Sistem Pariwisata Analisis Obyek Wisata dan Strategi serta Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan di Kabupaten Wonogiri

4. Memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam skala kecil, dan menengah, 5. Pariwisata harus dikondisikan untuk tujuan membangkitkan bisnis lainnya dalam masyarakat, 6. Adanya kerjasama antara masyarakat lokal sebagai creator atraksi wisata dengan para operator penjual paket wisata, 7. Pembangunan pariwisata harus dapat memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang – undangan baik tingkat nasional maupun internasional, 8. Pembangunan pariwisata harus mampu menjamin keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi yang akan datang, 9. Pariwisata harus bertumbuh dalam prinsip optimalisasi bukan pada eksploitasi, 10. Monitoring dan evaluasi secara periodik untuk memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembangunan berkelanjutan, 11. Keterbukaan terhadap penggunaan sumberdaya sehingga tidak disalahgunakan, 12. Melakukan program peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata, 13. Terwujudnya tiga kualitas, yakni pariwisata harus mampu mewujudkan kualitas hidup quality of life masyarakat lokal, pada sisi yang lainnya pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha quality of opportunity kepada para penyedia jasa dalam industri pariwisata dan sisi berikutnya dan menjadi yang terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman wisatawan quality of experience. Suryasih 2008, dalam Rudita, 2012 menyatakan berdasarkan konsep pembangunan pariwisata yang berkelanjutan Sustainable Development Tourism pengelolaan suatu ODTW sebaiknya mempertimbangkan : 1. Penentuan zona zoning yaitu dengan menonjolkan obyek sentral sebagai tujuan utama disusul produk pendukung lainnya, 2. Dilakukan secara bertahap, 3. Mengacu pada konservasi alam dan budaya, 4. Berbasis pada masyarakat lokal community based tourism dimana suatu ODTW harus menguntungkan secara ekonomi, sosial dan budaya, 5. Program pendidikan bagi masyarakat dan pekerja pariwisata untuk pelayanan yang profesional, 6. Adanya pertukaran informasi antara masyarakat dan wisatawan terkait sosial budaya masing – masing, 7. Adanya evaluasi terhadap dampak positif dan negatif pariwisata. Pembuatan Zonasi Zoning merupakan bagian dari klasifikasi spasial yang meliputi : 1 aspek spatial contiguity dan 2 aspek spatial compactness. Menurut Sitorus 2013, wilayah-wilayah yang berkesinambungan secara spasial spatially contiguous akan mempermudah pengelolaan. Sebaliknya, wilayah-wilayah yang terpencar atau terfragmentasi spatially fragmented akan menciptakan berbagai bentuk inefisiensi. Wilayah-wilayah yang efisien juga ditunjukkan oleh bentuk- bentuk yang kompak compact. 8

2.5 Strategi Pembangunan Pariwisata Daerah

Pembangunan daerah merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang tidak dapat dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah tersebut dibutuhkan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di tiap-tiap daerah tersebut. Menurut Suryono 2004, dalam Primadhany, 2010 strategi pada prinsipnya berkaitan dengan persoalan : Kebijakan pelaksanaan, penentuan tujuan yang hendak dicapai, dan penentuan cara-cara atau metode penggunaan sarana- prasarana. Strategi selalu berkaitan dengan 3 hal yaitu tujuan, sarana, dan cara. Oleh karena itu, strategi juga harus didukung oleh kemampuan untuk mengantisipasi kesempatan yang ada. Dalam melaksanakan fungsi dan peranannya dalam pengembangan pariwisata daerah, pemerintah daerah harus melakukan berbagai upaya dalam pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan. Strategi pembangunan pariwisata daerah memiliki peluang yang lebih besar apabila didukung oleh partisipasi aktif masyarakat. Menurut Conyers 1984 : 154- 155, ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan satu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses, persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan di daerah mereka sendiri. Dapat dirasakan bahwa merekapun mempunyai hak untuk “urun rembug” memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka.

2.6 Penelitian Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian

Rudita 2012 dalam Tesisnya yang berjudul “ Potensi obyek wisata dan keterpaduannya dalam pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali” melakukan penelitian dengan menganalisis potensi obyek wisata, keterpaduan sektor pariwisata dengan sektor lain, faktor faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan serta merumuskan rencana dan strategi pengembangan kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan wilayah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei dan analisis Input-Output , analisis Scoring System, analisis AHP, dan analisis A’WOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pariwisata terkait erat dengan lima sektor, yaitu : industri tanpa migas; perdagangan besar dan eceran; restoran; hotel; jasa hiburan dan rekreasi. Terdapat 6 enam obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan, yaitu : Agrowisata Payangan, Sungai Ayung, Nyepi Kasa, Aci Keburan, Desa Pakraman Pausan, dan Sarkofagus. Faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan menurut persepsi wisatawan adalah : pelayanan; jenis