Contoh NR.57ILC4-11-2014 dan NR.122ILC 18-11-2014dipersepsi sebagaai tuturan yang mengandung rasa bingung namun tidak santun. Hal itu
karena karena tidak sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kesetujuan, dapat memberikan persetujuan kepada mitra
tutur. Misalnya pada contoh NR.57ILC4-11-2014, “…..tersangka kok bisa
dikatakan sebagai korban?” Henri Yosodiningrat tidak memberikan persetujuan terhadap tuturan yang diucapkan Fadli Zon bahwa Arsyad yang menjadi korban
bukanlah Jokowi. Selain itu, rasa bingung dapat dimunculkan melalui unsur intralingual
kalimat yang diikuti oleh unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan. Namun, tanda-tanda ketubuhan ini tidak selalu muncul karena tergantung pada
keekspresifan penutur dan sifat ILC yang formal sehingga menuntut narasumber yang hadir juga bersikap formal. Sedangkan unsur ekstralingual berupa fenomena
konteks selalu mengikutti tuturan.
4.2.2.3 Nilai Rasa Kasar
Nilai rasa kasar adalah kadar rasa atau perasaan dalam bahasa yang dimunculkan melalui penggunaan diksi yang bernilai rasa kasar seperti jongos,
mengemis, dll sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut contoh tuturan yang mengandung nilai rasa kasar ,
“Tentu kami tidak mau mengajak ibu ini mengemis eeehhhh apa sampai ke istana tanpa ada
pintu terbuka di sana.” NR.41ILC4-11-2014 Tuturan ini dikatakan oleh
pengacara Aryad yang tahu bahwa Jokowi sudah mengizinkan orangtua Arsyad untuk bertemu dengannya.
Rasa kasar itu dapat ditunjukkan melalui unsur intralingual berupa diksi
“mengemis”. Kata tersebut dipersepsi sebagai bentuk ungkapan kasar dari Irfan Fahmi pengacara Asryad karena diksi
“mengemis”, tidak pantas digunakan untuk seseorang yang akan minta maaf. Selain unsur intralingual juga terdapat
unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan dari Irfan Fahmi pengacara Arsyad yang menyertai tuturan. Unsur ekstralingual berupa tanda-
tanda ketubuhan tidak terlihat. Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena tidak sesuai
dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu kesantunan ditandai dengan penggunaan diksi yang santun. Dalam konteks ini, Irfan Fahmi karena
menggunakan diksi
“mengemis”.
“Sekarang saya mau ke pak Fuad Bawazier sebagai bekas mentri
keuangan, bagaimana kita melihat perkembangan ini?” NR.72ILC11-11-2014
Tuturan ini dikatakan oleh Karni Ilyas karena saat itu giliran Fuad Bawazier yang harus memberikan pandangannya. Rasa kasar itu ditunjukkan melalui unsur
intralingual berupa penggunaan diksi ―bekas”. Unsur ekstralingual berupa
fenomena konteks praanggapan juga menyertai tuturan. Sedangkan penaanda ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena tidak sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu kesantunan ditandai dengan
penggunaan diksi yang santun. Dalam konteks ini, Karni Ilyas Karni Ilyas
menyebut Fuad Bawazir sebagai
“bekas” mentri keungan, padahal masih terdapat
kata yang lebih sopan untuk menyebut orang yang sudah tidak lagi bekerja dibidang yang dimaksud seperti kata
“mantan” yang dirasa lebih halus daripada “bekas”.
“Pelanggaran atau pelanggaran prosedur yang dilakukan yang dipertontonkan secara telanjang pemerintah yang sekarang apalagi oleh presiden
kemudian perbedaan-perbedaan statmen yang sangat prinsibel antara satu
pejabat dengan pejabatn yang lain.” NR.95ILC11-11-2014 Tuturan ini
dikatakan oleh Medrial Alamsyah karena mentri Jokowi seperti Puan Maharani, Jusuf Kalla, Pratikno, dll memberikan statmen berbeda-beda mengenai sumber
dana kartu Jokowi. Rasa kasar dapat dirasakan karena penutur menggunakan diksi ―telanjang‖
untuk menyebut pelanggaran para mentri. Rasa kasar itu ditunjukkan melalui unsur intralingual berupa diksi
“telanjang” Unsur ekstralingual berupa fenomena
konteks praanggapan juga menyertai tuturan. Sedangkan unsur ekstralingual berupaa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihaat. Tuturan di atas merupakan tuturan
yang tidak santun karena tidak sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu kesantunan ditandai dengan penggunaan diksi yang santun.
Dalam konteks ini, Medrial menggunakan diksi ―telanjang‖ untuk menyebut pelanggaran para mentri. Kata tersebut dipersepsi kasar karena ada yang lebih
halus yaitu menggunakan kata ―gamblangterang-terangan”.
“Karna itu bagi saya sekali lagi tidak cukup alasan mengatakan bahwa
orang partai politik absolutely busuk.” NR.168ILC25-11-2014 Tuturan ini
dikatakan oleh Ahmad Yani karena banyak orang yang mengatakan bahwa Jaksa Agung yang berasal dari orang partai politik itu buruk. Rasa kasar dapat
dirasakan karena penutur menggunakan diksi
“busuk”. Rasa kasar dapat
ditunjukan melalui unsur intralingual berupa diksi,
“busuk.” Unsur ekstralingual
berupa fenomena konteks praanggapan dari Ahmad Yani juga menyertai tuturan. Sedangkan unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena tidak sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu kesantunan ditandai dengan
penggunaan diksi yang santun. Dalam konteks ini, Ahmad Yani menggunakan diksi
“busuk” untuk menyebut labeling orang-orang partaai. Kata tersebut
dipersepsi kasar karen
a ada yang lebih halus yaitu menggunakan kata ―buruk”.
Berdasarkan keempat contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang mengandung nilai rasa kasar merupakan tuturan yang tidak santun karena
tidak sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu kesantunan ditandai dengan penggunaan diksi yang santun. Pada contoh tuturan di atas
penutur menggunakan diksi yang kasar, seperti contoh NR.41ILC4-11-2014 penutur menggunakan diksi
“mengemis”diksi ―meminta” dirasa lebih santun,
NR.72ILC11-11-2014 penutur menggunakandiksi
“bekas” diksi ―mantan‖
dirasa lebih halus , NR.95ILC11-11-2014 penutur menggunakan diksi
“telanjang” diksi ―gamblangterang-terangan” dirasa lebih halusdan
NR.168ILC25-11-2014 penutur menggunakan diksi
“busuk” diksi “buruk”
dirasa lebih santun.
Selain itu, nilai rasa kasar dapat dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi-diksi yang bernilai rasa kasar. Unsur ekstralingual berupa fenomena
konteks juga menyertai tuturan, namun unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat. Hal itu karena tergantung pada keekspresifan penutur
dan juga mengingat forum ILC adalah forum yang formal jadi ketika narasumber menyampaikan tuturannya sikapnya pun juga formal.
4.2.2.4 Nilai Rasa Tercengang