Kewirausahaan berbasis Kimia Chemo-entrepreneurship

dalam bahasa Perancis. Istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan individu-individu yang gemar berpetualang untuk meningkatkan ekonomi dengan menemukan cara yang lebih baik dan cara yang baru, istilah tersebut dikenal sebagai entrepreneur. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Suryana dan Bayu 2011, hlm. 24 yang menyatakan bahwa, entrepreneurship berawal dari bahasa Perancis yaitu ‘entreprende’ yang memiliki arti petualang, pencipta, dan pengelola usaha. Selanjutnya Suryana 2009, hlm. 2 juga menjelaskan, entrepreneurship adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dimiliki oleh seseorang yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Seperti catatan dalam mempelajari entrepreneurship menurut Astamoen 2008, hlm. 67, entrepreneur itu dibuat, bukan masalah bakat atau turunan. Dulu, kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui pengalaman langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir, sehingga kewirausahaan dianggap tidak dapat dipelajari dan diajarkan. Namun sekarang, kewirausahaan bukan hanya urusan lapangan, tetapi merupakan disiplin ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan. Pendidikan kewirausahaan sangat penting untuk diberikan pada peserta didik untuk mengasah keterampilan, kreativitas, dan kecakapan mereka. Pendidikan kewirausahaan ini dapat diberikan melalui pembelajaran di sekolah. Pengetahuan mengenai kewirausahaan harus masuk dalam kurikulum pendidikan bahkan sejak sekolah dasar. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2016. Seiring berkembangnya zaman, kurikulum pun ikut berkembang. Dimulai dari Kurikulum tahun 1976, Kurikulum 1994 KBK, Kurikulum 2006 KTSP, dan sekarang yang sedang berjalan Kurikulum 2013. Perubahan ini meemiliki maksud dan tujuan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat seperti ilmu pengetahuan, sains, teknologi, sosial, seni, keterampilanprakarya dan bidang lainnya. Pada kurikulum 2013 ini pemerintah berupaya untuk memberikan pendidikan kewirausahaan yakni dengan adanya mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan guna untuk menyiapkan peserta didik agar dapat mengeksplorasi dirinya menjadi manusia yang kreatif, inovatif, dan mandiri sebagai bekal untuk kelangsungan hidupnya. Di samping mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan, mata pelajaran lain pun dapat digunakan untuk berkontribusi menciptakan peserta didik yang memiliki jiwa entrepreneur, terutama pelajaran yang kontekstual seperti sains khususnya kimia. Berdasarkan penjelasan Brady 1992, hlm. 22, ilmu kimia merupakan cabang ilmu yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Semua bahan-bahan yang sehari-hari dapat dipegang, dilihat, dan dicium baunya merupakan bahan-bahan kimia. Batu-batuan, pasir, besi, emas, perak, tembaga, katun, wol, gula, garam, dan masih banyak lagi lainnya merupakan bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia inilah yang digunakan sebagai bahan utama untuk membuat tempat tinggal, pakaian, dan makanan. Ilmu kimia merupakan cabang ilmu yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb 2001, hlm.5 kimia bukanlah hanya sekedar seperangkat fakta dan rumus yang tertutup, kimia bukanlah hanya sekedar teori, kimia merupakan metode yang hidup yang terus berkembang mengikuti perubahan zaman. Menurut Chang 2005, hlm.4 kimia merupakan suatu ilmu yang logis kaya akan gagasan dan dapat diaplikasikan dengan menarik. Kita dapat bereksperimen atau mengaplikasikan teori-teori kimia yang ada untuk membuat suatu produk yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta kecakapan kita. Berdasarkan penjelasan-penjelasan mengenai entrepreneurship dan ilmu kimia dari pandangan beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa kita dapat berinovasi mengasah keterampilan dan kecakapan kita untuk bereksperimen membuat suatu produk. Sehingga sangat dimungkinkan untuk menjadi seorang entrepreneur yang berdasarkan pada konsep kimia yang populer dengan istilah chemo-entrepreneurship. Pendidikan entrepreneurship menjadi sangat penting, ada dua tahapan umum dalam pendidikan entrepreneurship, yakni mengajarkan dan mencoba. Pada tahapan mengajarkan, dilakukan pengajaran secara tradisional menggunakan buku pelajaran oleh pengajar. Materi yang diajarkan menyangkut hal-hal mendasar entrepreneurship, seperti pembuatan laporan, keuangan, pemasaran, dan lain-lain. Sedangkan tahap mencoba, siswa diajak untuk berperan aktif, terjun langsung mencoba menjadi seorang entrepreneur. Crispin, Dibben, Auley, Hoell, dan Miles 2013, hlm.104 menggabungkan kedua tahapan tersebut dan merumuskan tahapan pendekatan pendidikan entrepreneur menjadi 4 tahapan: 1 mempelajari, 2 melakukan, 3 mencerminkan, 4 meninjau kembali. Tahapan yang pertama, mempelajari, siswa diarahkan untuk mempelajari inti dari entrepreneurship, dimulai dari menentukan produk, alat dan bahan, menyesuaikan anggaran belanja, dan memilih pasar. Selanjutya, pada tahap melakukan, siswa membuat produk yang dapat dijadikan sebagai usaha. Siswa mengkaji lebih dalam lagi produk yang dibuat agar usahanya lebih efektif sesuai dengan konten kimia pada tahap mencerminkan. Tahapan yang terakhir, yakni meninjau kembali, siswa mempresentasikan hasil percobaannya. Dengan metode ini, siswa di sekolah diajarkan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki, mengasah keterampilan dan kecakapan hidup mereka untuk mengolah suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Pembuatan produk akan memotivasi minat belajar siswa sehingga siswa bisa mengingat lebih banyak konsep atau proses kimia yang dipelajari. Salah satu materi kimia yang sesuai adalah materi koloid karena pada materi tersebut dijelaskan berbagai macam contoh olahan yang dapat diaplikasikan untuk membuat berbagai macam produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Dengan bekal kecakapan hidup yang baik, diharapkan para lulusan akan mampu memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya. Orientasi pembelajarannya mengikuti alur konsep pengajaran kecakapan hidup life skill yang meliputi materi-materi kecakapan berpikir, kecakapan individu, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Fokus akhirnya terletak pada pemberian kecakapan vokasional.

4. Tinjauan Pembelajaran Materi Koloid

Dalam kurikulum 2013 tentang Kompetensi Dasar, untuk materi koloid pada KI 3 tercantum pada KD 3.15 yakni menganalisis peran koloid dalam kehidupan berdasarkan sifat-sifatnya. Sedangkan pada KI 4 tercantum pada KD 4.15 yakni mengajukan idegagasan untuk memodifikasi pembuatan koloid berdasarkan pengalaman membuat beberapa jenis koloid. Berdasarkan KD tersebut, dapat dibuat indikator yang mendukung pengembangan life skill siswa melalui pendekatan chemo-entrepreneurship yakni membuat produk dengan sistem koloid dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar. “Dalam pembicaraan larutan telah dikenal adanya perbedaan antara campuran homogen dan heterogen. Ternyata pembedaan tersebut tidak tepat betul. Ada sistem yang tidak dapat dikategorikan homogen maupun heterogen; senyawa tersebut dikenal sebagai koloid.” Sastrohamidjojo, 2010, hlm.244 Menurut Brady 1992, hlm.597 “Koloid adalah campuran yang berada antara larutan sejati dan suspensi.” Istilah koloid pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Graham 1861 berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang merupakan kristal tetapi sukar mengalami difusi, padahal umumnya kristal mudah mengalami difusi. Koloid berasal dari kata “kolia”, yang artinya lem. Agar bahan dapat digolongkan sebagai koloid, satu atau lebih dimensinya panjang, lebar, atau tebal harus berukuran di antara 1 sampai 100 nm. Jika semua dimensi kurang dari 1 nm, partikel berada dalam kisaran ukuran molekul. Jika semua dimensi lebih dari 100 nm, partikel, berukuran makroskopis walaupun hanya dapat dilihat di bawah mikroskop.” Petrucci, 1985, hlm. 80 “Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Bila suatu bahan berbeda dalam keadaan subdivisi ini, bahan itu memperagakan sifat-sifat yang menarik dan penting yang tidak merupakan ciri dari bahan dalam agregat yang lebih besar”. Keenan 1984, hlm 455. Sistem koloid perlu kita pelajari karena berkaitan erat dengan hidup dan kehidupan kita sehari –hari. Cairan tubuh, seperti darah adalah sistem koloid; bahan makanan, seperti susu, keju, nasi dan roti adalah sistem koloid; cat, berbagai jenis obat, bahan kosmetik, tanah pertanian juga merupakan sistem koloid. a. Sifat Sistem Koloid 1 Efek Tyndall Menurut Petrucci 1985, hlm. 80, “Untuk menentukan larutan sejati atau koloid, digunakan metode silika koloid. Jika cahaya melewati larutan sejati, pengamat yang melihatnya dari arah tegak lurus terhadap sinar tidak melihat cahaya. Tetapi, dalam suspensi koloid cahaya dibaurkan ke segala arah dan dapat dilihat dengan mudah.” Gambar 2.2 Penghamburan Cahaya Efek Tyndall Kita dapat mengenali suatu sistem koloid dengan cara melewatkan seberkas cahaya sinar kepada obyek yang akan kita kenali. Bila dilihat tegak lurus dari arah datangnya cahaya, maka akan terlihat sebagai berikut :