3.3. Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini digunakan dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer kondisi eksisting dengan melihat langsung keadaan di
lapangan. Data primer kebijakan di peroleh dari kuisioner terhadap para stakeholder yang terlibat langsung terhadap pemanfaatan kawasan Muara Angke.
Pengumpulan data sekunder melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada di berbagai instansi pemerintah dan swasta, seperti kantor BPLHD DKI Jakarta
Utara, Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Utara, UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan UPT. PKPP PPI dan lain-
lain, data dari hasil penelitian sebelumnya, hasil studi pustaka, berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan, laporan serta dokumen dari berbagai instansi
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.4. Tahapan Penelitian 3.4.1.
Tahap Pengumpulan Data
• Mengumpulkan data sekunder melalui isntansi pemerintah terkait dengan, pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, modal, sarana dan prasarana,
kesehatan, industri, keterampilan yang pernah diberikan, etnis dan kualitas air serta tingkat kerusakan mangrove.
• Melakukan wawancara, diskusi dengan menggunakan panduan kuisioner terhadap pelaku utama yang dapat mewakili pihak yang berkepentingan
stakeholder , sehingga diperoleh data primer.
3.5. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan meliputi beberapa tahap yaitu : analisis kondisi eksisting sosial, ekonomi, budaya, analisis deskriptif terhadap pencemaran kualitas
air dan kerusakan hutan mangrove di sekitar Muara Angke, analytical hierarchy
process AHP untuk menentukan alternatif kebijakan pemberdayaan masyarakat
nelayan.
3.5.1. Analisis Kondisi Eksisting Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Analisis sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat didasarkan atas kuisioner, data dikumpulkan dan disederhanakan pencatatannya dengan tabulasi selanjutnya
data tersebut dianalisis. Data kuantitatif akan dianalisis dengan analisis parsial analisis tabel dan analisis RC Soekartawi, 2002. Pada dasarnya analisis kuantitatif
lebih banyak bersifat menjelaskan fenomena yang muncul pada analisa kualitatif atau mungkin sebaliknya.
Analisi RC RC adalah singkatan dari return cost ratio, atau dikenal sebagai perbandingan
nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :
a = RC R = Py.Y
C = FC+VC a
= { Py.YFC+VC }
ket: R = penerimaan
C = biaya Py = harga output
Y = output FC = biaya tetap fixed cost
VC = biaya variabel variable costs 3.5.2.
Analisis Kualitas Air
Analisis kondisi
kualitas air dilakukan secara deskriptif, dari data sekunder dan dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam
pengelolaan lingkungan hidup Muara Angke.
3.5.3. Analisis Kerusakan Mangrove
Analisis kerusakan mangrove dilakukan secara deskriptif, menggunakan data- data sekunder yang diperoleh dari dinasinstansi terkait.
3.5.4. Analisis Alternatif Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Berwawasan
Lingkungan
Dilakukan perumusan alternatif kebijakan pemberdayaan masyarakat berwawasan lingkungan Muara Angke Jakarta Utara dengan menggunakan metode
AHP. Dalam AHP pengukuran dapat dilakukan dengan membangun skala pengukuran dalam bentuk indeks, skoring atau nilai numerik tertentu.
Ha-hal yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan suatu masalah dalam AHP adalah dekomposisi, komparatif judgement, sintesis prioritas dan konsistensi
logika. Adapun tahapan pada pendekatan AHP meliputi : a Identifikasi sistem, bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan dan
menentukan solusi yang diinginkan. b Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan sub-sub tujuan kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah.
c Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat
diatasnya. Perbandingan berdasarkan judgment dari pengambilan keputusan, dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen di bandingkan dengan elemen
lainnya. d Menghitung matriks pendapat individu
e Menghitung pendapat gabungan f Pengolahan
vertikal g Revisi pendapat
Struktur hirarki ini diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada level paling bawah. Untuk lebih
jelasnya struktur hirarki dalam perumusan alternatif kebijakan pemberdayaan masyarakat berwawasan lingkungan di Muara Angke Jakarta Utara dapat dilihat
pada Gambar 4 berikut ini.
Pemberdayaan nelayan berwawasan lingkungan di Muara Angke
Tingkat 1:
Fokus
Tingkat 2:
Perguruan Tinggi DKP
LSM Swasta
Nelayan
Stakeholders
E k
o E
k m
E k
o
S o
s E
k m
E k
m E
k o
E k
m E
k m
S o
s S
o s
E k
o E
k o
S o
s S
o s
Tingkat 3: Aspek
- Prm - Pam
- Pel - P
- Pb - M
- Ka - Prm
- Pam - Pel
- M - Ka
- P - Pb
- Prm - Pam
- Pel - P
- Pb - M
- Ka - Prm
- Pam - Pel
- P - Pb
- M - Ka
- Prm - Pam
- Pel - P
- Pb - M
- Ka
Tingkat 4:
Ekowisat a
Nelayan tangkap
dimoderenisa sikan
Alternatif
Budidaya ikan hias
Peningkatan nilai tambah
Pemandu wisata
Gambar 4.
.
Struktur hirarki perumusan strategi kebijakan
Ket : - Eko = Ekologi, - Sos = Sosial, - Ekm = Ekonomi
- M = Musim, - Ka = Kualitas air, - P = Pendapatan, - Pb = Peluang bekerja, - Prm = Presepsi masyarakat, - Pam = Partisipasi masyarakat, - Pel = Pendidikan ingkungan
IV. KEADAAN UMUM MUARA ANGKE
4.1. Sejarah perkembangan perikanan
Keberadaan Muara Angke sebagai tempat pelelangan ikan sudah ada sejak dulu dimulai dari TPI Marunda, TPI Cilincing, TPI Kalibaru Timur, TPI Kalibaru
Barat, TPI Bintang Mas, TPI Sunda Kelapa, TPI Muara Karang, TPI Kamal Muara. Pada tahun 1977 dirubah menjadi Muara Angke dengan skala tradisional dan Muara
Baru dengan skala industri. Pada tahun 1998 ditambah lagi TPI Cilincing, TPI Kalibaru, TPI Kamal Muara.
4.2. Karakteristik 4.2.1. Letak Geografis dan Administratif
Kawasan Muara Angke terletak di bagian utara sebelah barat Propinsi DKI Jakarta dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Kawasan Muara Angke termasuk
dalam wilayah administrasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan Kota Jakarta Utara. Daerah perikanan Muara Angke memiliki luas wilayah 771.9 ha.
Batas-batas Kawasan Muara Angke adalah : -
Sebelah barat berbatasan dengan Kali Angke - Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Pluit Barat
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kali Angke - Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
Kawasan Muara Angke secara geografis terletak pada 6 .06’.50” LS sampai
6 .06’56” LS dan 106
.45’.56” BT sampai 106 .46’.28” BT, dengan tinggi rata-rata
0-1 m di atas permukaan air laut. Kawasan Delta Muara Angke diapit oleh 2 anak sungai, yaitu Kali Angke di sebelah timur dan Kali Adem di sebelah barat. Lahan
seluas 65 ha dimanfaatkan untuk perumahan nelayan 21,26 ha; tambak uji coba budidaya air payau 9,12 ha; bangunan PPI beserta fasilitas penunjangnya 5 ha;
hutan bakau 8 ha; tempat pengolahan ikan tradisional 5 ha; docking kapal 1,35 ha; lahan kosong 6,7 ha; pasar, bank dan bioskop 1 ha serta terminal 2,57 ha.
4.2.2. Geologi dan Topografi Kawasan Muara Angke mempunyai geomorfologi sebagaimana umumnya
daerah-daerah pantai sepanjang pantai DKI Jakarta yakni sangat dipengaruhi oleh hasil endapan sungai-sungai yang mengalir di wilayah tersebut, endapan-endapan
tersebut umumnya membentuk endapan alluvial pantai dengan permukaan tanah datar dan subur karena dipengaruhi endapan sungai yang mengandung sedimen dan
didalamnya mengandung bahan-bahan organik namun tekstur tanah lunaktidak solid, sehingga daya dukung tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi. Kawasan Muara
Angke memiliki kontur permukaan tanah datar, ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai 1 meter, kondisi air permukaan terdiri dari payau, kolam tambak, rawa-
rawa, Kali Angke dan laut.
4.2.3. Hidrologi
Kawasan Muara Angke merupakan delta yang diapit oleh 2 anak sungai yaitu Kali Angke dan Kali Adem, kondisi airnya tidak baik karena banyak polutan yang
mencemari sungai tersebut sebagaimana kebanyakan sungai-sungai yang berada di wilayah DKI Jakarta, namun demikian Kali Adem dan Kali Angke masih banyak
digunakan oleh sebagaian masyarakat Muara Angke untuk aktivitas sehari-hari.
4.2.4. Hidrooceonografi
Pasang surut yang terjadi di pangkalan pendaratan ikan Muara Angke mengikuti pola pasang surut Perairan Teluk Jakarta yakni mempunyai sifat harian
tunggal yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari. Kisaran terbesar antara surut tertinggi dan surut terendah adalah 1,2 m Dinas Hidro Oseanografi TNI
AL, 1998.
4.2.5. Klimatologi
Sesuai dengan letak geografinya, keadaan iklim Kota Jakarta secara umum termasuk kawasan Muara Angke beriklim tropis dengan data curah hujan sepanjang
tahun 2000 mencapai 1.913,8 mm, suhu udara di Muara Angke cukup tinggi suhu maksimum udara berkisar 31,4
C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 25,4
C pada malam hari, dengan kelembaban rata-rata 7 knots per jam, sedangkan arah angin selalu berubah-ubah sesuai musim pada setiap tahunnya.
4.3. Kondisi Mangrove
Hutan mangrove Muara Angke adalah bagian dari kawasan hutan mangrove bakau Tegal Alur - Angke Kapuk di pantai utara Jakarta. Pada mulanya kelompok
hutan ini seluas 1.114 ha, namun karena kegiatan pembangunan luasnya menurun menjadi 327,7 ha. Pembangunan Kawasan Kapuk-Angke digagas oleh Pemerintah
Daerah DKI Jakarta, sesuai arahan RUTR DKI 1965-1985 bertujuan untuk mengembangkan areal tambak dan “eks-hutan” Angke-Kapuk yang terbengkalai,
untuk perumahan dan fungsi perkotaan lainnya. Keinginan ini mendapat tanggapan dari kelompok usaha PT. Metropolitan Kencana, sebagaimana tertuang dalam surat
perusahaan tersebut kepada Direktur Jenderal Kehutanan, selaku pihak yang memiliki kewenangan legal-formal atas kawasan itu Nomor. 652MKV81 tertanggal 22 Mei
1981.
4.3.1. Hutan Lindung Angke Kapuk
Jenis pohon yang mendominasi Hutan Lindung Angke Kapuk adalah api-api Avicennia marina yang tumbuh secara alami, selain itu terdapat Rhizophora
mucronata yang segaja ditanam oleh manusia. Jenis lain yang tumbuh di hutan
lindung tersebut dalam jumlah kecil dan tersebar adalah Excoecaria agallocha buta- buta, Thespesia populnea waru laut, Acacia auriculiformis akasia dan Leucaena
glauca lamtorogung jenis akasia dan lamtorogung merupakan pohon tanaman
Dinas Kehutanan DKI Jakarta dan Fahutan IPB, 1996. Mengenai jenis api-api merupakan jenis dominan yang tumbuh merata diseluruh
areal hutan lindung, maka dapat dikatakan bahwa secara floristik tipe hutan yang terdapat di hutan lindung tersebut termasuk hutan api-api Dinas Kehutanan DKI
Jakarta dan Fahutan IPB, 1996.
4.3.2. Suaka Margasatwa Muara Angke
Jenis pohon yang terdapat di Suaka Margasatwa Muara Angke antara lain jenis Sonneratia alba
± 100 pohon, Avicennia marina ± 10 pohon, Excoecaria agallocha
± 5 pohon dan Rhizophora mucronata. Jenis Rhizophora mucranata terdapat di dekat muara berbatasan dengan hutan lindung dengan jumlah yang
cukup banyak, namun banyak yang kering atau mati. Pohon-pohon yang umumnya terdapat di bagian barat, disekitar saluran air yang memanjang dari Selatan ke Utara.
Pohon bakau, api-api dan bakau mempunyai diameter batang 5 – 30 cm, tinggi 4 – 15 m, sedangkan waru laut lebih kecil yaitu berdiameter 3 –12 cm dan tinggi 3 – 7 m.
Di bagian tengah sampai selatan dari areal tersebut di dominasi oleh enceng gondok Eichornia crassipes yang tumbuh murni, Derris heterophylla Ki tower
dan gelagah Sacharum spontaneum. Gelagah terutama mendominasi di bagian timur. Di bagian Tenggara didominasi oleh Mimosa pigra. Dibagian Barat
berdekatan dengan jalur pedada Sonneratia alba terdapat nipah Nypa fructicans yang cukup banyak pada kelompok vegetasi tersebut banyak ditemukan monyet ekor
panjang Macaca fascicularis. Kegiatan penanaman untuk merehabilitasi kawasan ini telah banyak dilakukan
baik oleh instansi pemerintah, LSM LPP Mangrove dan swasta. Kegiatan ini telah banyak merubah kondisi vegetasi yang terdapat di kawasan ini. Jenis yang banyak
ditanam di dalam kawasan ini adalah Sonneratia caseolaris.
4.4. Fasilitas dan Kegiatan di Muara Angke 4.4.1.
Bangunan Tempat Tinggal
Bangunan rumah tempat tinggal dapat dibagi menjadi bangunan permanen, semi permanen dan sementara. Jumlah rumah di Kecamatan Penjaringan pada tahun
2007 sebanyak 49.288 bangunan dengan perincian sebagai berikut : bangunan permanen sebanyak 39.022, semi permanen 7.743 dan sementara 2.523.
4.4.2. Kawasan Perikanan
Untuk menunjang operasional kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan telah dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas penunjang seperti
yang terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Fasilitas di Pelabuhan Muara Angke
No. Jenis Fasilitas
Kapasitas Keterangan
I. 1.
2. 3.
4. 5.
6.
II. 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
10. 11.
12. 13.
14. 15.
III. 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
10. FASILITAS POKOK
Lahan Dermaga
Tanggung pemecah gelombang Kolam Pelabuhan
Tiang pengikat kapal bholar Fender kayu
FASILITAS FUNGSIONAL TPI dan kantor lama
TPI dan kantor baru Tempat pengepakan ikan
Kios gudang kantor Pasar grosir
Pasar pengecer Kios ikan bakar Pujaseri
Work shop Mirasih
Gudang alat-alat perikanan Kisdam kolam penampungan
Bengkel alat kapal tradisional Cold storage
SPBU dwi fungsi Dock
tradisional INSTANSI
DAN KELEMBAGAAN. UPT Dinas Perhubungan
Syahbandar KPLP
HNSI Koperasi Perikanan
Pos Polisi KP3 Bank DKI
Terminal Bis Pasar Inpres
Pos Kesehatan 65 Ha
403 m’ 1.700 m’
63.993 m
2
122 buah 450 m’
1.420 m2 2.212 m2
30 Unit 40 Unit
870 Lapak 150 Unit
24 Unit 8 Unit
1 Unit 12 Unit
1 Unit 5 Unit
1 Unit 1 Unit
5 Unit
1 Unit 1 Unit
1 Unit 1 Unit
2 Unit 1 Unit
1 Unit 1 Unit
1 Unit 1 Unit
Sumber : UPT PKPI Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta 2001
4.4.3. Fasilitas Tempat Pendaratan Ikan TPI
Kegiatan di pendaratan ikan terdiri atas kegiatan untuk memuat, mendaratkan, menyimpan, melelang dan pengawetan ikan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan
dengan lancar maka dibutuhkan fasilitas penunjang seperti yang tercantum pada Tabel 5
Tabel 5. Fasilitas yang ada di TPI Muara Angke No.
Jenis Fasilitas Volume
1 Jetty kayu
2.250 m
3
2 Turap 600
m
3
3 Alur Pelabuhan
850 4 Fender
100 m
2
5 Tiang pengikat kapal
1.000 m
3
6 Kantor UPT PKPI
63.993 m
2
7 Jalan 450
m
2
8 Tangki air
88 buah
2
9 Saluran air
1.420 m
2
10 Instalasi listrik
48 m
2
11 Kantor UPT PKPI
200 m
2
12 Jalanpengkapalan 2.946
m
2
13 SPBU 1
unit 14
Tangki air 2 unit
15 Saluran air
1.753 m
2
16 Instalasi listrik
1
Sumber : UPT PKPI Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta 2001
4.4.4. Fasilitas Perbaikan Kapal Docking
Fasilitas perbaikan kapal di Muara Angke seluas 803 m
2
. Namun demikian, docking
kapal ini hanya diperuntukkan bagi kapal-kapal ikan yang mempunyai bobot mati kurang dari 30 GT, sedangkan bagi kapal perikanan yang memiliki bobot mati
melebihi 30 GT dilakukan di pelabuhan Muara Baru. Fasilitas docking di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 5. Frekuensi kapal yang melakukan docking rata-rata
720-960 kapal pertahun, pada saat ini terdapat 5 unit dock, sedangkan tenaga kerja yang dapat diserap rata-rata per unit docking 20-30 orang, selain itu fasilitas docking
dilengkapi dengan tempat perbaikan alat penangkapan, ruang perbaikan mesin kapal, tempat persediaan suku cadang, ruang pelatihan dan kamar tidur untuk peserta
pelatihan nelayan. Tabel 6. Fasilitas docking kapal di Muara Angke
No Nama Docking
Kapal Unit
Luas m
2
1 UPMB Unit Penyuluhan Modernisasi Bertahap
2 4500
2 Fan Marine Shipyard
1 4500 3
PT. Kara Teknik Utama 2
4500 Sumber: UPT-UPBM Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, 2001
4.4.5. Fasilitas Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional Fasilitas untuk kegiatan pengolahan ikan mempunyai luas 5 ha, tempat ini
berupa bangunan untuk tempat istirahat dan unit pengolahan yang berukuran 5 x 20 m sebanyak 196 unit. Tempat pengolahan ikan tersebut, selain untuk kegiatan
mengolah ikan juga berfungsi sebagai tempat tinggal pekerja, gudang dan penjualan ikan. Tempat pengolahan ikan dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana
penunjang kegiatan. PHPT Muara Angke mempunyai lahan seluas 5 ha. Di atas lahan tersebut dibangun 203 unit tempat pengolahan ikan. Setiap unit terdiri dari rumah
kerja berlantai 2 berukuran 5 x 6 meter persegi dan tempat penjemuran ikan seluas 75 m2. Peruntukan rumah kerja lantai bawah untuk kegiatan pengolahan, sedangkan
lantai atas untuk istirahat para pekerja. Kepada para pemakai fasilitas tersebut dikenakan sewa sebesar Rp. 40.000,- per bulan.
Selain pengolahan ikan dengan bentuk pengeringan, pembuatan terasi, di PHPT juga dilakukan penyamakan kulit ikan pari untuk diolah menjadi kerajinan
tangan berupa tas, dompet dan lain-lain untuk diekspor ke negara-negara Taiwan, Jepang dan Philipina. jenis olahan ikan yang ada di PHPT seperti yang tercantum
dalam Tabel 7.
Tabel 7. Jenis olahan ikan
No. Jenis Olahan
Jumlah Unit Keterangan
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Pengolah ikan asin Pengolah ikan pindang
Pengolah terasi Pengolah kerupuk kulit pari
Penyamakan kulit pari Pengolah limbah ikan
189 1
2 5
3 3
Sumber : UPT PKPI Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta 2001
4.4.6. Tempat Pelelangan Ikan TPI
Tempat pelelangan ikan mempunyai nilai strategis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. Di TPI tersebut Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memberikan
pelayanan lelang, sehingga diharapkan harga yang terjadi dalam proses lelang tersebut merupakan harga optimal yang dapat diperoleh nelayan.
Tempat pelelangan ikan dalam satu hari melayani sekitar 15 kapal dan ± 45 perahu yang membongkar hasil tangkapannya. Produksi hasil tangkapan nelayan
tergantung pada faktor cuaca, musim, dan jumlah kapal yang membongkar hasil tangkapannya di TPI. Sebagai gambaran produksi ikan yang masuk ke DKI Jakarta
dalam satu hari rata-rata mencapai 100 – 125 ton dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 8. Daerah penangkapan ikan
No. Daerah Penangkapan Asal Ikan
hasil tangkapan pasokan I.
II. Daerah Penangkapan
a. Perairan Bangka Belitung b. Perairan Sumatera
c. Selat Karimata d. Laut Jawa
e. Perairan Kalimantan Barat f.
Kepulauan Natuna g. Teluk Jakarta dan Kawawang
h. Karimun Jawa Daerah Pengirim Pemasok ikan
a. Tuban b. Pekalongan
c. Tegal d. Cilacap
e. Labuan f.
Bandung g. Bogor
h. Lampung i.
Indramayu j.
Rengas Dengklok k. Serang
l. Ciasem
m. Pemalang n. Surabaya
o. Rembang p. Juwana
q. Binuangan r.
Eretan s. Losari
8,65 10,35
13,41 11,60
5,65 2,82
0,75 1,41
1,71 4,77
3,67 0,59
1,18 6,73
0,59 2,08
8,79 0,11
0,14 0,48
0,42 9,01
1,24 0,25
2,26 1,47
0,35 54,10
45,90
Sumber : UPT PKPI Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta 2001
4.4.7. Cold Storage
Ikan merupakan suatu produk yang cepat sekali mengalami pembusukan apabila tidak ditangani secara baik. Kegiatan penanganan ikan semestinya dilakukan
sejak penangkapan, baik dengan cara pendinginan, pembekuan maupun penggaraman. Untuk penanganan setelah dilakukan pembongkaran ikan, di kawasan
Muara Angke pada tahun 2003 pada luas lahan 3.000 m2 dibangun 1 unit cold storage
oleh investor asing PT. AGB Tuna dengan kapasitas 1.000 ton.
Pasokan ikan berasal dari nelayan Muara Angke, Pelabuhan Ratu dan Muncar. Jenis ikan yang disimpandidinginkandibekukan adalah layur, cumi, bawal, dan
tenggiri dengan besar biaya sewa penitipan Rp. 15,- per kg hari.
4.4.8. Tempat Pengecer Ikan
Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan ikan dalam jumlah kecil, di PPI Muara Angke telah dibangun fasilitas pedagang
pengecer. Luas pasar 1.260 m2 dengan jumlah 150 lapak, sedangkan jumlah pedagang pengecer 148 orang.
4.4.9. Unit Pengepakan Ikan
Dalam rangka memenuhi permintaan pasar ekspor, dikawasan PPI Muara Angke dibangun 33 unit pengepakan ikan, dengan produksi rata-rata setiap bulan 75
ton. Negara tujuan ekspor Singapura, Malaysia dan Hongkong, dengan jenis ikan kakap, tenggiri, udang dan bawal. Luas masing-masing unit pengepakan antara 50 –
110 m2, terdiri dari bangunan bertingkat dan non tingkat.
4.4.10. Pujaseri Masmurni
Pujaseri Masmurni dibangun pada tahun 1996 bertujuan untuk menciptakan peluang pasar produk hasil perikanan khususnya jenis-jenis ikan yang lazim
dikonsumsi dalam bentuk baker. Selain hal tersebut diharapkan agar semakin tumbuh kegemaran masyarakat untuk makan ikan dan menjadikan ikan sebagai lauk
konsumsi sehari-hari. Jumlah kios pujaseri 24 unit dengan ukuran 5 x 17 m2. Sesuai dengan Perda DKI Jakarta No. 3 tahun 1999 setiap pemakaian fasilitas pujaseri
dikenakan biaya sewa sebesar Rp. 6.000,- perbulan meter persegi.
4.4.11. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum SPBU Dwi Fungsi
Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar bagi para nelayan, pada tahun 1997 telah dibangun 1 unit SPBU dwifungsi pada lahan seluas 2,212 m2. SPBU tersebut
melayani kebutuhan bahan baker baik untuk kapal nelayan maupun kendaraan umum.
4.4.12. Tambak Ujicoba Air Payau
Tambak ujicoba air payau Muara Angke memiliki lahan seluas 9,12 ha dengan jumlah tambak sebanyak 26 unit. Pada lahan tersebut dilakukan kegiatan ujicoba atau
kaji terap budidaya perikanan di air payau. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah bandeng dan mujair. Saat ini produktivitas tambak ujicoba kurang baik, hal ini
diakibatkan oleh rendahnya kualitas air baik air tawar maupun air laut yang masuk ke tambak. Selain dipergunakan untuk ujicoba, saat ini tambak tersebut dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai sarana rekreasi pemancingan.
4.4. Fasilitas Perekonomian
Pemerintah bekerjasama dengan instansi-instansi berusaha keras untuk mendukung segala kegiatan perekonomian di Pelabuhan Muara Angke. Adapun
fasilitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Fasilitas perekonomian di kelurahan penjaringan
Kelurahan Inpres Ling. Jml
Pdg.K-5 Swalayan Mall Waserda Bank Industri
Kamal Muara Kapuk Muara
Penjagalan Pluit
Penjaringan -
1 1
3 -
1 1
1 -
3 51
- 146
168 436
- 1
- 5
1 -
- -
1 -
- 1
2 -
2 2
4 4
5 3
182 248
89 53
170
Sumber : Badan Pusat Statistik, Kecamatan Penjaringan Dalam Angka, 2004
4.5. Kependudukan
Penduduk adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah dan waktu tertentu serta merupakan hasil proses demografi yaitu mortalitas, fertilitas dan
migrasi. Karakteristik antara ketiga komponen tersebut dalam mempengaruhi keadaan biologis, ekonomi dan sosial masyarakat tersebut Rusli, 1982.
Berdasarkan hasil survey tahun 2007, penduduk Kecamatan Penjaringan sebanyak 184.603 jiwa dengan jumlah KK adalah 54.829. luas wilayah 35,49 km
2
dan dengan penduduk 5.202 jiwakm
2
, dengan perincian laki-laki 95.256 jiwa atau 51,60 persen dan penduduk perempuan 89.347 atau 48,40 persen.
Dari 5 kelurahan yang ada di Kecamatan Penjaringan, kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kelurahan Penjagalan yaitu sebesar 17.630 jiwakm
2
. sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah terdapat di Kelurahan Kamal Muara yaitu
sebesar 609 jiwakm
2
. Jumlah penduduk Kecamatan Penjaringan pada tahun 2007, jika dirinci
menurut kewarganegaraannya, terdapat sebanyak 184.443 jiwa warga negara Indonesia dan 160 jiwa warga negara asing.
4.6. Suku Bangsa Etnis dan Tingkat Pendidikan