Pengaruh penggunaan strategi mastery learning terhadap hasil belajar IPS siswa Mts Al-Khairiyah tegal parung jakarta selatan tahun ajaran 2014/2015

(1)

TAHUN AJARAN 2014/2105

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiah Dan Keguruan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

NURFADILAH

1110015000001

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

TERHADAP

HASIL BELAJAR

IPS SISWA MTS AL.KHAIRIYAH

TEGAL

PARANG

JAKARTA

SELATAN

TAHUN AJARAN 2014 I2IO5'

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

Oleh: Nurfadilah NIM. 1110015000001

Dibawah Bimbingan

Pembimbing

r@4

Anissa windarti. M.Sc NIP. 19820802 201101 2 005

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGBTAHUAN SOSIAL (IPS) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NBGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

dalam siding munaqosah Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dinyatakan LULUS pada ujian munaqosah tanggal 08 Mei 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana (S.Pd) padajurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, program studi ekonomi.

lakarta,08 Mei 2015

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal TandaTangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan

Dr. Iwan Purwanto, M Pd NrP. 19730424 20080

| I

012

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS)

Drs.Svaripulloh. M.Si NIP. t9670909 200701 1 033

Penguji I

Mochammad Noviadi Nugroho, M.Pd

NrP. 19761 118 20t101 1006 Penguj i II

Andri Noor Ardiansvah. M.Si

NIP" 198403 t2 201 503 1002

IPS)

./

oI?94

'

tl--lD * a6 -

doly<1--" 4-'

d

t-

o.b *?^)t{-Mengetahui

Dekan Fakul Ilmu Tarbiah

Prof. Dr. Ahma


(4)

Siswa Mts Al-Khuriyah Tegal Parang Jakarta Selatan Tahun Ajaran 201412105 " yang disusun oleh:

Nama

: Nurfadilah

Nim

: 1110015000001

Jurusan

: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas

: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Telah diuji kebenarannya oleh Dosen Pembimbing pada tanggal 08 April 2015.

lakarta,08 April 2015

Yang Mengesahkan

Pembimbing

m

Anissa windarti. M.Sc NIP. 19820802 201101 2 005


(5)

Nama NIM

Jurusan

Angkatan Tahun

Alamat

: Nurfadilah

: 1 I 10015000001

: Pendidikan IPS/Ekonomi :2010

:

Jln. Mampang Prapatan

VII

buncit

V

no: 30 RT/RW:

001/006, Tegal Parang, Jakarta Selatan.

MENYATATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa Skripsi yang berjudul ooPengaruh Penggunaan Strategi Mostery Leurning Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Mts Al-Khairiyah Tegal Parang

Jakarta Selatan Tahun Ajaran 201412105" adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama

Dosen

Jurusan

: Pendidikan IPS

Demikian surat pertanyaan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti skripsi

ini

bukan hasil karya sendiri.

Jakarta,08 April 2015


(6)

i

ABSTRAK

Nurfadilah, “Pengaruh Penggunaan Strategi Mastery Learning

Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Mts Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2014/2015”. Skripsi, Program Studi Ilmu Pendidikan Ekonomi, Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan strategi mastery learning terhadap hasil belajar IPS siswa MTs Al-Khairiyah. Penelitian ini dilakukan di MTs Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan tahun ajaran 2014/2015. Metode yang digunakan adalah eksperimen dan pengambilan sampel menggunakan teknik cluster sampling. Adapun sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas 8C dan 8D berjumlah 33 orang dari kelas 8C sebagai kelompok eksperimen dan 33 orang dari kelas 8D sebagai kelompok kontrol. Intrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen menggunakan tes objektif yang telah diuji validitas dan reliabilitas sebanyak 20 soal. Kemudian untuk teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan rumus uji liliefors dan uji homogenitas menggunakan rumus uji fisher selanjutnya uji hipotesis menggunakan rumus uji t. untuk mengetahui perbedaan hasil belajar dan pemahaman siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol maka dilakukan uji N-Gain menggunakan rumus N-Gain. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 8.65 ternyata lebih besar dari ttabel sebesar 1.67 ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf signifikan α = 0,05. Maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan strategi mastery learning terhadap hasil belajar IPS siswa MTs Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan tahun ajaran 2014/2015.


(7)

ii

ABSTRACK

Nurfadilah, "Influence of Mastery Learning Strategies Against IPS Student Learning Outcomes Mts Al-Khairiyah". Skripsi, Department of Economics of Education Sciences, Department of Social Education, Faculty of Science Tarbiah And Teaching, State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

The objective of this research is to find the influence of using mastery

learning strategy towards students’ learning outcome in Social Subject (IPS) of

MTs Al-Khairiyah. This research is conducted at MTs Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan academic year 2014/2015. The method used in this research is experiment and the sample was taken by using cluster sampling technique. Then, the sample of this research is consisted of two classes, 8C and 8D, 33 students from 8C as experiment class and 33 students from 8D as controlled class. The instrument used in this research is objective test that consist of 20 questions that has been examined its validity and reliability. The technique of data analyzes used in this research is normality test, liliefors test and homogeneity test by using the formula of fisher test, then, the hypothesis is examined by using t test. In order to

find the comparison of students’ outcome and understanding between experiment

and controlled class, the researcher used N-Gain test. Based on the calculation of the data, ttest that was 8.65 is higher than ttable that was 1.67. It means Ho is

rejected and Ha is accepted in the value of t-table significant degree α = 0,05. In other word, it can be concluded that there is significant effect of using mastery

learning strategy towards students’ learning outcome in Social Subject (IPS) at

MTs Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan academic year 2014/2015.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini, dan dengan petunjuk-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Penggunaan Strategi Mastery Learning Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Mts Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2014/2015”.

Shalawat serta salam semoga terlimpah selalu kepada revolusioner terbesar nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya dan seluruh umat yang meyakini kebenarannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan suatu proses yang harus dijalani. Kemudian dengan selesainya penulisan skripsi ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada mereka yang berjasa, khususnya kepada:

1. Allah SWT yang mana telah memberikan rahmat, hidayah serta anugerahnya kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof.Dr.Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr.Iwan Purwanto, M.Pd, selaku ketua jurusan ilmu pengetahuan sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin penelitian serta memberikan motivasi pada penulis.

4. Bapak Drs.Syaripulloh, M.Si, selaku wakil ketua jurusan ilmu pengetahuan sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan masukan dan nasehat serta semangat pada penulis.

5. Bapak Dr.Iwan Purwanto, M.Pd, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasehat pada penulis.


(9)

iv

6. Ibu Anissa Windarti, M.Sc, selaku pembimbing skrispi yang telah banyak meluangkan waktu untuk penulis guna kepentingan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Dosen beserta seluruh karyawan dan staf-stafnya di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. 8. Kedua Orang Tua (H.Suryani Ahmad, S.Pd dan Hj.Nuroniah) yang selalu

memberikan kasih sayang, bimbingan, do’a dan dukungan baik secara

moril maupun materil. Terima kasih untuk semuanya.

9. Kakak-kakak saya (Rahmawati, MA, Sukriah, M.Pd, Abdul Azim, dan Abdul Hafiz) dan tak lupa pula kepada kakak ipar dan keponakan-keponakan saya (Dr.Abdul Muid Nawawi, MA, Silmya Aqila dan Kyara Aisha) yang selalu menyemangati dan mengingatkan untuk cepat menyelesaikannya serta selalu setia mendo’akan saya.

10.Keluarga besar H.Fadlullah Ahmad yang tak pernah bosan untuk selalu

mendo’akan saya.

11.Keluarga besar H.Abdullah khususnya Ahmad Fauzi yang telah memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Kepala MTs Al-Khairiyah Jakarta Selatan (A. Hidayat. S.Pd, M.Si) yang telah memberikan izin penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

13.Ibu Hj. Shafaul Bariyyah, S.EI selaku guru pendamping dalam kegiatan penelitian skripsi ini. Dan lupa pula seluruh tenaga pengajar, karyawan, dan peserta didik MTs Al-Khairiyah Jakarta Selatan yang telah membantu pengumpulan data penyusunan skripsi ini.

14.Berbagai instansi yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

15.Teman-teman seperjuanganku (Chentauri Galih, Lilian Paramitha, Frisca Fauziah, Dini Halimah, Gina Rosdianti, Desdemonawita, Cindy Febri) serta teman-temanku di jurusan IPS Angkatan 2010 (yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu) yang selalu menemaniku disaat aku merindukan kegembiraan dan kesenangan serta mengisi hari-hariku selama perkuliahan.


(10)

v

Kepada semua pihak yang telah penulis sebutkan di atas, penulis merasa tidak dapat memberikan apa-apa selain untaian rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baiknya balasan.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Maret 2015


(11)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN ABSTRAK ... i

HALAMAN ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 3

C.Pembatasan Masalah ... 3

D.Perumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 3

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A.Deskripsi Teoritik ... 5

1. Hasil Belajar ... 5

2. Strategi Pembelajaran ... 14

3. Pengertian Mastery Learning Dan Strategi Konvensiona 15 4. Pengertian IPS Sebagai Bidang Kajian Penelitian ... 30

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berfikir ... 33

D. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat Dan Waktu Penelitian ... 35


(12)

vii

C.Populasi Dan Sampel ... 37

D.Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Uji Instrumen Tes ... 40

F. Uji Prasyarat Analisis ... 45

G.Uji Hipotesis ... 47

H.Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV DESKRIPSI DATA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data ... 50

B.Hasil Penelitian ... 57

C.Pembahasan ... 73

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 76

B.Saran-Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Uji Referensi ... 79

Lampiran 2: Rpp ... 84

Lampiran 3: Instrumen Kisi-Kisi ... 94

Lampiran 4: Soal Pretest-Posttest ... 96

Lampiran 5: Wawancara Guru ... 99

Lampiran 6: Wawancara Siswa ... 100

Lampiran 7: Observasi Guru ... 101

Lampiran 8: Observasi Siswa... 103

Lampiran 9: Uji Validitas... 108

Lampiran 10: Uji Reliabilitas ... 109

Lampiran 11: Uji Tingkat Kesukaran ... 110

Lampiran 12: Uji Daya Beda ... 111

Lampiran 13: Distribusi Pretest-Posttest ... 112

Lampiran 14: Uji Normalitas ... 120

Lampiran 15: Uji Homogenitas ... 124

Lampiran 16: Uji Hipotesis ... 126

Lampiran 17: Ketuntasan Belajar Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 130

Lampiran 18: Foto Kegiatan ... 132


(14)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1:Perbandingan Kualitatif Antara Pembelajaran Tuntas Dengan

Pembelajaran Konvensional ... 28

Tabel 3.1: Paradigma Penelitian ... 36

Tabel 3.2: Daftar Nama Guru ... 40

Tabel 3.3: Daftar Nama Siswa ... 40

Tabel 3.4: Kategori Nilai N-Gain... 49

Tabel 4.1: Daftar Nama-Nama Guru & Karyawan ... 54

Tabel 4.2: Sarana Dan Prasaranan ... 57

Tabel 4.3: Hasil Uji Validitas ... 58

Tabel 4.4: Hasil Uji Reliabilitas ... 58

Tabel 4.5: Hasil Uji Taraf Tingkat Kesukaran ... 58

Tabel 4.6: Hasil Uji Daya Beda ... 59

Tabel 4.7: Hasil Uji Normalitas Pretest ... 59

Tabel 4.8: Hasil Uji Normalitas Posttest ... 60

Tabel 4.9: Uji Homogenitas Pretest ... 61

Tabel 4.10: Uji Homogenitas Posttest ... 62

Tabel 4.11: Uji Hipotesis Pretest Dan Posttest ... 63

Tabel 4.12: Perhitungan N-Gain Kelas Eksperimen ... 63

Tabel 4.13: Perhitungan N-Gain 8d ( Kelas Kontrol) ... 65

Tabel 4.14: Hasil N-gain Pretest-Posttest Pada Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 67

Tabel 4.15: Pedoman Wawancara Siswa ... 67


(15)

x

Tabel 4.17: Lembar Observasi Partisipasi Siswa ... 71


(16)

1 A. Latar Belakang

Sekolah sebagai lembaga pendidikan selalu berusaha terus menerus dan terprogram mengadakan pembenahan di berbagai bidang, termasuk salah satunya adalah Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Dalam pembelajaran, guru memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Kembali diingatkan pada sebuah hikmah “At-thoriqotu ahammu min al-maaddah” (metode itu lebih signifikan perannya dari pada materi). Bukan berarti materi, media, tujuan maupun evaluasi tidak penting, akan tetapi hikmah tersebut merupakan bentuk penekanan khusus. Seorang guru tidak akan mampu mengantarkan siswanya untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan tanpa memiliki metode yang baik, dengan kata lain mempunyai keterampilan dalam menyampaikan materi.

Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan masa depan pada zaman globalisasi. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai macam cara salah satunya pendidikan di sekolah.

Dalam proses pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama setiap murid adalah belajar. Selanjutnya keterkaitan antara belajar dengan mengajar itulah yang disebut dengan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran La Costa mengklasifikasikan mengajar berpikir menjadi tiga, yaitu teaching of thinking, teaching for thinking, and teaching about thinking.

Berdasarkan pengamatan observasi peneliti di kelas VIII MTs Al-Khairiyah Jakarta Selatan diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa pada pada pelajaran IPS yang masih di bawah nilai KKM sebesar 50% dari jumlah siswa pada semester ganjil kelas VIII tahun ajaran 2014/2015. Dimana nilai KKM yang ditentukan untuk mata pelajaran IPS adalah 6.60. Hal ini dikarenakan dalam materi-materi pelajaran IPS banyak memuat kata kata istilah, tanggal sejarah yang harus diingat, dihafal dan dimengerti. Selain itu menurut peneliti kurangnya


(17)

penguasaan guru akan penggunaan strategi pembelajaran juga menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya pemahaman siswa akan materi ajar IPS. Penggunaan strategi pembelajaran dengan model ceramah yang dianggap sebagai model pembelajaran yang monoton dan membosankan dapat mengurangi minat belajar siswa. Oleh karena itu guru harus mampu membenahi cara belajar mengajar dalam proses pembelajaran. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah strategi mastery learning.

Keberhasilan guru dilihat dari sejauh mana siswa telah memiliki kompetensi melalui proses belajar. Dengan demikian, setelah proses pembelajaran selesai sebaiknya guru bertanya:

“Apakah melalui proses pembelajaran siswa telah berhasil mencapai

sejumlah kompetensi seperti yang dirumuskan?”guru tidak bertanya: “sejauh

mana materi telah tersampaikan kepada siswa”.

Hal ini sangat penting, oleh sebab melalui pertanyaan pertama yang menjadi sasaran keberhasilan adalah siswa sebagai subyek belajar, sedangkan pertanyaan kedua yang menjadi sasaran adalah guru. Oleh karena itu penggunaan metode, strategi dan pendekatan pembelajaran yang benar dan tepat akan berpengaruh terhadap pembelajaran siswa sebagai upaya pencapaian kompetensi seperti yang diharapkan.1 Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Hal

ini seperti yang dikemukan oleh Killen dalam buku Wina Sanjaya: “No teaching strategy is better than others in all circumtances, so you have to be able to use a variety of teaching strategy, and make rational decisions about when each of the

teaching strategy is likely to most effective”.

Apa yang dikemukan oleh Killen itu jelas, bahwa guru harus mampu memilih strategi yang dianggap cocok dengan keadaan. 2 Strategi mastery learning dipilih karena di dalamnya mengandung kegiatan-kegiatan yang menarik serta mengarahkan siswa untuk lebih aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran dan memotivasi siswa untuk berkompetisi dengan teman sebayanya, melatih bekerjasama dalam sebuah tim serta mengembangkan sikap siswa.

1

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: kencana, 2006), h. 87.

2


(18)

Pembelajaran tuntas juga dapat diterapkan dengan berbagai metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan fasilitas yang ada disekolah serta pada semua mata pelajaran dan pokok bahasan.

Dengan penggunaan mastery learning tersebut diharapkan mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi, kerjasama, bertukar pikiran, menjawab bahkan memberikan pertanyaan. Di samping itu juga telah dilakukan diskusi dengan guru mata pelajaran IPS terkait dengan penerapan strategi mastery learning dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu peneliti mengambil judul penelitian ini dengan “Pengaruh Penggunaan Strategi Mastery Learning Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Mts Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2014/2015”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Tingkat kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran IPS rendah

2. Penggunaan metode, strategi dan pendekatan pembelajaran yang kurang dikuasai oleh guru

3. Kurangnya penerapan pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memberikan pembatasan terhadap permasalahan guna mempermudah dalam pembahasan penelitian, yaitu: Pengaruh pembelajaran dengan menggunakan mastery learning terhadap hasil belajar IPS pada siswa kelas VIII


(19)

D. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah yaitu, Bagaimana pengaruh pembelajaran dengan menggunakan strategi mastery learning Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa MTs Al-Khairiyah Jakarta Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh strategi mastery learning terhadap hasil belajar IPS siswa MTs Al-Khairiyah Jakarta selatan.

F. Manfaat Penelitian Secara teoritis:

Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapakan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan alternatif untuk menyempurnakan suatu sistem atau strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran tuntas (mastery learning)

1) Bagi sekolah yaitu, 2) Bagi peneliti yaitu,

3) Bagi para praktisi pendidikan dan pendidikan pada umumnya yaitu, 4) Bagi para siswa yaitu,

Secara praktis:

1) Bagi sekolah yaitu, Mata pelajaran IPS dalam hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan guna meningkatkan hasil belajar siswa dalam mencapai target belajar siswa yang diinginkan. Serta dapat dijadikan sebagai bahan dalam mengevaluasi dalam pelaksanaan mastery learning pada mata pelajaran IPS khususnya dan pelaksanaan bidang studi yang lainnya.

2) Bagi peneliti yaitu penelitian ini sebagai bekal teoritis dan praktis dalam mengimplementasikan mastery learning di lapangan. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi sarana belajar untuk menjadi seorang pendidik agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan meningkatkan hasil belajar siswa sehingga hasil belajar yang diharapkan memuaskan.


(20)

3) Bagi para praktisi pendidikan dan pendidikan pada umumnya, diharapkan dapat memberikan pemahaman ilmu pendidikan, pemecahan masalah dalam mastery learning serta dapat memberikan konstribusi penilaian bagi dunia pendidikan pada umumnya.

4) Bagi para siswa yaitu dengan model pembelajaran tuntas (mastery learning) ini diharapkan mampu menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan, kondusif dan efektif. Siswa juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya dalam pembelajaran IPS.


(21)

5 A. Deskripsi Teoritik

1. Hasil Belajar

1) Pengertian Belajar

Dalam hidup manusia dituntut unuk selalu menuntut ilmu dengan banyak belajar. Jangan pernah ada kata lelah dalam belajar. Belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa sepanjang kehidupan manusia akan terus

belajar. Dalam sebuah hadits nabi yang artinya: “tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat”. Dan dalam hadits lain yang Artinya: “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina”, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut. (H.R. Ibnu Abdil Bar).

Banyak sekali pendapat-pendapat para ahli tentang belajar. Salah satunya adalah pendapat dari Hilgard. Menurut Hilgard, belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.3

Sedangkan menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pencaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R). Oleh karena itulah teori ini juga dinamakan teori Stimulus-Respons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan Stimulus dan Respons sebanyak-banyaknya. Salah seorang tokoh behaviorist, yaitu Therndike dengan teori

3


(22)

belajarnya koneksionisme mengemukakan bahwa agar terjadi hubungan Stimulus-Respons perlu memperhatikan hukum-hukum belajar sebagai berikut: a) hukum kesiapan b) hukum latihan c) hukum akibat.4

2) Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu proses belajar dan mengajar dengan segala interaksi di dalamnya. Kata “pembelajaran” adalah terjemah dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran Psikologi Kognitif-Wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan cetak, program televise, gambar, audio, dan lain sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne, yang menyatakan bahwa:

“instruction is a set of event that effect learners in such a waythat learning is facilitated”

Oleh karena itu menurut Gagne, mengajar atau “teaching” merupakan bgian dari pembelajaran (instruction), di mana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengarasemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Lebih lengkap Gagne mnyatakan:

why do we speak of instruction rather than teaching? It is because we wish to describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a human being, not just those set in motion by individual who is a teacher. Instruction may include events that are generated by a page of print, by picture, by a television program, or by combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may plan an essential role in the arrangement of any of these events

Dalam istilah “pembelajaran” yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan

hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subjek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga

4


(23)

dalam setting poses belajar mengajar siswa dituntut beraktifitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian kalau

istilah “mengajar” atau “teaching”menempatkan guru sebagai “pemeran utama”

memberikan informasi, maka dalam istilah “instruction” guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. 5

3) Definisi hasil belajar

Dalam proses belajar mengajar guru juga ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman yang telah dicapai oleh siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Menurut Sudjana: Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami siswa. Sementara menurut Gronlund: hasil belajar adalah suatu bagian pelajaran misalnya suatu unit, bagian ataupun bab tertentu mengenai materi tertentu yang telah dikuasai oleh siswa. Sedangkan Spears berpendapat bahwa pengalaman belajar meliputi apa-apa yang dialami siswa baik itu kegiatan mengobservasi, mengobservasi, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, mengikuti perintah.

Sistem pendidikan nasional dan rumusan tujuan pendidikan; baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional pada umumnya menggunakan klasifikasi hasil belajar Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni:

5


(24)

gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini aspek yang di ukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya saja.

4) Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam proses belajar pasti ada yang mempengaruhi siswa baik dalam motivasi belajar, minat belajar bahkan terhadap hasil belajar itu sendiri. Kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar seseorang tidaklah sama, tetapi sangat berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua; (1) Faktor dari dalam diri seseorang (intrinsic) dan (2) Faktor dari luar seseorang (Extrinsic).

Beberapa Faktor dari dalam (Intrinsic) 1.Inteligensi

Winkel (1986) memberi batasan tentang pengertian inteligensi dengan mengatakan, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mendapatkan suatu tujuan untuk berfikir secara rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya secara memuaskan.

Dari pengertian ini dapat dikatkan bahwa faktor inteligensi menjadi penting dalam proses belajar seseorang guna mencapai prestasi belajarnya.

2.Motivasi

Winkel (1986) menyatakan motivasi adalah motor penggerak yang mengaktifkan siswa untuk melibatkan diri. Hal ini sejalan dengan Sardiman (2003) yang menyatakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin keberlangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.


(25)

Jadi jelaslah bahwa motivasi mempunyai peranan penting dalam mencapai prestasi belajar, sehingga perlu upaya untuk menghidupkan motivasi dari seseorang.

3.Sikap

Sarwono (1988) mendefinisikan sikap adalah kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu.

Seseorang memiliki sikap tertentu terhadap berbagai hal secara baik positif maupun negatif. Sikap positif menjadi pilihan untuk dikembangkan/ditanamkan kepada seseorang sehingga dapat bersikap positip terhadap rangsangan yang diterima yang pada gilirannya akan mengoptimalkan prestasi belajar yang optimal.

4.Minat

Minat sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Pendapat

ini didukung oleh pernyataan beberapa pakar yang mengatakan bahwa: „minat

adalah kecenderungan yang tepat untuk memperhatikan dan memegang beberapa kegiatan yang diamati siswa diperhatikan terus menerus disertai dengan rasa senang dan diperoleh suatu kepuasan‟ (Cony Semiawan, 1990). Juga menurut Winkel (1986) bahwa minat adalah kecenderungan yang menetapkan untuk rasa tertarik pada bidang-bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang-bidang itu.

Seseorang yang didorong oleh minat dan merasa senang dalam belajar dapat memperoleh prestasi belajar yang optimal. Oleh karena itu yang dapat diupayakan agar siswa dapat berprestasi dengan baik perlu dibangkitkan minat belajarnya.

5.Bakat

Bakat menurut Tabrina Rusyan (1989), adalah kapasitas seseorang atau potensi hipotesis untuk dapat melakukan suatu tugas dimana sebelumnya sedikit mengalami latihan atau sama sekali tidak memperoleh latihan lebih dahulu.


(26)

Jadi bakat merupakan potensi dan kecakapan pada suatu lapangan pekerjaan. Apabila kapasitas mendapat latihan yang memadai maka potensi akan berkembang menjadi kecakapan yang nyata.

6.Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan pemikiran dengan segala kekuatan perhatian yang ada pada suatu situasi. Pemusatan pikiran ini dapat dikembangkan melalui latihan.

Beberapa Faktor dari Luar (Extrinsic) 1.Faktor Keluarga

Faktor keluarga turut mempengaruhi perkembangan prestasi belajar siswa. Pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh ada dalam keluarga. Jadi keluarga merupakan salah satu sumber bagi anak untuk belajar. Kalau pelajaran yang diperoleh anak dari rumah tidak baik, kemungkinan diluar lingkungan keluarga anak menjadi nakal dan begitu juga sebaliknya.

Pendidikan informal dan formal memerlukan kerjasama antara orang tua dengan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya. Orang tua juga harus menunjukkan kerjasamanya dalam cara anak belajar di rumah. Pendidikan berlangsung seumur hidup berlangsung dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

2.Faktor Sekolah

Faktor ini menyangkut proses pembelajaran yang diterima seseorang dengan bantuan guru. Metode pembelajaran yang diberikan sekolah sangat menentukan bagaimana anak dapat belajar mandiri dengan baik. Guru yang baik adalah guru yang menguasai kelas memiliki kemampuan dan menggunakan metode Pembelajaran yang tepat, yaitu kemampuan membelajarkan dan kemampuan memilih alat bantu pemelajaran yang sesuai serta kemampuan menciptakan situasi dan kondisi belajar.


(27)

Dengan metode pembelajaran yang baik dan tepat akan dapat menarik minat siswa, perhatian siswa akan tertuju pada bahan pelajaran, sehingga diharapkan siswa akan dapat mencapai prestasi belajar.

3.Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, yang mempengaruhi anak dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Anak haruslah dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, karena dari pengalaman yang dialami siswa dimasyarat banyak diperoleh ilmu yang berguna bagi anak didik.

Hal ini didukung pendapat Glesser (1987) yang mengatakan, “manusia normal adalah seorang manusia yang berfungsi secara efektif, yang sampai pada taraf tertentu merasa bahagia dan menunjukkan prestasi dibidang yang dianggapnya perlu, ia harus pula dapat bertingkah laku dengan mempertimbangkan norma dan batasan yang ada dilingkungan setempat ia tinggal dan hidup”.6

5) Jenis-jenis hasil belajar

Menurut Bloom dalam buku Nana Sudjana 2008 membagi hasil belajar dalam tiga ranah,yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.

a. Ranah kognitif

Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: Pengetahuan (knowledge), Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, Evaluasi

b. Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek, yakni : penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam aspek yakni: gerakan reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative.7

6

http://m.kompasiana.com/post/read/558299/1/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-prestasi-belajar.html diakses pada 14 maret 2015

7

Nana Sudjana, penilaian hasil proses belajar mengajar, (bandung: PT Remaja Rosdakarya.2008) h.22


(28)

6) Pentingnya penilaian hasil belajar

Menurut pendapat Suharsimi dalam buku Eko Putro Widoyoko : “Guru maupun pendidik lainnya perlu mengadakan penilaian terhadap hasil belajar siswa karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, bagi siswa, guru maupun sekolah”.

Adapun makna penilaian bagi ketiga pihak tersebut adalah: 1)Makna bagi siswa

Dengan diadakannya penilaian hasil belajar, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa dari penilaian hasil belajar ini ada dua kemungkinan: memuaskan atau tidak memuaskan.

2)Makna bagi guru

Guru akan dapat mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) kompetensi yang diharapkan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil mencapai KKM kompetensi yang diharapkan.

Guru akan dapat mengetuhi apakah pengalaman belajar (materi pelajaran) yang disajikan sudah tepat pada siswa sehingga untuk kegiatan pembelajaran diwaktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan.

Guru akan dapat mengetahui apakah strategi pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau belum. Jika sebagian besar dari siswa memperoleh hasil penilaian yang kurang baik maupun jelek pada penilaian yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan oleh strategi atau metode pembelajaran yang kurang tepat. Apabila demikian halnya, maka guru harus introspeksi diri dan mencoba mencari strategi lain dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

3)Makna bagi sekolah

Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar siswa-siswanya, maka akan dapat diketahui pula akademik


(29)

yang diciptakan oleh sekolah sudah dengan harapan atau belum. Hasil belajar siswa merupakan cermin kualitas sekolah

Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah untuk mengetahui apakah yang dilakukan oleh sekolah sudah memenuhi standar pendidikan sebagimana dituntut standar nasional pendidikan (SNP) atau belum. Pemenuhan berbagai standar akan terlihat dari bagusnya hasil penilaian belajar siswa.

Informasi hasil penilaian yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi sekolah untuk menyusun berbagai program pendidikan disekolah untuk masa-masa yang akan datang.8

2. Strategi Pembelajaran

a. Pengertian strategi pembelajaran

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Menurut J.R David dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai

a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal”. Jadi, dengan demikian startegi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas, pertama, strategi pembelajaran merupakan rencanan tindakan (rangkaian) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Artinya arah arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.

8

Eko Putro Wodoyoko, EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN Panduan Praktis Bagi Pendidikan Dan Calon Pendidik. ( Yogyakarta: Bima Bayu Atijah, 2009). h. 36-38


(30)

Kemp menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah “suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien”.

Senada dengan pendapat diatas, Dick dan Carey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah “suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa”.

Dengan demikian, bisa terjadi satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjukan pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a way in achieving something.9

b. Jenis jenis strategi pembelajaran

Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Rowntree mengelompokkan ke dalam strategi penyampaian-penemuan atau exposition-discovery learning, dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran individual atau groups-individual learning. 10 Selain pendapat Rowntree, Roy Killen mencatat beberapa macam strategi pembelajaran yang dapat digunakan seperti: a) Strategi pembelajaran langsung (direct instruction), b) Stratergi pembelajaran dengan diskusi, c) Strategi pembelajaran dengan kerja kelompok kecil, d) Strategi pembelajaran cooperative learning, e) strategi pembelajaran problem solving.11 Carleston Washburne dan teman-temannya mengembangkan strategi mastery learning.12

9

Wina. Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta:kencana, 2008), hal 125-127

10

Wina, Sanjaya. Pembelajaran Dalam Implementasi,….. h. 104

11

Ibid,. h. 105-107

12“Maman Achdiat Ngadiyono A. Y,

Beberapa Catatan Tentang Mastery Learning, (Jakarta:


(31)

3. Pengertian Mastery Learning Sebagai Strategi Pembelajaran Dan Pengertian Strategi Konvensional

a. Strategi mastery learning

1) Pengertian Mastery Learning (Belajar Tuntas)

Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Belajar tuntas adalah suatu sistem belajar yang menginginkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai tujuan pembelajaran secara tuntas. Pendekatan ini diharapkan dapat mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai dan memberikan perhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar.13

Konsep mastery learning (belajar tuntas) sesungguhnya bukanlah barang baru. Konsep ini sesungguhnya sudah cukup tua dan sudah berkembang sejak tahun 1920, yaitu dikembangkan oleh Carleston Washburne dan teman-temannya melalui Winnetka Plan pada tahun 1992 dan oleh Prof. Henry C. Morrison di Laboratory school Universitas Chicago tahun 1926.

Maksud utama dari mastery learning adalah memungkinkan 75% sampai 90% siswa untuk mencapai hasil belajar yang sama tingginya dengan kelompok terpandai dalam pengajaran klasikal. Demikian pula maksud mastery learning tersebut adalah meningkatkan efisiensi belajar, meningkatkan minat belajar, dan meningkatkan sikap siswa yang positif terhadap bahan pelajaran yang dipelajari melalui metode-metode belajar dalam kesatuan kelas.

Gambaran pendekatan yang dilakukan oleh kedua ahli tersebut di atas adalah sebagai berikut:

a. Mastery learning didefinisikan dalam hubungan dengan tujuan

pendidikan khusus yang diharapkan dicapai oleh setiap siswa. Bagi

13

Kunandar, Guru Profesional implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) dan Suksen dalam sertifikasi guru. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007). h . 327


(32)

Washburne tujuan kognitif sedangkan bagi Morrison tujuan-tujuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

b. Pengajaran diorganisasikan menjadi satuan-satuan pengajaran yang tertentu. Setiap satuan terdiri dari kumpulan materi pengajaran yang diatur secara sistematik untuk diajarkan guna mencapai tujuan-tujuan satuan pelajaran (Morrison)

c. Penguasaan bahan yang komplit untuk setiap satuan pelajaran dituntut dari siswa-siswa sebelum guru maju lebih lanjut pada satuan pelajaran berikutnya. Gambaran ini khususnya penting dalam Winnetka Plan yang satuan-satuan pelajarannya telah diurutkan sehingga mempelajari setiap suatu pelajaran menjadi prasyarat untuk mempelajari satuan pelajaran berikutunya.

d. Diagnostic progress test, dilaksanakan setelah para siswa

menyelesaikan kegiatan belajar untuk setiap satuan pelajaran yang gunanya untuk memperoleh umpan balik mengenai ketepatan cara belajar siswa, yaitu sejauh mana tingkat penguasaan bahan oleh siswa dan sejauh mana pula mereka masih memerlukan penguasaan lebih lanjut.

e. Untuk penyempurnakan bahan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari diagnostic progress test, dilaksanakan learning correctives, yang menurut Morrison merupakan pengajaran kembali, pengajaran tutorial, restrukturasi kegiatan belajar, dan pengajaran kembali kebiasaan-kebiasaan belajar siswa. Waktu yang disediakan untuk learning correctives menurut metode Morrison ditentukan sendiri oleh guru, sedangkan menurut metode Winnetka Plan ditentukan sendiri oleh siswa.

Ide kedua ahli tersebut menghilang untuk beberapa tahun dan baru diingat kembali pada saat Skinner memperkenalkan pengajaran berprograma pada tahun 1954. Secara nyata ide mastery learning timbul kembali dengan munculnya


(33)

professor dari Harvard University yang mengemukakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa disekolah, dan ia menunjukkan interaksi diantara faktor-faktor tersebut.14

2) Pelopor-Pelopor Strategi Mastery Learning

Pada Abad Ke 20 Ini Pelopornya Antara Lain: Carleton Washburne (1922), Morrison (1926). Skinner (1954), Goodlad and Anderson (1959), Carroll (1963), Bruner (1966), Suppes (1966), Glaser (1968), Bloom (1968) dan James H. Block (1971).15

3) Strategi Mastery Learning Menurut James H. Block

James H. Block dari Universitas California, Santa Barbara, Amerika Serikat, memandang mastery learning sebagai falsafah persekolahan atau strategi pengajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas. Falsafah tersebut mengatakan bahwa di dalam kondisi pengajaran yang tepat semua siswa akan dapat dan akan mau belajar dengan baik sekali. Menurut James falsafah ini sesungguhnya telah cukup tua. Hal tersebut tersirat dalam tulisan-tulisan kaum Jezuit, Commenius, Pestalozzi, dan Herbart.

Namun demikian gagasan tentang mastery learning ini baru dilaksanakan di Amerika Serikat pada akhir abad ke 20 oleh perorangan, seperti Washburne pada Winnetka Plan dan Morrison di Universitas Chicago.

Ada 2 jenis gagasan mengenai mastery learning ini, yaitu: 1) Yang menitik beratkan pendidikan perorangan

2) Yang menitik beratkan pendidikan melalui pendekatan kerja kelompok

Walaupun demikian keduanya berusaha untuk mengembangkan individu siswa sebaik-baiknya, yaitu dengan cara:

1) Membantu siswa yang mengalami kesulitan

14

Maman Achdiat Ngadiyono A. Y. loc. Cit. h. 2

15


(34)

2) Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk belajar

3) Menentukan bahan yang harus dipelajari secara jelas ruang lingkupnya dan tingkat kesukarannya.

Menurut pendapat James H. Block (1971) tidak banyak sekolah yang mempunyai persyaratan untuk menyelenggarakan format pendidikan individual, karena ia memusatkan perhatiannya pada strategi mastery learning dengan orientasi pada kerja kelompok. Untuk keperluan itu ia mengolah kembali strategi mastery learning yang dikemukakan oleh Bloom (1968). Bloom menyebutkan istilah mastery learning dengan istilah: learning for master.

4) Prosedur Mastery Learning

Untuk menciptakan suatu pembelajaran yang berhasil, Bloom mengembangkan suatu prosedur pengajaran yang dapat diterapkan dalam memberikan pengajaran kepada suatu kelas. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat umum maupun khusus.

b) Menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajaran.

c) Member pelajaran secara klasikal (kelompok), sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari

d) Memberikan tes kepada siswa pada akhir masing-masing unit pelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran

e) Kepada siswa yang belum mencapai tingkat penguasaan penuh, diberikan bantuan khusus.

f) Setelah hampir semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran tersebut, barulah guru mulai mengajarkan unit pelajaran yang berikutnya.

g) Unit pelajaran yang menyusul diajarkan secara kelompok dan diakhiri dengan memberikan tes.


(35)

h) Setelah hampir semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran tersebut, barulah guru mengajar unit pelajaran yang ketiga. i) Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit

pelajaran lainnya, sampai seluruh rangkaian selesai.

j) Setelah seluruh rangkain unit pelajaran selesai, siswa mengerjakan tes yang mencakup seluruh rangkaian unit pelajaran16

Strategi mastery learning dari Bloom tersebut dikembangkan oleh James H. Block (1971) yang perinciannya mencakup:

1) Prakondisi untuk mastery learning

a) Guru yang ingin berhasil dengan mastery learning mulai dengan suatu asumsi bahwa sebagian besar murid belajar dengan baik, dan bahwa ia dapat mengajar sehingga sebagian besar siswa akan berhasil baik.

b) Langkah berikutnya ialah identifikasi masalah yang dihadapi guru, yaitu merumuskan maksud mastery learning itu.

c) Hasil test ini diukur dengan jalan membandingkan dengan keberhasilan yang distandarkan sehingga pengajaran tersebut dapat dilihat berhasil atau tidaknya.

2) Pelaksanaan mastery learning

Sekarang guru siap untuk mulai mengajar. Karena siswa belum biasa dengan mastery learning ataupun dengan gagasan tentang penilaian A, B, C dan seterusnya guru berkewajiban untuk memberikan pengarahan mengenai pelaksanaannya.

Harap diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Siswa dinilai hanya atas dasar ujian sumatif

b) Penilaian atas standar keberhasilan yang sudah ditentukan. c) Tahap keberhasilan mungkin A, B, C, D, atau F.

16 Dewi Atikoh, “Pengaruh Strategi Pembelajaran

Mastery Learning Terhadap Hasil Belajar Sosiologi Siswa”, skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 15.


(36)

d) Selama masa belajar, akan diberikan diagnostic progress test dengan tujuan maningkatkan kemampuan belajar siswa.

e) Setiap siswa mendapatkan bentuan yang diperlukan agar mau belajar sebagai berikut:

a. Masa pengarahan

Untuk menumbuhkan dorongan belajar, harus menimbulkan pada diri siswa bahwa dia dapat sanggup belajar.

b. Setelah masa pengarahan

Guru lalu mengajarkan unti pertama dengan pendekatan kelompok. Pada akhir pelajaran guru memberikan test formatif untuk melihat keberhasilan dan bukan langsung diteruskan dengan unit berikutnya. Pencatatan skor dilakukan bersama siswa – siswa sendiri.

c. Berdasarkan hasil penilain test.

Lalu guru menilai kemajuan siswa, agar dapat diketahui siapa yang harus terus membimbing yang belum berhasil, dan siswa harus mempelajari bagian-bagian yang belum dikuasai sebelum melanjutkan pelajaran untuk unit berikutnya. Waktu untuk membimbingnya ditentukan sendiri oleh yang bersangkutan.

Siswa yang mencapai hasil diatas criteria tingkatan yang ditentukan memperoleh A, sedangkan yang lebih rendah diberikan nilai yang lebih rendah walaupun umunya dengan mastery learning nilai B, C hanya sedikit, D dan F hampir tidak ada.

3) Hasil belajar siswa

Umumnya, siswa yang menggunakan strategi mastery learning berlipat 2-3 kali lebih besar jumlahnya yang memperoleh skala A dibandingkan dengan mereka yang menggunakan metode konvensional dan kelompok biasa. Jadi, perbandingan keberhasilan dengan tingkat A dan B itu berkisar antara 25%,. Data-data menunjukkan mastery learning dapat secara drastis mengurangi jumlah siswa yang memperoleh C, D dan F. Sebegitu jauh kita telah melihat hasil-hasil yang


(37)

bersifat kognitif atau aspek kecerdasan. Terdapat juga kenyataan adanya pengaruh terhadap aspek afektif.

4) Implikasi mastery learning bagi guru

a) Impilikasi mastery learning bagi guru ialah bahwa dia harus terbiasa terhadap penilain yang eksplisit.

b) Guru harus mempertanggung jawabkan nilai yang diberikannya. c) Implikasi lainnya ialah bahwa guru harus memelihara mutu-mutu

pengajarannya.

d) Impilkasi berikutnya ialah bahwa guru harus memonitor keberhasilan belajar secara terus-menerus. Cara mengajar dapat diperbaiki dengan melihat hasil test formatif.

e) Terakhir ialah bahwa guru harus selalu melakukan hubungan kerja sama dengan teman sejawat dan dengan siswa. 17

Sedangkan tahap pembelajaran mastery learning yang dikembangkan oleh John B. Caroll dan Benjamin Bloom adalah sebagai berikut:

a) Orientasi

Pada tahap orientasi ini dilakukan penetapan kerangka isi pembelajaran b) Penyajian

Dalam tahap ini guru menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan baru disertai dengan contoh-contoh.

c) Latihan Terstruktur

Dalam tahap ini guru memberi siswa contoh praktik penyelesaian masalah, berupa langkah-langkah penting secara bertahap dalam penyelesaian suatu masalah atau tugas.

d) Latihan Terbimbing

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan pada siswa untuk letihan menyelesaikan suatu permasalahan, tetapi masih dibawah bimbingan.

17“Maman Achdiat Ngadiyono A. Y,


(38)

e) Latihan Mandiri

Tahap latihan mandiri merupakan inti dari strategi ini. Latihan mandiri dilakukan apabila siswa telah mencapai skor untuk kerja antara 85%-90% dalam tahap latihan terbimbing.18

5) Kelebihan serta Kekurangan strategi Mastery Learning a. Kelebihan Mastery Learning

a) Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsif perbedaan individual, belajar kelompok.

b) Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.

c) Dalam strategi ini guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan persuasif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya.

d) Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar.

e) Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas yang tinggi.

b. Kekurangan Mastery Learning

a) Para guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka satu semester, disamping penyusunan satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.

b) Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.

18“Dewi Atikoh , op. cit., H 17


(39)

c) Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit dan masih baru.

d) Strategi ini membutuhkan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana. Dan waktu yang cukup besar.

e) Untuk melaksanakan strategi ini mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas sehingga menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. Sehingga para guru harus lebih banyak menggunakan sumber-sumber yang lebih luas19

b. Strategi Konvensional

Strategi/metode konvensional adalah metode yang biasa dipakai guru pada umumnya atau sering dinamakan metode tradisional. Diantara metode-metode konvensional meliputi:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan keterangan yang disampaikan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Metode ceramah dapat juga didefinisikan sebagai suatu cara penyampaian pesan dan informasi secara satu arah lewat yang diterima melalui indra pendengaran.20

Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru. Hal ini disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya kebiasaan baik dari guru atau pun siswa, guru biasanya belum merasa puas jika dalam pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa. Mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang ceramah berarti adanya proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak belajar.21

19

Oemar Hamalik. 2001. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru. hal: 86

20

Iwan purwanto (ed), strategi pembelajaran. (Jakarta: cahaya digita, 2012). Hal. 194

21


(40)

Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut :

1) Kelebihan Metode Ceramah a. dapat dipakai orang dewasa b. menghabiskan waktu dengan baik c. dapat digunakan dalam kelompok besar

d. dapat dipakai sebagai penambah bahan yang sudah di baca

e. dapat dipakai untuk mengulang atau memberi pengantar pada pelajaran atau aktifitas.

2) Kekurangan Metode Ceramah

a. daya tahan anak didik untuk berkonsentrasi dan mengendalikan alat indra terbatas.

b. ketika mendengar, peserta didik sangat mudah terganggu karena peserta didik lebih fokus dengan apa yang dilihat (visual) dari pada yang didengar (audio)

c. peserta didik tidak dapat membandingkan, menganalisis, mengevaluasi gagasan atau informasi yang disampaikan ketika ia sedang berceramah. 2. Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab adalah penyajian materi dengan menggunakan pertanyaan baik dari guru ke peserta didik atau dari peserta didik ke guru. Biasanya metode ini tidak berdiri sendiri, tetapi dilakukan dengan metode ceramah. Metode Tanya jawab memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, antara lain :

1) Kelebihan Metode Tanya Jawab a. melatih kerjasama

b. memusatkan perhatian c. melihat kemajuan d. menguarangi kebosanan e. meningkatkan daya piker


(41)

2) Kekurangan Metode Tanya Jawab

a. akan menimbulkan frustasi peserta didik bila guru tidak menggunakan cara-cara bertanya yang baik22

3. Metode Latihan

Metode latihan disebut juga metode training, yaitu suatu cara belajar untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.

Metode ini diakui banyak mempunyai kelebihan, tetapi juga mempunyai beberapa kekurangan sebagai berikut :

1) Kelebihan Metode Latihan

a. Meningkatkan ketepatan dan kecepatan pelaksanaan b. Tidak memerlukan konsentrasi yang tinggi

c. Gerakan yang kompleks bisa menjadi otomatis 2) Kekurangan Metode Latihan

a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik, karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian. b. Membosankan, karena selalu diulang-ulang apalagi jika

pengulangannya monoton.

c. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena penekanan lebih pada mendapatkan kebiasaan secara otomatis, sehingga tidak memerlukan intelegensi.

d. Menimbulkan verbalisme, karena penekanan pada menghafal.23

3. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk

22

Iwan purwanto (ed),op.cit. hal 196

23


(42)

mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu.

Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan


(43)

ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik secara individual. Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada Tabel berikut,

TABEL 2.1: Perbandingan Kualitatif antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Tuntas Pembelajaran Konvensional A. Persiapan

Tingkat ketuntasan

 Diukur dari performance peserta didik dalam setiap unit (satuan

kompetensi atau kemampuan dasar

 Setiap peserta didik harus mencapai nilai 75 Diukur dari performance peserta didik yang

dilakukan secara acak

Satuan Acara Pembelajaran

 Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada peserta didik

 Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan hanya dipakai

sebagai pedoman guru

Pandangan terhadap kemampuan peserta didik

 Kemampuan hampir sama, namun tetap ada variasi

 Kemampuan peserta didik dianggap sama

B. Pelaksanaan pembelajaran Bentuk pembelajaran

 Dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok

dan individual

 Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal


(44)

Cara pembelajaran

 Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar

secara individual

 Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya

jawab, dan membaca (tidak terkontrol)

Orientasi pembelajaran

 Pada terminal performance peserta didik (kompetensi atau

kemampuan dasar) secara individual

 Pada bahan pembelajaran24

Peranan guru

 Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual

 Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik dalam kelas

Fokus kegiatan pembelajaran

 Ditujukan kepada masing-masing peserta didik secara individual

 Ditujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah

Penentuan keputusan mengenai satuan pembelajaran

 Ditentukan oleh peserta didik dengan bantuan guru

 Ditentukan sepenuhnya oleh guru

C. Umpan Balik Instrumen umpan balik

 Menggunakan berbagai jenis  Lebih mengandalkan pada

24

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/ diakses pada bulan October 2014


(45)

serta bentuk tagihan secara berkelanjutan

penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu

Cara membantu peserta didik

 Menggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group

learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individual

 Dilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara

klasikal

4. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai bidang kajian penelitian

1) Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Ilmu Pengetahuan Sosial adalah terjemahan dari social studies dalam konteks kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Amerika Serikat. Edgar B. Wesley dalam buku Teaching Social Studies (1952) mengartikan Studi Sosial “those portions or aspect of social sciences that heve been selected and adapted for used in the school or in other

instructional situation” (bagian atau aspek-aspek ilmu sosial yang dipilih dan

disesuaikan dengan maksud digunakan di sekolah atau situasi pengajaran lain).

Paul Mathias dalam buku The Teacher’s Handbook for Social Studies memberikan penjelasan bahwa “Studi Sosial merupakan pelajaran tentang manusia dalam masyarakat pada masa lalu, sekarang, dan yang akan dating”. Karena itu Studi Sosial membahas ciri kemasyarakatan yang mendasar dari manusia, meliputi studi banding tentang perbedaan-perbedaan rasial dan lingkungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya, dan memerlukan penelitian rinci terhadap berbagai pernyataan (perilaku) mengenai adaptasi manusia terhadap lingkungan hidupnya, serta hubungan antara manusia yang satu dengan lainnya.


(46)

John Jarolimek menulis Pengetahuan Sosial adalah “bagian dari kurikulum sekolah dasar yang mengambil subject matter content dari ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, sosiologi, politik, psikologi, philosofi, antropologi, dan

ekonomi”.

Leonard S. Kenworthy mengatakan Pengetahuan Sosial adalah

studi tentang manusia untuk menolong siswa mengenal dirinya maupun orang lain, di dalam suatu masyarakat yang sangat bervariasi, baik karena perbedaan tempat atau waktu sebagai individu maupun kelompok dalam memenuhi kebutuhannya melalui berbagai institusi seperti halnya manusia mencari kepuasan batin dan masyarakat yang baik.

Diana Nomida Musnir dan Maas DP (1998) menjelaskan hakikat pendidikan IPS adalah “berbagai konsep dan prinsip yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial, misalnya tentang kependudukan, kriminalitas, korupsi dan kolusi dan sebagainya yang dikemas untuk kepentingan pendidikan dalam rangka upaya pencapaian tujuan di berbagai jenjang pendidikan”. Berbagai realitas tersebut dijelaskan melalui pendekatan multi dimensi arah dalam melakukan berbagai prinsip dan generalisasi yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, geografi dan ilmu politik.

Nu‟man Sumantri (2001) mengaskan bahwa IPS adalah “suatu synthetic

discipline yang berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan

substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Makna synthetic discipline, bahwa IPS bukan sekedar mensintesiskan konsep-konsep yang relevan antara ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial, tetapi juga mengkorelasikan dengan masalah-masalah kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.

Dengan demikian IPS adalah ilmu pengetahuan tentang manusia dalam lingkungan hidupnya, yaitu mempelajari kegiatan hidup manusia dalam kelompok yang disebut masyarakat dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu sosial, seperti sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan sebagainya.25

25


(47)

2) Sejarah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Istilah pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relative baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari Social Studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 menadopsi nama lembaga Social Studies yang mengembangkan kurikulum di AS.

Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan pada tahun 1990, merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu. Martorella pada tahun 1987 mengatakan bahwa pembelajaran IPS lebih

menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam

pembelajaran IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilan berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikan pada aspek kependidikannya.

3) Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Mengenai tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (Pendidikan IPS), para ahli sering mengaitkan dengan berbagai sudut kepentingan dan penekankan dari program pendidikan tersebut. Gross menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, secara tegas ia mengetakan “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society”. Selain itu , tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya. Serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.26

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh “ Dewi Atikoh “ dalam

penelitian yang dilakukannya yang berjudul pengaruh strategi Pembelajaran

26

Entin Solihatin, COOPERATIVE LEARNING analisis model pembalajaran IPS, (Jakarta:bumi aksara. 2008) h.14


(48)

Mastery Learning (Belajar Tuntas) Terhadap Hasil Belajar Sosiologi Siswa, dapat diketahui bahwa siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran mastery learning memiliki kenaikan rata-rata lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran konvensional.27

Pada hasil relevan yang kedua yang dilakukan oleh “Nurhafifah” dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Belajar Tuntas (mastery learning) Sebagai Upaya Meningkatakan Hasil Belajar Siswa Di SMP Pelit Harapan Pondok Pinang Kebayoran dinyatakan bahwa indikator ketuntasan belajar siswa sesuai kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran PAI untuk aspek bilangan adalah 70. Ketuntasan pada kelas eksperimen pada tabel menunjukkan 85% sedangkan pada kelas control 70% hal ini menunjukkan bahwa penerapan model belajar tuntas dapat meningkatkan hasil belajar PAI siswa. Kelas eksperimen yang menggunakan mobel belajar tuntas memiliki ketuntasan belajar lebih besar dari pada kelas kontrol yang tidak menggunakan model belajar tuntas.28

Pada hasil relevan ketiga ini yang dilakukan oleh “Hidayattulloh” dalam

penelitiannya yang berjudul Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Tuntas (mastery learning) Pada Mata Pelajaran IPS Dikelas IV Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Ciracas Jakarta Timur Tahun Pelajaran 2012/2013 berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 dengan menggunakan mastery learning pada pembelajaran IPS dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar. Strategi pembelajaran tuntas (mastery learning) sangat membantu guru dan juga peserta didik dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar baik secara kognitif yang terlihat dari hasil nilai akademis, juga pada afektif dan psikomotorik peserta didik, sehingga peserta didik menjadi lebih kritis dalam berpikir dan menganalisis permasalahan dan juga lebih bijaksana dalam bersikap.29

27

Dewi Atikoh , op. cit., h.77

28

Nurhafifah, “Penerapan Model Belajar Tuntas (Mastery Learning) Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di SMP PELITA HARAPAN”, skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, h: 46

29 Hidayattulloh, “

Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Pada Mata Pelajaran IPS Dikelas IV Madrasah Ibtidaiyah


(49)

Ar-C. Kerangka Berpikir

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru dituntut untuk kreatif dalam mengembangkan komponen-komponen pembelajaran yang terdapat dalam kompetensi dasar dan kompetensi inti dengan menggunakan berbagai macam model atau metode pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar mengajar benar-benar terserap dibenak siswa. Oleh karena itu, pemilihan model atau metode pembelajaran haruslah tepat dan relevan agar dapat efektif untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Pada proses pembelajaran dengan menggunakan model atau strategi belajar tuntas (mastery learning) yang berorientasi pada kemampuan siswa dalam menguasai pelajaran maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Model atau strategi ini akan mengacu pada target untuk mencapai suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh KKM yang ada. Sehingga siswa dapat mencapai target atau dapat terjadi ketuntasan dalam belajar

Selama ini guru kurang mampu menguasai berbagai macam model atau metode pembelajaran, sehingga materi pembelajaran kurang tuntas bahkan kurang dikuasai oleh siswa itu sendiri secara menyeluruh. Oleh sebab itu, dengan menggunakan model atau strategi belajar tuntas (mastery learning ) ini diharapkan dapat mencapai pembelajaran secara tuntas. Untuk itu perlu diadakan penelitian terkait model atau strategi belajar tuntas untuk menguji apakah penerapan strategi mastery learning ini efektif dalam mencapai ketuntasan pembelajaran. Untuk itu penulis menggunakan metodologi eksperimen dalam penelitian.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada kerangka berpikir di atas maka hipotesis pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS yang menggunakan strategi mastery learning diduga akan lebih baik dari hasil belajar IPS yang tidak menggunakan strategi mastery learning. Maka hipotesisnya adalah:

Rahmah Ciracas Jakarta Timur Tahun Pelajaran 2012/2013”, skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta,hal.87


(50)

Ha (hasil kerja) : ada pengaruh penggunaan strategi mastery learning terhadap hasil belajar IPS

Ho (hasil nol) : tidak ada pengaruh penggunaan strategi mastery learning terhadap hasil belajar IPS


(51)

36 A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian: Adapun penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-Khairiyah yang terletak di Jl. Mampang Prapatan 4 no 71/74 Jakarta Selatan.

Waktu Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan selama 5 minggu disemester ganjil tahun ajaran 2014/2015 tepatnya pada pertemuan materi Proses Kebangkitan Nasional pada mata pelajaran IPS terpadu. Penelitian ini dimulai terhitung dari tanggal 22 October 2014 sampai dengan 27 November 2014.

B. Metode Dan Desain Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pretest-Posttest Control Group Design. Dalam design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X1) dan yang kelompok lain tidak diberi perlakuan (X2). Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok Kontrol. Kemudian diberikan pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah (O2 – O1) – (O4 – O3).

Dalam penelitian ini pengaruh treatment dianalisis dengan uji beda menggunakan statistic t-test.30 Paradigma penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

30


(52)

Paradigma penelitian

KELOMPOK PERLAKUAN TES AKHIR

R-E O1 O2

R-K O3 O4

Keterangan:

R-E :kelompok eksperimen R-K :kelompok Kontrol

O1 :hasil pretest kelompok eksperimen O2 :hasil posttest kelompok eksperimen O3 :hasil pretest kelompok kontrol O4 :hasil posttest kelompok control

C. Populasi Dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi juga meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.31

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa MTs AL-KHAIRIYAH. Sedangkan sampelnya adalah kelas VIII C dan VIII D yang siswanya berjumlah antara 33 siswa dan 33 siswa siswa. Sampel diambil dengan menggunakan cluster sampling (Area sampling).

31


(53)

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan datanya adalah: Tes, Observasi, Wawancara.

1. Tes: Menurut Djemari dalam buku Eko Putro Wodoyoko “tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus dan

pertanyaan”.32

Tes juga merupakan alat pengukur yang utama dalam penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa.

Tes terbagi menjadi dua jenis yaitu tes objektif dan subjektif. Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah jenis tes objektif. Tes objektif adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan jawaban atau respon yang harus dipilih oleh peserta tes. Jadi kemungkinan jawaban atau respons telah disediakan oleh penyusun butir soal.peserta hanya memilih alternatif jawaban yang telah disediakan.33

Tes ini dilakukan dengan menggunakan butir soal untuk mengukur hasil belajar siswa, baik kemampuan awal, perkembangan atau peningkatan selama tindakan berlangsung, dan kemampuan pada akhir siklus. Pada pra siklus atau sebelum melakukan tindakan tes juga dilakukan Pre-test dan Post-test dilakukan pada akhir tiap siklus yang tengah berlangsung. Hal tersebut sebagai pembanding pada tes yang dilakukan ketika tindakan berlangsung.

a) Pretest: suatu bentuk pertanyaan yang dilontarkan oleh guru kepada muridnya sebelum memulai suatu pelajaran. Pertanyaan yang ditanya adalah materi yang akan dibahas pada pertemuan hari itu. Pertanyaan itu biasanya dilakukan guru pada awal pembukaan pelajaran.

b) Postest: suatu bentuk pertanyaan yang diberikan setelah pelajaran atau materi telah disampaikan. Dapat dikatakan pula sebagai evaluasi akhir

32

Eko Putro Wodoyoko, op.cit., h.45

33


(54)

guru.

a. Kelebihan Tes Objektif

1) lebih respresentatif mewakili isi dan luas bahan.

2) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci jawaban, bahkan dapat menggunakan alat-alat kemajuan teknologi misalnya mesin scanner.

3) Pemeriksaanya dapat diserahkan orang lain

4) Dalam pemeriksaanmaupun penskoran, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi, baik dari segi guru maupun siswa.

b. Kekurangan Tes Objektif

1) Membutuhkan persiapan yang lebih sulit dari pada tes esai. Karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.

2) Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yng tinggi seperti sintesis maupun kreativitas. 3) Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau

untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes.

4) Kerja sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.34

2. Observasi: adalah proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti melihat situasi penelitian. Observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktifitas siswa dalam KBM dan implementasi metode mastery learning dalam mata pelajaran IPS Terpadu.

3. Wawancara: wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.35 wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

34

Ibid., h..49-50

35


(1)

SD฀= 13.5/5.7 SD฀= 2.4 t=D฀/SD฀ t=5.30/2.4 t= 2.20833

dk=n1+n2-2= 33+33-2= 64 ttabel = 1,66901

thitung = 2.21


(2)

LAMPIRAN 17

Ketuntasan Belajar Siswa Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

No Siswa Nilai Ketuntasan

Belajar (%)

No Siswa Nilai Ketuntasan

Belajar (%)

1 A 100 Tuntas 1 A 70 Tuntas

2 B 75 Tuntas 2 B 65 Tidak Tuntas

3 C 95 Tuntas 3 C 60 Tidak Tuntas

4 D 95 Tuntas 4 D 70 Tuntas

5 E 95 Tuntas 5 E 60 Tidak Tuntas

6 F 85 Tuntas 6 F 70 Tuntas

7 G 100 Tuntas 7 G 90 Tuntas

8 H 95 Tuntas 8 H 60 Tidak Tuntas

9 I 70 Tuntas 9 I 95 Tuntas

10 J 95 Tuntas 10 J 70 Tuntas

11 K 90 Tuntas 11 K 90 Tuntas

12 L 90 Tuntas 12 L 65 Tidak Tuntas

13 M 80 Tuntas 13 M 90 Tuntas

14 N 70 Tuntas 14 N 55 Tidak Tuntas

15 O 90 Tuntas 15 O 75 Tuntas

16 P 65 Tidak Tuntas 16 P 65 Tidak Tuntas

17 Q 100 Tuntas 17 Q 75 Tuntas

18 R 90 Tuntas 18 R 70 Tuntas

19 S 70 Tuntas 19 S 90 Tuntas

20 T 95 Tuntas 20 T 70 Tuntas

21 U 70 Tuntas 21 U 95 Tuntas

22 V 100 Tuntas 22 V 75 Tuntas


(3)

80

25 Y 75 Tuntas 25 Y 70 Tuntas

26 Z 90 Tuntas 26 Z 80 Tuntas

27 AA 75 Tuntas 27 AA 70 Tuntas

28 AB 75 Tuntas 28 AB 80 Tuntas

29 AC 85 Tuntas 29 AC 100 Tuntas

30 AD 70 Tuntas 30 AD 100 Tuntas

31 AE 100 Tuntas 31 AE 65 Tidak Tuntas

32 AF 90 Tuntas 32 AF 100 Tuntas

33 AG 95 Tuntas 33 AG 75 Tuntas

Jumlah 2850 96.97% Jumlah 2515 72.73%

Rata-Rata 86.36 Rata-Rata 76.21

Ketuntasan Kelompok eksperimen: 32/33 x 100 = 96.97%

Ketuntasan kelompok kontrol: 24/33 x 100 = 72.73%


(4)

LAMPIRAN 18 Foto-Foto Kegiatan


(5)

(6)

LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Nurfadilah

NIM : 1110015000001

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 03 Agustus 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jln. Mampang Prapatan VII buncit V no: 30 RT/RW: 001/06 Jakarta Selatan

Riwayat Pendidikan :

1. TPA Al-Hasanah Buncit 2 Jakarta Selatan lulus tahun 1997 2. MI Al-Khairiyah Tegal Parang Jakarta Selatan lulus tahun 2004 3. SMP Al-Kholidin Kebayoran Baru Jakarta Selatan lulus tahun 2007 4. SMA Al-Kholidin Kebayoran Baru Jakarta Selatan lulus tahun 2010

5. Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tercatat tahun 2010 sampai dengan sekarang

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila terdapat kekeliruan penulis bersedia untuk diperiksa.

Jakarta, maret 2015 Hormat saya