Pengalihan PBB-P2 Menjadi Pajak Daerah

16 PBB-P2 tersebut, dan 2013 ini merupakan tahun terakhir untuk melakukan berbagai persiapan pemungutan pajak tersebut. Apabila daerah dalam tahun 2014 belum memungut PBB-P2 tersebut, maka pemerintah daerah tidak lagi mendapatkan bagi hasil PBB-P2 seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah Pusat sejak tahun 2014 tidak lagi berhak untuk memungutnya. Agar kualitas layanan kepada Wajib Pajak dan stakeholders tetap terjaga selama masa peralihan, maka proses dalam masa peralihan menjadi hal yang paling penting untuk dipikirkan dan direncanakan secara cermat. Kunci sukses pelaksanaan devolusi PBB-P2 kepada Pemerintah Daerah, antara lain: 1. Proses peralihan kewenangan pemungutan PBB-P2 berjalan lancar smooth dengan harga cost yang minimal, baik untuk pihak yang mengalihkan maupun pihak yang menerima pengalihan; 2. Stabilitas penerimaan PBB-P2 bagi Pemerintah Daerah tetap terjaga dengan tingkat deviasi yang dapat ditekan seminimal mungkin sehingga daerah tidak banyak kehilangan penerimaan dengan adanya pengalihan tersebut; 3. Masyarakat sebagai Wajib Pajak tidak merasakan adanya perubahan pelayanan atau bahkan dapat merasakan adanya peningkatan yang signifi kan dalam hal kualitas dan kecepatan pelayanan. Dalam rangka persiapan pengalihan kewenangan memungut PBB-P2, sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 213 PMK.072010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah, pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk mempersiapkan beberapa hal, yaitu Perda tentang PBB-P2, Peraturan Kepala Daerah mengenai standard operating procedure SOP pemungutan PBB-P2, sarana dan prasarana, kerjasama dengan pihak terkait, dan pembukaan rekening penampungan PBB-P2. Langkah persiapan tersebut perlu dilakukan sedini mungkin oleh pemerintah daerah. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 17 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Sampai dengan 18 Maret 2013, terdapat 284 daerah atau 57,7 persen dari jumlah daerah yang telah menetapkan Perda PBB-P2. Potensi PBB-P2 dari 284 daerah tersebut mencakup sekitar 93,9 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Sementara itu, terdapat 107 daerah atau 21,8 persen dari jumlah daerah yang masih dalam proses menetapkan Perda PBB-P2. Dari keseluruhan daerah ini, potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 4,2 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Daerah lainnya sebanyak 101 daerah atau 20,5 persen dari jumlah daerah yang belum menyusun Perda PBB-P2 dengan potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 1,9 persen dari total penerimaan tahun 2011. Dari 284 daerah yang telah menetapkan Perda PBB-P2, terdapat 1 daerah, yaitu Kota Surabaya yang telah memungut PBB-P2 pada tahun 2011, 17 daerah pada tahun 2012, dan 105 daerah pada tahun 2013. Sementara itu, 161 daerah akan memungut pada tahun 2014. Data kesiapan daerah dalam memungut PBB-P2 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 2.2. Tabel 2.2 Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2 Posisi: 18 Maret 2013 No. Kesiapan Daerah Jumlah Prosentase Daerah Potensi Berdasar- kan Penerimaan Tahun 2011 Rp Jumlah Daerah Potensi Berdasarkan Penerimaan Tahun 2011 1. Perda yang telah siap: 284 7.756.855.238.926 57,72 93,91 a. Memungut tahun 2011 1 498.640.108.488 0,20 6,04 b. Memungut tahun 2012 17 1.074.236.906.348 3,46 13,01 c. Memungut tahun 2013 105 4.905.980.775.043 21,34 59,41 d. Memungut tahun 2014 161 1.277.997.449.046 32,72 15,47 18 2. Raperda dalam proses 107 344.382.362.565 21,75 4,17 3. Belum menyusun Raperda 101 158.865.407.221 20,53 1,92 Total 492 8.260.103.008.712 100 100 Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak Dalam rangka mempercepat pengalihan PBB-P2 dan sekaligus sebagai bentuk pelaksanaan tanggung jawab moral, pada tahun 2011 Pemerintah bersama dengan DPR-RI telah melakukan kegiatan sosialisasi di 160 KabupatenKota. Kegiatan sosialisasi ini akan terus dilakukan kepada seluruh Pemerintah KabupatenKota sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2012, kegiatan sosialisasi juga telah dilaksanakan di 160 Kabupaten Kota. Sosialisasi tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan awareness dan memotivasi daerah agar segera menyiapkan fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan untuk menerima pengalihan pemungutan PBB-P2. Di sisi lain, sosialisasi ini juga sebagai public announcement, khususnya kepada masyarakat dan aparat yang akan menangani pemungutan terkait dengan kebijakan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah. Pelaksanaan sosialisasi ini melibatkan Komisi XI DPR-RI, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Materi yang disampaikan meliputi, fi losofi pengalihan, kebijakan pengalihan, teknis pemungutan PBB-P2, serta struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Daerah terkait dengan persiapan pengalihan. Peserta sosialisasi meliputi, unsur DPRD KabupatenKota, SKPD terkait, Camat, Kepala DesaLurah, Sekretaris DesaLurah, Kantor Pertanahan BPN, KPP Pratama, NotarisPPAT, akademisi, dan tokoh masyarakat setempat. Selanjutnya, sebagai upaya pemerintah mendukung suksesnya pengalihan PBB-P2, khususnya terkait dengan penyiapan sumber daya manusia, Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 19 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, telah membuka program D1 Keuangan Spesialisasi Pajak Konsentrasi Penilai PBB-P2 dan D1 Keuangan Spesialisasi Pajak Konsentrasi operator console OC. Pemerintah daerah dapat mengirimkan beberapa pegawai yang akan menangani pemungutan PBB-P2 untuk dididik dan dipersiapkan agar pada saatnya nanti bisa mengelola PBB-P2 dengan baik. Sementara itu, pelaksanaan pemungutan BPHTB menjadi pajak daerah yang secara efektif telah berlaku sejak 1 Januari 2011, masih terdapat sejumlah pemerintah daerah yang belum menetapkan Perda BPHTB karena berbagai kendala dan pertimbangan. Kendala dan pertimbangan yang dihadapi tersebut, antara lain, pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk menunda menerbitkan Perda karena tidak ada atau kecilnya potensi penerimaan BPHTB, proses pembahasan Raperda dengan DPRD yang berlarut-larut karena perbedaan kepentingan politik. Selain itu, beberapa kepala daerah sedang tersangkut masalah hukum, persiapan pemilihan kepala daerah, serta masa transisi pergantian kepala daerah juga mengakibatkan proses penyusunan Perda BPHTB menjadi terhambat. Berdasarkan data sampai dengan 18 Februari 2013, terdapat 482 daerah atau 98,0 persen dari jumlah daerah yang telah menetapkan Perda BPHTB. Kelompok daerah ini memiliki potensi BPHTB sekitar 99,9 persen dari total penerimaan BPHTB tahun 2010. Sementara itu, terdapat 10 daerah atau 2,0 persen dari jumlah daerah yang masih dalam proses menetapkan Perda BPHTB. Kelompok daerah ini memiliki potensi penerimaan BPHTB sekitar 0,000002 persen dari total penerimaan BPHTB tahun 2010. Data daerah yang belum menetapkan Perda BPHTB selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 2.3. 20 Tabel 2.3 Pemerintah Daerah yang Belum Menetapkan Perda BPHTB Posisi: 18 Maret 2013 No. Daerah Provinsi ProgresStatus Raperda Sudah Dievaluasi Menkeu Dibahas di DPRD Dibahas di Eksekutif 1 Kab. Kep. Aru Maluku √ 2 Kab. Sarmi Papua √ 3 Kab. Pegunungan Bintang Papua √ 4 Kab. Tolikara Papua √ 5 Kab. Memberamo Tengah Papua √ 6 Kab. Nduga Papua √ 7 Kab. Puncak Papua √ 8 Kab. Dogiyai Papua √ 9 Kab. Intan Jaya Papua √ 10 Kab. Deiyai Papua √ Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

2.1.3 Penambahan Jenis Retribusi Daerah

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, kewenangan penetapan PDRD bersifat closed-list system. Namun demikian, khusus untuk retribusi daerah, masih dibuka peluang untuk dapat menambah jenis retribusi daerah selain yang telah ditetapkan undang-undang sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dibukanya peluang untuk menambah jenis retribusi daerah dimaksud dalam rangka mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada daerah. Selain itu, peluang untuk menambah jenis retribusi daerah ini juga dapat dijadikan sebagai instrumen kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pemerintah. Salah satu permasalahan yang menjadi isu nasional adalah kemacetan lalu lintas di berbagai kota besar. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 21 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Kemacetan lalu lintas terutama di kota-kota besar bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri. Pertumbuhan kendaraan bermotor merupakan dampak langsung dari kemajuan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi tersebut, kepemilikan kendaraan pribadi terus meningkat. Pada kondisi demikian, jumlah kendaraan yang beredar di jalan makin bertambah, sementara volume jalan tidak tumbuh secara signifi kan sehingga mengakibatkan tingkat kemacetan yang semakin tinggi. Kemacetan yang terjadi secara langsung akan menyebabkan dampak negatif lainnya, yaitu meningkatnya tingkat pencemaranpolusi udara dan suara, kerugian ekonomi, gangguan kesehatan karena kualitas udara yang semakin buruk, pemborosan konsumsi BBM dan lain sebagainya. Pemecahan masalah kemacetan dengan menambah kapasitas jalan atau membangun jalan-jalan baru di kota-kota besar tidak mudah untuk dilakukan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang akan digunakan makin terbatas. Salah satu instrumen yang akan diaplikasikan guna mengatasi permasalahan kemacetan adalah dengan menerapkan electronic road pricing ERP. Pengenaan ERP diharapkan akan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan hasil penerimaannya dapat di-earmark untuk memperbaiki infrastruktur serta sistem angkutan massal. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota, penerbitan perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing IMTA yang lokasi kerjanya lintas kabupatenkota dalam Provinsi merupakan urusan Provinsi dan penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya dalam wilayah kabupatenkota merupakan urusan KabupatenKota. Dalam rangka melaksanakan prinsip money follows function, penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya lintas kabupatenkota dalam Provinsi dan penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya dalam