Bahan dan Alat Perkembangan dan Diversitas Ekonomi Wilayah Kabupaten Wonogiri

Tabel 3.3 Klasifikasi potensi obyek wisata Skor Keterangan 13 - 21 Kurang berpotensi 22 - 30 Cukup berpotensi 31 - 39 Berpotensi Adapun unsur penilaian potensi obyek wisata ditunjukkan pada Tabel 3.4 tentang Faktor Penilai Potensi Obyek Wisata. Tabel 3.4 Faktor penilai potensi obyek wisata Faktor Penilai Potensi Variabel Kriteria Skor 1. Kualitas obyek wisata a. Keunikan obyek wisata dan fungsi sebagai kawasan lindung  Bila obyek banyak ditemukan ditempat lain dan tidak memiliki fungsi lindung  Bila obyek banyak ditemukan ditempat lain dan memiliki fungsi lindung  Bila obyek jarang ditemukan ditempat lain dan memiliki fungsi lindung 1 2 3 b. Keragaman atraksi pendukung  Belum memiliki atraksi pendukung tari-tarian, acara ritual, kegiatan olahraga  Memiliki 1 – 2 atraksi pendukung tari-tarian, acara ritual, kegiatan olahraga  Memiliki 2 atraksi pendukung tari-tarian, acara ritual, kegiatan olahraga 1 2 3 2. Kondisi obyek wisata c. Kebersihan lingkungan obyek wisata dan ketersediaan lahan untuk pengembangan  Obyek wisata kurang bersih dan tidak memiliki lahan untuk pengembangan  Obyek wisata bersih tetapi tidak memiliki lahan pengembangan atau sebaliknya  Obyek wisata bersih dan memiliki lahan pengembangan 1 2 3 3. Daya saing ekonomi obyek wisata d. Jumlah wisatawan  Jumlah wisatawan 10.000 orangbulan  Jumlah wisatawan 10.000 – 50.000 orangbulan  Jumlah wisatawan 50.000 orangbulan 1 2 3 e. Harga tiket  Harga tiket mahal Rp. 20.000orang  Harga tiket sedang Rp. 10.000 – Rp. 20.000orang  Harga tiket murah Rp. 10.000orang 1 2 3 4. Aksesi- bilitas f. Prasarana jalan menuju lokasi obyek wisata  Tidak tersedia prasarana jalan yang dapat dilalui motor atau mobil menuju lokasi obyek  Tersedia prasarana jalan yang dapat dilalui motor atau mobil menuju lokasi obyek, terdapat jalan alternatif yang bisa dikembangkan, kondisi buruk  Tersedia prasarana jalan yang dapat dilalui motor atau mobil menuju lokasi obyek, terdapat jalan alternatif yang bisa dikembangkan, kondisi baik 1 2 3 g. Waktu tempuh wisatawan menuju suatu objek wisata dari ibukota kabupatenkota kecamatan utama  Waktu tempuh 2 jam dari ibukota kabupatenkota kec utama  Waktu tempuh 1 – 2 jam dari ibukota kabupatenkota kec utama  Waktu tempuh 1 jam dari ibukota kabupatenkota kec utama 1 2 3 h. Ketersediaan angkutan umum untuk menuju lokasi obyek wisata  Tidak tersedia angkutan umum motor atau mobil untuk menuju lokasi obyek  Tersedia angkutan umum untuk menuju lokasi obyek motor atau mobil, tidak reguler  Tersedia angkutan umum untuk menuju lokasi obyek motor atau mobil, regular 1 2 3 Tabel 3.4 lanjutan 5. Dukungan pengem- bangan obyek i. Pengelolaan obyek wisata  Tidak ada pengelola obyek wisata  Obyek wisata hanya dikelola oleh pemerintah secara sederhana  Obyek wisata dikelola oleh pemerintah dan masyarakatswasta secara profesional 1 2 3 j. Pengem- bangan dan promosi obyek wisata  Obyek wisata belum dikembangkan dan belum terpublikasikan tidak terdapat dalam website atau sosial media resmi Pemerintah Daerah  Obyek wisata sudah dikembangkan tetapi belum terpublikasikan tidak terdapat dalam website atau sosial media resmi Pemerintah Daerah  Obyek wisata sudah dikembangkan dan terpublikasikan terdapat dalam website atau sosial media resmi Pemerintah Daerah 1 2 3 6. Fasilitas penunjang obyek k. Ketersediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan fisik dan sosial wisata makan minum, penginapan, tempat ibadah, taman terbuka  Tidak tersedia  Tersedia 1 – 2 jenis fasilitas sederhana warung makan, losmenhotel kelas melati  Tersedia 2 jenis fasilitas eksklusif restoran, hotel berbintang 1 2 3 7. Fasilitas Pelengkap l. Ketersediaan fasilitas pelengkap tempat parkir, toilet WC, pusat informasi  Tidak tersedia  Tersedia 1 – 2 jenis fasilitas  Tersedia 2 jenis fasilitas 1 2 3 Tabel 3.4 lanjutan 8. Keamanan dan kenya- manan m. Keamanan wilayah sekitar obyek wisata  Sering terjadi tindak kejahatan di sekitar area obyek wisata  Jarang terjadi tindak kejahatan di sekitar area obyek wisata  Tidak pernah terjadi tindak kejahatan di sekitar area obyek wisata 1 2 3 Sumber : PUSPAR UGM 2005 dimodifikasi 3.4.3.2 Metode Analisis Deskriptif Metode Analisis Deskriptif digunakan untuk menganalisis data kualitatif yang menggambarkan segala aspek yang terkait dengan potensi pengembangan obyek-obyek wisata di Kabupaten Wonogiri.

3.4.4 Analisis Efisiensi Pengelolaan Obyek Wisata Kabupaten Wonogiri

Untuk menganalisis efisiensi pengelolaan beberapa obyek wisata yang telah mampu memberikan sumbangan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Wonogiri dilakukan dengan Metode Analisis DEA. Menurut Fauzi 2014, Data Envelopment Analysis DEA dikembangkan sebagai model dalam pengukuran tingkat kinerja atau produktifitas dari sekelompok unit organisasi. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan penggunaan sumberdaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan output yang optimal. Produktifitas yang dievaluasi dimaksudkan adalah sejumlah penghematan yang dapat dilakukan pada faktor sumberdaya input tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan, atau dari sisi lain peningkatan output yang mungkin dihasilkan tanpa perlu dilakukan penambahan sumberdaya. DEA merupakan metodologi non-parametrik yang didasarkan pada linear programming dan digunakan untuk menganalisis fungsi produksi melalui suatu pemetaan frontier produksi. Keunggulan DEA : 1. Bisa menangani banyak input dan output 2. Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan variabel output 3. DMU dibandingkan secara langsung dengan sesamanya 4. Input dan output dapat memiliki satuan yang berbeda Kelemahan DEA : 1. Bersifat sample spesific 2. Bersifat extreme point technique, kesalahan pengukuran akan berakibat fatal 3. Hanya mengukur produktivitas relatif dari DMU bukan produktivitas yang absolut 4. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA tidak bisa langsung dilakukan 5. Menggunakan perumusan linear programming yang terpisah untuk setiap DMU Tabel 3.4 lanjutan 20

3.4.5 Analisis Perbandingan Pengelolaan

Kepariwisataan Kabupaten Wonogiri Dengan Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Pacitan Analisis ini dilakukan dengan dengan metode deskriptif untuk menggambarkan perbedaan pengelolaan kepariwisataan Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Pacitan yang diperoleh melalui observasi langsung disertai wawancara dengan masyarakat pelaku kegiatan pariwisata di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Pacitan. Beberapa aspek yang diobservasi terkait aksesibilitas obyek wisata, sarana prasarana, partisipasi masyarakat, kondisi obyek wisata serta metode promosi yang dipergunakan. Hasil yang diperoleh berguna sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi serta arahan kebijakan pengelolaan kepariwisataan Kabupaten Wonogiri menuju pengembangan kawasan wisata berkelanjutan.

3.4.6 Analisis Strategi Pengembangan Kepariwisataan Kabupaten Wonogiri

Dalam menentukan Strategi Pengembangan Kepariwisataan Kabupaten Wonogiri dilakukan melalui beberapa tahapan analisis, yaitu dimulai dengan menyusun hierarki strategi dengan metode analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman SWOT menggunakan Metode AHP. Nilai bobot yang dihasilkan dari analisis terhadap kuesioner AHP selanjutnya dilakukan analisis Internal Strategic Factor Analysis Summary IFAS, External Strategic Factor Analysis Summary EFAS, Matriks Internal Eksternal IE, Matriks Space.

3.4.6.1 Metode Analisis AHP

Prinsip – prinsip dasar yang harus dipahami dalam menggunakan Metode Analisis AHP adalah : 1. Dekomposisi Memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur, sampai ke tingkat yang tidak mungkin dilakukan pemecahan lagi sehingga diperoleh tingkatan persoalan yang disebut hierarki. 2. Penilaian Komparatif Membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada tingkat tertentu dan kaitan dengan tingkatan di atasnya Penilaian pendapat ini dilakukan dengan komparasi berpasangan matriks yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hierarki yang berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Penyusunan skala kepentingan ini memakai pedoman yang dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Skala dasar rangking Analytical Hierarchy Process AHP Tingkat Kepentingan Definisi 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen lain Elemen yang satu lebih penting dari elemen lain Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen lain Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen lain Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Sumber : Diadopsi dari Saaty 1991 21 3. Prioritas Sintesis Dari setiap matriks komparasi berpasangan kemudian dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan prioritas lokal. 4. Konsistensi Rasio Konsistensi memiliki dua makna : 1 objek – objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keragaman dan relevansi, 2 tingkat hubungan antara obyek – obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Hierarki strategi pengembangan kawasan wisata berkelanjutan di Kabupaten Wonogiri dengan kriteria-kriteria yang mempertimbangkan penelitian sebelumnya, hasil observasi, wawancara dengan responden, maupun dinamika kepariwisataan pada saat ini dapat dilihat pada Gambar 3.2. Gambar 3.2 Hierarki strategi pengembangan kawasan wisata berkelanjutan

3.4.6.2 Metode Internal Strategic Factor Analysis Summary IFAS

Metode analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor strategi internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan untuk menentukan strategi pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan di Kabupaten Wonogiri. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan Faktor Internal Kekuatan Faktor Internal Kelemahan Faktor Eksternal Peluang Faktor Eksternal Ancaman 1. Harga Tiket 2. Potensi SDA 3. Fisiografi Wilayah 4. Adat Istiadat 5. Keramahan Masyarakat 1. Kondisi SDM 2. Akses Permodalan 3. Promosi Belum Optimal 4. Sarana Prasarana 5. Aksesibilitas 1. Dukungan Kebijakan Pemerintah 2. Keberadaan Investor 3. Kecende- rungan Minat Wisatawan 4. Peluang Pasar Wisatawan Domestik 5. Perkembang- an Teknologi Informasi 1. Persamaan Jenis Obyek Dengan Daerah lain 2. Keamanan 3. Ekonomi Regional 4. Alih Fungsi Lahan 5. Eksploitasi SDA Level 1 : Fokus Level 2 : Faktor Level 3 : Kriteria Bagian penting dari analisis ini adalah membuat matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary IFAS seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Internal Strategic Faktor Analysis Summary IFAS Faktor – Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Kekuatan : 1. ……………. 2. ……………. dst Kelemahan : 1. ……………. 2. ……………. dst Total 1,000 Sumber : Diadaptasi dari Rangkuti 2009 3.4.6.3 Metode External Strategic Factor Analysis Summary EFAS Metode analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor strategi eksternal yang meliputi peluang dan ancaman untuk menentukan strategi pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan di Kabupaten Wonogiri. Bagian penting dari analisis ini adalah membuat matriks External Strategic Factor Analysis Summary EFAS seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Eksternal Strategic Faktor Analysis Summary EFAS Faktor – Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Peluang : 1. ……………. 2. ……………. dst Ancaman : 1. ……………. 2. ……………. dst Total 1,000 Sumber : Diadaptasi dari Rangkuti 2009 Langkah – langkah pembuatannya baik Internal Strategic Faktor Analysis Summary IFAS maupun Eksternal Strategic Faktor Analysis Summary EFAS adalah sebagai berikut : 1. Menyusun sebanyak 5 sampai dengan 10 faktor – faktor peluang dan ancaman pada kolom 1 yang menentukan strategi pengembangan obyek wisata yang berkelanjutan di Kabupaten Wonogiri. 2. Memasukkan bobot masing – masing faktor peluang dan ancaman pada kolom 2 dari hasil AHP gabungan semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga nilai total bobot sama dengan 1. 23 3. Pada kolom 3 dimasukkan rating pengaruh masing – masing faktor peluang dan ancaman dengan memberi skala dari 4 sangat kuat sampai dengan 1 sangat lemah. Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata – rata dari semua responden. 4. Kolom 4 diisi hasil kali bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya berupa skor yang nilainya bervariasi dari 4 sampai dengan 1. 5. Jumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai total skor faktor eksternal. Nilai total skor digunakan dalam analisis matriks internal – eksternal IE.

3.4.6.4 Metode Matriks Internal-Eksternal IE

Model matriks internal-eksternal IE digunakan untuk memposisikan strategi pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan di Kabupaten Wonogiri. Parameter yang digunakan adalah total skor faktor internal dan total skor faktor eksternal. Matriks internal-eksternal tertera pada Gambar 3.3. N il ai T o ta l S k o r F ak to r S tr at eg i E k st er n al Nilai Total Skor Faktor Strategi Internal Tinggi Rata-rata Lemah 4 3 2 1 Tinggi 3 1 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi vertikal 2 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal 3 RETRENCHMENT Turn-Around Sedang 2 4 STABILITY Hati-hati 5 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal STABILITY Tidak ada perubahan profit strategi 6 RETRENCHMENT Captive Company atau Divestment Rendah 1 7 GROWTH Diversifikasi konsentrik 8 GROWTH Diversifikasi konglomerat 9 RETRENCHMENT Bangkrut Atau Likuidasi Sumber : Diadaptasi dari Rangkuti 2009 Gambar 3.3 Matriks Internal-Eksternal Menurut Rangkuti 2009, matriks internal-eksternal dapat mengidentifikasi suatu strategi yang relevan berdasarkan sembilan sel matriks IE. Kesembilan sel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam tiga strategi utama, yaitu : 1. Growth strategy, adalah strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri sel 1, 2, dan 5 atau melalui diversifikasi sel 7 dan 8. 2. Stability strategy, adalah penerapan strategi yang dilakukan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan sel 4. 3. Retrenchment strategy, adalah strategi dengan memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan sel 3, 6, dan 9.

3.4.6.5 Metode Matriks Space

Menurut Rangkuti 2009, Matriks Space digunakan untuk mengetahui posisi dan arah perkembangan suatu institusi. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah selisih dari skor faktor internal kekuatan – kelemahan dan selisih dari skor faktor eksternal peluang – ancaman. Marimin 2004 mengemukakan, posisi institusi dapat dikelompokkan ke dalam 4 kuadran, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.4, dimana : 1. Kuadran I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana institusi memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif. 2. Kuadran II, menandakan institusi menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan, sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan sistem diversifikasi. 3. Kuadran III, pada kuadran ini institusi mempunyai peluang yang sangat besar, disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi ini institusi harus berusaha meminimalkan maalah-masalah internal untuk dapat merebut peluang pasar. 4. Kuadran IV menunjukkan institusi berada pada situasi yang tidak menguntungkan, karena disamping menghadapi ancaman juga mengahadapi kelemahan internal. Berbagai Peluang Kelemahan Internal Kuadran III Strategi Turn- Around Kuadran I Strategi Agresif Kekuatan Internal Strategi Defensif Kuadran IV Strategi Diversifikasi Kuadran II Berbagai Ancaman Gambar 3.4 Matriks Space 25

3.4.7 Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan Kabupaten Wonogiri

Arahan pengembangan kawasan wisata berkelanjutan dilakukan dengan Metode Analisis A’WOT. Analisis yang dihasilkan dari metode A’WOT ini kemudian dikombinasikan dengan hasil analisis Perkembangan dan Diversitas Ekonomi Wilayah, analisis Potensi Obyek-Obyek Wisata, analisis Efisiensi Pengelolaan Obyek Wisata, analisis Perbandingan Pengelolaan Kepariwisataan Kabupaten Wonogiri Dengan Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Pacitan serta analisis Strategi Pengembangan Kepariwisataan yang Digunakan sehingga diharapkan menghasilkan arahan kebijakan yang ideal. Menurut Kajanus et al. 2004, dalam Rudita, 2012, A’WOT merupakan metode hybrid yang menggabungkan metode SWOT dengan metode Analytical Hierarchy Process AHP. Metode in diterapkan untuk menutupi beberapa kelemahan metode analisis SWOT. Dalam memberikan arahan pengembangan kawasan wisata berkelanjutan, nilai bobot dari metode AHP yang telah dilakukan untuk menentukan jenis strategi yang digunakan dipadukan dengan metode analisis SWOT. Metode analisis SWOT digunakan untuk melakukan identifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam membuat rumusan arahan pengembangan kawasan wisata berkelanjutan di Kabupaten Wonogiri. Menurut Rangkuti 2009, Metode SWOT adalah indikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strengths dan peluang opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman threats. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan mengembangkan misi, tujuan dan kebijakan. Dengan demikian perencana strategis strategic planner harus menganalisis factor-faktor strategis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sebagai analisis situasi dalam kondisi yang ada saat ini. Meode SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi Marimin, 2004. Matriks SWOT disajikan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Matriks SWOT Faktor Internal Strength S Tentukan 1-5 faktor faktor kekuatan internal Weakness W Tentukan 1-5 faktor faktor kelemahan internal Faktor Eksternal Opportunities O Tentukan 1-5 faktor faktor peluang eksternal Strategi SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelamahan untuk memanfaatkan peluang Threats T Tentukan 1-5 faktor faktor ancaman eksternal Strategi ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelamahan untuk mengatasi ancaman 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan dan Diversitas Ekonomi Wilayah Kabupaten Wonogiri

Perkembangan suatu wilayah dan diversitas ekonominya memiliki peran yang besar dalam kehidupan sektor pariwisata. Metode Analisis Entropi merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi dan pendapatan daerah suatu wilayah. Prinsip dari Metode Entropi ini adalah semakin beragam aktifitas maka semakin tinggi entropi wilayah. Artinya semakin tinggi entropi maka wilayah tersebut dikatakan semakin berkembang. Pada penelitian ini, indeks entropi perkembangan wilayah serta diversitas sektor ekonomi Kabupaten Wonogiri menggunakan data PDRB Kabupaten Wonogiri Tahun 2012. Hasil perhitungan indeks entropi menunjukkan bahwa nilai entropi total dari data PDRB wilayah Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 4,540 Lampiran 1. Nilai entropi tersebut belum mencapai nilai entropi maksimum, karena dengan 9 komponen pada 25 wilayah kecamatan seharusnya dapat dicapai nilai entropi maksimum sebesar ln9x25 = 5,416. Berdasarkan analisis entropi perkembangan wilayah StotSmaks dapat diketahui nilai entropi Kabupaten Wonogiri sebesar 0,8382. Hal itu berarti Kabupaten Wonogiri memiliki tingkat perkembangan sebesar 84 dari total kemampuan maksimumnya. Dilihat dari jumlah setiap sektor PDRB dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan intensitas merata di seluruh wilayah adalah sektor pertanian maksimum. Adapun aktifitas yang relatif ada kecenderungan pemusatan lokasi adalah sektor pertambangan dan penggalian minimum. Dari jumlah setiap unit pengamatan dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan sebaran intensitas aktifitas paling merata peluang perkembangan seluruh aktifitas relatif sama adalah wilayah Kecamatan Wonogiri maksimum. Sebaliknya wilayah dengan intensitas aktifitas paling tidak merata atau ada kecenderungan spefisikasi untuk aktifitas tertentu adalah wilayah Kecamatan Paranggupito minimum. Secara berurutan 5 lima kecamatan dengan perkembangan wilayah terbaik adalah Kecamatan Wonogiri, Kecamatan Ngadirojo, Kecamatan Pracimantoro, Kecamatan Jatisrono dan Kecamatan Baturetno. Perkembangan tersebut memicu munculnya kota kecamatan sebagai titik pertumbuhan. Kota kecamatan lain yang tumbuh dengan pesat adalah kota kecamatan Slogohimo dan kota kecamatan Purwantoro. Tumbuhnya ketujuh kota kecamatan utama tersebut didukung adanya jalan nasional dan jalan provinsi dengan kondisi baik yang melewati wilayah tersebut, keberadaan terminal bis antar kota, pasar umum dan pasar hewan yang produktif. Persebarannya dapat dilihat pada peta Perkembangan Kota Kecamatan Lampiran 2. Keberadaan kota kecamatan yang tumbuh tersebut tentu beriringan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada masyarakat dengan kesejahteraan yang baik terjadi kecenderungan peningkatan kebutuhan tidak hanya kebutuhan primer maupun sekunder namun juga kebutuhan tersier seperti berwisata. Kondisi tersebut tentu memberikan peluang bagi berkembangnya obyek-obyek wisata di sekitarnya mengingat sektor kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri masih ditopang oleh keberadaan wisatawan lokal. Obyek-obyek wisata pada wilayah ibukota dan wilayah utara memiliki peluang lebih besar untuk berkembang.

4.2 Potensi Obyek-Obyek Wisata Kabupaten Wonogiri

Kabupaten Wonogiri memiliki beragam obyek wisata yang dapat dikelompokkan kedalam wisata alam, wisata budaya dan wisata minat khusus dengan perincian berdasarkan letaknya sebagai berikut. 4.2.1 Obyek Wisata Pantai Selatan Kabupaten Wonogiri Keseluruhan obyek wisata masuk dalam wilayah Kecamatan Paranggupito. Terdiri dari Pantai Sembukan, Pantai Klothok, Pantai Nglojok, Pantai-Sendang Banyutowo, Pantai Kalimirah, Goa Petilasan Kandangan, Pantai Pringjono, serta Pantai Nampu. Potensi obyek-obyek wisata ini ditopang daya tarik utama berupa keindahan bukit karang di sekitar pantai dan keindahan pantai dengan kombinasi terbenamnya matahari di ufuk barat sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pantai Sembukan Pantai Klothok Pantai Nglojok Sendang Banyutowo Pantai Kalimirah Wilayah Goa Petilasan Kandangan Pantai Nampu Pantai Pringjono Gambar 4.1 Obyek wisata pantai selatan Kabupaten Wonogiri Berdasarkan observasi lapangan maupun narasumber desa dan kecamatan dapat dideskripsikan bahwa hampir keseluruhan obyek wisata di wilayah ini mengandalkan keindahan alam sebagai daya tariknya. Ditambah faktor interaksi budaya yang dapat dijumpai di Pantai Sembukan dan Goa Petilasan Kandangan. Kecamatan Paranggupito sebagai wilayah yang paling tertinggal di Kabupaten Wonogiri dimungkinkan menjadi penyebab kurang berkembangnya sektor pariwisata yang ada. Kondisi prasarana jalan kurang baik untuk dilalui kendaraan roda dua ataupun roda empat, kurang tersedianya jalur alternatif yang saling terhubung serta tidak adanya sarana transportasi umum yang memadai merupakan hambatan utama karena menyebabkan wisatawan menjadi tidak nyaman serta boros waktu. Hal ini terlihat dari minimnya jumlah wisatawan yang tercatat di Pantai Sembukan hanya sebanyak kurang lebih 800 orangbulan padahal harga tiket masuk yang ditawarkan sangat murah yaitu Rp. 2.000,-. Kedekatan dengan kota kecamatan Pracimantoro sebenarnya memberikan peluang untuk lebih berkembangnya sektor pariwisata Kecamatan Paranggupito dari segi suplai pengunjung. Minimnya tindak kejahatan, keberadaan sentra pengolahan gula kelapa tradisional, keunikan kehidupan masyarakat kawasan karst Gunung Sewu serta partisipasi masyarakat yang bisa diberdayakan merupakan modal yang berharga. Perbaikan aksesibilitas dan prasarana jalan terutama yang dapat menghubungkan dengan wilayah Kabupaten Pacitan maupun Kabupaten Gunungkidul menjadi usaha yang terpenting. Perbaikan prasarana jalan tidak harus melakukan pengaspalan yang memakan biaya besar namun bisa dilakukan dengan melakukan rabat jalan yang lebih hemat dalam pembiayaan serta lebih mudah dalam pemeliharaan baik oleh masyarakat maupun unsur pemerintah daerah. Kedekatan dengan obyek wisata yang terkenal di Kabupaten Pacitan seperti Goa Gong, Pantai Teleng Ria dan Pantai Klayar mengerucutkan Pantai Nampu dan Pantai Pringjono di Desa Gunturharjo sebagai fokus pengembangan. Adapun Pantai Sembukan perlu dilakukan penambahan sarana pelengkap dan pendukung obyek wisata. 29

4.2.2 Obyek Wisata Wilayah Barat Kabupaten Wonogiri

Obyek wisata di daerah ini terbentang dari Kecamatan Pracimantoro, Kecamatan Eromoko dan Kecamatan Manyaran. Dapat dikatakan sebagai kawasan dengan obyek wisata yang komplit dengan unsur pendidikan, budaya, wisata air sekaligus wisata alam. Terdiri dari Goa Paseban, Kawasan Museum Karst Indonesia, Sendang Beton, Goa Putri Kencana, Waduk–Goa Song Putri, serta Desa Wisata Wayang Kepuhsari sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. Museum Karst Indonesia Goa Paseban Goa Putri Kencono Sendang Beton Waduk – Goa Song Putri Desa Wisata Wayang Kepuhsari Gambar 4.2 Obyek wisata wilayah barat Kabupaten Wonogiri Berdasarkan observasi lapangan maupun narasumber desa dan kecamatan dapat dideskripsikan bahwa Goa Paseban dengan stalagtit dan stalagmit yang indah serta keberadaan sungai bawah tanah yang dapat memenuhi kebutuhan air bersih sebagian masyarakat Desa Sumberagung hanya terekomendasi sebagai 30 obyek wisata minat khusus susur goa. Hal ini dikarenakan aksesibilitas yang tidak mudah serta letaknya paling jauh dari jalan nasional dan jalan provinsi; Kawasan Museum Karst dengan dukungan goa-goa yang memiliki keindahan stalagtit dan stalagmit terlihat kurang maksimal dari segi penataan kawasan serta pemeliharaan sarana pendukung dan pelengkap obyek wisata; Keberadaan Goa Putri Kencono yang agak terpencil dirasakan mengurangi daya tarik obyek wisata disamping kurang tersedianya sarana pendukung dan pelengkap obyek wisata; Sendang Beton dan Goa-Waduk Song Putri sampai saat ini hanya terbatas pada pemanfaatan sebagai sumber air bersih dan fungsi pengairan; Adapun Desa Wisata Wayang Kepuhsari masih terkendala dengan lemahnya akses informasi dan sumberdaya manusia untuk mempromosikan mereka kepada masyarakat luas. Kedekatan dengan wilayah kecamatan Pracimantoro dan Kecamatan Eromoko memberikan peluang bagi berkembangnya kegiatan pariwisata di kawasan ini. Minimnya tindak kejahatan, keunikan kehidupan masyarakat kawasan karst Gunung Sewu serta partisipasi masyarakat melalui Kelompok Sadar Wisata Pokdarwis yang bisa diberdayakan merupakan modal yang berharga. Investasi pihak ketiga yang terkait dengan sektor perdagangan, jasa maupun pariwisata perlahan mulai tumbuh. Hal ini terlihat dari dibangunnya beberapa hotel terutama yang berdekatan dengan Kawasan Museum Karst. Sebagai salah satu ikon wisata pendidikan, perkembangan Kawasan Museum Karst dapat dipacu dengan kerjasama antara Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan untuk merekomendasikan sekolah-sekolah di Kabupaten Wonogiri mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah untuk melakukan study tour ke obyek wisata ini; Keberadaan Sendang Beton dan Goa-Waduk Song Putri dapat didorong sebagai pengembangan sektor perikanan desa. Ditunjang pemandangan alam sekitar obyek yang indah serta aksesibilitas yang baik, sektor pariwisata dapat digerakkan oleh pemerintah daerah misalnya dengan mengadakan lomba memancing yang diadakan secara rutin dalam jangka waktu tertentu. Dengan diadakannya kegiatan yang menyebabkan terjadinya pengumpulan orang dalam jumlah besar sangat dimungkinkan akan menumbuhkan kegiatan ekonomi lokal masyarakat desa. Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Balai Besar Wilayah Bengawan Solo BBWS selaku pengelola perlu dilakukan; Keberadaan Goa Paseban dan Goa Putri Kencono akan lebih berpeluang untuk berkembang apabila pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat desa setempat; Keberlanjutan Desa Wisata Wayang Kepuhsari masih sangat membutuhkan bantuan pemerintah daerah dalam hal mempromosikan kehadirannya, baik dalam lingkup nasional maupun internasional melalui media sosial ataupun website resmi pemerintah daerah sehingga tidak terlalu membutuhkan biaya yang besar, pemeliharaan kelancaran aksesibilitas dan prasarana jalan maupun penambahan peralatan pendukung yang menunjang kegiatan dalam seni pembuatan wayang kulit dan perdalangan. Dengan memperhatikan aspek efisiensi anggaran pengembangan mengerucutkan Desa Wisata Wayang Kepuhsari, Sendang Beton dan Goa-Waduk Song Putri sebagai fokus pengembangan. Adapun Kawasan Museum Karst lebih membutuhkan pemeliharaan, baik sarana pendukung dan pelengkap obyek wisata maupun prasarana jalan. Pelayanan tiket masuk terpadu dapat dimulai dari Kawasan Museum Karst. 31