4. Struktur.    Penambahan  atau  pengurangan  struktur  jelas  membuat
organisasi berubah. 5.
Faktor  perilaku  seseorang.  Tidak  jarang  dengan  bergantinya  pimpinan, akan berganti pula kebijaksanaannya  yang dapat menyebabkan timbulnya
perubahan di dalam organisasi. 6.
Konsultan.  Sebagian  besar  organisasi  pada  masa  sekarang  menggunakan jasa  konsultan  untuk  memberi  masukan  dalam  rangka  perbaikan  dan
perkembangan  organisasi.  Para  konsultan  tersebut  menyarankan perubahan-perubahan  yang  harus  dilakukan  oleh  organisasi  sehingga
organisasi tersebut dapat tetap survive dan memenangkan persaingan. Pengembangan organisasi Organization Development atau OD merupakan
strategi  melakukan  perubahan  organisasi  dalam  menyesuaikan  diri  dengan lingkungan.  Pengembangan  organisasi  merupakan  kegiatan  terencana  dan
meliputi  semua  bagian  organisasi,  dikelola  oleh  top  management  untuk meningkatkan  efektivitas  dan  kesehatan  organisasi  melalui  intervensi  terencana
dalam proses organisasi dan menggunakan pendekatan perilaku.
2.1.9. Kemitraan Usaha
Sebagaimana  yang  dikutip  dari  Hafsah  2000  kemitraan  adalah  suatu strategi  bisnis  yang  dilakukan  oleh  dua  pihak  atau  lebih  dalam  jangka  waktu
tertentu  untuk  meraih  keuntungan  bersama  dengan  prinsip  saling  membutuhkan dan membesarkan.
Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “Win- win  Solution  Partnership
”.  Kesadaran  dan  saling  menguntungkan  disini  tidak berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut  harus memiliki kemampuan dan
kekuatan  yang  sama,  tetapi  yang  lebih  penting  adalah  adanya  posisi  tawar  yang setara  berdasarkan  peran  masing-masing.  Ciri  dari  kemitraan  usaha  adalah
terdapat  hubungan  timbal  balik,  bukan  sebagai  buruh-majikan  atau  atasan- bawahan,  sebagai  adanya  pembagian  risiko  dan  keuntungan  yang  proporsional,
disinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha. Masih  menurut  Hafsah  2000  bahwa  melalui  kemitraan  dapat
meningkatkan  produktivitas,  pangsa  pasar,  keuntungan,  sama-sama  menanggung resiko,  menjamin  pasokan  bahan  baku  dan  distribusi  pemasaran.  Beberapa
manfaat kemitraan antara lain:
1. Produktivitas.  Secara  umum  produktivitas  didefinisikan  dalam  model
ekonomi sebagai output dibagi input. Dengan kata lain produktivitas akan meningkat  apabila  dengan  input  yang  sama  dapat  diperoleh  hasil  yang
lebih  tinggi  atau  sebaliknya  dengan  tingkat  hasil  yang  sama  hanya membutuhkan input yang lebih rendah. Berpijak dari teori di atas dikaitkan
dengan pendekatan kemitraan, maka peningkatan produktivitas diharapkan dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bermitra;
2. Efisiensi.  Efisiensi  didefinisikan  sebagai  doing  things  right  atau  terjadi
bila  output  tertentu  dapat  dicapai  dengan  input  yang  minimum. Penerapannya  dalam  kemitraan,  perusahaan  besar  dapat  menghemat
tenaga dalam mencapai target  tertentu  dengan menggunakan tenaga kerja yang  dimiliki  oleh  perusahaan  kecil  yang  umumnya  relatif  lemah  dalam
hal  kemampuan  sistem  dan  sarana  produksi,  dengan  bermitra  akan  dapat menghemat  waktu  produksi  melalui  sistem  dan  sarana  produksi  yang
dimiliki  oleh  perusahaan  besar.  Mekanisasi  pertanian  dalam  penyiapan lahan  yang  dimiliki  oleh  petani  plasma  dimana  perusahaan  inti
menyediakan alat dan mesin pertanian sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga yang tersedia. Pada gilirannya
hasil  produksi  dari  para  petani  plasma  dapat  mencapai  hasil  yang diharapkan  sesuai  dengan  kapasitas  produksi  yang  ditargetkan  oleh
perusahaan; 3.
Jaminan  kualitas,  kuantitas  dan  kontinuitas.  Produk  akhir  dari  suatu kemitraan  ditentukan  oleh  dapat  tidaknya  diterima  pasar.  Indikator
diterimanya  suatu  produk  oleh  pasar  adalah  kesesuaian  mutu  yang diinginkan  oleh  konsumen  market  driven  quality  atau  consumer  driven
quality.  Loyalitas  konsumen  hanya  dapat  dicapai  apabila  ada  jaminan mutu dari suatu produk;
4. Risiko  dapat  ditanggung  bersama.  Dengan  kemitraan  diharapkan  risiko
yang  besar  dapat  ditanggung  bersama  risk  sharing.  Tentunya  pihak- pihak  yang  bermitra  akan  menanggung  risiko  secara  proporsional  sesuai
dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh;
5. Sosial. Dengan kemitraan usaha bukan hanya memberikan dampak positif
dengan  saling  menguntungkan  melainkan  dapat  memberikan  dampak sosial  social  benefit  yang  cukup  tinggi.  Hal  ini  berarti  negara  terhindar
dari  kecemburuan  sosial  yang  bisa  berkembang  menjadi  gejolak  sosial akibat ketimpangan;
6. Ketahanan  ekonomi  nasional.  Pokok  permasalahan  dalam  pelaksanaan
kemitraan  adalah  upaya  pemberdayaan  partisipan  kemitraan  yang  lemah, yaitu pengusaha kecil, atau dengan kata lain terciptanya kesetaraan dalam
posisi  tawar  antar  pelaku  maka  perlu  adanya  usaha  konkret  yang mendorong  terlaksananya  kemitraan  usaha  sekaligus  sebagai  model
terciptanya  kemitraan  usaha.  Dalam  mendorong  terciptanya  kemitraan usaha  yang  sering  dilakukan  adalah  dengan  menciptakan  iklim  kondusif
berupa  peraturan,  mewujudkan  model  atau  pola  kemitraan  yang  sesuai, yaitu  dengan  menyediakan  prasarana  penunjang.  Dengan  adanya  upaya
dan  fasilitas  fisik  diharapkan  akan  terwujud  kemitraan.  Produktivitas, efektivitas  dan  efisiensi  akan  meningkat  yang  akhirnya  akan  bermuara
pada  meningkatnya  pendapatan  dan  kesejahteraan  para  pelaku  kemitraan. Dengan adanya peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan
dan  sekaligus  terciptanya  pemerataan  yang  lebih  baik  otomatis  akan mengurangi  timbulnya  kesenjangan  ekonomi  antar  pelaku  yang  terlibat
dalam  kemitraan  usaha  yang  pada  gilirannya  mampu  meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.
Menurut  Pranadji  1995  terdapat  tiga  pola  kemitraan  yang  berkembang pada kegiatan agribisnis, yaitu: pola kemitraan tradisional, kemitraan
“pemerintah” dan  kemitraan  pasar.  Kemitraan  agribisnis  tradisional  mengikuti  pola  hubungan
patron-client.  Pelaku  ekonomi  yang  berperan  sebagai  patron  adalah  pemilik modal atau peralatan strategis seperti lahan pada agribisnis tanaman semusim dan
tahunan,  atau  pemilik  peralatan  tangkap  pada  agribisnis  perikanan  tangkap;  dan yang  berperan  sebagai  client  adalah  petani  penggarap,  peternak  atau  nelayan
pekerja. Pada pola patron-client seperti ini kemitraan agribisnis yang berkembang lebih  bersifat  horisontal,  yaitu  agribisnis  yang  bergerak  di  bidang  produksi  atau
usaha  tani.  Kemitraan  yang  bersifat  vertikal  umumnya  diwarnai  oleh  hubungan
hutang  panjar  atau  ijon  antara  pedagang  pemberi  hutang  dan  petani  produsen penerima hutang.
Pola  kemitraan  program  pemerintah  condong  pada  pengembangan kemitraan  secara  vertikal:  dimana  model  umum  yang  dianut  adalah  hubungan
“bapak-anak  angkat”,  yang  pada  agribisnis  perkembangan  dikenal  sebagai  pola Perkebunan Inti Rakyat PIR. Pola kemitraan ini dapat dinilai sedikit lebih maju
dibanding  pola  patron-client.  Pola  kemitraan  pasar  berkembang  sebagai  akibat dari  masuknya  peradaban  ekonomi  pasar  dalam  usaha  pertanian  rakyat  di
pedesaan.  Jenis  usaha  pertanian  yang  dibidik  oleh  pola  ini  adalah  usaha  yang menghasilkan  komoditas  pertanian  bernilai  ekonomi  tinggi  dan  mempunyai
permintaan  kuat  di  pasar  dunia.  Pola  ini  berkembang  dengan  melibatkan  petani sebagai pemilik aset tenaga kerja dan peralatan produksi, dan pemilik modal besar
yang  bergerak  di  bidang  industri  pengolah  dan  pemasaran  hasil.  Dua  pelaku ekonomi,  petani  dan  pemilik  modal,  menggalang  kerja  sama  kemitraan  karena
danya  kepentingan  mutually  beneficial  untuk  berbagai  manfaat  ekonomi.  Dari segi  pengadopsian  atas  hasil  inovasi  di  bidang  iptek  revolusi  permodalan  dan
kelembagaan  modern,  pola  ini  mempunyai  keandalan  yang  relatif  lebih  tinggi dibanding dengan dua pola terdahulu.
2.2. Kerangka Pemikiran