Latar Belakang Masalah Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa (Identitas Etnis Mahasiswa Etnis Tionghoa dalam Kompetensi Komunikasi dengan Mahasiswa Pribumi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara).

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, komunikasi sebagai sebuah proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku, kini melingkupi proses yang lebih luas. Jumlah simbol-simbol yang dipertukarkan tentu tak bisa dihitung dan dikelompokkan secara spesifik kecuali bentuk simbol yang dikirim, verbal dan non verbal. Memahami komunikasi pun seolah tak ada habisnya. Mengingat komunikasi sebagai suatu proses yang tiada henti melingkupi kehidupan manusia, salah satunya mengenai komunikasi antarbudaya. Edward T. Hall mengatakan budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Konsekuensinya kebudayaan merupakan landasan berkomunikasi. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang mewakili pribadi, antar pribadi, kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta, sedangkan Sitaram berpendapat bahwa komunikasi antarbudaya sendiri bermakna sebagai sebuah seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan Liliweri, 2004: 11. Untuk memahami interaksi antarbudaya, terlebih dahulu kita harus memahami komunikasi manusia. Memahami komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, apa yang dapat terjadi, akibat- akibat dari apa yang terjadi, dan akhirnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut. Universitas Sumatera Utara Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen- komponen komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi antarbudaya. Apa yang terutama menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Ciri ini saja memadai untuk mengidentifikasi suatu bentuk interaksi komunikatif yang unik yang harus memperhitungkan peranan dan fungsi budaya dalam proses komunikasi. Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat, budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggungjawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap individu. Konsekuensinya, perbendaharaan- perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan berbeda pula, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan. Melalui studi dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya, kita dapat mengurangi atau hampir dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan tersebut. Melalui budaya kita bertukar dan belajar banyak hal, karena pada kenyataannya siapa kita adalah realitas budaya yang kita terima dan pelajari. Untuk itu, saat komunikasi menuntun kita bertemu dan bertukar simbol dengan orang lain maka kita pun dituntut untuk memahami orang lain yang berbeda budaya dan perbedaan itu tentu menimbulkan bermacam kesukaran dalam kelangsungan komunikasi yang terjalin. Universitas Sumatera Utara Identitas etnis secara sederhana dipahami sebagai sense tentang self individu sebagai anggota atau bagian dari suatu kelompok etnis tertentu dan sikap maupun perilakunya juga berhubungan dengan sense tersebut. Artinya identitas etnis menyangkut pengetahuan, kesadaran, komitmen, dan perilaku terkait etnisnya. Artinya, identitas etnis dibangun atas kesadaran kita akan budaya kita., budaya mempengaruhi identitas etnis kita bahkan melalui konteks budaya lah identitas etnis dipertukarkan dan dipelajari dari generasi ke generasi. Memahami budaya yang berbeda dengan kita juga bukan hal yang mudah, dimana kita dituntut untuk mau mengerti realitas budaya orang lain yang membuat ada istilah ‘’mereka’’ dan ‘’kita’’. Masalahnya, perkembangan zaman membuat budaya juga berubah, nilai-nilai budaya dahulu mungkin sekarang sedikit demi sedikit, lambat laun makin memudar. Akibat perubahan zaman dan pengaruh budaya massa, memahami identitas etnis sendiri bisa jadi lebih susah daripada memahami identitas etnis lain, namun yang menjadi masalah tentu bukan sekadar pengaruh media massa dalam membantu membangun persepsi khalayak baik secara sengaja atau tidak dalam menggambarkan etnis tertentu dalam tayangannya, tetapi control dan pilihan tentu ada di tangan audiens, bagaimana si audiensnya dalam menanggapi realitas yang dibangun lingkungan dan pandangannya sendiri dalam persepsinya. Dalam suatu negara, seperti Indonesia banyak sekali terdapat beberapa kelompok etnis yang berbeda. Misalnya di daerah Sumatera Utara, kita mengenal ada etnis Batak, Minang, Cina, Jawa, Melayu, Aceh dan sebagainya. Keberadaan kelompok etnis ini Universitas Sumatera Utara menjadikan Sumatera Utara memiliki keberagaman etnis. Sehingga akan menimbulkan tingkat pergaulan antarbudaya yang kompleks. Memasuki dunia baru di mana kita dituntut untuk beradaptasi bukanlah hal yang mudah. Beradaptasi di lingkungan baru, kita dituntut belajar serta memahami budaya baru. Terlebih lagi adaptasi tentu akan semakin sulit. Jika lingkungan yang baru adalah lingkungan yang berbeda jauh budayanya dengan lingkungan sebelumnya. Sebuah lingkungan baru, di mana realitas etnisnya sangat berbeda. Menghadapi budaya yang berbeda bukan perkara mudah, begitupun yang dirasakan oleh mahasiswa etnis Tionghoa di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Mengingat selama ini mereka cenderung bersekolah di sekolahan yang memang menampung siswa dari komunitas etnisnya. Ketika mereka memasuki lingkungan yang berbeda, adaptasi pun harus dimulai perlahan demi perlahan. Dalam konteks penelitian ini, identitas etnis mahasiswa Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi menjadi penting untuk diperhitungkan mengingat andil identitas etnis selama ini kurang disadari. Kita tentu perlu tahu, saat kita berkomunikasi khususnya komunikasi antarbudaya, apakah kita menyadari diri kita sebagai bagian dari satu kelompok etnis tertentu dan lawan bicara kita sebagai anggota kelompok etnis lain. Untuk itu, jawaban dari pertanyaan itu nantinya akan membantu untuk menjawab realitas yang lebih spesifik mengenai komunikasi antarbudaya yaitu etnisitas. Nantinya akan dilihat apakah komunikasi antarbudaya terjalin secara efektif ?. Sikap etnis Tionghoa yang masih tertutup dan enggan berbaur dengan penduduk asli Kota Medan, terus menjadi polemik dikalangan masyarakat. Semenjak berabad-abad Universitas Sumatera Utara lalu, etnis Tionghoa berada di Indonesia dengan jumlah cukup besar, tetapi karena persoalan menyangkut etnis masih dianggap peka, sebelum tahun 2000, jumlah suku bangsaetnis di Indonesia tidak pernah dimasukkan ke dalam sensus penduduk Republik Indonesia. Kebijakan pemerintah Indonesia menyangkut persoalan etnis Tionghoa dari masa ke masa, terutama masa orde baru dengan proyek kebijakan asimilasi dan masa pasca rezim Soeharto ditandai dengan penghapusan pilar-pilar kebudayaan Tionghoa termasuk penutupan sekolah Tionghoa, pembubaran organisasi etnis Tionghoa dan pemberedelan mass media Tionghoa serta simbol-simbol dan adat-istiadat etnis Tionghoa. Dalam keadaan demikian, sejumlah orang Tionghoa telah dibaur dan tidak merasa sebagai Tionghoa lagi. Kelompok etnis Tionghoa tidak lenyap dan jumlahnya masih sangat besar di Indonesia. Kemudian dengan berubahnya kebijakan pemerintah menjadi lebih akomodatif, kebangkitan identitas diri etnis Tionghoa bukan hal yang tidak mungkin. Kesulitan juga dirasakan oleh etnis Tionghoa yaitu tidak dapat diterima oleh kaum nasionalis Indonesia sebagai bagian dari Indonesia. Masyarakat kolonial membeda- bedakan penduduk Indonesia berdasarkan rassuku bangsa yang mempengaruhi pemikiran nasionalis-nasionalis Indonesia, sehingga mengakibatkan terpisahnya peranakan Tionghoa dari pergerakan nasional Indonesia. Nasionalisme Tionghoa timbul lebih awal dari nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Tionghoa termasuk peranakan, tumbuh terpisah dari dan dikehendaki pemerintah Indonesia rezim orde baru dengan kebijakan asimilasinya. Di satu sisi kecenderungna untuk mempertahankan identitas Universitas Sumatera Utara etnisnya terdapat pada sebagian warga etnis Tionghoa, sedangkan di sisi lain, mereka telah merasa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Nasionalisme Indonesia dikonstruksi berdasarkan konsep “kepribumian”, dan etnis Tionghoa dikategorikan sebagai orang asing yang dianggap bukan merupakan bagian dari Indonesia. Nasionalis Indonesia didefenisikan sebagai “milik” bangsa pribumi, yaitu kelompok yang mempunyai daerah mereka sendiri. Selanjutnya, konsep pribumi sebagai tuan rumah telah berakar di bumi Indonesia. Etnis Tionghoa dianggap sebagai non-pribumi dan pendatang baru yang tidak bisa diterima sebagai suku bangsa sebelum mereka mengasimilasi diri. Pribumi memiliki persepsi bahwa etnis Tionghoa merupakan sebuah kelompok etnis yang menduduki tangga ekonomi lebih tinggi dan terpisah dari pribumi. Implikasinya, konsep masyarakat majemuk yang menekankan pada pentingnya kesukubangsaan, akan selalu menempatkan posisi etnis Tionghoa sebagai orang asing, walaupun mereka tersebut berstatus WNI. Secara tidak langsung, etnis Tionghoa yang non-pribumi itu harus membaur menjadi pribumi kalau ingin diterima sebagai orang Indonesia. Secara umum pelajar etnis Tionghoa belum terbaur menjadi pribumi sebagaimana yang diartikan dan dikehendaki pemerintah Indonesia “Rezim Orde Baru” dengan kebijakan asimilasinya. Di satu sisi kecenderungan untuk mempertahankan identitas etnisnya terdapat pada sebagian warga etnis Tionghoa, sedangkan di sisi lain, mereka telah merasa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Pada rezim Soeharto, pilar-pilar kebudayaan Tionghoa dipulihkan kembali, pembukaan sekolah Tionghoa ala pemerintahan Sukarno, meskipun masih tidak diizinkan kebebasan menggunakan bahasa Tionghoa, bahkan perayaan festival etnis Tionghoa juga Universitas Sumatera Utara telah diizinkan oleh negara. Walaupun diskriminasi etnis belum terkikis habis, namun minoritas etnis mendapat jaminan, sekurang-kurangnya dari sudut hukum, dan seiring dengan menguatnya persoalan identitas ke-etnis-an, nasionalisme bisa terancam menjadi nasionalisme suku bangsa yang sempit. Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa etnis Tionghoa yang ada di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian yaitu di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dilakukan karena mahasiswa etnis Tionghoa juga banyak ditemui di Fakultas ini. Menyadari bahwa etnis mereka berbeda maka untuk itu penting memahami bagaimana para mahasiswa tersebut melakukan kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi. Bagaimana realitas identitas yang dibangun, baik menyangkut budayanya sendiri maupun mengenai budaya lain. Telaah mengenai komunikasi antarbudaya ini setidaknya dapat membantu dalam memperoleh pengetahuan tentang bagaimana selama ini mereka membangun komunikasi dalam interaksi khususnya komunikasi antarbudaya. Jawaban mengenai tindak kompetensi komunikasi mahasiswa etnis tionghoa tersebut, akan menunjukkan pada tataran kompetensi komunikasi seperti apa yang mereka miliki. Ketertarikan penelitian ini didasari pada kemungkinan adanya perasaan in group maupun out group yang sedikit banyak mendorong atau bahkan menghambat komunikasi dalam interaksi, yang bisa jadi nantinya akan bisa ditarik kesimpulan apakah komunitas mahasiswa etnis Tionghoa ini tertutup atau bahkan sebaliknya. Penelitian ini nantinya akan melihat bagaimanakah identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi?, apakah identitas etnis tersebut dapat menghambat mahasiswa etnis Tionghoa di Fakultas Teknik USU Universitas Sumatera Utara dalam menjalin komunikasi yang efektif atau sebaliknya mungkin membantu dalam berkomunikasi. Pada akhirnya akan ditemukan kompetensi komunikasi seperti apa yang mereka miliki. Penelitian ini menggunakan analisis metode penelitian kualitatif, maka diharapkan berbagai pertanyaan seputar masalah identitas etnis mahasiswa etnis Tionghoa dalam kompetensi komunikasi dengan mahasiswa pribumi di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dapat terjawab.

I.2 Perumusan Masalah