F. Analisis Data
Data hasil sifat fisik yang diperoleh pada penelitian ini terlebih dahulu diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk. Bila menunjukkan data yang
terdistribusi normal, pengujian dilanjutkan dengan uji Student-t untuk melihat signifikansi pada sampel dengan fase minyak yang berbeda. Namun, apabila hasil
uji Shapiro-Wilk menunjukkan data yang tidak terdistribusi normal, maka dilakukan uji Wilcoxon. Data analisis dengan Student-t dan Wilcoxon berbeda
signifikan jika nilai p-value ≤ 0,05.
Data hasil stabilitas fisik sebelum dan sesudah melewati uji stabilitas terlebih dahulu diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk. Bila
menunjukkan data yang terdistribusi normal, pengujian dilanjutkan dengan uji Student-t untuk melihat signifikansi pada sampel dengan fase minyak yang sama.
Namun, apabila hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan data yang tidak terdistribusi normal, maka dilakukan uji Wilcoxon. Pengolahan statistik dilakukan dengan
software R 3.2.2 dengan taraf kepercayaan 95.
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Minyak Biji Delima
Minyak biji delima yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan ekstraksi cold pressing sehingga dapat dihasilkan minyak dengan
kualitas yang baik dan kandungan yang tetap terjaga. Karakterisasi minyak biji delima dilakukan dengan membandingkan kandungan asam lemak yang tercantum
pada certificate of analysis CoA minyak biji delima yang digunakan pada penelitian ini Lampiran 1 dengan hasil karakteristik kandungan asam lemak
pada minyak biji delima yang telah dilakukan oleh Melo et al. 2014. Hasil karakterisasi disajikan pada Tabel IV.
Tabel IV. Hasil karakterisasi minyak biji delima Kandungan asam lemak
Melo et al. 2014 CoA
punicic acid C18:3 71,5±17,9
77,5 linoleic acid C18:2
10,8±6,9 6,2
oleic acid C18:1 9,0±5,6
6,0 palmitic acid C16:0
5,7±4,1 2,9
stearic acid C18:0 2,1±3,1
2,8
B. Formulasi Nanoemulsi Minyak Biji Delima
Formulasi nanoemulsi minyak biji delima pada penelitian ini menggunakan dua fase minyak yang berbeda dengan tujuan untuk melihat
pengaruh dari fase minyak yang digunakan terhadap stabilitas fisik nanoemulsi yang terbentuk. Fase minyak yang digunakan dalam penelitian ini ialah virgin
coconut oil VCO dan medium-chain triglycerides MCT oil. Surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan pada kedua formulasi ialah Tween 80 dan PEG 400.
Pembuatan nanoemulsi minyak biji delima diawali dengan melakukan pengadukan secara konstan campuran antara minyak biji delima, fase minyak,
surfaktan, serta kosurfaktan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit pada kecepatan 1000 rpm. Selanjutnya campuran ditambahkan fase air dan
kecepatan pengadukan ditingkatkan menjadi 1250 rpm selama 10 menit. Pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer termasuk dalam metode
pembuatan nanoemulsi secara spontan di mana energi yang dibutuhkan rendah sehingga ukuran droplet yang dihasilkan kurang seragam. Pembuatan nanoemulsi
secara spontan memiliki kekurangan salah satunya ialah membutuhkan surfaktan dengan jumlah yang lebih banyak untuk menghasilkan sediaan dengan ukuran
droplet 100 nm. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan kombinasi pembuatan nanoemulsi minyak biji delima dengan metode emulsifikasi energi
tinggi menggunakan homogenizer dan sonikator. Metode pembuatan nanoemulsi minyak biji delima diperoleh melalui orientasi yang telah dilakukan sebelumnya
dengan melakukan optimasi waktu dan kecepatan pada saat pengadukan dengan magnetic stirrer, homogenizer, dan sonikator.
C. Evaluasi Sifat Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima
Sediaan nanoemulsi dikatakan baik dan stabil apabila memiliki penampakan jernih, tidak terjadi pemisahan fase, memiliki tipe nanoemulsi MA,
nilai pH berada dalam rentang pH kulit yakni 4 - 6, persen transmitan mendekati 100, turbiditas kurang dari 1, viskositas rendah, serta ukuran droplet 100
nm. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi sifat fisik yang meliputi pemeriksaan
organoleptis dan pH, tipe nanoemulsi, persen transmitan, turbiditas, viskositas, serta ukuran droplet.
1. Pengujian organoleptis dan pH
Pengujian organoleptis yang diamati meliputi warna, bau, kejernihan, homogenitas, dan pemisahan fase sediaan nanoemulsi. Hasil pengujian
organoleptis dan pH dari dua formula sediaan nanoemulsi minyak biji delima dapat dilihat pada Tabel V.
Tabel V. Data organoleptis dan pH nanoemulsi minyak biji delima Formula A
Formula B Warna
Kuning Kuning
Kejernihan Jernih
Jernih
Pemisahan fase
Tidak memisah
Tidak memisah
Bau Khas
Khas
Homogenitas Homogen
Homogen
pH 5,94±0,01
5,99±0,008
Keterangan: Formula A= Formula dengan VCO Formula B= Formula dengan MCT oil
Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan formula A dan formula B menghasilkan sediaan nanoemulsi yang berwarna kuning jernih, bau khas,
homogen secara fisik, dan tidak terjadi pemisahan. Nilai pH sediaan berada dalam kisaran pH kulit yakni antara 4
– 6 Ali and Yosipovitch, 2013, sehingga dapat meminimalkan resiko iritasi. Variasi fase minyak yang
digunakan dalam formula A dan formula B tidak memberikan perbedaan karakteristik pada pH sediaan nanoemulsi minyak biji delima. Data analisis
statistik pH pada kedua formula nanoemulsi menunjukkan bahwa variasi fase
minyak tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan p-value sebesar 0,0765.
2. Pengujian tipe nanoemulsi
Pengujian tipe nanoemulsi dilakukan untuk mengetahui tipe nanoemulsi yang terbentuk. Perhitungan secara teoritis pada formula A dan
formula B mempunyai nilai HLB sebesar 14,37 Lampiran 2 yang membentuk emulsi dengan tipe MA. Berdasarkan hasil pengujian, tipe emulsi sediaan
nanoemulsi minyak biji delima baik yang diformulasikan dengan fase minyak VCO dan MCT oil ialah tipe emulsi MA.
3. Pengujian persen transmitan
Persen transmitan diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV- Vis dengan aquadest sebagai blanko pada panjang gelombang 650 nm.
Pengukuran persen transmitan menunjukkan tingkat kejernihan sediaan nanoemulsi yang terbentuk. Hasil pemeriksaan persen transmitan masing-
masing formula dapat dilihat pada Tabel VI.
Tabel VI. Data hasil uji sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima
Berdasarkan Tabel VI, variasi fase minyak yang digunakan pada kedua formula yang dibuat tidak memberikan perbedaan yang signifikan
Formula A Formula B
p-value pH
5,94±0,01 5,99±0,008
0,0765
Transmitan 99,83±0,15
99,67±0,05 0,1642
Turbiditas 0,108±0,02
0,157±0,02 0,0494
Viskositas dPa.s 0,058±0,001
0,046±0,02 0,4247
Ukuran droplet nm 109,56±73,52
222,32±127,74 -
dengan p-value sebesar 0,1642. Hal ini dapat menunjukkan bahwa semua sediaan yang dihasilkan memiliki karakteristik jernih karena memiliki nilai
persen transmitan mendekati 100.
4. Pengujian turbiditas
Turbiditas diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis dengan aquadest sebagai blanko pada panjang gelombang 502 nm. Pengukuran
turbiditas menunjukkan tingkat kekeruhan sediaan nanoemulsi yang terbentuk. Hasil pengujian turbiditas masing-masing formula dapat dilihat pada Tabel VI.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariviani, Raharjo, Anggrahini, and Naruki 2015, pengukuran turbiditas dapat digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai sifat fisik sediaan nanoemulsi. Turbiditas dengan nilai di bawah 1 menunjukkan bahwa nanoemulsi yang terbentuk
memiliki penampakan yang jernih dan ukuran droplet yang kecil. Berdasarkan hasil analisis secara statistik yang dilakukan pada kedua formula nanoemulsi
minyak biji delima, variasi fase minyak yang digunakan memberikan perbedaan hasil secara signifikan dengan nilai p-value
≤ 0,05. Turbiditas yang dihasilkan dengan fase minyak VCO lebih rendah dibandingkan dengan
turbiditas yang dihasilkan dengan fase minyak MCT oil, hal ini menandakan bahwa ukuran droplet yang dihasilkan oleh fase minyak VCO lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran droplet yang dihasilkan oleh MCT oil sehingga tingkat kekeruhan formula dengan fase minyak VCO lebih rendah meskipun
keduanya sama-sama memiliki penampakan fisik yang jernih.