mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendirilah
yang menentukan perilaku mereka. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Dalam pandangan interaksi
simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini,
makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya
melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial. Mulyana, 2001: 68-70.
Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas, interaksionisme
simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial
berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat
pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga, makna diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan
situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
I.5.2 Komunikasi
Menurut Brelson dan Steiner dalam Arifin, 1988: 25, komunikasi adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan dan seterusnya melalui penggunaan
Universitas Sumatera Utara
simbol, kata-kata, gambar, angka, grafik dan lain-lain. Carl I. Hovland dalam Arifin, 1988: 26 mendefenisikan komunikasi sebagai proses yang berlangsung dimana
seseorang komunikator menyampaikan perangsang biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain komunikan.
Kita mulai dengan suatu asumsi dasar bahwa komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-
manusia lainnya. Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang- orang lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi
sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu akan mengemuka lewat perilaku manusia. Ketika kita
melambaikan tangan, tersenyum, bermuka masam, menganggukkan kepala, atau memberikan suatu isyarat, kita juga sedang berperilaku. Sering perilaku-perilaku ini
merupakan pesan-pesan; pesan-pesan itu digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada seseorang.
Sejauh ini, defenisi kita tentang komunikasi telah bersifat umum, untuk menampung berbagai keadaan di mana komunikasi mungkin terjadi. Kita sekarang akan
merumuskan suatu defenisi yang menyertakan kesengajaan untuk berkomunikasi, tetapi juga dengan tidak melupakan bahwa perilaku tak sadar dan tak sengaja mungkin
merumitkan situasi-situasi komunikasi. Batasan kita tentang komunikasi juga akan merinci unsur-unsur komunikasi dan beberapa dinamika yang terdapat dalam
komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
I.5.3 Komunikasi Antarbudaya
Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Kebudayaan itu sendiri diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Istilah
“culture”berasal dari kata colere yang artinya adalah mengolah atau mengerjakan, yang dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau
bertani. Kata “colore”, kemudian berubah menjadi culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam Soekamto, 1996: 188.
Komunikasi antarbudaya sendiri dapat dipahami sebagai pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya
Liliweri, 2004: 9. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: Proses komunikasi antarbudaya sama seperti proses
komunikasi lainnya, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional serta dinamis Liliweri, 2004: 24.
Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa
interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai
komunikasi yang sukses bila bentuk-bentuk hubungan 1. komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator
dengan komunikan. 2. dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi 3. gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi 4. komunikasi
antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian 5. komunikasi berpusat pada
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan 6. efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya, antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk
memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat
kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya pembagian teknologi dan mengurangi konflik.
Mengutip pendapat Habermas, bahwa dalam setiap proses komunikasi apapun bentuknya selalu ada fakta dari semua situasi yang tersembunyi di balik para partisipan
komunikasi. Menurutnya, beberapa kunci iklim komunikasi dapat ditunjukkan oleh karakteristik antara lain; suasana yang menggambarkan derajat kebebasan, suasana di
mana tidak ada lagi tekanan kekuasaan terhadap peserta komunikasi, prinsip keterbukaan bagi semua, suasana yang mampu memberikan komunikator dan komunikan untuk dapat
membedakan antara minat pribadi dan minat kelompok. Dari sini bisa disimpulkan bahwa iklim komunikasi antarabudaya tergantung pada 3 dimensi, yakni perasaan positif,
pengetahuan tentang komunikan, dan perilaku komunikator Liliweri, 2004: 48.
I.5.4 Identitas Etnis