Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

“kurikulum untuk SMPMTsSMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMAMASMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.” Selanjutnya dijelaskan dalam ayat 2 yang berbunyi “pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mencakup kecakapan personal pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Atas dasar itu, baik sekolah formal maupun non-formal memiliki kepentingan untuk mengembangkan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup.” Dikutip dari Ali 2009, hlm. 355 bahwa pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat, hendaknya dilaksanakan di sekolah untuk melayani kebutuhan pendidikan. Banyak harapan dari para orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah agar mereka dapat menjadi manusia-manusia yang terdidik, mengenal etika, mengerti tatakrama, pandai bergaul dengan lingkungan sosial, berjiwa kritis, cakap akan segala hal agar dapat menjadi generasi penerus bangsa yang membanggakan. Life skill sangat diperlukan pada era modern seperti sekarang ini. Persaingan dalam dunia kerja yang nantinya akan dihadapi oleh seorang siswa sangat menuntut life skill yang mereka miliki. Life skill siswa merupakan kemampuan, keterampilan, dan kesanggupan yang diperlukan seorang siswa untuk menjalankan kehidupan nyata yang akan dihadapinya. Melihat realita yang ada, ITB News 2014, hlm.1 merilis data siswa yang diterima di perguruan tinggi negeri pada tahun 2014 hanya bejumlah 133.406 orang saja dari 777.536 siswa SMASMK dan MA yang mendaftar SNMPTN tahun 2014. Bila dipersentasekan, hanya 17,15 saja siswa yang diterima. Hal ini menunjukkan perbandingan antara mereka yang melanjutkan ke perguruan tinggi negeri lewat seleksi SNMPTN jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak melanjutkan. Apabila peserta didik tidak diberikan bekal life skill, tentu hal ini akan menambah angka pengangguran di negara kita. Belakangan ini, menurut pemerintah, perekonomian Negara Indonesia dikatakan sudah mulai membaik. Namun, kenyataan sebenarnya yang ditemukan di lapangan tidaklah seoptimis seperti yang diungkap oleh pemerintah. Tingkat kemiskinan masih memprihatinkan, pengangguran juga terlihat di mana-mana. Tak heran, tingkat kejahatan terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini sesuai dengan data yang diunggah oleh Badan Pusat Statistik 2011, hlm.62, mengenai jumlah penduduk Indonesia yang berada di garis kemiskinan, bahwa terdapat 30,02 juta orang atau 12,49 dari seluruh warga Indonesia yang berada pada garis kemiskinan. 30,02 juta orang merupakan angka yang sangat besar. Bila dibiarkan, dalam hal ini tidak ada upaya dan langkah nyata untuk mengurangi angka penduduk miskin di negara kita, tidak bisa dibayangkan akan seperti apa nasib bangsa kita kelak. Oleh sebab itu, life skill seorang anak harus diasah melalui pendidikan kecakapan hidup. Konsep pendidikan kecakapan hidup life skill pertama kali dikembangkan dalam dunia kesehatan. Dengan adanya pendidikan kecakapan hidup diharapkan orang-orang akan lebih paham dan dapat meningkatkan kualitas kesehatannya sehingga dapat melangsungkan kehidupannya. Seperti yang dinyatakan oleh organisasi kesehatan dunia, WHO 1997, hlm.1 bahwa life skill merupakan kemampuan untuk beradaptasi dan memiliki kebiasaan yang positif, sehingga dapat memutuskan sesuatu dengan tepat dan dapat menjawab tantangan hidup dalam kesehariannya. Pendidikan bisa didapatkan dari mana saja. Sekolah, lembaga bimbingan belajar, program home schooling, keluarga, serta lingkungan sekitar. Sekolah sebagai lembaga formal dapat menjadi wadah sebagai sarana untuk membentuk manusia yang terdidik dan memiliki life skill. Sudah saatnya sekolah menerapkan pendidikan berorientasi pada life skill untuk memberi bekal kepada anak didiknya agar mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat menjawab tantangan dunia. Berdasarkan pernyataan tersebut, sudah jelas bahwa siswa dituntut untuk memiliki life skill agar mampu bersaing dalam dunia kerja. Ilmu kimia merupakan cabang ilmu yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun seringkali ilmu kimia yang diajarkan di sekolah hanya terpaku pada materi yang ada di dalam buku, bahkan penyampaian materi dari seorang guru pun terjebak dengan pengetahuan yang sudah biasa mereka ajarkan tanpa mempertimbangkan kemajuan zaman dan tidak memerhatikan realita yang ada. Studi Blazely, dkk. dalam Rusman 2009, hlm.501 melaporkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak sesuai dengan lingkungan siswa di sekitarnya. Padahal, hal dasar dari dunia pendidikan ini adalah memberi pengetahuan dan pengalaman baru bagi anak didiknya. Namun fenomena yang terjadi hanya terbatas pada pemberian pengetahuan saja, tidak diimbangi dengan pengalaman yang dapat menjadikan peserta didik lebih terampil, kreatif, dan memiliki kecakapan hidup yang sangat dibutuhkan untuk dapat melangsungkan hidupnya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kubudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyebutkan bahwa kualifikasi kemampuan dalam dimensi keterampilan yakni, “Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.” Agar dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dari pelajaran yang telah mereka terima, dibutuhkan suatu pengajaran yang mampu untuk mewujudkan hal tersebut. Menurut Supartono dalam Paristiowati, Slamet, Sebastian 2014, hlm.2 tujuan pendekatan chemo-entrepreneurship atau yang biasa disingkat CEP adalah untuk memotivasi siswa untuk memiliki perilaku saintifik, mampu berpikir kreatif dan inovatif sehingga mereka memiliki semangat dan memiliki jiwa berwirausaha. Penelitian lain juga dilakukan oleh Kusuma dan Siadi 2010, hlm.551, mereka menyimpulkan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar kimia berorientasi chemo-entrepreneurship dapat meningkatkan life skill siswa. Pendekatan chemo-entrepreneurship merupakan suatu pendekatan pembelajaran kimia yang mampu memotivasi peserta didik untuk berwirausaha. Dengan pendekatan ini konten pengajaran kimia akan lebih menarik serta memupuk daya kreatifitas, inovasi, serta life skill peserta didik sehingga tidak ada lagi ungkapan bahwa ilmu kimia itu adalah sesuatu yang abstrak. Dengan pendekatan chemo-entrepreneurship ini ilmu kimia akan lebih mudah diterima oleh peserta didik dan lebih terasa manfaatnya secara langsung oleh para peserta didik. Dengan adanya pendekatan chemo-entrepreneurship ini diharapkan peserta didik memiliki bekal life skill yang telah diberikan dari masa sekolahnya. Peserta didik dapat memanfaatkan life skill yang mereka miliki dari pendekatan chemo-entrepreneurship untuk dapat berwirausaha atas dasar ilmu kimia. Dengan demikian akan mengurangi angka pengangguran yang ada di negara kita ini. Seperti hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Paristiowati, Slamet, Sebastian 2014, dalam penelitiannya yang berjudul Chemo- Entrepreneurship: Learning Approach for Improving Student’s Cooperation and Communication menyimpulkan, bahwa terjadi perbaikan kemampuan atau kecakapan bekerjasama dan berkomunikasi siswa melalui pendekatan pembelajaran Chemo-entrepreneurship. Dapat terlihat dari pencapaian indikator kemampuan atau kecakapan bekerjasama dan berkomunikai siswa. Metode praktikum aplikatif dirasa sangat tepat untuk pengajaran yang berorientasi pada chemo-entrepreneurship untuk mengasah life skill siswa. Agar dapat mendidik siswanya dengan baik, tentu harus dapat mengajarkan konten-konten pelajaran di sekolah dengan baik pula. Melihat fenomena yang ada, dalam proses pembelajaran yang berlangsung banyak guru yang terjebak mengajarkan materi hanya menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode pengajaran yang menantang agar siswa berusaha. Menurut Aunurrahman 2009, hlm.142 setiap guru pada dasarnya menginginkan untuk dapat menyampaikan materi yang mereka ajarkan sejelas mungkin agar dapat dipahami oleh para siswanya. Namun secara tidak langsung, ketika seorang guru melakukan proses pembelajaran hanya dengan menggunakan metode ceramah, hanya akan membuat para siswa menerima apa adanya yang diberikan oleh guru tersebut. Siswa tidak dapat ikut berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga cara berfikir dan kreativitas siswa tidak akan berkembang karena tidak ada stimulus yang diberikan. Padahal, yang terpenting dari seorang guru adalah bagaimana mereka dapat memahami perasaan para siswa sehingga mereka dapat menggali potensi yang dimiliki oleh siswanya secara optimal. Elfindri, Rumengan, Wello, Tobing, Yanti, Eriyani, Indra, 2011, hlm.2 Dalam pembelajaran IPA, khususnya dalam bidang studi kimia pada materi koloid, akan menjadi suatu bumerang bagi guru apabila materi tersebut diajarkan dengan metode yang klasikal. Siswa hanya mengerti sebatas apa yang disampaikan oleh guru, tidak memahami apa yang mereka pelajari sebenarnya, dan manfaat apa yang mereka dapatkan setelah mempelajari materi tersebut. Aspek kognitif, afektif, dan psikomotor harus dilibatkan dalam proses pengajaran ini. Oleh karena itu, praktikum aplikatif dirasa sangat tepat untuk mengasah ketiga aspek tersebut sehingga peserta didik akan terbiasa mengkonstruk pemahamannya dari apa yang telah mereka lakukan. Dengan latar belakang masalah tersebut maka diperlukan adanya pengkajian terhadap life skill siswa pada pembelajaran kimia khususnya materi koloid yang berorientasi pada chemo-entrepreneurship dengan metode praktikum aplikatif.

B. Identifikasi Masalah

Agar penelitian lebih terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan identifikasi masalah. Dalam penelitian ini masalah yang ada sebagai berikut: 1. Belum adanya keterselengaraan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada life skill sehingga siswa kurang dapat menggali potensi, kreativitas, dan jiwa usaha mereka sehingga mereka dapat memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan mampu hidup secara mandiri dengan bekal life skill yang mereka miliki. 2. Siswa kurang mengetahui manfaat yang dapat dirasakan langsung setelah melakukan pembelajaran di sekolah 3. Kurangnya inisiatif guru untuk memberikan pengalaman belajar pada siswa yang dapat meningkatkan life skill siswa

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih jelas mengenai permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Life skill peserta didik yang akan diteliti yaitu: a. Kecakapan Hidup Generik General Life skill, yang meliputi: 1 Kecakapan Personal Personal Skill, yang mencakup Kecakapan Mengenal Diri Self Awareness dan Kecakapan Berpikir Thinking Skill 2 Kecakapan Sosial Social Skill, yang mencakup Kecakapan Berkomunikasi Communication Skill dan Kecakapan Bekerjasama Cooperative Skill b. Kecakapan Hidup Spesifik Specific Life skill yang mencakup Kecakapan Akademik Academic Skill dan Kecakapan Vokasional Vocational Skill 2. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedekatan chemo-entrepreneurship dengan metode praktikum aplikatif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan, maka dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti yaitu: Bagaimanakah life skill siswa pada pembelajaran koloid melalui pendekatan chemo-entrepreneurship?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui life skill siswa pada pembelajaran Koloid dengan pendekatan chemo-entrepreneurship.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa; meningkatkan life skill siswa, meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, meningkatkan motivasi belajar dan berwirausaha siswa. Bagi guru; Membantu guru memperbaiki pembelajaran, memberikan referensi alternatif pendekatan pembelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, meningkatkan kompetensi guru dalam pengembangan profesi. Bagi peneliti;