Tinjauan Pembelajaran Materi Koloid

100 nm, partikel, berukuran makroskopis walaupun hanya dapat dilihat di bawah mikroskop.” Petrucci, 1985, hlm. 80 “Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Bila suatu bahan berbeda dalam keadaan subdivisi ini, bahan itu memperagakan sifat-sifat yang menarik dan penting yang tidak merupakan ciri dari bahan dalam agregat yang lebih besar”. Keenan 1984, hlm 455. Sistem koloid perlu kita pelajari karena berkaitan erat dengan hidup dan kehidupan kita sehari –hari. Cairan tubuh, seperti darah adalah sistem koloid; bahan makanan, seperti susu, keju, nasi dan roti adalah sistem koloid; cat, berbagai jenis obat, bahan kosmetik, tanah pertanian juga merupakan sistem koloid. a. Sifat Sistem Koloid 1 Efek Tyndall Menurut Petrucci 1985, hlm. 80, “Untuk menentukan larutan sejati atau koloid, digunakan metode silika koloid. Jika cahaya melewati larutan sejati, pengamat yang melihatnya dari arah tegak lurus terhadap sinar tidak melihat cahaya. Tetapi, dalam suspensi koloid cahaya dibaurkan ke segala arah dan dapat dilihat dengan mudah.” Gambar 2.2 Penghamburan Cahaya Efek Tyndall Kita dapat mengenali suatu sistem koloid dengan cara melewatkan seberkas cahaya sinar kepada obyek yang akan kita kenali. Bila dilihat tegak lurus dari arah datangnya cahaya, maka akan terlihat sebagai berikut : a Jika obyek adalah larutan, maka cahaya akan diteruskan transparan. b Jika obyek adalah koloid, maka cahaya akan dihamburkan dan partikel terdispersi-nya tidak tampak. c Jika obyek adalah suspensi, maka cahaya akan dihamburkan tetapi partikel terdispersinya dapat terlihat kelihatan Terhamburnya cahaya oleh partikel koloid disebut efek Tyndall. Partikel koloid dan suspensi cukup besar untuk dapat menghamburkan sinar, sedangkan partikel-partikel larutan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat menghamburkan cahaya. Keenan 1984, hlm. 458 mengungkapkan, “efek tyndall dapat digunakan untuk memperbedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul kecil, ataupun ion yang berada dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam contoh- contoh yang tebalnya tak seberapa.” Dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat kita amati antara lain pada: a Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu b Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut c Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. 2 Gerakan Brown “Jika suatu mikroskop optis difokuskan pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan.” Keenan 1984, hlm. 458. Apabila partikel koloid diamati di bawah mikroskop pada pembesaran yang tinggi atau dengan mikroskop ultra akan terlihat partikel koloid yang bergerak terus-menerus dengan arah yang acak tak beraturan atau patah-patah gerak zig-zag. Gerak zig-zag partikel koloid disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya Robert Brown seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris. Gerak Brown terjadi sebagai akibat adanya tumbukan dari molekul-molekul pendispersi terhadap partikel terdispersi, sehingga partikel terdispersi akan terlontar. Lontaran tersebut akan mengakibatkan partikel terdispersi menumbuk partikel terdispersi yang lain dan akibatnya partikel yang tertumbuk akan terlontar. Peristiwa ini terjadi terus menerus yang diakibatkan karena ukuran partikel yang terdispersi relatif besar dibandingkan medium pendispersinya. 3 Adsorpsi Menurut Petrucci 1985, hlm. 80, “Ciri penting dari partikel koloid ialah tingginya nisbah antara luas permukaan dengan volumenya.” Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu, partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan disebut adsorpsi, jika penyerapan sampai ke bawah permukaan disebut absorpsi. Kemampuan menarik ini disebabkan adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi, sehingga apabila ada partikel yang menempel akan canderung dipertahankan pada permukaannya. Contoh: pemutihan gula tebu, penjernihan air, pembuatan obat norit. 4 Koagulasi Koagulasi merupakan proses penggumpalan partikel koloid. Penggumpalan ini dapat dilakukan dengan tiga cara yakni secara mekanis, fisis, dan kimia. Mekanis dilakukan dengan cara pemanasan, pengadukan, dan pendinginan. Agar-agar dan selai merupakan contoh dari sifat koloid koagulasi dengan cara mekanis, karena agar-agar dan selai akan menggumpal bila dipanaskan. Alat cottrel digunakan untuk menggumpalkan asap atau debu dari cerobong pabrik, hal ini merupakan contoh dari cara fisis. Sedangkan penggumpalan dengan cara kimia dilakukan dengan menambahkan elektrolit bermuatan lawan ke dalam koloid. 5 Koloid Pelindung Sifat koloid yang dapat melindungi koloid lain disebut koloid pelindung. Yang berperan sebagai koloid pelindung disebut emulgator. Seperti pada susu, mayones, margarin, dan jeli. Mayones merupakan suatu emulsi lemak cair, seperti minyak zaitun atau minyak jagung dalam air. Kuning telur dalam mayones berfungsi sebagai bahan penstabil emulsi. b. Tipe Sistem Koloid Jika suatu larutan tersusun dari komponen-komponen zat terlarut dan pelarut, maka suatu sistem koloid juga tersusun dari dua komponen, yaitu fase terdispersi zat terlarut dan medium pendispersi pelarut. Contohnya, dispersi tanah liat; partikel tanah liat sebagai fase terdispersi, sedangkan air merupakan medium pendispersi. Menurut Keenan 1984, hlm.457 dalam campuran homogen dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom ataupun ion disebarkan dalam suatu zat kedua. Dengan cara yang agak mirip, materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi Sebaran koloid atau sistem koloid. Selai, mayones, tinta cina, susu, dan kabut merupakan contoh yang dikenal. Dalam sistem- sistem semacam itu, partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi tersebarkan dan materi kontinu dalam mana partikel itu tersebar disebut zat pendispersi atau medium pendispersi. Dalam sistem koloid, baik fase terdispersi maupun medium pendispersi dapat berupa gas, cair, atau padat. Oleh karena itu, kita mengenal delapan macam sistem koloid. Berikut tabel macam-macam koloid menurut Keenan 1984, hlm.457. Tabel 2.1 Macam-macam Koloid Zat terdispersi Zat pendispersi Nama Tipe Contoh Gas Cairan Busa Krim kocok, busa bir, busa sabun Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa Cairan Gas Aerosol cair Kabut, awan Cairan Cairan Emulsi Mayones, susu Cairan Padat Emulsi padat Keju, mentega Padat Gas Aerosol padat Asap, debu Padat Cair Sol Kebanyakan cat, pati dalam air, selai Padat Padat Sol padat Banyak aliase. Intan hitam, kaca rubi c. Pembuatan Koloid Menurut Tine, Ernavita, Ratih, dan Elly 2014, hlm.300 pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yakni cara kondensasi dan cara dispersi. 1 Cara Kondensasi Cara kondensasi yaitu dengan mengubah partikel-partikel yang lebih kecil menjadi partikel yang lebih besar yaitu partikel koloid. Cara kondensasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa reaksi, diantaranya reaksi hidrolisis, penggantian pelarut, dan dekomposis rangkap. 2 Cara Dispersi cara dispersi dapat dilakukan dengan cara menghaluskan zat yang kasar menjadi halus. Cara dispersi dapat dilakukan dengan dengan cara mekanik, peptisasi, dan cara busur bredig. a Cara mekanik dispersi langsung Butir-butir kasar diperkecil ukurannya dengan menggiling atau menggerus koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium pendispersi. Contoh: Pembuatan selai buah. Buah yang awalnya berbentuk utuh, dipotong-potong kemudian dihaluskan kemudian diaduk, hingga menjadi selai. b Cara Peptisasi Dengan cara memecah partikel-partikel besar menjadi partikel koloid, misalnya suspensi, gumpalan atau endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi pemecah. Contoh: Agar-agar dipeptisasi oleh air. c Cara Busur Bredig Sol-sol logam dibuat dengan cara busur bredig, yakni dengan menggunakan elektrode, medium pendispersi, serta pemberian loncatan listrik. d. Koloid dalam Pembelajaran melalui Pendekatan Chemo- entrepreneurship dengan metode praktikum aplikatif Pembelajaran ini didesain untuk membuat siswa aktif belajar. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Materi koloid disampaikan dalam bentuk praktikum aplikatif. Praktikum tersebut merupakan aplikasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan pada akhirnya akan menghasilkan suatu produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis sehingga siswa lebih tertarik dalam mempelajari pokok bahasan koloid dan diharapkan dapat memotivasi siswa untuk berwirausaha. Contoh produk yang dihasilkan dari praktikum aplikatif melalui pendekatan chemo- entrepreneurship ini adalah selai yang ada kaitannya dengan bahasan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersi.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian terhadap kecakapan hidup siswa telah dilakukan oleh: Ersanghono Kusuma dan Kusoro Siadi 2010 dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berorientasi Chemo- Entrepreneurship Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Life skill Mahasiwa menyimpulkan bahwa pertama, pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar kimia berorientasi chemo-entrepreneurship CEP dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Kedua, pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar kimia berorientasi chemo-entrepreneurship CEP dapat meningkatkan kecakapan hidup khusus specific life skill mahasiswa. Maria Paristiowati, Riskiono Slamet, Rizqi Sebastian. 2014 dalam penelitiannya yang berjudul Chemo-Entrepreneurship: Learning Approach for Improving Student ’s Cooperation and Communication menyimpulkan bahwa terjadi perbaikan kemampuan atau kecakapan bekerjasama dan berkomunikasi siswa melalui pendekatan pembelajaran Chemo- entrepreneurship. Sri Susilogati Sumarti, Supartono, Hidayah Hidzyam Diniy. 2014 dalam penelitiannya yang berjudul Material Module Development of Colloid Orienting on Local-Advantage-Based Chemo-Entrepreneurship to Improve Student’s Soft Skill menyimpulkan bahwa pertama, modul pembelajaran pada mata pelajaran koloid yang dikembangkan menggunakan orientasi chemo- entrepreneurship dapat memperbaiki kecakapan hidup life skill siswa. Kedua, siswa memberikan respon yang positif pada materi koloid yang menggunakan modul berorientasi pendekatan chemo-entrepreneurship. Singh, Harshvardhan dan Gera, Manju. 2015. Dalam penelitiannya yang berjudul Strategies for Developpment of Life skills and Global Competencies menyimpulkan bahwa pertama, sistem pendidikan harus memiliki fokus bahwa setiap siswa memiliki potensi yang dimilikinya sejak lahir dan potensi tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan life skill ini. Kedua, sistem pendidikan seharusnya memperbolehkan siswa untuk lebih mengenal lingkungannya, dan memiliki kesempatan untuk mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan bermasyarakatnya