4.2.5 Zona Wisata Pesisir Lalong Kota Luwuk
Zona wisata pesisir di kawasan Lalong Kota Luwuk merupakan keselarasan zona daya tarik wisata berdasarkan kepekaan lingkungan dan rencana BWK Kota
Luwuk. Berdasarkan survei lapang terhadap pemerintah Kota Luwuk bahwa peta rencana tata ruang RTRW Kota Luwuk dalam tahap proses revisi karena adanya
pemekaran  wilayah.  Oleh  karena  itu,  peta  yang  digunakan  untuk  menyelaraskan zona  kesesuaian  wisata  pesisir  mengacu  pada  peta  bagian  wilayah  kota  BWK
Kota Luwuk.
Kawasan pesisir LKL termasuk BWK C dan BWK D. BWK C dengan arah pengembangan  perdagangan  dan  jasa  skala  kota  dan  regional,  transportasi
regional, pelayanan umum skala kota, dan pemukiman. Sedangkan BWK D fungsi utama  kawasan  transisi  dengan  arah  pengembangan  pemukiman  dan  pelayanan
umum. Hal ini menunjukkan kawasan pesisir LKL merupakan pusat kota Luwuk yang memiliki aktivitas yang tinggi tetapi terdapat kawasan sangat peka dan peka
yang  berada  di  kawasan  teresterial  maupun  kawasan  akuatik  sehingga  dapat mengancam keberlanjutan sumber daya lingkungan pesisir LKL.
Berdasarkan potensi zona daya tarik wisata pesisir berbasis kepekaan bahwa sebagian  besar  kawasan  LKL  secara  ekologis  ekosistem  tereterial  dan  ekosistem
akuatik  dalam  klasifikasi  peka  Tabel  24.  Artinya,  secara  umum  kawasan  LKL merupakan  zona  kawasan  lindung.  Oleh  karena  itu,  dibutuhkan  upaya  kebijakan
atau rekomendasi zona ekologis pesisir kawasan LKL dalam rencana RTRW atau RDTR  Kota  Luwuk  yang  bertujuan  untuk  pemanfaatan  dan  pengendalian  ruang
pesisir sehingga terdapat keberlanjutan kawasan pesisir Kota Luwuk. Peta rencana BWK Kota Luwuk dapat dilihat pada Gambar  21.
Gambar 21  Peta rencana BWK Kota Luwuk Bappeda 2011 51
Menurut  Undang-undang  RI  No.  27  Tahun  2007  tentang  pengelolaan wilayah pesisir bahwa batas administrasi kabupaten kota pesisir adalah laut yang
berbatasan  dengan  daratan  meliputi  perairan  sejauh  4  mil  laut  diukur  dari  garis pantai  dan  batas  terluar  sebelah  hulu  dari  desa  pantai.  Berdasarkan  dengan
peraturan  undang-undang  pesisir  tersebut  pemerintah  daerah  Kota  Luwuk  wajib melakukan  penetapan  zonasi  wilayah  pesisir  sesuai  potensi  sumber  daya,  daya
dukung, dan proses-proses ekologis sebagai satu kesatuan ekosistem pesisir.
Berdasarkan  hasil  analisis  menunjukkan  kondisi  daya  tarik  wisata  peisisir Kota Luwuk pada umumnya berada dalam zona peka sehingga zona wisata pesisir
yang  akan  dikembangkan  bertujuan  konservasi,  hal  ini  tertuang  dalam  Undang- undang  No.  5  Tahun  1990  tentang  konservasi  sumber  daya  alam  hayati  dan
ekosistemnya.  Penataan  kawasan  wisata  pesisir  yang  memperhatikan  prinsip konservasi ditujukan untuk mempertahankan keseimbangan alam.
. Tabel 26 Zona wisata pesisir kawasan LKL
No  Kelurahan  Ekosistem Zona wisata pesisir
DR DS
DT
1   Tontouan Hutan lahan atas
Alami Inti
640.30 Semi alami
Penyangga 43.95
Tidak alami Penyangga
0.39 Lahan bernilai penting Pemukiman
Penyangga 8.65
2   Mangkio Hutan lahan atas
Alami Inti
443.27 Semi alami
Penyangga 14.28
Tidak alami Penyangga
2.19 Lahan bernilai penting Pemukiman
Penyangga 17.74
3   Kaleke Hutan lahan atas
Alami 691.94
Semi alami Penyangga
62.21 Tidak alami
Penyangga 3.75
Lahan bernilai penting Pemukiman Penyangga
5.66 4   Soho
Hutan lahan atas Tidak alami
Penyangga 3.10
Lahan bernilai penting Pemukiman Pemanfaatan
18.14 5   Bungin
Hutan lahan atas Semi alami   Penyangga
28.55 Tidak alami   Penyangga
5.45 Lahan bernilai penting Pemukiman
Pemanfaatan 51.91
Pantai Berpasir
Pemanfaatan 1.90
Padang lamun Khusus
4.56 Terumbu karang
Khusus 7.15
6   Luwuk Hutan lahan atas
Semi alami Penyangga
47.95 Tidak alami
Penyangga 6.39
Lahan bernilai penting Pemukiman Pemanfaatan
64.16 CBD
Pemanfaatan 27.31
Estuari Semi terbuka
Khusus 37.87
7   Baru Hutan lahan atas
Tidak alami Penyangga
0.34 Lahan bernilai penting Pemukiman
Pemanfaatan 15.84
8   Keraton Hutan lahan atas
Semi alami Penyangga
6.51 Tidak alami   Penyangga
8.15 Lahan bernilai penting Pemukiman
Pemanfaatan 46.95
CBD Pemanfaatan
5.14 Pantai
Berpasir Pemanfaatan
1.04 Berbatu
Khusus 0.09
Padang lamun Khusus
1.75 Terumbu karang
Khusus 6.02
Total Ha 2330.67
Total 100
Sumber: Olahan data lapang 2013 DR: daya tarik rendah, DS: daya tarik sedang, DT: daya tarik tinggi
Menurut  Hutabarat  et  al.  2009,  zona  wisata  pesisir  dapat  ditentukan sebagai  zona  inti,  zona  khusus,  zona  penyangga,  dan  zona  pemanfaatan  dengan
pertimbangan  faktor  ekologi,  sosial,  dan  ekonomi.  Zona  inti  adalah  zona  yang bertujuan  melindungi  satwa  dan  ekosistem  yang  sangat  rentan  karena  kawasan
masih sangat alami sehingga tidak terdapat aktivitas ekonomi. Zona khusus adalah zona  pemanfaatan  terbatas  dengan  tujuan  khusus  karena  kawasan  alami  dan
membutuhkan  proteksi  tinggi.  Zona  penyangga  adalah  zona  untuk  pelindungan terhadap zona inti dan zona khusus dengan pemanfaatan bersifat semi komersial.
Sedangkan  zona  pemanfaatan  adalah  zona  yang  dapat  dimanfaatkan  karena kawasan tidak rentan sehingga dapat dilakukan pemanfaatan komersial.
Tabel  26  menunjukkan  zona  inti  berada  di  Desa  Tontouan,  Kelurahan Mangkio  Baru,  dan  Kelurahan  Kaleke  yang  memiliki  luas  1775.51  ha  atau
76.18.  Hal  ini  dipengaruhi  ketiga  kelurahan  merupakan  kawasan  hutan  alami dan  habitat  fauna  endemik  sehingga  memiliki  kerentanan  apabila  mengalami
gangguan aktivitas manusia. Zona khusus berada di Kelurahan Bungin, Kelurahan Luwuk, dan Kelurahan Keraton  yang memiliki luas 57.45 ha atau 2.46. Hal ini
dipengaruhi  ketiga  kelurahan  merupakan  kawasan  padang  lamun  dan  terumbu karang  yang  merupakan  habitat  endemik  ikan  hias  Banggai  cardinal  fish,  dan
estuari  yang  merupakan  habitat  biota  air.  Zona  penyangga  berada  di  seluruh kawasan yang memiliki luas 264.89 ha atau 11.36. Hal ini dipengaruhi kawasan
merupakan  hutan  semi  alami  dan  tidak  alami.  Sedangkan  zona  pemanfaatan berada di Kelurahan Soho, Kelurahan Bungin, Kelurahan Luwuk, Kelurahan Baru,
dan  Kelurahan  Keraton  yang  memiliki  luas  233.27  ha  atau  10.  Hal  ini dipengaruhi  kawasan  merupakan  kawasan  pemukiman  dan  CBD  sehingga  tidak
peka  apabila  dikembangkan  sebagai  kawasan  wisata.  Zona  wisata  pesisir  LKL dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22  Peta zona wisata pesisir LKL 53
4.3 Dukungan Masyarakat Lalong Kota Luwuk
Analisis sosial perkotaan dilakukan melalui metode  focus group discussion FGD  dengan  masyarakat  lokal  di  7  kelurahan  dan  1  desa  masing-masing
berjumlah  10  peserta  yang  terkait  langsung  dalam  lokasi  penelitian.  Analisis bertujuan  untuk  mengetahui  dukungan  masyarakat  lokal  terhadap  rencana
pengembangan kawasan wisata pesisir Lalong Kota Luwuk. Dampak negatif pada kawasan  yang  dikembangkan  sebagai  wisata  pesisir  dapat  dikurangi  dengan
keikutsertaan masyarakat dalam aktivitas kepariwisataan di kawasan tersebut. Hal ini sangat penting, mengingat masyarakat merupakan bagian dari lingkungan yang
merasakan dampak dan manfaat dari perubahan di lingkungan tersebut.
Tabel 27 Akseptibilitas masyarakat terhadap wisata pesisir LKL
No  Kelurahan Akseptibilitas
Total I
II III
IV V
VI Orang
1 Tontouan
8 10
8 10
9 10
57 95
2 Mangkio
8 10
8 9
8 8
51 85
3 Kaleke
10 10
9 10
10 10
59 98
4 Soho
10 10
10 10
10 10
60 100
5 Bungin
10 10
10 10
10 10
60 100
6 Luwuk
10 10
10 10
10 10
60 100
7    Baru 9
9 9
9 8
8 52
86 8  kKeraton
10 10
10 10
10 10
100 100
Sumber: Olahan data lapang 2013 I: makna wisata pesisir, II: menyadari manfaat ekonomi, III: memahami dampak wisata terhadap lingkungan,
IV: wisata dapat memperbaiki infrastruktur dan fasilitas, V: menjadi pelaku dan berpartisipasi langsung, VI: setuju kawasan LKL ditetapkan sebagai kawasan tujuan wisata pesisir
Tabel  27  menunjukkan  masyarakat  lokal  pada  umumnya  mendukung rencana  wisata  pesisir  LKL.  Akseptibilitas  di  Kelurahan  Keraton,  Kelurahan
Luwuk,  Kelurahan  Bungin,  Kelurahan  Kaleke,  Kelurahan  Soho,  dan  Desa Tontouan  sangat  mendukung  akan  adanya  rencana  wisata  pesisir  LKL.  Artinya,
masayarakat  di  kelurahan  ini  memiliki  kepekaan  rendah  karena  latar  belakang pekerjaan  masyarakat  tidak  cukup  bergantung  pada  kawasan  pesisir  LKL.  Akan
tetapi  kepentingan  ekonomi  sangat  besar  ketika  menjadi  kawasan  wisata  pesisir. Sedangkan  di  Kelurahan  Baru  dan  Kelurahan  Mangkio  cukup  mendukung  akan
adanya  rencana  wisata  LKL  karena  pendapatan  ekonomi  masyarakat  bergantung pada  aktivitas  di  atas  laut.  Artinya,  masyarakat  di  kelurahan  ini  memiliki
kepekaan karena masyarakat bergantung pada sumber daya kawasan tersebut.
Tabel 28 Preferensi masyarakat terhadap peluang ekonomi wisata pesisir LKL
No  Kelurahan Peluang ekonomi
Total I
II III
IV V
Orang 1
Tontouan 8
8 10
10 9
45 90
2 Mangkio
10 10
8 6
8 42
84 3
Kaleke 10
10 10
6 10
46 92
4 Soho
10 8
10 6
10 44
88 5
Bungin 10
8 10
10 10
48 96
6 Luwuk
10 10
10 8
10 48
96 7    Baru
10 8
8 8
8 42
84 8  kKeraton
10 8
10 10
10 48
96 Sumber: Olahan data lapang 2013
I: membuka usaha toko, rumah makan, penginapan, II: karyawan, pemandu wisata III: pengembangan objek dan atraksi wisata, IV: bertani, nelayan, V: penyedia produk wisata
55 54