Dampak serangan Cara pengendalian

Karena tidak bersayap, serangga betina P. plagiophleps tetap hidup di dalam kantong. Serangga jantan yang bersayap medatangi serangga betinanya dan melakukan perkawinan di dalam kantong. Telur-telurnya juga diletakkan di dalam kantong. Setelah menetas, ulat-ulat mudanya akan keluar dari kantong, bergelantungan dengan menggunakan benang sutera yang dikeluarkannya. Bila ada tiupan angin agak kencang, benang-benang sutera ini akan putus dan ulat- ulatnya akan tersebar sesuai dengan arah angin. Bila kebetulan ulat itu terbawa ke daun sengon, ulat itu akan mulai memakan daun sengon yang cocok. Ulatnya memakan dari arah bawah daun, mengonsumsi lapisan epidermis sisi bawah dan jaringan mesopil, dan meninggalkan lapisan epidermis sisi atas daun. Kemudian ulat biasanya pindah ke cabang-cabang pohon dan sering juga ke batang pohon utama untuk memakan lapisan permukaan kulit yang hidup sehingga meninggalkan luka pada batang. Menjelang menjadi pupa, kantong itu berubah bentuk menjadi bentuk elips Gambar 13 dan menggantung dengan menggu-nakan benang sutera pada dahan. Pada serangan yang hebat, ribuan kantong terlihat menggantung pada dahan Kalshoven, 1981. Gambar 13 Stadia pupa Pteroma plagiophleps Hutacharern, 1993.

f. Dampak serangan

Sampai tahun 1970-an, ulat kantong P. plagiophleps hanya dikenal sebagai pemakan daun yang tidak berarti pada pohon asam Tamarindus indica di India dan Sri Lanka Speight dan Wylie, 2000. Serangga ini menimbulkan penggundulan hebat pada tanaman muda sengon di Kerala, India Nair et al., dalam Speight dan Wylie, 2000, dan sejak itu menjadi hama penting di beberapa Negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Peledakan populasi P. plagiophleps yang menimbulkan penggundulan daun umumnya hanya terjadi 1 – 2 kali setahun, biasanya hanya terjadi pada bagian-bagian kecil dalam hutan tanaman sengon. Beberapa perusahaan HTI di Sumatera telah melaporkan adanya serangan hebat pada hutan tanaman sengon. Ulat kantong ini memakan daun dan kulit pohon dalam jumah yang banyak. Serangan hama ini biasanya terjadi secara berulang pada bidang-bidang tanaman kecil secara endemik Nair dan Sumardi, 2000. Serangan hebat secara berulang dapat menyebabkan terjadinya die back pada pohon. Suatu tanaman sengon yang berumur 5 tahun di Sumatera Selatan telah menderita serangan hebat antara tahun 1994 – 1997 Zulfiah, 1998 dalam Nair dan Sumardi, 2000. Sampai saat ini di Indonesia belum ada penelitian tentang pengaruh serangan hama ini baik terhadap kematian pohon maupun riap tegkan sengon. Di Kerala, India, pada hutan tanaman sengon seluas 20 ha, dalam periode 3 tahun P. plagiophleps mematikan 22 tanaman sengon yang berumur 3 – 6 tahun dan merusak pohon sengon lain sebesar 17 Nair dan Mathew, 1992, dalam Nair, 2001.

g. Cara pengendalian

Secara umum, hama ulat kantong dapat dikendalikan dengan dua cara, yakni cara kimiawi dan cara hayati dengan menggunakan musuh alami. Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida sistemik dengan cara diinfus atau disuntikkan pada batang tanaman. Hutacharern 1993 menyarankan untuk menggunakna insektisida trichlorfos 95 WP 15 g atau carbaryl 85 WP 60 g dalam 20 liter air dan disemprotkan ke daun. Nair dan Mathew 1988, dalam Hutacharerrn.1993 menganjurkan untuk menggunakan methyl parathion 0,5 - 1,0 , tetapi methyl parathion sudah dilarang untuk digunakan di Indonesia Da-dang, 2010. Ulat kantong P. plagiophleps dapat pula dikendalikan dengan menggunakan biopestisida berupa jamur Beauveria bassiana, yang merupakan salah satu jenis jamur yang bersifat patogenik terhadap serangga. Jamur B. bassiana dapat membunuh ulat kantong dengan cara menginfeksi langsung melalui kutikula serangga. Spora jamur yang jatuh pada permukaan kutikula berkecambah dan untuk menembus lapisan kutikula digunakan benang hifanya. Setelah mencapai saluran pembuluh darah, jamur tumbuh dengan pesat sehingga nutrisi di dalam tubuh serangga terkuras, darah menjadi kental, dan akhirnya mati BP2TP, 2007. P engendalian hama ulat kantong juga dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida botani, berupa campuran 1 kg daun dan batang tembakau yang dihancurkan, ditambah 1 sendok teh sabun colek dan 15 liter air. Campuran tersebut direndam selama 24 jam. Setelah itu campuran disaring dan siap untuk disem-protkan Speight dan Wylie, 2001. Insektisida botani yang disarankan Suharti 2002 untuk pengendlian E. blanda, dapat pula digunakan untuk pengendalian ulat kantong ini. Hama ulat kantung ini memiliki musuh alami yang dapat digunakan untuk usaha pengendalian populasinya, yaitu Nealsomyia rufella, Exorista psychidarum, Thyrsocnema caudagalli , dan beberapa nematoda Entomophagus Kalshoven, 1981.

4.1.1.4 Ferrisia virgata

a. Morfologi serangga