4.2.2.6. Nilai Rasa Percaya
Rasa percaya dapat dimunculkan melalui nilai rasa yakin dan optimistis. 4.2.2.6.1 Nilai Rasa Yakin
Nilai rasa yakin adalah kadar rasa bahasa yang digunakan penutur untuk mengungkapkan perasaan yakinnya sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar
rasa yang ada dalam tuturan. Keyakinan itu dappat ditunjukkan melalui nilai rasa yakin itu sendiri dan nilai rasa optimis.
Berikut ini contoh tuturan yang mengandung nilai rasa yakin, “Pak Jokowi
tidak pernah meminta, Pak Jokowi taat akan hukum, Pak Jokowi tidak akan mengintervensi penyidik itu sudah pasti.” NR.20ILC4-11-2104 Tututran ini
dikatakan oleh Henri Yosodiningrat mengetahui sifat dan karakter Jokowi karena posisi Henri Yosodiningrat pada saat itu adalah kuasa hukum Jokowi.
Rasa yakin itu dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat, “Pak Jokowi tidak pernah meminta, Pak Jokowi taat akan hukum, Pak Jokowi
tidak akan mengintervensi penyidik itu sudah pasti.” Rasa yakin semakin kuat dengan adanya frasa ―itu sudah pasti‖ yang berarti yakin. Unsur ekstralingual
berupa fenomena konteks praanggapan dari Henri Yosodiningrat juga menyertai tuturan. Sedangkan unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak
terlihat. Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena tuturan Henri Yosodiningrat terkesan protektif terhadap apa yang sedang terjadi pada dirinya
dalam konteks ini Henri menjadi kuasa hukum Jokowi calon presiden karena kasus pencemaran nama baik Jokowi oleh Arsyad. Tuturan yang seperti
itu,penutur ingin meyakinkan kepada publik bahwa Jokowi tidak pernah meminta
orangtua Arsyad untuk datang ke istana, Jokowi taat hukum dan Jokowi tidak akan mengitervensi penyidik. Secara tidak langsung Penutur Henri mengatakan
bahwa apa yang dikatakan mitra tutur pengacara arsyad salah. Namun, justru dengan demikian tuturan menjadi tidak santun karena tidak sesuai prinsip
kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kesetujuan. “Bahkan kedatangan ke istana sejak awal saya katakan melalui beberapa
media, tidak perlu datang ke istana karna saya jamin, saya yakin Pak Jokowi
akan memaafkan.” NR.21ILC4-11-2014 Tuturan ini dikatakan oleh Henri
Yosodiningrat karena pihak Arsyad tetap nekat datang ke istana untuk menemui Jokowi dan meminta maaf.
Rasa yakin itu dapat dilihat melalui unsur intralingual klausa “….tidak
perlu datang ke istana karna saya jamin, saya yakin Pak Jokowi akan
memaafkan.” Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan dari
Henri Yosodiningrat juga menyertai tuturan. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat.
Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena tuturan Henri Yosodiningrat terkesan protektif terhadap apa yang sedang terjadi pada dirinya
dalam konteks ini Henri menjadi kuasa hukum Jokowi calon presiden karena kasus pencemaran nama baik Jokowi oleh Arsyad. Dengan tuturan yang seperti
itu,penutur ingin meyakinkan kepada publik bahwa Jokowi pasti memaafkan orangtua Arsyad walaupun mereka tidak datang ke istana. Secara tidak langsung
Penutur Henri mengatakan bahwa apa yang dilakukan orangtua Arsyad yang datang ke istana salah. Namun, justru dengan demikian tuturan menjadi tidak
santun karena tidak sesuai prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kesetujuan.
“Terus terang aja kasarnya begini kalau ini yang laksanakan bukan presiden udahlah jaksa, KPK, polisi ramai-ramai nangkep, percaya sama saya,
saya yakin.” NR.21ILC4-11-2014 Tuturan ini dikatakan oleh Fuad Bawazier
karena mengetahui bahwa pengeluaran 3 kartu Jokowi melalui mekanisme yang salah.
Rasa yakin itu dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat, “Terus terang aja kasarnya begini kalau ini yang laksanakan bukan presiden
udahlah jaksa, KPK, polisi ramai-ramai nangkep, percaya sama saya, saya yakin.” Rasa yakin semakin kuat dengan adanya unsur ekstralingual berupa
gerakan tangan Fuad seperti menangkap sesuatu, yang dipersepsi sebagai bentuk
ungkapan yakin sekali dari Fuad bahwa jika Jokowi bukan presiden sudah ditangkap.
Sedangkan unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan dari Fuad juga menyertai tuturan.
Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena tuturan Fuad terkesan protektif terhadap apa yang sedang terjadi pada dirinya dalam konteks
ini Fuad menajdi pihak pengkritik pengeluaran kartu Jokowi. Dengan tuturan yang seperti itu, penutur Fuad ingin meyakinkan kepada publik bahwa Jokowi
melakukan kesalahan saat mengeluarkan 3 kartunya. Secara tidak langsung Penutur Fuad mengatakan bahwa apa yang dilakukan Jokowi salah. Namun,
justru dengan demikian tuturan menjadi tidak santun karena tidak sesuai prinsip
kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kesetujuan.
“Tetapi kita sebagai bangsa Indoesia harus yakin bahwa hukum ini untuk membatasi kita agar tidak terjebak untuk penggunaan hal-
hal yang negatif .”
NR.34ILC4-11-2014 Tuturan ini dikatakan oleh Boy Rafli Amar KAROPENMAS MABES POLRI yang mengetahui bahwa hukum yang berlaku
di Indonesia jika diperhatikan dan ditaati akan membatasi atau mencegah diri dari perbuatan yang negatif.
Rasa yakin dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat, “Tetapi
kita sebagai bangsa Indoesia harus yakin bahwa hukum ini untuk membatasi kita agar tidak terjebak untuk penggunaan hal-
hal yang negatif .” Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan dari Boy Rafli juga menyertai tuturan,
namun unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan tidak terlihat. Tuturan di atas merupakan tuturan yang santun karena di dalamnya mengandung sikap
positive thingking berprasangka baik terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Hal itu juga sesuai dengan maksim kebijaksanaan, memberikan keuntungan
kepada masyarakat Indonesia yang berupa informasi bahwa jika masyarakat Indonesia mentaati hukum bisa untuk membatasi diri agar tidak terjebak dalam
hal negatif. Berdasarkan keempat contoh di atas dapat disimpulkan bahwaa tuturan
yang mengandung nilai rasa yakin merupakan tuturan yang tidak santun dan santun. Tuturan bernilai rasa yakin yang tidak santun karena penutur terlalu
protektif dengan tuturannya sehingga tidak sesuai dengan prinsip kesantunan
Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kesetujuan. Misalnya pada contoh NR.20ILC4-11-2104, tuturan Henri Yosodiningrat terkesan protektif
yang ditunjukkan pada “Pak Jokowi tidak pernah meminta…..” Secara tidak
langsung Penutur Henri mengatakan bahwa apa yang dikatakan mitra tutur pengacara arsyad salah. Kemudian pada contoh NR.21ILC4-11-2014 tuturan
Henri Yosodiningrat terkesan protektif yang ditunjukkan pada “….tidak perlu
datang ke istana karna saya jamin, saya yakin Pak Jokowi
akan memaafkan.”
Secara tidak langsung penutur Henri mengatakan bahwa apa yang dilakukan orangtua Arsyad yang datang ke istana salah.
Pada contoh NR.21ILC4-11-2014 tuturan Fuad terkesan protektif yang ditunjukkan pada
“….kalau ini yang laksanakan bukan presiden udahlah jaksa, KPK, polisi ramai-
ramai nangkep, percaya sama saya, saya yakin” Secara tidak langsung Penutur Fuad mengatakan bahwa apa yang dilakukan Jokowi salah.
Namun tuturan yang bernilai rasa yakin juga ada yang santun, seperti pada contoh NR.34ILC4-11-2014 tuturan pada contoh ini lebih menunjukkan sikap positive
thingking berprasangka baik terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Ditunjukan pada
“…..yakin bahwa hukum ini untuk membatasi kita agar tidak terjebak untuk penggunaan hal-
hal yang negatif .”
Selain itu semua, rasa yakin dapat ditunjukan melalui penanda intralingal kalimat dan klausa. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan
juga mengikuti tuturan, namun tidak semuanya terlihat. Hal itu karena tergantung pada keekspresifan penutur dan sifat forum ILC yang formal sehingga
narasumbernya jug harus bersikap formal. Sedangkan unsur ekstralingual berupa fenomena konteks selalu menyertai tuturan.
4.2.2.6.2 Nilai Rasa Optimistis Nilai rasa optimis adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan
penutur untuk mengungkapkan rasa optimistisnya sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang
mengandung nilai rasa optimistis, “Ini masih berjalan dan kita berharap dalam
waktu yang tidak lama bisa kita temukan siapa pelakunya.” NR.37ILC4-11-
2014 Tuturan ini dikatakan oleh Boy Rafli Amar yang mengetahui bahwa gambar porno Jokowi ada yang memproduksi. Oleh karena itu proses penyidikan tidak
hanya berhenti di Arsyad namun masih berlanjut sampai sekarang. Keyakinan itu ditunjukkan melalui rasa optimistis dari Boy Rafli Amar bahwa dalam waktu
dekat pelaku kejahatan akan ditemukan. Rasa optimistis itu dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat
“Ini masih berjalan dan kita berharap dalam waktu yang tidak lama bisa kita
temukan siapa pelakunya.” Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks
praanggapan juga menyertai tuturan. Namun, unsur ekstralingual berupa tanda- tanda ketubuhan tidak terlihat. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang santun
karena mengandung rasa optimistis bahwa pelaku akan segera ditemukan. Hal itu sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 2012 yaitu selalu berprasangka baik.
Rasa optimis melaahirkan prasangkan baik dalam diri penutur terhadap mitra tutur maupun orang yang dimaksuda dalam tuturan.
“Kita mau ngomong apapun percayalah Pak Jokowi itu akan 5 tahun baik-
baik.”NR.88ILC11-11-2014 Tuturan ini dikatakan oleh Ruhut Sitompul karena tahu mengenai kinerja Jokowi. Keyakinan itu ditunjukkan melalui
ungkapan rasa optimistis Ruhut Sitompul terhadap Jokowi. Rasa optimistis dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat,
“Kita mau ngomong apapun percayalah Pak Jokowi itu akan 5 tahun baik-baik.”
Rasa optimistis semakin kuat dengan adanya unsur ekstralingual berupa senyuman
Ruhut dan
sambil menganggukan kepala yang dipersepsi
sebagai bentuk ungkapan rasa optimis bahwa Jokowi akan bertahan satu
periode. Unsur ekstralingual berupa fenomena konteks dari Ruhut juga menyertai tuturan.
Tuturan tersebut merupakan tuturan yang santun karena mengandung rasa optimistis bahwa walaupun banyak kritikan terhadap Jokowi namun Ruhut
optimis bahwa Jokowi akan bertahan satu periode 5 tahun. Hal itu sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 2012 yaitu selalu berprasangka baik. Rasa optimis
melahirkan prasangkan baik dalam diri penutur terhadap mitra tutur maupun orang yang dimaksud dalam tuturan.
Berdasarkan ke dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa optimistis merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan
prinsip kesantunan Pranowo 2012 yaitu berprasangka baik kepada mitra tutur maupun orang yang dimaksud di dalam tuturan. Selain alasan itu, hal lain dari
nilai rasa optimistis adalah rasa itu melahirkan prasangkan baik dalam diri penutur terhadap mitra tutur maupun orang yang dimaksud dalam tuturan. Seperti
pada contoh NR.37ILC4-11- 2014 “….kita berharap…”, yang merupakan bentuk
optimispengharapan dari Boy Rafli Amar. Kemudiaan contoh NR.88ILC11-11-
2014 “….percayalah Pak Jokowi itu akan 5 tahun baik-baik.” yang dipersepsi
sebagai bentuk ungkapan optimis Ruhut bahwa Jokowi tetap akan bertahan satu periode. Selain itu, nilaai rasa optimistis dapat dimunculkan melalui unsur
intralingual kalimat yang diikuti unsur ekstralingual berupa fenomena konteks. Sedangkan unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan, juga mnyertai
tuturan namun tidak semua terlihat.
4.2.2.7 Nilai Rasa Sedih