Konsep Pemberdayaan Alternatif kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan berwawasan lingkungan di Muara Angke, Jakarta Utara:

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan didefenisikan sebagai usaha memberi sebagian daya atau kekuasaan power-sharing kepada kelompok yang dianggap kurang berdaya. Pemberiaan daya tersebut diharapkan akan memberi lebih banyak kesempatan kepada suatu kelompok tertentu untuk berkembang dengan memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya maupun peluang yang tumbuh di luar kelompok Adimihardja dan Hikmat, 2004. Payne dalam Adi 2001 mengemukakan bahwa pada intinya suatu proses pemberdayaan empowerment ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan, yang dilakukan dengan peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Sedangkan Shardlow dalam Adi 2001 melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok maupun komunitas berusaha mengotrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dari beberapa konsep pemberdayaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada intinya proses pemberdayaan meliputi aspek-aspek : a Pemberian daya kepada individu, kelompok atau komunitas yang dianggap kurang Berdaya; b Dengan pemberian daya tersebut, individu, kelompok atau komunitas sehingga c Pada akhirnya mereka dapat menentukan apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri tanpa campur tangan pihak luar. Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang bertumpu pada rakyat people centered development. Strategi ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan control internal atas sumberdaya material dan non-material yang penting melalui retribusi kekuasaan modal maupun kepemilikan Korten dalam Adimihardja dan Hikmat, 2004. Selanjutnya ESCAP dalam Adimihardja dan Hikmat 2004, mengemukakan bahwa permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat bukan hanya akibat dari adanya penyimpangan perilaku atau masalah keperibadian, tetapi juga karena masalah structural, kebijakan yang keliru, implimentasi kebijakan yang tidak konsisten dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan Bappenas, 2003. Pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangu aset material guna mendukung kemandirian mereka melalui pembangunan organisasi. Kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Agusta dalam Laporan Bappenas 2003, merumuskan bahwa program pemberdayaan mencakup lima hal, yaitu : a. Asumsi bahwa suatu tindakan individu dilakukan untuk memberdayakan dirinya sendiri, dengan cara mengubah struktur atau mencari peluang pemberdayaan dari struktur yang ada. b. Partisipasi merupakan tindakan sukarela. Tindakan pemberdayaan atau pembebasan diri baru berarti ketika digerakkan oleh olahan persepsi, pemikiran dan sikap individu sendiri. c. Karena merupakan tindakan sukarela, maka partisipasi mengarah kepada suatu tindakan rasional. Tindakan rasional disini diartikan sebagai pilihan atas sarana dalam hubungan dengan tujuan. d. Asumsi bahwa program atau proyek adalah sumberdaya yang langka, padahal proses pemberdayaan masyarakat memiliki dimensi yang luas dan saling berkaitan dalam waktu yang relatif lama. Oleh karenanya suatu program secara sendirian sulit membangun argument mengenai kemampuan membangun masyarakat. e. Asumsi bahwa kelompok dilihat sebagai tindakan individu yang membentuk konsensus.

2.2. Partisipasi dan Pemberdayaan