlah hal yang dapat membantu dalam pembinaan narapidana. Masyarakat justru harus memberikan perhatian yang wajar terhadap
keluarga narapidana. Perhatian yang wajar tersebut akan mendorong keluarga narapidana untuk selalu berpikir positif terhadap masyarakat di sekelilingnya.
Pemikiran yang positif juga akan disampaikan kepada narapidana dan kemudian akan mempengaruhi narapidana untuk berpikir positif pula terhadap masyarakat.
Di samping perhatian masyarakat terhadap keluarga narapidana, maka masyarakat perlu pula memperhatikan narapidana itu sendiri. Peran serta dapat
berupa ikut mengunjungi narapidana di lembaga lemasyarakatan, bertanggung jawab dan selalu mendorong narapidana untuk merubah diri sendiri menjadi lebih
baik, berguna bagi masyarakat dan keluarga, serta berpikir secara positif.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
148
Membantu membina narapidana dapat berupa, ikut menjamin jika narapidana mendapatkan cuti, pelepasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan lain sebagainya.
Bagi narapidana yang telah menghabiskan masa pidananya dan kembali ke masyarakat, setiap narapidana hendaknya melaporkan kembalinya ke masyarakat
kepada pemuka setempat, baik pemuka agama maupun pemuka masyarakat. Sehingga para pemuka masyarakat dapat memberikan penjelasan kepada anggota
masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar gambaran negatif terhadap bekas narapidana dapat terhapus. Demikian pula pihak lembaga pemasyarakatan, harus
memberikan surat kepada Kepala Desa di mana narapidana tadi tinggal, sebagai pemberitahuan bahwa narapidana tersebut telah habis masa pidananya.
Pihak lembaga pemasyarakatan dapat memberitahukan kepada Kepala DesaKelurahan, apabila ada narapidana yang telah habis masa pidananya.
Pemberitahuan akan sangat berguna sekali apabila pihak lembaga pemasyarakatan berharap masyarakat ikut serta dalam pembinaan narapidana.
Pemberitahuan harus berisi identitas narapidana, tanggal habis pidananya, sebab- sebab dilepas, misalnya karena cuti atau habis masa pidananya, dan yang paling
penting ialah bagaimana penilaian lembaga pemasyarakatan terhadap hasil pembinaan yang dilakukan, misalnya pembinaan telah berhasil dengan baik,
pembinaan belum berhasil, dan masyarakat diharapkan bersedia melanjutkan membina mantan narapidana, atau pembinaan sama sekali tidak berhasil,
sehingga masyarakat harus waspada dan selalu memberikan pembinaan. Untuk itu pada masa-masa yang akan datang diharapkan adanya kerja sama dari
berbagai pihak dalam hal pembinaan narapidana.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
149
Penilaian yang diberikan kepada narapidana harus obyektif, supaya masyarakat tetap ikut serta dalam membina mantan narapidana. Sebagaimana
yang dikemukakan R.A. Koesnoen bahwa masyarakat harus menampung para narapidana yang baru keluar dari penjara, memimpin dan membimbingnya,
hingga dapat menghadapi segala kesulitan hidup bermasyarakat dengan tabah, aman, tenteram dan tenang.
198
Masalah penilaian ini juga dikemukakan oleh mantan narapidana, bahwa masyarakat harus memberi penilaian yang positif kepada mantan narapidana, agar
mantan narapidana dapat diterima bekerja dan memulai kehidupan baru.
199
Mekanisme pelaporan hasil pembinaan narapidana oleh lembaga pemasyarakatan kepada Kepala DesaKelurahan akan menjadi tradisi yang baik
bagi upaya pembinaan mantan narapidana. Apalagi jika pihak lembaga pemasyarakatan dapat memberikan laporan secara berkala kepada pihak
Kepolisian, tentang siapa saja narapidana yang telah habis masa pidananya, atau yang keluar Lembaga Pemasyarakatan dengan alasannya, serta hasil pembinaan
yang telah dilakukan pihak lembaga pemasyarakatan. Dengan demikian pihak Kepolisian dapat mengantisipasi kejahatan yang mungkin timbul, serta menjaga
stabilitas keamanan masyarakat. Pembinaan narapidana oleh lembaga pemasyarakatan akan berakhir jika
narapidana telah habis masa pidananya. Tetapi tugas pembinaan mantan narapidana tersebut harus diambil alih oleh masyarakat, keluarga narapidana dan
198
R.A. Koesnoen, Op. cit., hal. 15.
199
Wawancara dengan mantan narapidana, April 2006.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
150
teman-temannya. Pengambilalihan hanya mungkin terjadi jika masyarakat tahu hasil pembinaan yang telah dilakukan oleh pihak lembaga pemasyarakatan.
Kalau masyarakat tidak tahu, pembinaan tidak akan pernah dilakukan, dan kemungkinan akan terjadi pengulangan tindak kejahatan.
Selama ini masyarakat selalu menjauhkan diri dari mantan narapidana, sehingga banyak mantan narapidana yang kembali bergabung dengan teman-
temannya, karena mantan narapidana merasa tidak mempunyai teman di masyarakatnya. Jika hal ini terjadi, maka mantan narapidana harus pindah dari
lingkungan tempat tinggalnya ke daerah lain. Dengan pindahnya mantan narapidana ke daerah yang baru dan lingkungan masyarakat yang baru yang tidak
mengetahui bahwa ia mantan narapidana, maka mantan narapidana tersebut dapat memulai hidup baru dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
sehingga ia dapat hidup mandiri bersama anggota masyarakat lainnya. Prasangka buruk dari masyarakat terhadap bekas narapidana didasarkan
pada asumsi bahwa narapidana adalah orang jahat yang sukar disembuhkan. Sikap masyarakat tersebut sebenarnya merupakan rasa kekhawatiran dan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap bekas narapidana untuk dapat menjadi warga masyarakat yang baik. Sikap yang demikian membuat bekas narapidana
merasa terasing di tengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan itu Adrianus mengatakan, bahwa tidaklah
mengherankan bila hal tersebut menyebabkan kebanyakan bekas narapidana menemui kesulitan untuk berintegrasi kembali ke dalam masyarakat. Selain itu
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
151
stigma negatif yang menempel pada “label” bekas narapidana menyebabkan banyak perusahaan tidak mau menerima “eks” napi sebagai pegawainya.
200
Keterasingan tersebut mempertinggi tingkat toleransi bekas narapidana terhadap perilaku menyimpang, ditambah lagi masalah pencarian lingkungan
yang sesuai dan cocok dengan jati dirinya. Kondisi ini memberikan motivasi kepada bekas narapidana untuk melakukan pengulangan tindak pidana dan
membentuk kelompok-kelompok dengan profesi yang sama dan akan mendorong bekas narapidana menjadi residivis.
201
Kondisi lingkungan dengan perubahan-perubahan yang cepat, norma- norma dan sanksi sosial yang semakin longgar, serta macam-macam sub kultur
dan kebudayaan asing yang saling berkonflik, semua faktor itu memberikan pengaruh yang mengacu dan memunculkan disorganisasi dalam masyarakatnya
muncullah banyak kejahatan.
202
Untuk itu kepedulian masyarakat diperlukan dalam ikut serta membina narapidana atau mantan narapidana. Dalam hal ini masyarakat harus membuka
diri terhadap bekas narapidana dengan memberikan bantuan semaksimal mungkin.
203
Kepedulian ini tidak akan muncul jika pihak Lembaga Pemasyarakatan tidak proaktif kepada masyarakat. Selama pihak Lembaga
Pemasyarakatan hanya diam saja terhadap peran masyarakat dalam membina narapidana, dan tidak merasa tergugah untuk menggerakkan masyarakat dalam
membina narapidana, maka masyarakat juga tidak akan tergugah, dan tidak akan turut ambil bagian dalam membina narapidana. Di samping masyarakat,
200
Adrianus Meliala, dkk, Op. cit, hal. 7.
201
Chaerudin, Op. cit., hal. 182.
202
Kartini Kartono, Op. cit., hal. 168
203
C. Djisman Samosir, Op. cit, hal. 26.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
152
kelompok masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, lembaga bantuan hukum, dan aparat pemerintah juga dapat turut serta dalam pembinaan narapidana.
4. Petugas Pemerintah dan Kelompok Masyarakat Peran serta petugas pemerintah dan kelompok masyarakat besar
pengaruhnya dalam pembinaan narapidana, karena secara aktif petugas pemerintah dan kelompok masyarakat sudah melembaga dalam ikut serta
membina narapidana. Komponen ke empat dalam membina narapidana, yaitu petugas
pemerintah dan kelompok masyarakat yang terdiri dari :
204
a. Petugas Kepolisian, b. Penasehat Hukum,
c. Petugas Lembaga Pemasyarakatan, d. Kelompok masyarakat, pemuka agama, pemuka masyarakat, pekerja
sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, e. Hakim Wasmat
f. Petugas BAPAS. Pembinaan narapidana harus dimulai sejak seseorang berstatus sebagai
tersangka. Sebagaimana dikemukakan A. Hamzah bahwa pembinaan narapidana jangan baru dimulai pada tahap seseorang memasuki status narapidana, tetapi
dimulai lebih dini yaitu sejak tersangka di tahan.
205
Pihak Kepolisian dapat melakukan pembinaan atau tindakan-tindakan yang positif guna memberantas
menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat. Sesuai dengan tugas dan wewenang Kepolisian, maka Kepolisian juga mempunyai misi untuk membina, mengarahkan
204
C.I. Harsono, Op. cit., hal. 71
205
A. Hamzah, Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia Dalam Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Bandung : Bina Cipta, 1986, hal. 50.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
153
para tersangka untuk menjadi lebih baik, untuk tidak mengulangi tindak pidana lagi.
Tentu saja pembinaan tidak dapat atau belum dapat dilakukan secara maksimal, karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh Kepolisian untuk
melakukan pembinaan kepada tersangka. Tetapi dari sini, nampak suatu itikad baik dalam upaya memberantas menjalarnya penyakit masyarakat, dengan cara
menyadarkan si pelaku akan perbuatan yang melanggar hukum, agar ia tidak melakukannya lagi.
Dalam kehidupan modern sekarang ini, banyak orang mulai sadar untuk memiliki penasehat hukum. Demikian pula jika seseorang dijadikan tersangka
dalam suatu perkara hukum, maka setiap tersangka berhak untuk didampingi penasehat hukum pada semua tingkat pemeriksaan menurut undang-undang yang
berlaku. Jadi penasehat hukum merupakan seorang atau lebih yang telah mengenal narapidana sejak masih menjadi tersangka. Sebab itu peran penasehat
hukum untuk ikut serta dalam membina narapidana besar sekali, karena penasehat hukum adalah orang yang dilibatkan atau melibatkan diri dengan
narapidana sejak masih menjadi tersangka sampai menjadi narapidana, sehingga penasehat hukum dapat memberikan solusi terbaik bagi narapidana. Dalam
upaya hukum selanjutnya setelah vonis hakim dijatuhkan, penasehat hukum masih terus terlibat, sampai vonis hakim mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Sekarang ini penasehat hukum lebih banyak bertindak sebagai pembela hukum dari terdakwa di persidangan. Peran sebagai pembina narapidana, sejak
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
154
masih berstatus sebagai tersangka nampak kurang sekali. Memang tidak dapat disalahkan jika orientasinya hanya kepada pembelaaan hukum terdakwa saja,
namun dimasa mendatang sangat diharapkan sekali untuk menjadi partner Lembaga Pemasyarakatan dalam membina narapidana yang bekas kliennya,
misalnya memberikan jaminan terhadap narapidana yang mengambil cuti, berobat ke rumah sakit.
206
Petugas lembaga pemasyarakatan mempunyai tugas pokok membina narapidana. Tugas membina narapidana bukan hal yang mudah, dan memerlukan
panggilan jiwa sebagai pembina. Sangat keliru jika seseorang ingin menjadi petugas lembaga pemasyarakatan hanya karena tidak diterima bekerja di tempat
lain, atau hanya karena ingin menjadi pegawai negeri. Jika tugas di lembaga pemasyarakatan bukan sebagai panggilan jiwa, maka sebaiknya mengundurkan
diri saja dari lembaga pemasyarakatan. Karena mereka yang bekerja di lembaga pemasyarakatan dengan tidak sepenuh hati hanya akan menjadi penghalang bagi
tugas luhur membina narapidana. Petugas yang demikian tentu tidak memiliki motivasi, dedikasi, loyalitas terhadap pekerjaannya, dan hanya akan menjadi duri
dalam pembinaan narapidana. Seorang petugas pemasyarakatan barulah dapat dianggap berpartisipasi, jika ia sanggup menunjukkan sikap, tindakan dan
kebijaksanaannya dalam mencerminkan pengayoman baik terhadap masyarakat maupun terhadap narapidana.
206
Peranan Penasehat Hukum dalam hal pembinaan narapidana sangat diharapkan tidak saja pada tingkat Kepolisian dan pengadilan tetapi juga sampai kelembaga pemasyarakatan
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
155
Kelompok masyarakat mempunyai peran pula dalam membina narapidana, yaitu para pemuka masyarakat, pemuka agama, pekerja sosial dan Lembaga
Swadaya Masyarakat, yang sampai saat ini masih aktif berkunjung ke lembaga pemasyarakatan dalam membina narapidana. Kunjungan-kunjungan mereka akan
sangat berguna dalam upaya menyadarkan narapidana akan diri sendiri, akan kedudukannya sebagai warga negara, akan kehidupan beragama, dan lain
sebagainya. Pekerja sosial berfungsi untuk menangani masalah-masalah sosial dalam
masyarakat, berupa usaha kuratif atau rehabilitatif yakni menyembuhkan atau memperbaiki fungsi sosial atau dapat mencegah agar yang bersangkutan mampu
mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapi dan mampu mengembangkan dirinya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suwantji Sisworahardjo, bahwa
usaha pencegahan merupakan usaha yang utama, baru kemudian rehabilitasi dan pengembangan. Ketiga fungsi tersebut berkaitan satu sama lainnya.
207
Adapun peranan pekerja sosial dalam proses pembinaan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah di bidang rehabilitasi sosial.
208
Untuk itu pekerja sosial mengumpulkan data-data narapidana berupa kondisi sosial
ekonomi, keluarga dan lingkungannya, serta latar belakang kejahatan yang dilakukannya. Metode yang diterapkan pada umumnya adalah bimbingan sosial
perseorangan dan bimbingan sosial kelompok. Melalui bimbingan sosial ini dapat
207
Suwantji Sisworahardjo, Tugas Pekerja Sosial Dalam Pembinaan Terpidana Dan Narapidana Di Luar Dan Di Dalam Lembaga Pemasyarakatan, Makalah disampikan pada Seminar
Nasional Pemasyarakatan Terpidana II, tanggal 8 – 9 Nopember 1993, Jakarta, Fakultas Hukum UI, hal. 3.
208
Ibid, hal. 7.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
156
membawa perubahan bagi narapidana sehingga narapidana menyadari kesalahannya dan dapat memperbaiki diri untuk tidak lagi mengulangi perbuatan
yang melanggar hukum. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM belum besar peranannya dalam
membina narapidana. Lembaga swadaya masyarakat masih terbatas bergerak dalam pembangunan masyarakat pedesaan, atau masyarakat yang tertinggal, atau
memperjuangkan kehidupan rakyat kecil. Pada saatnya nanti lembaga swadaya masyarakat diharapkan ikut serta memikirkan kehidupan para narapidana atau
mantan narapidana. Karena banyak hal yang dapat digarap oleh lembaga swadaya masyarakat bagi keberhasilan pembinaan narapidana dan mantan
narapidana.
209
Di dalam KUHAP Lembaga Hakim Wasmat diatur dalam Bab XX Pasal 277 – Pasal 283. Pasal 277 ayat 1 menyebutkan : pada setiap pengadilan harus
ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu Ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan. Mengenai tugas dari Hakim Wasmat ini ditentukan dalam Pasal 280, yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1 Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan
sebagaimana mestinya. 2 Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengamatan untuk penelitian
demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta
pengaruh timbal balik selama narapidana menjalani pidananya.
209
Untuk mempekerjakan mantan narapidana diharapkan Lembaga Swadaya Masyarakat turut berperan aktif sehingga mantan narapidana merasa kebutuhannya terpenuhi.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
157
3 Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani pidananya.
4 Pengawasan dan pengamatan sebagaimana dimaksud Pasal 277 berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat.
Berkaitan dengan pembinaan narapidana, diatur dalam Pasal 281 dan 282. Menurut Pasal 281, atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, Kepala
Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu- waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim
tersebut. Kemudian Pasal 282 menyebutkan, jika di pandang perlu demi pendayagunaan pengamatan hakim pengawas dan pengamat dapat membicarakan
dengan kepala Kepala Lembaga Pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu.
Dari rumusan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa hakim wasmat tidak secara langsung terlibat dalam pembinaan narapidana, tapi sifatnya lebih berupa
saran dan masukan bagi Kepala Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka pembinaan narapidana. Sedangkan tugas utama dari hakim wasmat adalah untuk
memastikan bahwa pidana penjara telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kemudian dengan pengawasan dan pengamatan itu juga dimaksudkan untuk
menyempurnakan kebijakan pemidanaan sentencing policy dan menghindari terjadinya pelanggaran atas hak-hak terpidana.
210
Dengan demikian tugas hakim wasmat ini mempunyai jangkauan yang luas dan penting, tidak saja untuk
210
Mardjono Reksodiputro, Tugas Hakim Pengawas Dan Pengamat Dalam Pembinaan Narapidana Di Dalam Dan Di Luar Lembaga Pemasyarakatan, Makalah, disampikan pada Seminar
Nasional Pemasyarakatan Terpidana II, Tanggal 8 – 9 Nopember 1993, Jakarta, Fakultas Hukum UI, hal. 4.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
158
menjamin tegaknya hak-hak narapidana, tetapi juga dalam rangka pembinaan narapidana.
Menurut Kabid Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan, hakim pengawas dan pengamat pernah berkunjung ke Lembaga
Pemasyarakatan Wanita 6 enam bulan sekali dan terkadang 1 satu tahun sekali, bahkan hakim pengawas dan pengamat datang ke lembaga
pemasyarakatan hanya untuk menandatangani surat tugasnya. Selanjutnya menurut Kabid Pembinaan sejak tahun 2004 hingga sekarang, hakim wasmat
tidak pernah lagi datang ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan.
211
Seperti dikemukakan salah seorang hakim wasmat, bahwa sejak tahun 2004 hakim wasmat ini tidak lagi melakukan kunjungan ke lembaga
pemasyarakatan, karena semua biaya ditanggung oleh hakim wasmat sendiri.
212
Kalau dilihat tugas hakim pengawas dan pengamat di Malaysia setiap bulan secara bergilir mengunjungi penjara-penjara di Malayasia, sebagai mana
disebut dalam Akta Penjara 1995 bahwa Lembaga Hakim Pelawat hendaklah melantik sekurang-kurangnya seorang, tetapi tidak lebih dari pada 4 empat
orang anggotanya melawat secara bergilir-gilir setiap penjara dalam negeri atau Wilayah Persekutuan setiap bulan bagi tahun itu.
213
211
Wawancara dengan Kabid Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Desember 2006.
212
Wawancara dengan salah seorang hakim wasmat di Pengadilan Negeri Medan, Februari 2007.
213
Akta Penjara 1995 Akta 537 dan Peraturan-peraturan, International Law Book Services, Selangor Darul Ehsan, 2002, hal. 83.
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
159
Mengenai tugas hakim pengawas dan pengamat dalam Akta Penjara 1995 diatur dalam bahagian VIII Nomor 65 antara lain disebutkan bahwa :
1 Seseorang hakim pelawat boleh : a Pada bila-bila masa, melawat mana-mana penjara dalam negeri atau
wilayah persekutuan yang baginya ia dilantik. b Memeriksa wad, sel, halaman dan lain-lain bilik dan bahagian penjara.
c Memeriksa dan menguji kualiti dan kuantiti makanan banduan. d Mendengar aduan banduan, jika ada.
e Menyoal mana-mana banduan atau pegawai penjara.
2 Seseorang hakim pelawat hendaklah : a Membawa perhatian pegawai yang menjaga akan apa-apa luar aturan
yang boleh diperhatikan mengenai : i cara penjara berfungsi; atau.
ii pemerlakukan mana-mana banduan yang dikurung dalam penjara;
b Menjalankan dan melaksanakan apa-apa kuasa dan tugas lain yang ditetapkan.
Dengan demikian tugas hakim pengawas dan pengamat berdasarkan Akta Penjara 1995 tersebut antara lain berkunjung ke penjara-penjara, memeriksa
selkamar, makanan narapidana, mendengar pengaduan narapidana dan memecahkan permasalahan di kalangan narapidana maupun pegawai penjara
serta tugas-tugas lain yang ditetapkan. Petugas BAPAS sebagai mitra petugas lembaga pemasyarakatan
mempunyai peranan penting dalam membina narapidana. Penelitian yang dilakukan pihak BAPAS terhadap narapidana, baik yang akan menjalani
pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan atau pembinaan yang dilakukan pihak BAPAS bagi narapidana dengan pidana bersyarat, narapidana yang
menjalani cuti, narapidana anak-anak, harus dikaji secara mendalam untuk mendapatkan pedoman kerja bagi pembinaan narapidana.
Sekarang ini apa yang telah dilakukan oleh BAPAS, hanya dianggap sebagai laporan belaka yang tidak ditindaklanjuti. Jika dikaji secara mendalam
SUWARTO : PENGEMBANGAN IDE INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA Studi Pembinaan Narapidana Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
160
apa yang telah dilakukan oleh BAPAS, akan ditemukan banyak pedoman dasar bagi pembinaan narapidana, atau dalam rangka menyusun ilmu psikologi
narapidana. Kelangkaan data yang akurat, dan penelitian yang sistematis, terencana, sesuai dengan standar penelitian ilmiah, menyebabkan hasil kerja
BAPAS kurang dapat dijadikan acuan bagi pembinaan narapidana. Menurut petugas BAPAS, peran BAPAS dalam pembinaan narapidana dan pengembangan
ilmu pemasyarakatan sangat penting sekali, jika dapat dimanfaatkan secara maksimal.
214
Bukan berarti bahwa pemasyarakatan tidak dapat berkembang tanpa peran BAPAS, tetapi pemasyarakatan sangat memerlukan sumbang saran
dari hasil penelitian BAPAS. Dengan demikian pembinaan narapidana tidak dapat dilakukan oleh
petugas lembaga pemasyarakatan saja, tetapi keempat komponen yang menjadi dasar pembinaan narapidana kemauan dari diri sendiri, peran keluarga, peran
masyarakat, dan keterlibatan petugas pemerintah serta kelompok masyarakat dalam membina narapidana, harus berjalan seiring, searah dan selaras untuk
mencapai tujuan pembinaan. Hanya dengan peran serta semua pihak pembinaan narapidana dapat berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
D. Ide Individualisasi Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995