Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Kerangka Konsep

dalam menjalin komunikasi yang efektif atau sebaliknya mungkin membantu dalam berkomunikasi. Pada akhirnya akan ditemukan kompetensi komunikasi seperti apa yang mereka miliki. Penelitian ini menggunakan analisis metode penelitian kualitatif, maka diharapkan berbagai pertanyaan seputar masalah identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dapat terjawab.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 USU dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi?”

I.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, tidak mencari hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Penelitian ini hanya berusaha untuk menggali suatu permasalahan secara mendalam, tentunya dengan menggunakan pedoman dari metode penelitian kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan studi analisis etnografi, yang nantinya akan melukiskan secara sistematis mengenai suatu kebudayaan kelompok yaitu perihal Universitas Sumatera Utara identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa yang di himpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama. Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, dan supaya tidak terjadi ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, dimana dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti merasa perlu untuk membuat pembatasan masalah agar menjadi lebih jelas. Pembatasan masalah yang akan diteliti adalah : 1. Latar belakang mahasiswa etnis Tionghoa stambuk 2009 dan 2010 yang ada di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 2. Identitas etnis yang terbentuk pada mahasiswa etnis Tionghoa di Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara baik dalam memaknai serta memahami identitas etnis mereka maupun identitas etnis mahasiswa pribumi. 3. Kompetensi komunikasi antarbudaya mahasiswa etnis Tionghoa dengan mahasiswa pribumi di Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui latar belakang mahasiswa etnis Tionghoa stambuk 2009 dan 2010 yang ada di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui identitas etnis yang terbentuk pada mahasiswa etnis Tionghoa di Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Universitas Sumatera Utara Utara baik dalam memaknai serta memahami identitas etnis mereka maupun identitas etnis mahasiswa pribumi. 3. Untuk mengetahui kompetensi komunikasi antarbudaya mahasiswa etnis Tionghoa dengan mahasiswa pribumi di Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara.

I.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai komunikasi antarbudaya khususnya mengenai identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak- pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berkenan dengan penelitian ini.

I.5 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti Nawawi. 1995:40. Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan diantaranya adalah: Universitas Sumatera Utara

I.5.1 Teori Interaksi Simbolik

Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah payung perspektif yang lebih besar yang sering disebut perspektif fenomenologis atau perspektif interpretif. Maurice Natanson menggunakan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial. Selanjutnya pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjektif sebagai terbentuk dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam. Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif , reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar dirinya. Oleh karena individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Jadi interaksilah yang dianggap variabel penting yang menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat. Struktur itu sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama. Mulyana, 2001: 59-61. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan Universitas Sumatera Utara mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial. Mulyana, 2001: 68-70. Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga, makna diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.

I.5.2 Komunikasi

Menurut Brelson dan Steiner dalam Arifin, 1988: 25, komunikasi adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan dan seterusnya melalui penggunaan Universitas Sumatera Utara simbol, kata-kata, gambar, angka, grafik dan lain-lain. Carl I. Hovland dalam Arifin, 1988: 26 mendefenisikan komunikasi sebagai proses yang berlangsung dimana seseorang komunikator menyampaikan perangsang biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain komunikan. Kita mulai dengan suatu asumsi dasar bahwa komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia- manusia lainnya. Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang- orang lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu akan mengemuka lewat perilaku manusia. Ketika kita melambaikan tangan, tersenyum, bermuka masam, menganggukkan kepala, atau memberikan suatu isyarat, kita juga sedang berperilaku. Sering perilaku-perilaku ini merupakan pesan-pesan; pesan-pesan itu digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada seseorang. Sejauh ini, defenisi kita tentang komunikasi telah bersifat umum, untuk menampung berbagai keadaan di mana komunikasi mungkin terjadi. Kita sekarang akan merumuskan suatu defenisi yang menyertakan kesengajaan untuk berkomunikasi, tetapi juga dengan tidak melupakan bahwa perilaku tak sadar dan tak sengaja mungkin merumitkan situasi-situasi komunikasi. Batasan kita tentang komunikasi juga akan merinci unsur-unsur komunikasi dan beberapa dinamika yang terdapat dalam komunikasi. Universitas Sumatera Utara

I.5.3 Komunikasi Antarbudaya

Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Istilah “culture”berasal dari kata colere yang artinya adalah mengolah atau mengerjakan, yang dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata “colore”, kemudian berubah menjadi culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam Soekamto, 1996: 188. Komunikasi antarbudaya sendiri dapat dipahami sebagai pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya Liliweri, 2004: 9. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: Proses komunikasi antarbudaya sama seperti proses komunikasi lainnya, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional serta dinamis Liliweri, 2004: 24. Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai komunikasi yang sukses bila bentuk-bentuk hubungan 1. komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. 2. dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi 3. gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi 4. komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian 5. komunikasi berpusat pada Universitas Sumatera Utara kebudayaan 6. efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya, antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya pembagian teknologi dan mengurangi konflik. Mengutip pendapat Habermas, bahwa dalam setiap proses komunikasi apapun bentuknya selalu ada fakta dari semua situasi yang tersembunyi di balik para partisipan komunikasi. Menurutnya, beberapa kunci iklim komunikasi dapat ditunjukkan oleh karakteristik antara lain; suasana yang menggambarkan derajat kebebasan, suasana di mana tidak ada lagi tekanan kekuasaan terhadap peserta komunikasi, prinsip keterbukaan bagi semua, suasana yang mampu memberikan komunikator dan komunikan untuk dapat membedakan antara minat pribadi dan minat kelompok. Dari sini bisa disimpulkan bahwa iklim komunikasi antarabudaya tergantung pada 3 dimensi, yakni perasaan positif, pengetahuan tentang komunikan, dan perilaku komunikator Liliweri, 2004: 48.

I.5.4 Identitas Etnis

Identitas etnis secara substansial bermakna sama dengan etnisitas atau rasial. Istilah-istilah ini kadang-kadang digunakan identik atau punya makna sama oleh para ahli Mulyana Jalaludin Rahmat, 2005: 151. Dalam konteks identitas etnis, Mead dalam Mulyana berpendapat bahwa konsep diri seseorang bersumber dari partisipasinya dalam budaya di mana ia dilahirkan atau yang ia terima. Budaya diperoleh individu lewat simbol-simbol dan simbol-simbol ini Universitas Sumatera Utara bermakna baginya lewat eksperimentasi dan akhirnya Familiarity dengan berbagai situasi. Identitas etnis juga merupakan suatu proses. Ia berbentuk lewat interpretasi realitas fisik dan sosial sebagai memiliki atribut-atribut etnis. Identitas etnis berkembang melalui internalisasi pengkhasan diri oleh orang lain yang dianggap penting, tentang siapa aku dan siapa orang lain berdasarkan latar belakang etnis mereka Mulyana, 2001: 231. Identitas etnis berhubungan pada latar belakang etnis mereka yang dianggap sebagai inti diri mereka. Diri yang berkonteks etnis inilah yang disebut identitas etnis Mulyana Jalaludin Rahmat, 2005: 152. Identitas etnis merupakan sense tentang self individu sebagai anggota atau bagian dari suatu kelompok etnis tertentu dan sikap maupun perilakunya juga berhubungan dengan sense tersebut. Mereka juga menyatakan bahwa perkembangan identitas etnis merupakan suatu proses eksplorasi dari identitas yang tidak terseleksi sampai identitas etnis yang dicapai. Dari definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam diri individu terdapat sense tentang diri dalam kaitannya sebagai bagian dari kelompok etnis tertentu dan proses inilah yang menyebabkan identitas etnis terbentuk. Menurut Phinney dan Alipora identitas etnis adalah sebuah konstruksi kompleks yang mengandung sebuah komitmen dan rasa kepemilikan sense of belonging pada kelompok etnis, evaluasi positif pada kelompok, berminat di dalam dan berpengetahuan tentang kelompok, dan turut serta terlibat dalam aktivitas sosial kelompok. Identitas itu berkaitan dengan masa lalu dan aspirasi masa depan yang berhubungan dengan etnisitas. Jadi, identitas etnis akan membuat seseorang memiliki harapan akan masa depan yang berkait dengan etnisnya. Weinreich juga menyebutkan bahwa identitas sosial, termasuk Universitas Sumatera Utara identitas etnik merupakan penggabungan ide-ide, perilaku, sikap, dan simbol-simbol bahasa yang ditransfer dari generasi ke generasi melalui sosialisasi http:suryanto.blog.unair.ac.id di akses tanggal 09 Februari 2011.

I.5.5 Kompetensi Komunikasi

Komponen komunikasi mengacu pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mengacu pada hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan konteks dalam mempengaruhi kandungan content dan bentuk pesan komunikasi misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak untuk dikomunikasikan kepada pendengar tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain. Pengetahuan tentang tatacara perilaku nonverbal misalnya, kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi. Dengan meningkatkan kompetensi, anda akan mempunyai banyak pilihan dalam berperilaku. Makin banyak anda tahu tentang komunikasi artinya, makin tinggi kompetensi anda, makin banyak pilihan yang anda punyai untuk melakukan komunikasi dalam keseharian. Howell, salah seorang penasihat Gundykunst, menyebutkan ada empat tataran kompetensi komunikasi, yaitu : 1 unconscious incompetence, yaitu seseorang yang salah menginterpretasikan perilaku orang lain dan tidak menyadari apa yang sedang ia lakukan, 2 conscious incompetence yaitu seseorang mengetahui bahwa ia salah menginterpretasikan perilaku orang lain, namun ia tidak melakukan sesuatu, 3 conscious competence yaitu, seseorang berpikir tentang kecakapan komunikasinya dan secara terus-menerus berusaha mengubah apa yang ia lakukan supaya menjadi lebih efektif, dan Universitas Sumatera Utara 4 unconscious competence yiatu seseorang telah mengembangkan kecakapan komunikasinya. Rahardjo, 2005:69.

I.5.6 Etnis Tionghoa

Kata Tionghoa telah digunakan dalam surat setia kepada tentara Nippon ini. Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan Orang Cina. Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan Tjung Hwa Hwei Kwan, yang bila lafalnya di Indonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan THHK. THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah Cina menjadi Tionghoa di Hindia Belanda. Suku bangsa Tionghoa biasa disebut juga Cina di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang Universitas Sumatera Utara Hokkien, Tengnang Tiochiu, atau Thongnyin Hakka. Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren Hanzi: 唐人 , orang Tang. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han Hanzi: 漢人 , hanyu pinyin: hanren, orang Han. Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. http:id.wikipedia.orgwikiTionghoa-Indonesia di akses tanggal 9 Februari 2011.

I.6 Kerangka Konsep

Dari beberapa teori yang telah diuraikan pada kerangka teori maka langkah selanjutnya merumuskan kerangka konsep sebagai hasil dari suatu pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai Nawawi, 1995:40. Konsep adalah penggambaran fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak Universitas Sumatera Utara kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial Singarimbun, 1995: 33. Maka kerangka konsep yang akan di teliti adalah : - Latar Belakang Informan - Identitas Etnis - Kompetensi Komunikasi

I.7 Operasional Konsep