nilai rasa optimistis adalah rasa itu melahirkan prasangkan baik dalam diri penutur terhadap mitra tutur maupun orang yang dimaksud dalam tuturan. Seperti
pada contoh NR.37ILC4-11- 2014 “….kita berharap…”, yang merupakan bentuk
optimispengharapan dari Boy Rafli Amar. Kemudiaan contoh NR.88ILC11-11-
2014 “….percayalah Pak Jokowi itu akan 5 tahun baik-baik.” yang dipersepsi
sebagai bentuk ungkapan optimis Ruhut bahwa Jokowi tetap akan bertahan satu periode. Selain itu, nilaai rasa optimistis dapat dimunculkan melalui unsur
intralingual kalimat yang diikuti unsur ekstralingual berupa fenomena konteks. Sedangkan unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan, juga mnyertai
tuturan namun tidak semua terlihat.
4.2.2.7 Nilai Rasa Sedih
Nilai rasa sedih adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan penutur untuk mengungkapkan rasa sedihnya sehingga mitra tutur dapat menyerap
kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Kesedihan itu dapat dimunculkan melalui rasa iba dan pilu.
4.2.2.7.1 Nilai Rasa Iba Nilai rasa iba adalah kadar rasa atau perasaan dalam bahasa yang
digunakan penutur untuk mengungkapkan rasa ibanya sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang
mengandung nilai rasa iba,
“Sedih pak” NR.10ILC4-11-2014Tuturan ini dikatakan Arsyad karena
mengetahui apabila dirinya dipenjara, dia tidak bisa membantu orangtua mencari
nafkah karena Arsyad juga sebagai tulang punggung keluarga. Kesedihan itu ditunjukkan melalui rasa iba dari Arsyad ketika mengingat dirinya tidak bisa
membantu orangtuanya lagi saat dia sudah dipenjara. Rasa iba dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa frasa ―sedih pak‖
yang semakin kuat dengan adanya unsur ekstralingual berupa wajah yang berekspresi sedih dengan mata tertunduk
ke bawah, yang dipersepsi sebagai bentuk ungkapan rasa kasihan dari Arsyad
kepada orangtuanya. Sedangkan unsur ekstralingual berupa fenomena konteks
praanggapan dari Asryad juga menyertai tuturan. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang dipersepsi santun karena sesuai
dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim simpati. Dalam konteks ini, tuturan Arsyad mengandung rasa simpati kepada
orangtuanya, karena Arsyad juga tahu bahwa orangtuanya sedih ketika melihat Arsyad ditangkap polisi.
Nilai rasa iba hanya ditemukan satu sehingga berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang mengandung nilai rasa iba merupakan
tuturan yang santun karena sesuai dengan maksim simpati. Nilai rasa iba itu dapat dirasakan ketika Arsyad berkata
“sedih pak”, ketika mengingat orangtuanya bekerja sendirian tandap dibantu Arsyad Arsyad juga telah menjadi tulang
punggung keluarga. Berdasarkan contoh NR.10ILC4-11-2014, nilai rasa iba
dapat dimunculkan melalui unsur intralingual frasa yang diikuti unsur ekstralingual berupa tanda-tanda ketubuhan dan fenomena konteks.
4.2.2.7.2 Nilai Rasa Pilu Nilai rasa pilu adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan
penutur untuk mengungkapkan rasa pilunya sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada di dalam tuturan. Berikut ini contoh tuturan yang
mengandung nilai rasa pilu “Bacokan di muka itu cukup dalam, kemudian saya
mendengar bukti- bukti…eeee apa namanya ee dari rumah sakit tulang-tulang
rusuknya juga patah, badan semua hancur dan itu kami belum bisa terima dalam
hal kesadisannya.” 121ILC18-11-2014 Tuturan ini dikatakan Elfi karena
Karni Ilyas bertanya luka-luka yang terjadi pada Sisca akibat penjaambretan dan penyeretan yang dilakukan oleh Wawan. Kesedihan itu ditunjukkan melalui
ungkapn rasa pilu Elfi ketika mengingat luka-luka yang terjadi pada adiknya. Rasa pilu itu dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat,
“Bacokan di muka itu cukup dalam, kemudian saya mendengar bukti-bukti…eeee apa namanya ee dari rumah sakit tulang-tulang rusuknya juga patah, badan
semua hancur dan itu kami belum bisa terima dalam hal kes
adisannya.” yang
semakin kuat dengan adanya unsur ekstralingual berupa gerakan tangan Elfi
yang mengusap air mata menggunakan tissue yang dipersepsi sebagai bentuk
rasa kepiluannya. Sedangkan unsur ekstralingual berupaa fenomena konteks
praanggapan juga menyertai tuturan. Tuturan di tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam
Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, walaupun tuturan bernilai rasa
pilu namun tuturan Elfi memberikan informasi yang jelas mengenai luka-luka adiknya akibat kejahatan Wawan.
Contoh nilai rasa pilu hanya ditemukan satu, berdasarkan satu contoh di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rasa pilu yang ada pada tuturan Elfi termasuk
ke dalam tuturan yang santun. Hal itu karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan
memberikan keuntungan kepada mitra tutur dalam bentuk informasi yang jelas mengenai luka-luka adiknya akibat kejahatan Wawan. Informasi itu seperti
“….Bacokan di muka itu cukup dalam, … tulang-tulang rusuknya juga patah, badan semua hancur….”.
4.2.2.8 Nilai Rasa Senang