BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, komunikasi sebagai sebuah proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku, kini melingkupi
proses yang lebih luas. Jumlah simbol-simbol yang dipertukarkan tentu tak bisa dihitung dan dikelompokkan secara spesifik kecuali bentuk simbol yang dikirim, verbal dan non
verbal. Memahami komunikasi pun seolah tak ada habisnya. Mengingat komunikasi sebagai suatu proses yang tiada henti melingkupi kehidupan manusia, salah satunya
mengenai komunikasi antarbudaya. Edward T. Hall mengatakan budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan.
Konsekuensinya kebudayaan merupakan landasan berkomunikasi. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang mewakili pribadi,
antar pribadi, kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta, sedangkan Sitaram berpendapat bahwa
komunikasi antarbudaya sendiri bermakna sebagai sebuah seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan Liliweri, 2004: 11.
Untuk memahami interaksi antarbudaya, terlebih dahulu kita harus memahami komunikasi manusia. Memahami komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi
selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, apa yang dapat terjadi, akibat- akibat dari apa yang terjadi, dan akhirnya apa yang dapat kita perbuat untuk
mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-
komponen komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi antarbudaya. Apa yang terutama menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan penerimanya
berasal dari budaya yang berbeda. Ciri ini saja memadai untuk mengidentifikasi suatu bentuk interaksi komunikatif yang unik yang harus memperhitungkan peranan dan fungsi
budaya dalam proses komunikasi. Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya
lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus
disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat, budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggungjawab atas seluruh perbendaharaan perilaku
komunikatif dan makna yang dimiliki setiap individu. Konsekuensinya, perbendaharaan- perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan berbeda pula, yang
dapat menimbulkan segala macam kesulitan. Melalui studi dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya, kita dapat mengurangi atau hampir dapat menghilangkan
kesulitan-kesulitan tersebut. Melalui budaya kita bertukar dan belajar banyak hal, karena pada kenyataannya
siapa kita adalah realitas budaya yang kita terima dan pelajari. Untuk itu, saat komunikasi menuntun kita bertemu dan bertukar simbol dengan orang lain maka kita pun dituntut
untuk memahami orang lain yang berbeda budaya dan perbedaan itu tentu menimbulkan bermacam kesukaran dalam kelangsungan komunikasi yang terjalin.
Universitas Sumatera Utara
Identitas etnis secara sederhana dipahami sebagai sense tentang self individu sebagai anggota atau bagian dari suatu kelompok etnis tertentu dan sikap maupun
perilakunya juga berhubungan dengan sense tersebut. Artinya identitas etnis menyangkut pengetahuan, kesadaran, komitmen, dan perilaku terkait etnisnya. Artinya, identitas etnis
dibangun atas kesadaran kita akan budaya kita., budaya mempengaruhi identitas etnis kita bahkan melalui konteks budaya lah identitas etnis dipertukarkan dan dipelajari dari
generasi ke generasi. Memahami budaya yang berbeda dengan kita juga bukan hal yang mudah, dimana
kita dituntut untuk mau mengerti realitas budaya orang lain yang membuat ada istilah ‘’mereka’’ dan ‘’kita’’. Masalahnya, perkembangan zaman membuat budaya juga
berubah, nilai-nilai budaya dahulu mungkin sekarang sedikit demi sedikit, lambat laun makin memudar.
Akibat perubahan zaman dan pengaruh budaya massa, memahami identitas etnis sendiri bisa jadi lebih susah daripada memahami identitas etnis lain, namun yang menjadi
masalah tentu bukan sekadar pengaruh media massa dalam membantu membangun persepsi khalayak baik secara sengaja atau tidak dalam menggambarkan etnis tertentu
dalam tayangannya, tetapi control dan pilihan tentu ada di tangan audiens, bagaimana si audiensnya dalam menanggapi realitas yang dibangun lingkungan dan pandangannya
sendiri dalam persepsinya. Dalam suatu negara, seperti Indonesia banyak sekali terdapat beberapa kelompok
etnis yang berbeda. Misalnya di daerah Sumatera Utara, kita mengenal ada etnis Batak, Minang, Cina, Jawa, Melayu, Aceh dan sebagainya. Keberadaan kelompok etnis ini
Universitas Sumatera Utara
menjadikan Sumatera Utara memiliki keberagaman etnis. Sehingga akan menimbulkan tingkat pergaulan antarbudaya yang kompleks.
Memasuki dunia baru di mana kita dituntut untuk beradaptasi bukanlah hal yang mudah. Beradaptasi di lingkungan baru, kita dituntut belajar serta memahami budaya
baru. Terlebih lagi adaptasi tentu akan semakin sulit. Jika lingkungan yang baru adalah lingkungan yang berbeda jauh budayanya dengan lingkungan sebelumnya. Sebuah
lingkungan baru, di mana realitas etnisnya sangat berbeda. Menghadapi budaya yang berbeda bukan perkara mudah, begitupun yang dirasakan oleh mahasiswa etnis Tionghoa
di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Mengingat selama ini mereka cenderung bersekolah di sekolahan yang memang menampung siswa dari komunitas etnisnya.
Ketika mereka memasuki lingkungan yang berbeda, adaptasi pun harus dimulai perlahan demi perlahan.
Dalam konteks penelitian ini, identitas etnis mahasiswa Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi menjadi penting untuk
diperhitungkan mengingat andil identitas etnis selama ini kurang disadari. Kita tentu perlu tahu, saat kita berkomunikasi khususnya komunikasi antarbudaya, apakah kita
menyadari diri kita sebagai bagian dari satu kelompok etnis tertentu dan lawan bicara kita sebagai anggota kelompok etnis lain. Untuk itu, jawaban dari pertanyaan itu nantinya
akan membantu untuk menjawab realitas yang lebih spesifik mengenai komunikasi antarbudaya yaitu etnisitas. Nantinya akan dilihat apakah komunikasi antarbudaya terjalin
secara efektif ?. Sikap etnis Tionghoa yang masih tertutup dan enggan berbaur dengan penduduk
asli Kota Medan, terus menjadi polemik dikalangan masyarakat. Semenjak berabad-abad
Universitas Sumatera Utara
lalu, etnis Tionghoa berada di Indonesia dengan jumlah cukup besar, tetapi karena persoalan menyangkut etnis masih dianggap peka, sebelum tahun 2000, jumlah suku
bangsaetnis di Indonesia tidak pernah dimasukkan ke dalam sensus penduduk Republik Indonesia.
Kebijakan pemerintah Indonesia menyangkut persoalan etnis Tionghoa dari masa ke masa, terutama masa orde baru dengan proyek kebijakan asimilasi dan masa pasca
rezim Soeharto ditandai dengan penghapusan pilar-pilar kebudayaan Tionghoa termasuk penutupan sekolah Tionghoa, pembubaran organisasi etnis Tionghoa dan pemberedelan
mass media Tionghoa serta simbol-simbol dan adat-istiadat etnis Tionghoa. Dalam keadaan demikian, sejumlah orang Tionghoa telah dibaur dan tidak merasa
sebagai Tionghoa lagi. Kelompok etnis Tionghoa tidak lenyap dan jumlahnya masih sangat besar di Indonesia. Kemudian dengan berubahnya kebijakan pemerintah menjadi
lebih akomodatif, kebangkitan identitas diri etnis Tionghoa bukan hal yang tidak mungkin.
Kesulitan juga dirasakan oleh etnis Tionghoa yaitu tidak dapat diterima oleh kaum nasionalis Indonesia sebagai bagian dari Indonesia. Masyarakat kolonial membeda-
bedakan penduduk Indonesia berdasarkan rassuku bangsa yang mempengaruhi pemikiran nasionalis-nasionalis Indonesia, sehingga mengakibatkan terpisahnya
peranakan Tionghoa dari pergerakan nasional Indonesia. Nasionalisme Tionghoa timbul lebih awal dari nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Tionghoa termasuk peranakan,
tumbuh terpisah dari dan dikehendaki pemerintah Indonesia rezim orde baru dengan kebijakan asimilasinya. Di satu sisi kecenderungna untuk mempertahankan identitas
Universitas Sumatera Utara
etnisnya terdapat pada sebagian warga etnis Tionghoa, sedangkan di sisi lain, mereka telah merasa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.
Nasionalisme Indonesia dikonstruksi berdasarkan konsep “kepribumian”, dan etnis Tionghoa dikategorikan sebagai orang asing yang dianggap bukan merupakan
bagian dari Indonesia. Nasionalis Indonesia didefenisikan sebagai “milik” bangsa pribumi, yaitu kelompok yang mempunyai daerah mereka sendiri.
Selanjutnya, konsep pribumi sebagai tuan rumah telah berakar di bumi Indonesia. Etnis Tionghoa dianggap sebagai non-pribumi dan pendatang baru yang tidak bisa
diterima sebagai suku bangsa sebelum mereka mengasimilasi diri. Pribumi memiliki persepsi bahwa etnis Tionghoa merupakan sebuah kelompok etnis yang menduduki
tangga ekonomi lebih tinggi dan terpisah dari pribumi. Implikasinya, konsep masyarakat majemuk yang menekankan pada pentingnya kesukubangsaan, akan selalu menempatkan
posisi etnis Tionghoa sebagai orang asing, walaupun mereka tersebut berstatus WNI. Secara tidak langsung, etnis Tionghoa yang non-pribumi itu harus membaur menjadi
pribumi kalau ingin diterima sebagai orang Indonesia. Secara umum pelajar etnis Tionghoa belum terbaur menjadi pribumi sebagaimana
yang diartikan dan dikehendaki pemerintah Indonesia “Rezim Orde Baru” dengan kebijakan asimilasinya. Di satu sisi kecenderungan untuk mempertahankan identitas
etnisnya terdapat pada sebagian warga etnis Tionghoa, sedangkan di sisi lain, mereka telah merasa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.
Pada rezim Soeharto, pilar-pilar kebudayaan Tionghoa dipulihkan kembali, pembukaan sekolah Tionghoa ala pemerintahan Sukarno, meskipun masih tidak diizinkan
kebebasan menggunakan bahasa Tionghoa, bahkan perayaan festival etnis Tionghoa juga
Universitas Sumatera Utara
telah diizinkan oleh negara. Walaupun diskriminasi etnis belum terkikis habis, namun minoritas etnis mendapat jaminan, sekurang-kurangnya dari sudut hukum, dan seiring
dengan menguatnya persoalan identitas ke-etnis-an, nasionalisme bisa terancam menjadi nasionalisme suku bangsa yang sempit.
Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa etnis Tionghoa yang ada di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Pemilihan lokasi
penelitian yaitu di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dilakukan karena mahasiswa etnis Tionghoa juga banyak ditemui di Fakultas ini. Menyadari bahwa etnis
mereka berbeda maka untuk itu penting memahami bagaimana para mahasiswa tersebut melakukan kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi. Bagaimana realitas
identitas yang dibangun, baik menyangkut budayanya sendiri maupun mengenai budaya lain. Telaah mengenai komunikasi antarbudaya ini setidaknya dapat membantu dalam
memperoleh pengetahuan tentang bagaimana selama ini mereka membangun komunikasi dalam interaksi khususnya komunikasi antarbudaya. Jawaban mengenai tindak
kompetensi komunikasi mahasiswa etnis tionghoa tersebut, akan menunjukkan pada tataran kompetensi komunikasi seperti apa yang mereka miliki.
Ketertarikan penelitian ini didasari pada kemungkinan adanya perasaan in group maupun out group yang sedikit banyak mendorong atau bahkan menghambat komunikasi
dalam interaksi, yang bisa jadi nantinya akan bisa ditarik kesimpulan apakah komunitas mahasiswa etnis Tionghoa ini tertutup atau bahkan sebaliknya.
Penelitian ini nantinya akan melihat bagaimanakah identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi?, apakah identitas
etnis tersebut dapat menghambat mahasiswa etnis Tionghoa di Fakultas Teknik USU
Universitas Sumatera Utara
dalam menjalin komunikasi yang efektif atau sebaliknya mungkin membantu dalam berkomunikasi. Pada akhirnya akan ditemukan kompetensi komunikasi seperti apa yang
mereka miliki. Penelitian ini menggunakan analisis metode penelitian kualitatif, maka
diharapkan berbagai pertanyaan seputar masalah identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi di kalangan
mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dapat terjawab.
I.2 Perumusan Masalah