berkaitan dalam waktu yang relatif lama. Oleh karenanya suatu program secara sendirian sulit membangun argument mengenai kemampuan membangun
masyarakat. e. Asumsi bahwa kelompok dilihat sebagai tindakan individu yang membentuk
konsensus.
2.2. Partisipasi dan Pemberdayaan
Partisipasi masyarakat
merupakan suatu hal yang menjadi penting dalam
konteks pemberdayaan. Sumardjo dan Saharuddin 2004 mengemukakan 3 tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat menjadi penting, karena :
a Melalui partisipasi masyarakat dapat diperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya kehadiran
suatu program akan gagal. b Bahwa masyarakat lebih mempercayai program pembangunan jika dilibatkan
dalam proses persiapan dan perencanaan, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk program tersebut dan akan menimbulkan rasa memiliki terhadap
kegiatan dalam program tersebut; dan c Adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Berdasarkan alasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
empowerment sebenarnya jalan untuk mewujudkan partisipasi, karena
pemberdayaan sangat menjunjung tinggi prinsip partisipasi itu sendiri. Partisipasi merupakan bentuk prilaku dasar, karenanya unsur utama partisipasi
adalah adanya kesadaran dan kesukarelaan dalam berprilaku sesuai dengan kebutuhan dan keinginan partisipan Sumardjo dan Saharuddin, 2004. Selanjutnya
menurut Widyatmadja dalam Sugiyanto 2002 mengemukakan pandangan partisipasi dari prespektif rakyat sebagai praktek dari keadilan. Oleh karenanya pemahaman
partisipasi sebagai pemberdayaan rakyat empowering people terdiri dari praktek keadilan dan hak untuk menikmati hasil pembangunan yang mungkin dapat
menimbulkan konflik antara pihak-pihak yang berkepentingan. Implementasi partisipatif dalam pembangunan adalah penerapan prinsip pembangunan yang
berpusat pada rakyat, yang secara tegas menempatkan masyarakat menjadi pelaku utama dalam pembangunan Sumardjo dan Saharuddin, 2004.
Seorang akan berpartisipasi menurut Sumardjo dan Saharuddin 2004 apabila terpenuhi prasyarat untuk berpartisipasi yang meliputi 3 tiga hal yaitu : 1 adanya
kesempatan, yaitu suasana atau kondisi lingkungan yang didasari oleh orang tersebut bahwa ia berpeluang untuk berartisipasi, 2 kemauan, yaitu sesuatu yang
mendorongmenumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, dan 3 kemampuan, yaitu kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa ia
mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, yang dapat berupa pikiran, tenagawaktu atau sarana dan material lainnya. Hal ini diperkuat oleh pandangan
Agusta dalam Laporan Bappenas 2003 yang menyatakan tindakan partisipasi yang tumbuh dari dalam diri seseorang minimal menandakan kemandirian dan kemampuan
dalam mengambil keputusan serta bersedia menanggung resiko. Meskipun demikian terdapat pandangan mengenai kesulitan menumbuhkan pola
partisipasi yang hakiki secara terencana atau bentuk rekayasa sosial. Disamping itu ada kesulitan lain untuk melepaskan partisipasi dari mobilisasi. Fenomena program
pemberdayaan akhir-akhir ini menunjukkan batas antara mobilisasi dan partisipasi yang semakin kabur, yang bersumber dari kehalusan pesan yang melekat pada
program itu sendiri, yang tidak mudah disadari oleh pembawa dan pemanfaat program pemberdayaan Bappenas, 2003.
2.3. Konsep Komunitas