Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 131
AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Demikian juga bila dilihat alokasi DAK per pulau, alokasi DAK baik per daerah maupun per kapita lebih tinggi di daerah tertinggal dibandingkan
dengan daerah tidak tertinggal. Daerah tertinggal di Pulau Jawa – Bali mendapat alokasi DAK per daerah lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daerah tertinggal di pulau lainnya, namun DAK daerah tertinggal per kapita terendah terdapat di Pulau Jawa – Bali. Namun demikian, besaran
DAK per daerah dan per kapita tidak menunjukkan kemajuan daerah yang bersangkutan.
Tabel 4.3 Perbandingan Rata-Rata Alokasi DAK Tahun 2012
Daerah Rata-Rata DAK Miliar Rupiah
Rata-Rata DAK Per kapita Rupiah
Tertinggal Tidak Tertinggal
Tertinggal Tidak Tertinggal
Sumatera 48,2
40,6 278.818
158.061 Jawa Bali
86,6 60,1
76.114 70.282
Kalimantan 66,1
26,4 322.131
144.036 Sulawesi
53,6 45,3
333.609 217.806
NTB, NTT, Maluku 55,1
35,7 350.059
260.211 Papua, Papua Barat
63,8 46,1
1.254.088 340.217
4.4. Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal
Pembangunan daerah tertinggal merupakan bagian dari rencana pembangunan nasional yang berdimensi kewilayahan. Pembangunan
daerah tertinggal lebih ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah. Pembangunan daerah tertinggal mencakup berbagai unsur
yang saling melengkapi satu sama lain, penataan ruang, pertanahan, perkotaan, perdesaan, ekonomi lokal dan daerah, kawasan strategis,
kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan rawan bencana, pengaturan kembali mengenai otonomi, hubungan pusat daerah, dan
antar daerah serta tata kelola dan kapasitas pemerintahan daerah.
132
Rencana pembangunan daerah tertinggal telah diatur dalam Undang- undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional dan peraturan pelaksanannya. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN 2005-2025, RPJMN 2005-2009 dan
RPJMN 2010-2014, percepatan pembangunan daerah tertinggal telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas nasional, seiring dengan upaya
pembangunan daerah perbatasan, pulau-pulau terpencil dan terluar, serta daerah pascakonfl ik.
Pemihakan kebijakan terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal telah ditegaskan juga dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
RPJPN 2005-2025. Undang-undang tersebut memuat secara khusus perlunya perhatian khusus pada wilayah dan daerah yang tertinggal dalam
rangka mewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan. Sebagai penjabaran tahunan dari RPJMN 2010-2014, setiap tahunnya Rencana
Kerja Pemerintah RKP telah menetapkan prioritas pembangunan nasional pada daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonfl ik.
Adapun focusing dan pemberian prioritas kepada pembangunan daerah tertinggal dapat dilakukan melalui koordinasi oleh Bappenas bersama-
sama Kementerian PDT dan Kementerian terkait lainnya serta pemerintah daerah melalui perumusan kebijakan dan kegiatan yang akan menjadi
masukan bagi penyusunan RKP setiap tahun.
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan di daerah tertinggal dapat dijelaskan berikut ini.
1. Pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan perekonomian daerah tertinggal masih belum optimal.
Permasalahan yang dihadapi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam antara lain disebabkan oleh: 1 rendahnya kemampuan
permodalan, penguasaan teknologi, informasi pasar dan investasi dalam pengembangan produk unggulan daerah, dan 2 rendahnya