Penambahan Jenis Retribusi Daerah

Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 21 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Kemacetan lalu lintas terutama di kota-kota besar bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri. Pertumbuhan kendaraan bermotor merupakan dampak langsung dari kemajuan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi tersebut, kepemilikan kendaraan pribadi terus meningkat. Pada kondisi demikian, jumlah kendaraan yang beredar di jalan makin bertambah, sementara volume jalan tidak tumbuh secara signifi kan sehingga mengakibatkan tingkat kemacetan yang semakin tinggi. Kemacetan yang terjadi secara langsung akan menyebabkan dampak negatif lainnya, yaitu meningkatnya tingkat pencemaranpolusi udara dan suara, kerugian ekonomi, gangguan kesehatan karena kualitas udara yang semakin buruk, pemborosan konsumsi BBM dan lain sebagainya. Pemecahan masalah kemacetan dengan menambah kapasitas jalan atau membangun jalan-jalan baru di kota-kota besar tidak mudah untuk dilakukan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang akan digunakan makin terbatas. Salah satu instrumen yang akan diaplikasikan guna mengatasi permasalahan kemacetan adalah dengan menerapkan electronic road pricing ERP. Pengenaan ERP diharapkan akan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan hasil penerimaannya dapat di-earmark untuk memperbaiki infrastruktur serta sistem angkutan massal. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota, penerbitan perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing IMTA yang lokasi kerjanya lintas kabupatenkota dalam Provinsi merupakan urusan Provinsi dan penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya dalam wilayah kabupatenkota merupakan urusan KabupatenKota. Dalam rangka melaksanakan prinsip money follows function, penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya lintas kabupatenkota dalam Provinsi dan penerbitan perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya dalam 22 wilayah kabupatenkota yang sudah menjadi urusan Daerah juga disertai dengan pendanaannya. Hal ini dapat dilihat dengan kebijakan dihapusnya biaya kompensasi atas pelayanan penerbitan perpanjangan IMTA yang sudah menjadi urusan pemerintah daerah dari Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sejalan dengan pemberian kewenangan untuk menambah jenis retribusi daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing. RETRIBUSI PENGEDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA 1. Retribusi Pengendalian Lalu Lintas a. Objek Retribusi adalah penggunaan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu pada waktu tertentu oleh kendaraan bermotor perseorangan dan barang, kecuali oleh: • sepeda motor; • kendaraan penumpang umum; • kendaraan pemadam kebakaran; dan • ambulans. b. Kriteria ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu yang dapat dipungut retribusi, yaitu: • Memiliki 2 jalur jalan yang masing-masing jalur memiliki paling sedikit 2 dua lajur; dan • Tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam trayek. c. Kriteria tingkat kepadatan lalu lintas: • Memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,9 nol koma sembilan; dan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 23 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT • kecepatan rata-rata sama dengan atau kurang dari 10 sepuluh kmjam; dan berlangsung secara rutin pada setiap hari kerja. d. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan kendaraan perseorangan atau kendaraan barang pada ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu pada waktu tertentu. e. Golongan Retribusi adalah Retribusi Jasa Umum. f. Penerimaan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas diperuntukkan bagi peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan peningkatan kinerja lalu lintas paling sedikit meliputi: • perbaikan pada jalan yang dilakukan pembatasan; • pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan pada kawasan, koridor, atau ruas jalan tertentu yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan di ruas jalan danatau persimpangan; • pemeliharaan dan pengembangan teknologi untuk kepentingan lalu lintas; dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Kegiatan peningkatan pelayanan angkutan umum paling sedikit meliputi: • penyediaan dan pemeliharaan lajur, jalur, atau jalan khusus untuk angkutan umum massal; • penyediaan dan pemeliharaan sarana dan fasilitas pendukung angkutan umum massal; dan • penerapan dan pengembangan teknologi informasi untuk kepentingan pelayanan angkutan umum massal. 2. Retribusi Perpanjangan IMTA a. Objek Retribusi adalah pemberian Perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja tenaga kerja asing yang telah memiliki IMTA dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan atau Pejabat yang ditunjuk, tidak termasuk perpanjangan IMTA bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan- badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan. b. Subjek Retribusi adalah badan selaku pemberi kerja tenaga kerja asing yang memperoleh Perpanjangan IMTA dari Pemerintah Daerah. c. Golongan Retribusi adalah Retribusi Perizinan Tertentu. d. Besarnya tarif Retribusi Perpanjangan IMTA ditetapkan paling tinggi sebesar tarif yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian di bidang ketenagakerjaan. 24 2.2 Dana Perimbangan Dana Perimbangan diberikan kepada Daerah sebagai konsekuensi logis atas adanya pembagian kewenangan antara tingkat pemerintahan, Pemerintah Pusat, Provinsi dan KabupatenKota. Implikasi dari pembagian kewenangan tersebut adalah terjadinya ketimpangan fi skal antar tingkat pemerintahan. Ketimpangan tersebut terjadi karena perbedaan dalam kapasitas fi skal dan perbedaan dalam kebutuhan fi skal. Dengan pertimbangan efi siensi dan stabilitas fi skal pemerintah pusat biasanya menguasai sumber-sumber penerimaan pajak yang besar, daerah hanya menguasai sumber-sumber penerimaan yang relatif kecil. Sementara itu, daerah dengan pertimbangan lebih dekat dengan masyarakat mempunyai tanggungjawab yang lebih besar dalam penyediaan pelayanan. Perbedaan dalam potensi ekonomi, karakteristik antar daerah juga menyebabkan perbedaan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, di dalam negara yang menganut desentralisasi terdapat perimbangan keuangan antar tingkat pemerintahan atau terdapat sistem transfer dari pusat ke daerah. Dana perimbangan berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari Dana Bagi Hasil DBH, Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK.

2.2.1. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil dan untuk pemerataan. DBH tersebut digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam SDA. e. Penerimaan Retribusi Perpanjangan IMTA diutamakan untuk mendanai kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal. f. Ketentuan mengenai Retribusi Perpanjangan IMTA sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2013 25 AFFIRMATIVE POLICY DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DBH Pajak Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat 2 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, penerimaan pajak yang dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sebagai DBH pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, dan Pajak Penghasilan PPh Pasal 2529 WPOPDN dan Pasal 21. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sejak tahun 2011 BPHTB telah menjadi pajak daerah sehingga tidak lagi dibagihasilkan kepada daerah. Di samping PBB dan PPh Pasal 21 dan Pasal 2529 WPOPDN, berdasarkan ketentuan Pasal 66A Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, sejak tahun 2008 penerimaan negara dari cukai hasil tembakau termasuk penerimaan negara yang dibagihasilkan ke daerah. Persentase bagian provinsi dan kabupatenkota dari PBB, PPh Pasal 21 dan Pasal 2529 WPOPDN telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Besaran persentase pembagian dapat dilihat dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Jenis dan Persentase DBH Pajak Jenis Pusat Provinsi Kab.Kota Keterangan

1. PBB

10 16,2 64,8 9 biaya pemungutan dibagi antara Pusat, provinsi dan kabkota, 10 bagian pusat dikemba- likan 6,5 secara merata ke seluruh kabkota dan 3,5 sisanya sebagai in- sentif

2. PPh Pasal 21,

Pasal 2529 80 8 12 Bagian KabKota 12 dibagi antara KabKota WP terdaftar 8,4, 3,6 bagi rata dalam provinsi bersangkutan