et  al.  1999  metode  LEISA  Low  External  Input  Sustainable  Agriculture mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut:
1. Optimalisasi  pemanfaatan  sumberdaya  lokal  yang  ada  dengan
mengombinasikan  berbagai  macam  komponen  sistem  usahatani  yaitu tanaman,  ternak,  ikan,  tanah,  air,  iklim  dan  manusia  sehingga  saling
melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar. 2.
Pemanfaatan  input  luar  dilakukan  hanya  bila  diperlukan  untuk melengkapi  unsur-unsur  yang  kurang  dalam  agroekosistem  dan
meningkatkan  sumberdaya  biologi,  fisik  dan  manusia.  Dalam pemanfaatan input luar, perhatian utama diberikan pada mekanisme daur
ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan. Metode  LEISA  tidak  bertujuan  memaksimalkan  produksi  dalam  jangka
pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka  panjang.  LEISA  berupaya  mempertahankan  dan  sedapat  mungkin
meningkatkan  potensi  sumberdaya  alam  serta  memanfaatkannya  secara  optimal. Pada  prinsipnya,  hasil  produksi  yang  keluar  dari  sistem  atau  dipasarkan  harus
diimbangi  dengan  tambahan  unsur  hara  yang  dimasukkan  ke  dalam  sistem tersebut.
2.1.7. Kelembagaan Pertanian
Rahardjo  1999  menyebutkan  bahwa  secara  umum  lembaga  sering diartikan  sebagai  wahana  untuk  memenuhi  kebutuhan  yang  ada  dalam  suatu
masyarakat.  Kelembagan  dalam  kaitan  ini  adalah  tindakan  bersama  collective action  yang  memiliki  pola  atau  tertib  yang  jelas  dalam  upaya  mencapai  tujuan
atau  kebutuhan  tertentu.  Ini  berarti  bahwa  kelembagaan  yang  ada  dalam  suatu masyarakat  eksistensinya  ditentukan  oleh  sifat  dan  ragam  kebutuhan  yang  ada
dalam  suatu  masyarakat.  Dengan  demikian  apabila  dalam  masyarakat  muncul kebutuhan-kebutuhan  baru  yang  semakin  meluas  dan  beragam,  maka  lembaga-
lembaga  lama  menjadi  kurang  berfungsi.  Sebagai  konsekuensinya,  lembaga- lembaga  baru  yang  instrumental  bagi  pemenuhan  kebutuhan  baru  itu  semakin
dituntut keberadaannya. Lebih  lanjut  Rahardjo  menyebutkan  bahwa  perubahan  kelembagaan  tidak
hanya  berkaitan  dengan  kuantitas,  melainkan  juga  menyangkut  berbagai  aspek
kualitatifnya.  Diantaranya  adalah  yang  berkaitan  dengan  pengaruh  modernisasi. Sejalan  dengan  proses  modernisasi  yang  terjadi,  terjadi  pula  perubahan  atau
pergantian  lembaga-lembaga  lama  yang  bersifat  tradisional  menjadi  atau digantikan  oleh  lembaga-lembaga  baru  yang  modern.  Perubahan  semacam  ini
bukan hanya menyangkut jenis atau ragamnya, melainkan juga karakteristik yang terletak  padanya.  Lembaga  atau  kelembagaan  lama  umumnya  dilandasi  oleh
komunalisme  masyarakat  desa  dan  fungsi-fungsi  yang  membaur  diffused, sedangkan  lembaga  atau  kelembagaan  baru  lebih  bertumpu  pada  individualitas
dan diferensiasi fungsi fungsi-fungsi yang terspesialisasikan. Sehubungan  dengan  pemahaman  di  atas,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa
diferensiasi  kelembagaan  pada  masyarakat  desa  sesuai  dengan  tuntutan masyarakat yang sedang berkembang. Perubahan dan perkembangan kelembagaan
pada  desa-desa  di  Indonesia  ditentukan  oleh  kondisi  internal  maupun  oleh pengaruh  eksternal  desa.  Pengaruh  eksternal  terutama  datang  dari  program-
program pembangunan. Sebagaimana  yang  dikutip  dari  Radandima  2003,  berdasarkan
tingkatannya, kelembagaan dapat dikategorikan dalam empat kategori, yaitu: 1.
Pranata sosial, yaitu aturan-aturan tertentu yang dianut dalam masyarakat secara  umum  dan  agak  meluas,  misalnya  sistem  sewa,  bagi  hasil,  ijon,
pinjam-meminjam antar petani dan sebagainya; 2.
Kelompok  tani,  yaitu  kelompok  petani-petani  yang  bersifat  informal. Ikatan dalam kelompok berpangkal pada keserasian dalam arti mempunyai
pandangan-pandangan, kepentingan-kepentingan
dan kesenangan-
kesenangan  yang  sama,  misalnya  kelompok  pendengar  siaran  pedesaan, perkumpulan arisan dan sebagainya;
3. Organisasi  atau  perhimpunan  petani,  yaitu  organisasi  orang  petani  yang
bersifat  formil,  dimana  pengurus  dan  anggota-anggotanya  jelas  terdaftar. Organisasi  atau  perhimpunan  petani  ini  mempunyai  Anggaran  Dasar  dan
Anggaran  Rumah  Tangga  ADART  yang  tertulis  dimana  tercantum tujuan-tujuannya dan ketentuan-ketentuan lainnya. Ada rapat anggota, dan
petani dapat menjadi anggota apabila telah memenuhi syarat;
4. Lembaga instansional badan instansional, yaitu lembaga pelayanan yang
ada  di  pedesaaan  seperti  BRI  Unit  Desa,  lembaga  penyuluhan,  lembaga penyuluhan sarana produksi dan sebagainya.
2.1.8. Perubahan Bentuk Organisasi