bahwa dirinya setuju dengan HM prasetyo. Unsur ekstralingual berupa referensimerujuk kepada pertanyaan Karni Ilyas juga menyertai tuturan. Tuturan
tersebut dipersepsi seabagi tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim persetujuan, tuturan
dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur atau orang yang dimaksud dalam tuturan. Dalam konteks ini, Anwar Fuadi memberikan persetujuan kepada
HM. Prasetyo yang telah dipilih menjadi Jaksa Agung. Berdasarkan ke dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang
bernilai rasa merasa setuju merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan maksim persetujuan. Misalnya pada NR.85ILC11-11-
2014 “Kita setuju, saya
setuju sekali….” Kesantunan itu ditunjukkan melalui tuturan Ucok yang
memberikan persetujuan kepada kebijakan pemerintah yang menambah cakupan
penerima KIS. Kemudian contoh NR.154ILC25-11-
2014 “…. saya pro saya mendukung” Kesantunan itu ditunjukkan melalui tuturan Anwar Fuadi yang
memberikan persetujuan kepada HM. Prasetyo yang telah dipilih menjadi Jaksa Agung. Selain itu, nilai rasa merasa setuju dapat dimunculkan melalui unsur
intralingual kalimat yang diikuti oleh unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan dan fenomena konteks.
4.2.2.12 Nilai Rasa Merasa Tertekan
Nilai rasa tertekan adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan penutur untuk mengungkapkan rasa tertekannya sehingga mitra tutur dapat
menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Rasa tertekan dapat ditunjukkan melalui perasaan merasa tersudut dan tersakiti.
4.2.2.12.1 Nilai Rasa Merasa Tersudut Nilai rasa tersudut adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan
penutur untuk mengungkapkan rasa tersudut sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang
mengandung nilai rasa tersudut, “Kemudian yang belakangan ini yang menjadi
beban bagi saya terkesan seolah-olah saya ini keras kepala, Pak Jokowi sudah
memaafkan kok saya tidak mencabut.” NR.16ILC4-11-2014Tuturan ini
dikatakan Henri karena publik banyak yang berpendapat bahwa Jokowi sudah memaafkan namun kuasa hukumnya belum mencabut laporan.
Rasa merasa tersudut ditunjukkan oleh Henri karena banyak orang yang mengatakan dirinya keras kepala. Rasa merasa tersudut itu dapat dilihat melalui
unsur intralingual berupa kalimat “Kemudian yang belakangan ini yang menjadi
beban bagi saya terkesan seolah-olah saya ini keras kepala, Pak Jokowi sudah
memaafkan kok saya tidak mencabut.” yang disertai dengan unsur ekstralingual
berupa fenomena konteks referensimerujuk pada opini publik. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena Henri Yoso menuturkan rasa tersudutnya tidak menggunakan emosi walaupun
kenyataannya dia sangat tertekan dengan bulliying publik yang menganggap dirinya keras kepala. Hal itu juga sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo
104:2012 yaitu empan papan, menyesuaikan diri dengan tempat. Dalam konteks
ini, karena sifat ILC yang formal, Henri Yoso dalam bertutur kata juga menyesuaikan diri dengan tempat dimana dirinya menuturkan tuturannya.
“Gara-gara surat edaran ini saya dihajar oleh komisi III, komisi III
mengatakan Anda ini diktator, Anda ini tidak memiliki kebebasan.” NR.178ILC25-11-2014 Narasumber yakni Abdurrahman Saleh mantan Jaksa
Agung pernah mengeluarkan surat edaran ketika masih menjadi Jaksa Agung dulu. Surat edaran
berisi ―semua perkara korupsi yang di Kejakti dan Kejari agar tuntas dalam tempo 3 bulan supaya tidak larut-
larut‖. Rasa tersudut ini ditunjukkan Abdurahman Saleh kepada komisi III DPR.
Rasa tersudut dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat
“Gara-gara surat edaran ini saya dihajar oleh komisi III, komisi III mengatakan Anda ini diktator, Anda ini tidak memiliki kebebasan.” Unsur ekstralingual berupa
fenomena konteks praanggapan dari Abdurahman juga menyertai tuturan. Namun unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena Abdurahman dalam menuturkan rasa tersudutnya tidak menggunakan emosi
walaupun kenyataannya dia sangat tertekan ketika komisi III DPR menghajar dia dengan bulliying. Hal itu juga sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo
104:2012 yaitu empan papan, menyesuaikan diri dengan tempat. Dalam konteks ini, karena sifat ILC yang formal, Abdurahman dalam bertutur kata juga
menyesuaikan diri dengan tempat dimana dirinya menuturkan tuturannya. Berdasarkan ke dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang
bernilai rasa tersudut merupakan tuturan yang santun karena penutur dalam
mengungkapkan perasaan tersudutnya tidak mengeluarkan emosi berlebih dan sesuai dengan prinsip kesantunan empan papan. Misalnya pada contoh
NR.16ILC4-11- 2014 “Kemudian yang belakangan ini yang menjadi beban bagi
saya ...” Henri Yoso dalam bertutur kata juga menyesuaikan diri dengan tempat
dimana dirinya menuturkan tuturannya. Kemudian pada contoh NR.178ILC25- 11-
2014 “Gara-gara surat edaran ini saya dihajar oleh komisi III….” Abduahman dalam bertutur juga menyesuaikan diri dengan tempat dimana dirinya
menuturkan tuturannya. Selain itu nilai rasa tersdut dapat dimunculkan melalui unsur intralingual
berup akalimat yang disertai unsur ekstralingual berupa fenomena konteks. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan tidak terlihat. Hal itu karena
tergantung pada keekspresifa penutu dan sifat ILC yang formal sehingga hnarasumber yang diundang juga harus menjaga sikap.
4.2.2.12.2 Nilai Rasa Merasa Tersakiti Nilai rasa tersudut adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan
penutur untuk mengungkapkan rasa tersudut sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang
mengandung nilai rasa tersakiti, “Justru malah merasa kami terbalik gitu, kami
merasa kami jadi kami yang didzolimi sekarang itu.” NR.131ILC 18-11-2014
Tuturan ini dikatakan Elfi karena dia mengirim sms ke pihak Komnas HAM untuk membantunya dalam menyelesaikan kasus Sisca, namun pihak Komnas HAM
tidak memberikan respon kepada Elfi. Rasa tersakiti ditunjukkan Elfi karena ketika meminta baantuan ke Komnas HAM tidak direspon.
Rasa tersakiti dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat “Justru malah merasa kami terbalik gitu, kami merasa kami jadi kami yang
didzolimi sekarang itu.” unsur ekstralingual berupa fenomena konteks
praanggapan dari Elfi juga menyertai tuturan. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena Elfi dalam menuturkan rasa tersakitinya tidak menggunakan emosi walaupun kenyataannya
dia sangat tersakiti karena Komnas HAM tidak membantu . Hal itu juga sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu empan papan,
menyesuaikan diri dengan tempat. Dalam konteks ini, karena sifat ILC yang formal, Elfi dalam bertutur kata juga menyesuaikan diri dengan tempat dimana
dirinya menuturkan tuturannya. Nilai rasa merasa tersakiti hanya ditemukan satu, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa merasa tersakiti merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu
empan papan, menyesuaikan diri dengan tempat. Misalnya pada NR.131ILC 18- 11-
2014 “….kami merasa kami jadi kami yang didzolimi sekarang itu.” Kesantunan itu ditunjukkan Elfi karena dalam menuturkan rasa tersakitinya tidak
menggunakan emosi walaupun kenyataannya dia sangat tersakiti karena Komnas HAM tidak membantu. Elfi dalam bertutur kata juga menyesuaikan diri dengan
tempat dimana dirinya menuturkan tuturannya. Selain itu, rasa merasa tersakiti dapat dimunculkan melalui unsur
intralingual kalimat yang disertai dengan unsur ekstralingual fenomena konteks.
Namun penanda ekstraalingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak selalu terlihat karena tergantung pada keekspresifan penutur.
4.2.2.13. Nilai Rasa Jenuh