Pendahuluan pelengkapan buku 16 04 13 indd

2 Pajak dan Retribusi Daerah dan lain-lainnya belum banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat. Setelah lebih dari satu dekade pasca reformasi, pelaksanaan otonomi daerah masih memerlukan pembenahan dalam penyediaan pelayanan publik khususnya yang terkait dengan penyediaan pelayanan dasar yang masih belum menunjukkan pencapaian yang signifi kan dari standard pelayanan minimal SPM. Politik anggaran di tingkat lokal kurang sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses penetapan anggaran memerlukan waktu yang cukup lama. Masih banyak daerah yang terlambat menetapkan APBD sehingga berpengaruh pada efektivitas penyerapan anggaran. Beberapa daerah dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU karena penetapan APBD terlambat. Di sebagian besar daerah, alokasi anggaran belanja lebih banyak untuk pegawai dibandingkan untuk pelayanan kepada masyarakat belanja modal. Sampai dengan tahun 2011, alokasi belanja pegawai cenderung terus meningkat hingga mencapai lebih dari 40 dari total belanja APBD untuk provinsi di kisaran 25 dan untuk KabKota di kisaran 51 dan pada tahun 2012 mengalami penurunan. Proporsi belanja modal mengalami peningkatan di tahun 2011 dan 2012, yaitu diatas 20. Di sisi lain, pengalokasian anggaran APBD juga masih belum optimal. Dana APBD juga masih banyak yang tidak dimanfaatkan oleh Daerah secara optimal. Dalam tahun 2012 jumlah dana APBD yang mengendap di perbankan mencapai 106,9 triliun atau sekitar 18,04 dari total APBD. Besarnya dana idle ini dapat mendistorsi pencapaian sasaran fi skal nasional. Selain permasalahan pengelolaan keuangan, berbagai tudingan negatif masyarakat juga dialamatkan kepada pelaksanaan otonomi daerah, seperti munculnya istilah raja-raja kecil, desentralisasi korupsi, dinasti kepemimpinan daerah dan lain-lainnya. Sedangkan cita-cita reformasi adalah bagaimana mengembalikan kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diantaranya melalui otonomi daerah dan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 3 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT menjadikan otonomi daerah sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan. Pengaturan mengenai hubungan kewenangan Pusat dan Daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah perlu terus didiseminasikan kepada berbagai pihak terkait dan bahkan diperbaharui agar sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat. Desentralisasi politik yang memberikan tanggung jawab yang besar kepada masyarakat lokal dalam menentukan preferensi kebutuhannya masih jauh dari harapan. Pemilihan DPRD dan kepala daerah secara langsung belum menunjukkan keterkaitan yang erat dengan tingkat pelayanan. Pemilihan DPRD dan kepala daerah secara langsung diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih akuntabel dan bertanggung jawab. Keterlibatan masyarakat secara langsung maupun melalui lembaga DPRD dalam berbagai pengambilan keputusan berbagai kebijakan daerah diharapkan dapat meningkatkan efi siensi dan efektivitas penyediaan pelayanan. Sistem rekrutmen partai politik dan Pilkada kelihatannya perlu diperbaiki agar bisa sejalan dengan tujuan desentralisasi tersebut. Pengaturan dan konsistensi pelaksanaan urusan antara tingkat pemerintahan, pusat, provinsi dan kabupatenkota yang menjadi dasar pembagian sumber-sumber keuangan perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Beberapa urusan yang telah menjadi tanggung jawab daerah berdasarkan undang-undang, ditetapkan kembali menjadi tanggung jawab Pusat baik dengan peraturan yang lebih rendah Peraturan Pemerintah Peraturan PresidenPeraturan Menteri maupun dengan undang-undang sektoral. Juga masih terdapat inkonsistensi mengenai pendanaan. Pada dasarnya pengaturan mengenai pembagian urusan dalam undang- undang menempatkan daerah lebih kompeten dalam penyediaan layanan kepada masyarakat. Pemerintah Pusat dibatasi hanya bertanggung jawab terhadap urusan yang menyangkut kedaulatan negara dan bertanggung 4 jawab untuk menyusun norma, standard, prosedur dan kriteria NSPK yang menjadi acuan bagi daerah dalam melaksanakan urusannya. Dalam praktiknya, Pemerintah Pusat masih banyak melaksanakan kegiatan- kegiatan yang telah menjadi tanggung jawab daerah. Di bidang fi skal, kebijakan desentralisasi diarahkan untuk memberikan diskresi yang besar dalam pengelolaan keuangan sejalan dengan pemberian tanggung jawab yang besar pula dalam pelayanan. Kewenangan daerah dalam perpajakan daerah terus ditingkatkan baik dari jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah maupun dalam penetapan tarif pajak. Kebijakan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengendalikan pengeluaran daerah dengan mengkaitkan pembayaran pajak dengan tingkat pelayanan di daerah. Selain itu, dana transfer yang disalurkan kepada daerah sebagian besar berupa dana alokasi umum. Kebijakan ini diambil agar daerah dapat mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap daerah. Pengaturan mengenai hubungan Pusat dan Daerah baik terkait politik, pembagian urusan dan fi skal akan disesuaikan terus dengan arah memperkuat otonomi daerah. Saat ini RUU terkait Desa, Pilkada dan Pemerintahan Daerah sedang dibahas di DPR. Sementara itu, RUU terkait desentralisasi fi skal pengganti Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 juga akan disampaikan ke DPR untuk dibahas menjadi undang- undang. Undang-undang tersebut akan diarahkan untuk memperbaiki formulasi dana transfer dan pengendalian terhadap belanja APBD. Sistem pendanaan urusan akan diatur dengan jelas dan bahkan akan dikenakan sanksi bagi setiap level pemerintahan yang mengalokasikan dana untuk kegiatan di luar tanggung jawabnya. Pengalokasian dana perimbangan akan direformulasi dengan arah memberikan kepastian sumber pendanaan bagi daerah dan memberikan insentif bagi peningkatan kualitas pelayanan. Alokasi dana akan lebih diarahkan pada pencapaian standar pelayanan minimum pelayanan dasar di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi dan air Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 5 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT minum. Kementerian dan Lembaga yang menangani urusan tersebut akan lebih berperan untuk menilai tingkat pencapaian pelayanan pada bidang tersebut dan penilaian tersebut menjadi dasar untuk mengalokasikan dana alokasi khusus. Terkait dengan pengelolaan keuangan daerah, dalam RUU tersebut juga diatur mengenai sistem penganggaran APBD yang harus sejalan dengan APBN. Target fi skal nasional harus dipertimbangkan dalam penyusunan APBD. 6

Bab II Pengaturan Hubungan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Hubungan keuangan Pusat dan Daerah timbul sebagai konsekuensi dari adanya pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan, antara Pusat, Provinsi dan KabupatenKota. Masing-masing tingkat pemerintahan berhak dan berkewajiban menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya. Seperti diketahui, urusan pemerintahan dibagi menjadi urusan absolut dan urusan konkuren. Urusan absolut yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fi skal nasional, dan agama merupakan urusan yang mutlak menjadi urusan Pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Selain urusan mutlak tersebut, terdapat bagian dari urusan pemerintahan yang bersifat konkuren yang dapat dilakukan secara bersama antara Pusat, Provinsi dan KabupatenKota. Distribusi urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan tersebut dilakukan dengan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efi siensi. Ketiga level pemerintahan tersebut dapat saja melakukan kegiatan dalam satu urusan, namun berbeda dalam hal cakupan atau jenis kegiatannya. Dengan pertimbangan tersebut, Pemerintah Pusat berwenang untuk melaksanakan berbagai urusan di luar urusan absolut sepanjang urusan tersebut memiliki eksternalitas nasional dan internasional. Urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pusat diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah Pusat atau dapat dilimpahkan sebagian kepada perangkatnya di daerah atau kepada wakil pemerintah di daerah atau ditugaskan kepada pemerintah daerah atau kepala desa. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 7 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Walaupun semua urusan pemerintahan telah dibagi habis antar tingkat pemerintahan, namun terdapat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan urusan tersebut. Sebagai Negara Kesatuan, tanggung jawab akhir terhadap semua urusan tersebut tetap berada pada tingkat Pusat. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, Pemerintah Pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, kriteria NSPK yang menjadi acuan bagi Pemerintah Provinsi dan kabupatenkota dalam melaksanakan urusan tersebut. Pemerintah Pusat juga akan melakukan monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi terhadap penyelenggaraan urusan tersebut. Sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan tersebut, sumber- sumber keuangan dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sebagai daerah otonom, Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi local taxing power. Pemberian kewenangan untuk mengenakan pajak dan retribusi dimaksudkan agar daerah dapat menyediakan pelayanan sesuai dengan kemampuan masyarakatnya. Namun demikian, perbedaan dalam pertimbangan pembagian urusan pemerintahan dan kewenangan perpajakan mengakibatkan terjadinya ketimpangan vertikal antara Pusat dan Daerah. Artinya, pembagian urusan tidak selalu bisa diselaraskan dengan pembagian kewenangan perpajakan. Terdapat hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Pemerintah Pusat harus mengalokasi dana perimbangan kepada daerah untuk mendanai urusan-urusan yang menjadi tanggung jawab daerah. Selain pemberian dana perimbangan tersebut, Pemerintah pusat juga memberikan sumber pendanaan lainnya berupa hibah dan pinjaman. Dalam rangka menjamin harmonisasi pengelolaan fi skal daerah dengan Pusat, pengaturan mengenai hubungan keuangan tidak saja mengatur pembagian sumber-sumber keuangan tetapi juga mengatur pengelolaan keuangan dan pengendalian terhadap belanja daerah. Selengkapnya mengenai kerangka pengaturan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dapat dilihat dalam gambar 2.1.