Kesimpulan Latar Belakang Informan

INFORMAN 11 ANTON HALIM LIM SEN TONG Latar Belakang Nama, Jenis Kelamin, Usia, DepartemenStambukSemester Latar Belakang Asal Daerah Anton Halim, lahir di Medan, 10 Juli 1992. Mempunyai nama Tionghoa, Lim Sen Tong, yang menurutnya mempunyai arti “dasar-dasar yang kuat”. Anton merupakan mahasiswa semester II, Departemen Teknik Arsitektur, stambuk 2010. Anton juga tidak merasakan pemakaian nama Tionghoa yang efisien dalam kesehariannya. Nama yang ia gunakan dalam kesehariannya adalah nama Indonesia bukan nama Tionghoa. Akte kelahiran, ijazah, sim, sampai pada panggilan keluarga juga memakai nama Indonesia, Anton Halim. Sejak lahir, Anton sudah berada di Medan, sampai ia berusia 19 tahun, ia masih tetap menetap di Medan. Anton tidak pernah tinggal di suatu kota ataupun negara dalam konteks waktu yang lama. Ia pernah melakukan kunjungan ke Bandung, Jakarta, Singapur, dan lain sebagainya, tetapi hanya sebatas liburan saja, tidak ada istilah menetap dalam konteks waktu yang lama. Ia juga tidak mempunyai keluarga lain, selain di Indonesia, sehingga tidak ada istilah pulang kampung ke luar Indonesia yang ia lakukan. Latar Belakang Agama Latar Belakang Pekerjaan Orangtua Agama yang di anut oleh pria berusia 19 tahun ini adalah agama Buddha. Kedua orangtuanya juga beragama Buddha, begitupula saudara-saudaranya yang lain. Ia juga mempunyai keluarga yang beragama Kristen, dan itu menurutnya suatu kewajaran, sama seperti etnis Tionghoa pada umumnya. Sama seperti etnis Tionghoa pada umumnya, dan sama seperti kebanyakan informan pada umumnya, pekerjaan dari kedua orantua Anton adalah wiraswasta. Ayah dan ibunya, keduanya membuka usaha panglong di daerah Jalan Japaris, atau yang lebih dikenal dengan Jalan Rahmadsyah.

IV.1.2 Kesimpulan Latar Belakang Informan

Berdasarkan hasil tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah informan laki-laki sebanyak 7 orang dan informan perempuan sebanyak 4 orang dari jumlah informan secara keseluruhan yaitu 11 orang. Berdasarkan data yang dapat dilihat di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebagian besar informan dalam penelitian ini adalah laki-laki. Hal ini disebabkan karena sebagian besar mahasiswa yang ada di Fakultas Teknik adalah Universitas Sumatera Utara laki-laki, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan informan laki-laki dibanding informan perempuan. Usia informan menunjukkan bahwa usia informan 18 tahun adalah sebanyak 4 orang, untuk usia 19 tahun sebanyak 5 orang, dan untuk usia 20 tahun adalah sebanyak 2 orang dari total keseluruhan informan sebanyak 11 orang. Ini menunjukkan bahwa dari keseluruhan informan penelitian, mahasiswa etnis Tionghoa yang banyak dijadikan informan penelitian adalah mereka yang berusia 19 tahun, ketidaksengajaan ini tentunya didapat karena teknik pengumpulan data yang menggunakan teknik snowball, sehingga secara tidak sengaja mereka yang berusia 19 tahunlah yang banyak jadi informan penelitian. Untuk departemen ataupun jurusan yang di duduki oleh informan penelitian, dapat dilihat bahwa Departemen Teknik Arsitektur 2 orang, Departemen Teknik Elektro 1 orang, Departemen Teknik Industri 2 orang, Departemen Teknik Kimia 3 orang, Departemen Teknik Mesin 1 orang, dan Departemen Teknik Sipil sebanyak 2 orang dari 11 orang informan penelitian. Dari data yang dilihat di atas, dapat kita simpulkan bahwa informan penelitian berasal dari seluruh Departemen yang ada di Fakultas Teknik. Berdasarkan tabel tersebut, orang-orang yang terpilih menjadi informan penelitian dapat terlihat jelas sebagian besar adalah mereka yang berada di stambuk 2010. Stambuk 2009 sebanyak 4 orang, dan stambuk 2010 sebanyak 7 orang dari 11 orang informan penelitian. Hal ini disebabkan karena informan yang kebetulan memang banyak peneliti temui adalah mereka-mereka yang berada di stambuk 2010. Untuk semester, sama seperti karakteristik stambuk di atas. Dapat dilihat bahwa informan yang masih duduk di semester II adalah 7, dan informan yang berada di Universitas Sumatera Utara semester IV adalah sebanyak 4 orang dari 11 orang informan penelitian. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa informan penelitian kebanyakan mereka yang masih berada di semester II. Latar belakang informan berdasarkan asal daerah, terlihat jelas dari tabel di atas bahwa keseluruhan informan penelitian adalah berasal dari Kota Medan. Berdasarkan informasi yang di dapatkan dari kesebelas informan, sebagian besar mahasiswa etnis Tionghoa yang ada di Fakultas Teknik memang berasal dari Kota Medan. Dalam penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa ada 10 orang informan sejak dilahirkan sudah berada di Kota Medan, sedangkan 1 orang informan lagi sejak ia lahir sampai ia berusia 11 tahun, ia berada di daerah Aek Kanopan, Mandailing Natal. Setelah berusia 12 tahun barulah ia beserta keluarganya pindah dan memilih untuk menetap di Kota Medan. Kesebelas informan tidak mempunyai anggapan bahwa ada negara lain selain Indonesia yang mereka anggap sebagai kampung halaman. Anggapan negara lain selain Indonesia sebagai kampung halaman, biasanya lebih dirasakan oleh kakek dan nenek mereka, karena orangtua dari kakek dan nenek mereka alias buyut mereka, masih ada beberapa yang berasal dari daratan China. Berbeda dengan para informan yang sudah menganggap Kota Medan dan Negara Indonesia sebagai kampung halaman karena sejak lahir sudah berada di Indonesia. Ada di antara mereka yang mengaku bahwa masih punya saudara di luar negeri, yaitu di Taiwan, akan tetapi itu hanyalah saudara jauh yang tidak begitu dekat dengan mereka. Jadi, tidak ada anggapan bahwa mereka mempunyai kampung halaman di luar Indonesia. Tidak ada tradisi pulang kampung ke luar negeri yang mereka lakukan. Kunjungan ke luar negeri hanya sebatas liburan semata saja. Meskipun pada dasarnya, ada 2 orang informan yang menyadari identitas fisik mereka yang seharusnya berada di Universitas Sumatera Utara negara-negara daratan China, bukan di Indonesia. Namun, pemikiran seperti itu mulai berubah seiring dengan bertambahnya usia dan pemikiran yang semakin matang. Mereka terlahir dan hidup di Kota Medan, jadi kampung halaman yang mereka anggap adalah Kota Medan, Negara Indonesia. Informan yang beragama Buddha adalah sebanyak 9 orang, informan yang beragama Kristen Katolik 1 orang dan yang beragama Kristen Protestan 1 orang dari 11 orang jumlah informan penelitian. Mayoritas etnis Tionghoa itu lazimnya adalah beragama Buddha. Jadi, ketika melakukan penelitian di kampus Fakultas Teknik, kebanyakan informan-informan yang ditemukan adalah mereka yang memang beragama Buddha. 2 orang informan yang beragama Kristen, menyadari bahwa agama mereka berada di urutan kedua dalam etnis Tionghoa berdasarkan konteks keagamaan, tetapi hal tersebut tidak mengurangi kesadaran mereka akan identitas etnis Tionghoa mereka. Informan yang beragama Buddha juga mempunyai keluarga yang beragama Kristen, begitupula sebaliknya, informan yang bergama Kristen Juga mempunyai keluarga yang beragama Buddha. Tidak itu saja, mereka yang beragama Buddha, juga mempunyai keluarga yang beragama Islam, meskipun hanya dalam skala minoritas saja. Akan tetapi hubungan kekeluargaan dengan keluarga yang berbeda-beda agama tetap terjalin dengan baik, karena mereka tetap mengutamakan konsep ke-etnis-an. Tabel di atas menunjukkan pekerjaan ayah dari informan-informan penelitian. Guru 1 orang, Pegawai swasta 1 orang, dan Wiraswasta sebanyak 9 orang dari total 11 informan. Sesuai dengan kebanyakan bidang pekerjaan dari etnis Tionghoa pada umumnya yaitu wiraswasta. Jadi, tidak heran lagi jika sebagian besar pekerjaan ayah dari informan penelitian ini adalah seorang wiraswastawan. Universitas Sumatera Utara Salah satu pekerjaan dari ayah informan dalam penelitian ini adalah seorang guru. Tentunya ini adalah suatu hal yang baru yang diketahui dari etnis Tionghoa dari sisi pekerjaannya. Ayah dari informan kelima ini adalah seorang guru matematika di salah satu SMA Swasta di Kota Medan. Menjadi seorang guru memang menjadi hal yang sudah diinginkan oleh ayah dari informan kelima tersebut. Kecintaannya terhadap dunia eksakta khususnya matematika, membuatnya mempunyai niat untuk menjadi seorang guru, dan itu di wujudkannya dengan menimba ilmu di bangku kuliah di jurusan matematika. Pekerjaan sebagai seorang guru tidak menjadikan ayah dari informan kelima ini merasa rendah hati ataupun keluar dari stereotype etnis Tionghoa dari sisi pekerjaan. Baginya, semua pekerjaan itu bebas di jalani oleh orang-orang dari etnis manapun, tidak ada pengecualian. Ayah dari informan pertama, berprofesi sebagai seorang pegawai swasta di salah satu perusahaan sawit di daerah Lubuk Pakam, sedangkan kesembilan informan lainnya, profesi orangtua mereka adalah wiraswasta yang bergerak dalam bidang usaha yang berbeda-beda mulai dari usaha perbengkelan, rumah makan, elektronik, sampai pada usaha panglong. Berdasarkan dari tabel di atas, dapat di lihat pula pekerjaan ibu dari informan- informan penelitian ini sebagian besar juga wiraswasta yaitu sebanyak 9 orang, dan sisanya adalah ibu rumah tangga sebanyak 2 orang saja dari 11 orang jumlah informan pada penelitian ini. Umumnya ibu ikut dengan ayah dalam membuka usaha, tetapi berbeda dengan 2 orang informan yang ibunya mempunyai aktivitaskegiatan yang berbeda dengan ayah Universitas Sumatera Utara mereka. Kedua orang informan tersebut ayahnya bekerja sebagai pedagang elektronik, tetapi ibu mereka membuka usaha pakaian butik dan salon kecantikan. Untuk 2 orang ibu yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mereka tidak sepenuhnya tidak mempunyai kegiatan yang bermanfaat untuk dapat membantu keuangan rumah tangga. Mereka juga mempunyai usaha kecil-kecilan seperti membuat kue jika ada pesanan, dan menerima jahitan jika ada yang ingin menempah pakaian. Namun, itu hanya usaha sampingan saja, karena prioritas utama mereka adalah mengurus rumah tangga atau yang di sebut dengan ibu rumah tangga.

IV.2 Identitas Etnis