3. Peran Efikasi Diri dalam Belajar
Menurut Bandura Alwisol, 2009, efikasi diri belajar mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan
seorang siswa untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas studi dengan hasil dan waktu yang telah ditentukan. Efikasi diri belajar
mengacu pada pertimbangan seberapa besar keyakinan seseorang tentang kemampuannya melakukan sejumlah aktivitas belajar dan
kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas belajar. Efikasi diri belajar merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan menyelesaikan
tugas-tugas akademik yang didasarkan atas kesadaran diri tentang pentingnya pendidikan, nilai dan harapan hasil yang akan dicapai
kegiatan belajar. Sebelumnya, Bandura telah menyinggung empat sumber dari
efikasi diri yaitu; pengalaman menyelesaikan masalah mastery experience
, pengalaman orang lain various experience, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis dan emosional. Riset terbaru Nan Zhang
Hampton dan Emanuel Mason Feist dan Feist 2008: 428, menyatakan bahwa siswa-siswa dengan kemampuan belajar rendah dapat memiliki
self efficacay yang redah terutama karena akses menuju empat sumber
kemampuan diri ini. Selain itu, kegagalan berulang-ulang dalam pengalaman penguasaan akademik akan mengarah pada self efficacy
yang rendah pada siswa dengan kemampuan belajar rendah. Di titik ini, siswa terperangkap dalam lingkaran setan upaya yang semakin
mengendur dan kegagalan yang semakin banyak: persepsi semakin diperkuat oleh pengalaman. Pemodelan sosial para siswa memiliki
kemampuan belajar rendah menjadi semakin rendah karena mereka tidak berani menjadikan siswa-siswa pandai sebagai acuan identifikasi
dirinya. Riset-riset mereka terdahulu mengenai korelasi self efficacy
dan kemampuan belajar rendah sudah mengabaikan mekanisme yang paling memungkinkan untuk menjelaskan hubungan kedua faktor ini.
Dengan memasukkan gender dan sumber efikasi diri, Hampton dan Mason berharap dapat menjelaskan hubungan yang paling
memungkinkan antara pembelajaran dan kemampuan ini. Di titik ini, efikasi diri akan bisa dilihat memberikan pengaruh paling besar bagi
peforma akademis. Untuk mengetes model mereka, Hampton dan Mason Feist
dan Feist 2008: 428 mengumpulkan data hampir 300 siswa SMA, kira-kira separuhnya didiagnosis kemampuan belajar rendah. Hasil
menunjukkan bahwa, jika dbandingkan dengan siswa berkemampuan tinggi, para siswa berkemampuan rendah kekurangan pengalaman
penguasaan, kekurangan peran model, hanya sedikit mendapat penguatan positif dari orang lain, dan memiliki tingkat kecemasan
tinggi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa, pengaruh tidak langsung kepercayaan terhadap sumber efikasi diri hanya melekat pada
status kemampuan belajar rendah, bukannya bias gender. Dengan kata