Selain itu, nilai rasa kasar dapat dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi-diksi yang bernilai rasa kasar. Unsur ekstralingual berupa fenomena
konteks juga menyertai tuturan, namun unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat. Hal itu karena tergantung pada keekspresifan penutur
dan juga mengingat forum ILC adalah forum yang formal jadi ketika narasumber menyampaikan tuturannya sikapnya pun juga formal.
4.2.2.4 Nilai Rasa Tercengang
Nilai rasa tercengang didalamnya terdapat nilai rasa heran dan nilai rasa
kaget.
4.2.2.4.1 Nilai Rasa Heran Nilai rasa heran adalah kadar rasa bahasa yang digunakan penutur untuk
mengungkapkan rasa keheranannya sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang mengandung nilai
rasa heran, “Menakjubkan betapa rajinnya orang Indonesia berkicau melalui
twitter.” NR.1ILC4-11-2014 Host ILC yakni Karni Ilyas mempunyai data yang
menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara ketiga dunia yang paling banyak berkicau, yaitu sebanyak 1 Milya kicauan. Keheranan itu ditujukkan Karni Ilyas
karena Indonesia menjadi negara ke tiga dunia yang banyak berkicau di twitter. Rasa heran dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat,
“Menakjubkan betapa rajinnya orang Indonesia berkicau melalui twitter.” Rasa
heran semakin kuat dengan adanya unsur ekstralingual berupa ―gerakan tangan yang membuka‖, yang juga dipersepsi mewakili keheranannya. Unsur
ekstralingual berupa
fenomena konteks
praanggapan dari Karni Ilyas juga menyertai tuturan. Tuturan itu merupakan tuturan yang
santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim
pujian, dapat memberikan pujian kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, Karni Ilyas memberikan pujian kepada masyarakat Indonesia yang menjadi negara
ketiga dunia yang banyak berkicau di twitter. Pujian itu ditandai dengan kata ―menakjubkan‖ yang sekaligus juga menjadi tanda keheranan Karni Ilyas.
“Kalau berkaitan dengan ini dan yang kedua kita ini heran juga belum bekerja sudah dikritik, belum ada dia melakukan pekerjaan sudah menjadi
kritikan yang begitu sudah heboh gitu.” NR.162ILC25-11-2014 Tuturan ini
dikatakan oleh Sarif karena sebelum menjalankan tugasnya HM. Prasteyo sudah banyak menuai kritikan dari publik maupun politisi. Keheranan itu ditunjukkan
Sarif terhadap orang-orang yang mengkritik HM.Prasetyo padahal HM.Prasetyo belum bekerja tapi sudah banyak kritikan.
Rasa heran dapat dilihat melalui unsur intralingual kalimat, “Kalau
berkaitan dengan ini dan yang kedua kita ini heran juga belum bekerja sudah dikritik, belum ada dia melakukan pekerjaan sudah menjadi kritikan yang begitu
sudah heboh gitu.” Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan
dari Sarif juga menyertai tuturan. Namun, unsur ekstralingual berupa taanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan tersebut merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim
kebijaksanaan, memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini Sarif memberikan keuntungan kepada HM.Prasetyo karena isi tuturannya
dipersepsi sebagai bentuk pembelaan kepada Prasetyo. “Beliau ini lebih rajin menggunakan media sosial dibanding Anda tapi
entah kenapa semua orang dimaki-maki dia melalui akun twitternya, orang bisa
dibilang “ndasmu”, “jancuk”, tapi selamat menunjuk Sujiwo Tedjo.” NR.3
ILC4-11-2014Host ILC yakni Karni Ilyas mengatahui akun media sosial Sujiwo Tedjo yang banyak postingan maki-makian.
Keheranan itu ditunjukkan Karni Ilyas kepada Sujiwo karena Tejo sering memaki orang namun tidak pernah ditangkap oleh polisi. Keheranan itu dapat
dirasakan saat Karni Ilyas mengatakan
“entah kenapa….. tapi selamat”, yang
menunjukkan rasa heran Karni Ilyas mengenai Sujiwo Tedjo yang sering memaki tapi selamat tidak terjerat hukum. Rasa heran dapat dilihat melalui unsur
intralingual kalimat, “Beliau ini lebih rajin menggunakan media sosial dibanding
Anda tapi entah kenapa semua orang dimaki-maki dia melalui akun twitternya,
orang bisa dibilang “ndasmu”, “jancuk”, tapi selamat menunjuk Sujiwo Tedjo.”
Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan dari Karni Ilyas juga menyertai tuturan, sedangkan unsur ekstralingual berupa tanda-tanda
ketubuhan tidak terlihat. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu penggunaan diksi
santun. Dalam konteks ini, Karni Ilyas menggunakan diksi santun seperti
“beliau”
untuk menyebut Sujiwo Tejo dan
“Anda” untuk menyebut Arsyad.
Berdasarkan ketiga contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang mengandung nilai rasa heran merupakan tuturan yang santun. Seperti pada contoh
tuturan NR.1ILC4-11-2014, rasa santun itu karena tuturanntya sesuai dengan maksim pujian, pujian itu ditandai dengan kata
“menakjubkan” dalam kalimat, yang sekaligus juga menjadi tanda keheranan Karni Ilyas. Kemudian pada contoh
NR.162ILC25-11-2014, rasa santun itu karena tuturannya sesuai dengan maksim kebijaksanaan keuntungan, kebijaksanaan itu ditandai dengan adanya frasa
“…..kita ini heran juga belum bekerja sudah dikritik” dalam kalimat, frasa itu
sekaligus menjadi tanda rasa heran. Keuntungan itu diberikan Sarif kepada HM.Prasetyo karena isi tuturannya dipersepsi sebagai bentuk pembelaan kepada
Prasetyo. Sedangkan contoh NR.3 ILC4-11-2014 juga mengandung rasa santun, rasa santun itu karena tuturanya mengandung diksi santun seperti
“beliau” dan “anda”. Rasa heran pada contoh NR.3 ILC4-11-2014 dapat dirasakan saat
penutur berkata “entah kenapa….. tapi selamat”.
Selain itu, rasa heran dapat dimunculkan melalui unsur intralingual kalimat disertai dengan unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan.
Namun, pada contoh NR.162ILC25-11-2014 dan NR.3 ILC4-11-2014, tanda ketubuhan tidak terlihat. Hal itu karena tergantung pada keekspresifan penutur
dan sifat forum ILC yang formal. Sedangkan unsur ekstralingual berupa fenomena konteks selalu menyertai tuturan.
4.2.2.4.2 Nilai Rasa kaget Nilai rasa kaget adalah kadar rasa bahasa yang digunakan penutur untuk
mengungapkan rasa kagetnya sehingga mitra tutur dapat menyerap rasa yang ada dalam tuturan. Berikut contoh ini tuturan yang mengandung nilai rasa kaget,
“Jadi saya datang ke sana apa yang terjadi, kemudian diterima di ruang kepolisian Bareskrim ketemu saudara Arsyad baru pertama kali, oh ternyata
anaknya seperti anak kecil gitu ya.” NR.47.IILC4-11-2014 Tuturan ini
dikatakan Fadli Zon karena Fadli Zon pernah bertemu Arsyad di Bareskrim Polri. Keterkejutan itu ditunjukkan melalui ungkapan rasa kaget dari Fadli Zon ketika
pertama kali melihat Arsyad. Rasa kaget itu dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa klausa,
“….oh ternyata anaknya seperti anak kecil gitu ya.” Unsur ekstralingual berupa
fenomena konteks praanggapan dari Fadli Zon juga menyertai tuturan. Sedangkan unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan tersebut merupakan tuturan yang tidak santun karena tidak sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 103:2012, menjaga perasaan mitra tutur. Di
dalam konteks ini, ketika Fadli Zon mengungkapkan kekagetannya, tutrannya adalah
“….oh ternyata anaknya seperti anak kecil gitu ya.” Tuturan itu
dipersepsi kurang santun karena Fadli Zon melakukan hal yang kurang baik yaitu menyebut fisik orang yang dimaksudnya.
“Tapi putusan hakim atau Mahkamah Agung ini juga mengagetkan karna sudah lama kita tidak mendengar lagi perampasan dengan pemberatan
atau perampasan yang diikuti dengan kematian dari korban, kekerasan yang
menyebabkan kematian korban, pada akhir dengan vonis mati.” NR.105ILC18- 11-2014 Host ILC yakni Karni Ilyas mengetahui bahwa kejahatan yang dilakukan
Wawan termasuk ―dalam perampasan dengan pemberatan atau perampasan yang diikuti dengan kematian dari korban‖ dan mengetahui bahwa MA menjatuhkan
hukuman mati kepada Wawan. Keterkejutan itu ditunjukkan melalui ungkapan rasa kaget dari Karni Ilyas terhadap putusan vonis mati dari MA untuk Wawan.
Rasa kaget itu dapaat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat, “Tapi putusan hakim atau Mahkamah Agung ini juga mengagetkan karna sudah
lama kita tidak mendengar lagi perampasan dengan pemberatan atau perampasan yang diikuti dengan kematian dari korban, kekerasan yang
menyebabkan kematian korban, pada akhir dengan vonis mati.” Unsur
ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan dari karni Ilyas juga menyertai tuturan. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan
tidak terlihat. Tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena sesuai
dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan memberikan keuntungan bagi mitra tutur. Dalam konteks
ini, tuturan Karni Ilyas memberikan keuntungan bagi masyrakat maupun forum ILC, karena tuturan Karni Ilyas adalah informasi mengenai jenis kejahatan yang
menyebabkan vonis mati bagi pelakunya. Berdasarkan ke dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang
bernilai rasa kaget dapat berupa tuturan yang santun dan tidak santun. Santun berarti tuturan itu sesuai dengan prinsip kesantunan. Seperti pada contoh
NR.105ILC18-11-2014, merupakan tuturan yang santun karena penutur memberikan keuntungan bagi mitra tutur. Hal itu karena tuturan penutur adalah
informasi mengenai jenis kejahatan yang menyebabkan vonis mati bagi pelakunya. Sedangkan pada contoh NR.47.IILC4-11-
2014 “….oh ternyata
anaknya seperti anak kecil gitu ya.” merupakan tuturan yang tidak santun, karena
tuturan itu dipersepsi kurang santun karena Fadli Zon melakukan hal yang kurang baik yaitu menyebut fisik orang yang dimaksudnya. Selain itu unsur ekstralingual
berupa tandaa-tanda ketubuhan tidak terlihat, karena tergantung pada keekspresifan penutur dan sifat ILC yang formal, narasumbernya juga harus
bersikap formal. Sedangkan unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan selalu mengikuti tuturan.
4.2.2.5 Nilai Rasa Bersalah