Suharti 2002 menggunakan insektisida botani yang diekstrak dari berbagai jenis tanaman, yaitu:
1 Rebusan kulit buah mahoni dengan takaran 200 gramliter air atau 4 buah kulit buah mahoni dalam 2 liter air direbus sampia menjadi 1 liter, atau rendaman
kulit buah mahoni yang telah ditumbuk dalam air dingin atau air panas, disemprotkan pada ulat pada saat aktif makan.
2 Perasan umbi gadung yang telah diparut dengan takaran 200 gramliter air langsung disemprotkan pada ulat.
3 Campuran 50 gram buah maja berenuk dengan 25 gram tembakau dalam 1 liter air, langsung disemprotkan pada ulat uyang sedang aktif makan.
4 Larutan daun kenikir Tagetes spatula atau daun babadotan Ageratum conyzoides
dengan konsentarsi laturan 1 : 10 beratvolume.
4.1.1.2 Eurema hecabe
a. Morfologi serangga
Eurema hecabe termasuk famili Pieridae, ordo Lepidoptera. Telur E.
hecabe berwarna putih, berbentuk lonjong, ukurannya adalah 1- 1,5 mm. Telur
tersebut diletakkan oleh imagonya satu per satu pada daun pohon inangnya Gambar 8.
Gambar 8 Stadia telur E. hecabe Anonim, 2010c. Ulatnya berwarna hijau dengan garis putih memanjang pada sisi badan,
kepalanya juga berwarna hijau. Gambar 9. Menjelang stadium pupa, panjang tubuh ulat adalah 2,5 cm dan tebalnya sekitar 4 mm.
Pupa yang baru terbentuk berwarna hijau kehitaman, yang lama-kelamaan warnanya berubah menjadi kuning; panjang tubuhnya 1,5 cm. Kupu-kupunya
bersayap kuning dengan garis hitam di tepinya. Rentang sayap mencapai 4,5 cm.
Gambar 9 Ulat Eurema hecabe Anonim, 2010d.
b. Siklus hidup
Sama seperti E. blanda, E. hecabe berkembang melalui beberapa stadia yaitu stadium telur 3 - 4 hari, stadium larva ulat 17 hari, stadium kepompong 5 -
6 hari dan stadium dewasa atau kupu-kupu 10 hari. Suratmo, 1974; Natawiria, 1988. Siklus hidup serangga ini sekitar 36 hari.
c. Daerah penyebaran
Penyebaran E. hecabe sangat luas, mulai dari Afrika, Cina, Jepang, Korea, Asia Tenggara, Australia, Asia Selatan sampai Kepulauan Pasifik. Di Indonesia,
E. hecabe terdapat di Pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan Suratmo, 1962.
d. Pohon inang
Pohon inang E. hecabe adalah sengon Paraserianthes falcataria, dadap Erythrina sp, johar Cassia siamea, turi Sesbania grandifora, jengkol Pithe-
celobium lobatum dan petai Parkia speciosa Suratmo, 1974. Wulandari
2000 mencoba meneliti jenis pohon inang yang paling disukai oleh ulat E. hecabe
dengan cara memberikan daun dari 5 jenis pohon, yaitu sengon, johar, turi dan jayanti Sesbania sesban dan kaliandra bunga merah putih. Ternyata daun
jayanti adalah yang paling disukai oleh ulat E. hecabe, diikuti oleh daun johar dan sengon.
e. Cara penyerangan
Hama ini menyerang daun sengon, makan secara sendirian soliter pada daun dan seluruh helaian daun sengon kecuali tulang daun primer Gambar 10.
Waktu serangan terjadi pada musim kemarau dan musim hujan. Serangan hama ini cukup berarti apabila menyerang di persemaian atau tanaman muda karena
dapat menggunduli daunnya, akibatnya pertumbuhan tanaman terganggu Intari et al
., 1990; Suratmo, 1974.
Gambar 10 Ulat E. hecabe yang menyerang daun jayanti Husaeni, 1987. f.
Dampak serangan
Serangan hama ini cukup berarti apabila menyerang anakan sengon di persemaian atau tanaman muda karena dapat menggunduli daunnya, akibatnya
pertumbuhan tanaman terganggu Intari et al., 1990; Suratmo, 1974. Serangan pada pohon sengon yang sudah besar jarang terjadi, kecuali pada tajuk bagian
bawah Gambar 11. Pengaruh serangan E. hecabe pada anakan sengon di persemaian telah
diteliti oleh Efendi 2001. Sebanyak 500 anakan yang baru disapih dalam kantong plastik baru mempunyai 2 – 4 daun majemuk dipelihara di persemaian
dan dibiarkan agar diserang E. hecabe secara alami. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 2 bulan April – Mei 2001. Anakan dianggap telah diserang bila pada
daun sengon telah terdapat telur E. hecabe. Selama periode sebulan terjadi 2 periode serangan. Periode pertama terjadi 3 hari setelah penyapihan dan periode
kedua 3 minggu kemudian. Pada periode pertama persentase serangan mencapai 8,1 , persentase anakan yang mati 1,2 dan yang sembuh tumbuh kembali
sebesar 12,24 dari total anakan. Pada periode kedua persentase serangan mencapai 3,45 , presentase anakan yang mati sebesar 0,2 dan yang pulih 0,8
dari total anakan. Serangan yang berulang-ulang pada anakan di persemaian dapat mematikan bibit.
Gambar 11 Dampak serangan larva E. hecabe Anonim, 2010b.
g. Cara pengendalian