narasumbernya pun harus bersikap formal. Sedangkan unsur ekstralingual berupa fenomena konteks selalu menyertai tuturan.
4.2.2.10 Nilai Rasa Ikhlas
Nilai rasa ikhlas adalah kadar rasa atau perasan bahasa yang digunakan penutur unntuk mengungkapkan rasa ketulusan hatinya sehingga mitra tutur dapat
merasakan kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Rasa ikhlas dapat ditunjukkan melalui sikap menerima dan pasrah.
4.2.2.10.1 Nilai Rasa Menerima Nilai rasa menerima Nilai rasa ikhlas adalah kadar rasa atau perasan
bahasa yang digunakan penutur unntuk mengungkapkan rasa menerimanompo sehingga mitra tutur dapat merasakan kadar rasa yang ada di dalam tuturan.
Berikut ini contoh tuturan yang mengandung nilai rasa menerima, “Jangan
terlalu galak kita lebih forgivinglah namanya aja baru jadi pemerintah,
maklumlah.” NR.87ILC11-11-2014 Narasumber yakni Rizal Ramli karena
mengetahui ada beberapa Narasumber yang begitu menohok dalam mengkritik Jokowi. Keikhlasan itu ditunjukkan Rizal Ramli melalui rasa menerima
pemerintahan Jokowi walaupun banyak terjadi kesahan dalam melakukan kinerjanya.
Rasa menerima itu dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat
“Jangan terlalu galak kita lebih forgivinglah namanya aja baru jadi pemerintah, maklumlah.” Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks dari Rizal juga
menyertai tuturan. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan tersebut merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim
kebijaksanaan, memebrikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, Tuturan Rizal yang bernilai rasa menerima juga mengandung nasihat untuk mitra
tutur yang merasa memojokan Jokowi agar memaklumimenerima pemerintahan Jokowi karena pemerintahan itu baru berdiri.
“Yah, saya maklum bahwa pak Pras itu lebih banyak menangani pidana umum, baik narkoba mungkin juga seperti dibilang tadi ada bom bali bukan
pidana khusus korupsi.” NR.147ILC25-11-2014 Tuturan ini dikatakan Karni
Ilyas karena publik yang menilai bahwa HM Prasetyo belum menjadi seorang Jaksa itu berprestasi karena belum menangkap seorang koruptor. Keikhlasan itu
ditunjukkan Karni Ilyas melalui rasa menerima Prasetyo yang pada waktu itu menjabat sebagai Jaksa Umum dan hanya menangani kasus-kasus umum.
Rasa menerima itu dapat dilihat melalui unsur intralingual kalimat “Yah,
saya maklum bahwa pak Pras itu lebih banyak menangani pidana umum, baik narkoba mungkin juga seperti dibilang tadi ada bom bali bukan pidana khusus
korupsi.” Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan juga
menyertai tuturan. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan tersebut merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim
kebijaksanaan, memebrikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Karni Ilyas yang bernilai rasa menerima juga mengandung informasi
untuk mitra tutur yang merasa memojokan Prasetyo bahwa memang tugas Prasetyo saat menjabat Jaksa Umum tidak mengurusi masalah khusus seperti
korupsi. Berdasarkan ke dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang
mengandung nilai rasa menerima merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada
mitra tutur. Seperti pada contoh NR.87ILC11-11-
2014 “…….maklumlah.” rasa
menerima itu karena Rizal memaklumi pemerintahan baru Jokowi. Kalaupun banyak melakukan kesalahan itu karena masih baru pemerintahannya, jadi juga
harus dimaafkan. Tuturan Rizal yang bernilai rasa menerima juga mengandung keuntungan berupa nasihat untuk mitra tutur yang merasa memojokan Jokowi
agar memaklumimenerima pemerintahan Jokowi karena pemerintahan itu baru berdiri.
Kemudian pada contoh NR.147ILC25-11- 2014 “Yah, saya maklum ……”
rasa menerima itu karena Karni Ilyas memaklumi tugas Prasetyo saat menjadi Jaksa Umum tidak mengurusi masalah khusus seperti korupsi. Tuturan Karni Ilyas
yang bernilai rasa menerima juga mengandung informasi untuk mitra tutur yang merasa memojokan Prasetyo bahwa memang tugas Prasetyo saat menjabat Jaksa
Umum tidak mengurusi masalah khusus seperti korupsi. Selain itu, nilai rasa menerima dapat dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat dan
diikuti oleh unsur ekstralingual berupa fenomena konteks. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
4.2.2.10.2 Nilai Rasa Pasrah Nilai rasa pasrah adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan
penutur untuk menungkapkan rasa pasrahpercayanya sehingga mitra dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang
mengandung nilai rasa pasrah,
“Pak Jokowi bukan sebagai presdien di sini, Pak
Jokowi dulu adalah calon presiden ya mari kita serahkan kepada penyidik toh
karna ini setau saya pak Boy belum P21 ya kita serahkan saja.” NR.23ILC4-
11-2014 Narasumber yakni Junimart tim hukum Jokowi-JK mengetahui bahwasanya kasus penghinaan ini akan selesai ditangan penyidik dan penyidik
akan mengungkap sebenarnya apa motif dibalik itu semua. Rasa pasrah itu ditunjukkan Junimart Girsang yang mempercayakan kasus
Arsyad kepada penyidik kepolisian. Rasa pasrah itu dapat dilihat melalui penaanda intralingual berupa kalimat
“Pak Jokowi bukan sebagai presdien di sini, Pak Jokowi dulu adalah calon presiden ya mari kita serahkan kepada penyidik
toh karna ini setau saya pak Boy belum P21 ya k
ita serahkan saja.” rasa pasrah
semakin kuat dengan adanya unsur ekstralingual berupa berupa gerakan
tangan kedepan
seperti orang
menyerahkan sesuatu, yang dipersepsi sebagai bentuk mempercayakan kasus
Arsyad kepada
penyidik. Unsur
ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan juga menyertai tuturan. Tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena penutur
berprasangka baik kepada mitra tutur atau orang yang dimaksud dalam tuturan. Dalam konteks ini, tuturan Junimart mengandung prasangka baik kepada Boy
Raflipenyidik, karena menyerahkan sepenuhnya kasus Arsyad kepada penyidik. Hal itu berarti Junimart mempunyai prasangka baik kalau peenyidik dapat
menuntaskan kasus Arsyad. Nilai rasa pasrah hanya ditemukan satu, oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa tuturan yang bernilai rasa pasrah merupakan tuturan yang santun karena tuturanya mengandung prasangka baik kepada mitra tutur atau orang yang
dimaksud dalam tuturan. Misalnya pada contoh NR.23ILC4-11-2014
“….kita
serahkan, … serahkan saja” rasa pasrah itu karena Junimart percaya kepada
penyidik bahwa kasus Asryad akan selesai ditangan penyidik. Kesantunan itu terlihat karena tuturan pada contoh NR.23ILC4-11-2014 mengandung
prasangkan baik kepada Boy Raflipenyidik.
4.2.2.11.Nilai Rasa Cinta
Nilai rasa cinta adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan penutur untuk mengungkapkan rasa cintanya sehingga mitra tutur dapat menyerap
kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Rasa cinta dapat ditunjukkan melalui perasaan peduli, dan merasa setuju.
4.2.2.11.1 Nilai Rasa Peduli Nilai rasa peduli adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan
penutur untuk mengungkapkan rasa pedulinya sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang
mengandung nilai rasa peduli, “Ibunya Arsyad ibu Mursidah kalau memang
kurang sehat saya persilahkan pulang duluan.” NR.40ILC4-11-2014 Host ILC
yakni Karni Ilyas melihat kondisi ibu Arsyad terlihat lemas tidak terlalu sehat. Rasa peduli ditunjukkan Karni Ilyas kepada Ibu Murisidah ibu Arsyad yang
terlihat kurang sehat untuk meninggalkan ruangan ILC. Rasa peduli itu dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat
“Ibunya Arsyad ibu Mursidah kalau memang kurang sehat saya persilahkan
pulang duluan.” Unsur ekstralingual berupa refrensmerujuk pada kondisi
Mursidah juga menyertai tuturan. Tuturan tersebut merupak dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam
Pranowo 103:2012 yaitu maksim simpati, memberikan simpati kepada mitra tutur atau orang yang dimaksud dalam tuturan. Dalam konteks ini, rasa simpati
ditunjukkan melalui kepedulian Karni Ilyas kepada Mursidah dengan menyuruh Mursidah pulang karena terlihat sakit.
“Kemudian saya melihat kondisi yang seperti itu, kemudian saya memberikan motivasi bahwa posisinya kan disitu bukan posisi yang sifatnya
akhir, melainkan ada posisi lanjutan yang sifatnya memiliki hak yang masih ada untuk diajukan untuk di ulang kembali terlebih untuk grasi.”NR.108ILC18-11-
2014 Tuturan ini dikatakan Dadang karena pernah menjenguk Wawan dan
mengetahui bahwa kondisinya shock, kurus, dan ketika berbicara juga obrolannya datar. Kepedulian itu ditunjukkan Dadang kepada Wawan dalam bentuk
pemberian motivasi kepada Wawan. Rasa peduli dapat dilihat melalui unsur intralingual klausa,
“Kemudian saya melihat kondisi yang seperti itu, kemudian saya memb
erikan motivasi….” rasa peduli
semakin kuat dengan adanya unsur
ekstralingual gerakan tangan kedepan seperti di ayunkan ketika mengucapkan
frasa
“saya memberikan”, yang dipersepsi
sebagai bentuk ungkapan rasa peduli dari Dadang kepada Wawan. Tuturan tersebut merupaka dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena
sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim simpati, memberikan simpati kepada mitra tutur atau orang yang dimaksud dalam
tuturan. Dalam konteks ini, rasa simpati ditunjukkan melalui kepedulian Dadang kepada Wawan dalam bentuk pemberian motivasi kepada Wawan.
Berdasarkan ke dua contoh di atas dapat disimupulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa peduli merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan maksim
simpati. Misalnya contoh NR.40ILC4-11-2014
“……kalau memang kurang
sehat saya persilahkan pulang duluan” kesantunan itu ditunjukkan Karni Ilyas
melalui rasa pedulinya kepada Mursidah dengan menyuruh Mursidah pulang karena terlihat sakit. Kemudian contoh NR.108ILC18-11-2014
“Kemudian saya
melihat kondisi yang seperti itu, kemudian saya memberikan motivasi….”
Kesantunan itu ditunjukkan Dadang melalui rasa pedulinya kepada Wawan dalam bentuk pemberian motivasi.
Selain itu rasa peduli dapat dimunculkan melalui unsur intralingual kalimat dan klausa yang disertai unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan dan
fenomena konteks. Namun, penanda ekstralinguaal berupa tanda ketubuhan tidak selalu terlihat. Hal itu karena tergantung kepada keekspresifan penutur dan
mengingat sifat ILC yang formal sehingga narasumber yang hadir juga harus bersikap formal.
4.2.2.11.2 Nilai Rasa Merasa Setuju Nilai rasa merasa setuju adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang
digunakan penutur untuk mengungkapkan rasa setujunya sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan
yang mengandung nilai rasa merasa setuju, “Kita setuju, saya setuju sekali 86 juta
jiwa ini masih sedikit untuk orang miskin, harusnya ditambah semakin banyak itu saya
setuju untuk ini” NR.85ILC11-11-2014Narasumer yakni Ucok peneliti LSM Fitra mengetahui bahwa cakupan untuk kartu Indonesia Sehat KIS
sebanyak 86,4 juta Jiwa. Rasa merasa setuju ditunjukkan Ucok kepada kebijakan pemerintah yang
menaambah jumlah cakupan penerima KIS. Rasa merasa setuju dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat
“Kita setuju, saya setuju sekali 86 juta jiwa ini masih sedikit untuk orang miskin, harusnya ditambah semakin banyak itu
saya setuju untuk ini” rasa merasa setuju semakin kuat dengan adanya unsur
ekstralingual berupa jari-jari tangan yang membuka lalu diayun-ayunkan kedepan
yang dipersepsi sebagai bentuk ungkapan rasa setuju sekali dari Ucok tentang program Jokowi. Juga terdapat jari-jari tangan yang terbuka lalu bergerak
kesamping ketika berkata
“harusnya ditambah”,yang menunjukkan sikap setuju
karena justru mengingkan ditambah cakupan penerimanya. Unsur ekstralingual berupa fenomena
konteks praanggapan dari Ucok juga menyertai tuturan. Tuturan tersebut
dipersepsi seabagi tuuran yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan
Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim persetujuan, tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur atau orang yang dimaksud dalam
tuturan. Dalam konteks ini, Ucok memberikan persetujuan kepada kebijakan pemerintah yang menambah cakupan penerima KIS.
“Yang pertama saya jawab dulu bang Karni, saya pro saya mendukung.” NR.154ILC25-11-2014 Tuturan ini dikatakan oleh Anwar Fuadi karena
mendapat pertanyaan dari Karni Ilyas apakah pro atau kontra dengan HM Prasetyo. Rasa merasa setuju ditunjukkan Anwar Fuadi kepada HM.Prasetyo.
Rasa merasa setuju dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat “Yang
pertama saya jawab dulu bang Karni,
saya pro saya mendukung.” yang semakin
kuat dengan adanya unsur ekstralingual berupa gerakan tangan Anwar Fuadi yang
mengarah ke atas sepeti menegaskan
bahwa dirinya setuju dengan HM prasetyo. Unsur ekstralingual berupa referensimerujuk kepada pertanyaan Karni Ilyas juga menyertai tuturan. Tuturan
tersebut dipersepsi seabagi tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim persetujuan, tuturan
dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur atau orang yang dimaksud dalam tuturan. Dalam konteks ini, Anwar Fuadi memberikan persetujuan kepada
HM. Prasetyo yang telah dipilih menjadi Jaksa Agung. Berdasarkan ke dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang
bernilai rasa merasa setuju merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan maksim persetujuan. Misalnya pada NR.85ILC11-11-
2014 “Kita setuju, saya
setuju sekali….” Kesantunan itu ditunjukkan melalui tuturan Ucok yang
memberikan persetujuan kepada kebijakan pemerintah yang menambah cakupan
penerima KIS. Kemudian contoh NR.154ILC25-11-
2014 “…. saya pro saya mendukung” Kesantunan itu ditunjukkan melalui tuturan Anwar Fuadi yang
memberikan persetujuan kepada HM. Prasetyo yang telah dipilih menjadi Jaksa Agung. Selain itu, nilai rasa merasa setuju dapat dimunculkan melalui unsur
intralingual kalimat yang diikuti oleh unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan dan fenomena konteks.
4.2.2.12 Nilai Rasa Merasa Tertekan