132
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian serta membandingkannya dengan literature – literature yang ada. Hasil yang dibahas adalah kategori-kategori
tematik dari setiap dunia yang dialami Four Lived Worlds mengenai pengalaman mekanisme koping perawat dalam menghadapi stres kerja di ICU. Selain itu, pada
bab ini juga dibahas keterbatasan penelitian dengan membandingkan kondisi ideal dan lapangan yang peneliti hadapi selama penelitian.
5.1. Kategori – kategori tematik berdasarkan Four Lived Worlds
Van Manen 1990 menyatakan bahwa sebuah pembahasan dengan menggunakan literature atau teori yang ada dapat menyediakan sebuah
pemahaman yang jelas tentang pengalaman hidup seseorang. Ditambah lagi, dengan menggunakan sudut pandang dari literatur-literatur dan teori yang ada,
pembahasan dapat membantu memahami pengalaman mekanisme koping perawat dalam mengatasi stres kerja di ICU. Pengalaman tersebut berupa kategori-kategori
tematik berdasarkan 4 dunia yang dialami Four Lived Worlds yang selanjut dibahas dibawah ini.
Corporeality Lived Body
Pengalaman mekanisme koping perawat dalam mengatasi stres kerja di ICU terdapat 4 kategori tematik yang mencerminkan corporeality. Kategori-
kategori tersebut yaitu; kesadaran diri akan tanggung jawab kerja, kepercayaan diri untuk menjalankan tugas-tugas berat, kapasitas diri mengatasi masalah
melalui pendekatan spiritual dan pengalihan diri.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teori Lazarus dan Folkman 1984 bahwa jenis strategi koping dibedakan menjadi dua yaitu emotion-focused coping dan problem solving
– focused coping . Pengalaman koping yang mencerminkan corporeality dapat
dikelompokkan ke dalam kedua strategi tersebut. Terdapat 2 kategori tematik yang dapat digolongkan ke dalam problem solving – focused coping, yaitu
kesadaran diri akan tanggung jawab kerja dan kepercayaan diri dalam menjalankan tugas-tugas berat. Kedua kategori tematik ini sesuai dengan jenis
strategi koping yang dinyatakan oleh Lazarus dan Folkman 1984 bahwa problem solving – focused coping
merupakan salah satu jenis strategi koping yang bertujuan untuk mencari penyelesaian masalah sehingga kondisi atau situasi yang
menyebabkan stres hilang. Selain itu, 2 kategori tematik lainnya yang mencerminkan corporeality
digolongkan ke dalam emotion – focused coping yaitu kapasitas diri mengatasi masalah melalui pendekatan spiritual dan pengalihan diri. Kedua kategori tematik
ini sesuai dengan jenis strategi koping Lazarus dan Folkman 1984 bahwa emotion – focused coping
adalah jenis koping yang bertujuan untuk menenangkan diri dari situasi penyebab stres dengan mengatur emosinya.
Berdasarkan kedua jenis strategi koping diatas, kategori tematik pengalaman mekanisme koping juga dapat diklasifikasikan menjadi strategi
koping positif dan negatif Stuart Sundeen, 1995. Stuart dan Sundeen 1995 menyatakan bahwa strategi koping positif dan negatif dapat dilihat dari efek
setelah melakukan suatu tindakan apakah positif atau negatif.
Universitas Sumatera Utara
Stuart dan Sundeen 1995 menjelaskan bahwa mekanisme koping positif atau adaptif merupakan jenis koping yang mempunyai efek positif seperti
mendukung fungsi pembelajaran individu dan pencapaian tujuan. Hal ini sejalan dengan 3 kategori tematik pengalaman mekanisme koping yang mencerminkan
corporeality , yaitu kesadaran diri akan tanggung jawab kerja, kepercayaan diri
untuk menjalankan tugas-tugas berat dan kapasitas diri mengatasi masalah dengan pendekatan spiritual. Ketiga kategori tematik ini membantu individu dalam proses
pembelajaran untuk mengatasi stres kerja untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu mengatasi permasalahan tersebut.
Satu kategori tematik lainnya yaitu pengalihan diri termasuk ke dalam mekanisme koping negatif. Stuart dan Sundeen 1995 menyatakan bahwa
mekanisme koping negatif merupakan jenis koping yang mempunyai efek negatif yang mana akan menyebabkan kesulitan bagi diri sendiri dan menghambat fungsi
pembalajaran. Pengalihan diri yang dilakukan partisipan adalah dengan cara mengabaikan atau tidak menghiraukan masalah yang menyebabkan stres.
Pembahasan tentang masing-masing kategori tematik dijelaskan dibawah ini. Kesadaran diri akan tanggung jawab kerja
. Partisipan memahami hal-hal yang mencerminkan kesadaran diri akan tanggung jawab kerja yaitu sadar untuk
tetap memberikan pelayanan yang terbaik, mampu menangani masalah dengan menunjukkan rasa tanggung jawab, dan tidak mencampuradukkan masalah
pekerjaan dengan masalah lainnya di tempat kerja. Istilah kesadaran diri terhadap tanggung jawab mempunyai makna yang sama dengan memiliki komitmen yang
penuh dan bermakna. Teori Primacy of Caring: Stress and Coping in Health and
Universitas Sumatera Utara
Illness menyatakan bahwa komitmen yang penuh dan bermakna merupakan salah
satu strategi positif dari manajemen stres yang dapat mengurangi ketegangan Benner Wrubel, 1989.
Kategori tematik ini juga didukung oleh penelitian Hays, et all 2006 bahwa penerimaan tanggung jawab accepting responsibility merupakan salah
satu strategi koping yang digunakan oleh perawat ICU di Amerika Serikat dimana ditemukan 18,9 perawat yang menggunakan strategi koping ini.
Kesadaran diri terhadap tanggung jawab kerja juga dipahami partisipan sebagai kemampuan dalam menghadapi masalah dengan menyadari tugas dan
tanggung jawabnya. Partisipan menyatakan bahwa setiap permasalahan yang dihadapi selama bekerja sebaiknya dapat dipertanggung jawabkan dengan cara
mengingat kronologis kejadian suatu masalah. Berpikir terkait suatu masalah secara kronologis merupakan salah satu cara berpikir bagaimana masalah tersebut
muncul dan apa strategi tindakan yang dipilih. Langkah ini termasuk ke dalam problem solving – focused coping
yang mana berpikir tentang kronologis kejadian dan pemilihan alternatif pilihan tindakan yang tepat untuk mengatasi stress
Lazarus Folkman, 1984. Selain itu, kesadaran diri terhadap tanggung jawab kerja dipahami
partisipan berdasarkan niat awal bekerja. Pekerjaan dianggap partisipan sebagai suatu ibadah yang harus dilakukan untuk mencari nafkah dan memperoleh pahala.
Berdasarkan pernyataan partisipan tersebut bahwa partisipan mempunyai tujuan bekerja adalah memperoleh pahala. Tujuan bekerja yang dinyatakan partisipan
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan definisi komitmen yang mempunyai makna komponen kognitif yang berarti pilihan dan pencapaian tujuan Lazarus Folkman, 1984.
Kepercayaan diri untuk menjalankan tugas-tugas berat . Beberapa
partisipan menjelaskan percaya diri dalam menjalankan tugas-tugas berati berarti mampu memaknai masalah pekerjaan dengan positif. Kategori tematik ini sesuai
dengan hasil penelitian Cai et al. 2008 yang meneliti tentang stresor di tempat kerja dan strategi koping diantara perawat jiwa. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa perawat jiwa di Cina menggunakan strategi koping positif dengan frekuensi lebih banyak. Strategi koping positif yang dimaksud adalah
mencoba melihat situasi dari aspek positif. Selain itu, kepercayaan diri dalam menjalankan tugas-tugas berat di ICU
dinyatakan partisipan muncul ketika sudah memiliki pelatihan dan pengalaman. Partisipan menyatakan bahwa dengan menghargai kemampuan diri yang dimiliki
baik pelatihan dan pengalaman dapat meningkatkan rasa percaya diri sehingga mempengaruhi bagaimana koping yang digunakan dalam mengatasi stres kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Asker, Penprase, dan Salman 2012 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
pengalaman dengan strategi koping yang digunakan. Pada penelitian ini rata-rata pengalaman kerja partisipan di ICU selama 8 tahun, sedangkan partisipan yang
pernah mengikuti pelatihan berjumlah70 dari jumlah partisipan n=10. Kapasitas diri mengatasi masalah melalui pendekatan spiritual
. Partisipan memahami kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah dilakukan melalui
pendekatan spiritual. Pendekatan spiritual dinyatakan partisipan adalah melakukan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan-kegiatan spiritual seperti sholat, berdoa, berdzikir, dan berserah diri kepada tuhan. Kegiatan tersebut dinyatakan partisipan memberikan ketenangan.
Strategi yang digunakan oleh perawat yang bertujuan untuk menenangkan diri disebut emotion – focused coping Lazarus Folkman, 1984. Ketenangan yang
dialami oleh partisipan dengan melakukan kegiatan spiritual sesuai dengan penelitian Kelly 2004 bahwa spiritual merupakan sebuah mekanisme koping
yang bisa diobservasi untuk menjadi sumber kekuatan dalam penentuan kenyamanan dan ketenangan. Selain itu, kegiatan spiritual seperti sembahyang
dapat memberikan penghiburan, kekuatan dari dalam diri, dan resolusi untuk menghadapi situasi yang menantang. Bahkan dzikir yang dilakukan partisipan
membantu mengurangi kecemasan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari dan Febriany 2011 bahwa terapi dzikir berpengaruh positif terhadap
penurunan kecemasan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Fathi, Nasae, dan
Thiangchanya 2010 bahwa strategi koping yang umum digunakan oleh perawat di Rumah Sakit Umum di Medan adalah strategi koping religi. Selain itu, hasil
penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan pada perawat Swedia di unit pasien kanker dan penyakit terminal. Hasil penelitian tersebut ditemukan
bahwa mengembalikan permasalahan kepada Tuhan dengan berbagai cara atau praktek keagamaan mempunyai fungsi protektif yang memfasilitasi koping
Ekedhal Wengstorm, 2009. Ekedhal dan Wengstorm 2009 juga menemukan bahwa strategi koping yang bersifat keagamaan dapat memberikan dukungan
yang positif kepada perawat.
Universitas Sumatera Utara
Pengalihan diri . Beberapa partisipan beranggapan bahwa pengalihan diri
sebagai salah satu strategi koping untuk mengatasi stres kerja di ICU. Pengalihan yang dimaksud partisipan adalah tidak menghiraukan atau mengabaikan masalah
dengan tujuan untuk menenangkan diri dan mencari kesibukan. Tujuan penggunaan strategi koping untuk menangkan diri termasuk ke dalam jenis
strategi emotion – focused coping Lazarus Folkman, 1984. Pengalihan diri self – distraction yang dinyatakan Carver, Scheier dan Weintraub 1989
merupakan berbagai rentang kegiatan yang mengalihkan seseorang dari pikiran tentang stresor yang sedang dihadapinya. Hasil penelitian ini mempunyai makna
yang sama dengan gaya koping penghindaran avoidance. Bentuk pengalihan diri ini termasuk salah satu bentuk sikap menghindari avoidance yang hanya
memiliki tujuan sesaat dan hanya menimbulkan permasalahan menjadi bertumpuk pada akhirnya Stuart Sundeen, 1995. Pernyataan ini juga didukung oleh
penelitian Haar 2006 yang menyatakan bahwa mekanisme koping yang bersifat menghindari avoidance dalam menghadapi stres justru akan memperburuk
keadaan serta beresiko lebih besar terkena dampak burnout.
Relationality Lived Relation
Empat kategori tematik yang mencerminkan relationality lived relation. Kategori – kategori tematik tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan jenis
strategi koping yaitu problem solving – focused coping dan emotion – focused coping
. Dua kategori tematik yang termasuk ke dalam jenis problem solving – focused coping
adalah dukungan kolega dan sosial untuk mengatasi masalah serta mengetahui sifat dan kebutuhan pasien. Sedangkan 2 kategori lainnya termasuk ke
Universitas Sumatera Utara
dalam jenis emotion – focused coping yaitu sikap positif terhadap anggota tim kesehatan dan sikap negatif dalam berhubungan dengan orang lain.
Namun demikian, 3 kategori tematik pengalaman mekanisme koping yang mencerminkan relationality termasuk ke dalam koping positif. Ketiga kategori
tematik tersebut adalah dukungan kolega dan sosial untuk mengatasi masalah, sikap positif terhadap anggota tim kesehatan dan mengetahui sifat dan kebutuhan
pasien. Berdasarkan Stuart dan Sundeen 1995 bahwa koping positif akan memberikan dampak positif dengan meningkatkan proses pembelajaran bagi
individu untuk mencapai tujuan. Ketiga kategori tematik tersebut mempunyai pencapaian tujuan yang jelas yaitu mengatasi stres sehingga koping yang
dilakukan memberikan rasa nyaman dalam bekerja. Sedangkan 1 kategori tematik sisanya yaitu sikap negatif dalam berhubungan dengan orang lain termasuk dalam
kategori koping negatif yang mana memperburuk hubungan antara partisipan dengan orang lain yang berhubungan dengan lingkungan kerjanya. Pembahasan
tentang kategori – kategori tematik tersebut diuraikan dibawah ini. Dukungan kolega dan sosial untuk mengatasi masalah
. Partisipan mempunyai hubungan dengan kolega di tempat kerja yang dapat membantu
mengatasi masalah. Kolega yang dimaksud adalah atasan, teman sejawat, dan tim medis lainnya. Sedangkan, dukungan sosial yang dimaksud oleh partisipan adalah
dukungan dari orang terdekat termasuk keluarga. Partisipan menyatakan hubungannya dengan kolega dalam melakukan
penyelesaian masalah dilakukan bersama-sama di tempat kerja. Partisipan menyatakan bahwa meminta dukungan kepada kolega merupakan tindakan lanjut
Universitas Sumatera Utara
ketika masalah tersebut belum dapat diatasi sendiri. Hal ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan kemampuan manusia dalam menghadapi masalah dan manusia
adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Semakin banyak dukungan dari orang lain, maka semakin efektif upaya
penyelesaian masalahnya. Dukungan yang digunakan partisipan berupa memperoleh informasi dan perhatian dari kolega dan sosial. Hal ini sesuai dengan
Lazarus dan Folkman 1984 bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi koping. Lazarus dan Folkman 1984 juga menyatakan
bahwa memperoleh dukungan merupakan jenis strategi koping problem solving – focused coping
karena partisipan mencari bantuan kepada atasan, teman sejawat dan tim medis dalam upaya penyelesaian masalah yang dihadapi selama bekerja
baik itu masalah kesehatan pasien, keluarga, atau kondisi fasilitas ruangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Mounsour et al. 2011 yang meneliti tentang
hubungan stres kerja, dukungan organisasi dan pengalaman perawat ditemukan hasil bahwa perawat yang menerima dukungan yang rendah mempunyai
kecenderungan untuk mengalami stres kerja tingkat tinggi. Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian pada
perawat di Hong Kong menggunakan strategi koping untuk mengatasi stres dengan mencari dukungan dari teman dan kolega untuk penyelesaian masalah
secara bersama-sama Callaghan, Tak-Ying, Wyatt, 2000. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian lainnya bahwa perawat ICU di Amerika Serikat
ditemukan menggunakan strategi koping penyelesaian masalah planful problem
Universitas Sumatera Utara
solving sebanyak 91 dan mencari dukungan sosial sebanyak 89,5 Hays et al,
2006. Dukungan sosial yang diperoleh partisipan dinyatakan berasal dari orang
terdekat yaitu keluarga. Keluarga termasuk ibu dan istri ataupun suami merupakan sumber pendukung bagi mereka. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
McNelly 1995 bahwa dukungan dari pasangan sangat suportif, namun sebagian perawat menyatakan bahwa mereka lebih percaya diri jika menceritakan
masalahnya dengan perawat lainnya dibanding dengan keluarga karena memahami permasalahan dan bekerja di lingkungan kerja yang sama.
Sikap positif terhadap anggota tim kesehatan . Partisipan menyatakan
bahwa cara mengatasi stres terhadap anggota tim kesehatan adalah dengan berusaha untuk bersikap positif . Sikap positif yang dimaksud oleh partisipan
adalah bersikap sopan dan memahami sifat anggota tim. Partisipan melakukan sikap ini karena pada situasi tertentu seperti kondisi pasien yang memburuk,
partisipan kadang-kadang mudah terbawa emosi. Oleh karena itu, partisipan berupaya untuk mengendalikan perasaannya dengan bersikap sopan dan
memahami sifat teman sejawat. Koping yang digunakan oleh partisipan tersebut termasuk ke dalam emotion – focused coping Lazarus Folkman, 1984. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada perawat jiwa di Cina menggunakan strategi koping positif dengan frekuensi lebih banyak. Strategi
koping positif yang dimaksud adalah mencoba melihat situasi dari aspek positif selain itu berusaha memahami sifat teman sejawat Cai et al, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Mengetahui sifat dan kebutuhan pasien . Hubungan partisipan dengan
pasien merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Partisipan menyatakan bahwa dengan mengetahui pasien berarti mengetahui sifat
dan kebutuhan pasien serta mengetahui tindakan apa yang akan diberikan kepada pasien. Sifat dan kebutuhan pasien tersebut adalah penyakit, terapi pengobatan,
serta resiko yang mungkin terjadi pada pasien. Pengetahuan dan pemahaman tentang pasien yang menjadi tanggung jawabnya dinyatakan pasien dapat
mengurangi stres yang dialaminya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Istilah dari tema mengetahui sifat dan kebutuhan pasien mempunyai
makna yang sama dengan “knowing a patient”. Benner dan Wrubel 1989 menyatakan dalam teorinya The Primacy of Caring: Stress and Coping in Health
and Illness bahwa peran perhatian seseorang the role of personal concern yang
dalam hal ini adalah perhatian perawat nursing concern kepada pasien merupakan bentuk koping perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Perhatian perawat ini mencakup knowing patient. Benner dan Wrubel 1989 juga menyatakan bahwa knowing patient bagi perawat ahli berarti mengetahui
kebiasaan, kebutuhan, perilaku, perasaan dan tindakan-tindakan apa yang dibutuhkan pasien sehingga perawat mempunyai kesiapan dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada pasien. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perawat yang mempunyai perhatian yang ditunjukkan dengan mengetahui sifat
dan kebutuhan pasien akan memperoleh pengetahuan dan kesiapan diri sehingga membantu mengurangi stres perawat selama berhadapan dengan pasien.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, berdasarkan teori stres koping Lazarus dan Folkman 1989 memahami sifat dan kebutuhan pasien merupakan jenis strategi problem solving –
focused coping . Hal ini dijelaskan bahwa dengan memahami sifat dan kebutuhan
pasien yang menjadi tanggung jawab partisipan, maka partisipan berupaya untuk mencari informasi tentang pasien tersebut, mengumpulkan informasi dan memilih
alternatif tindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien. Sikap negatif dalam berhubungan dengan orang lain
. Partisipan beranggapan bahwa dalam berhubungan dengan orang lain di lingkungan kerja
dapat timbul suatu masalah yang menjadi pemicu stres. Pemicu stres ini disebabkan oleh perbedaan sifat dan kepribadian masing-masing orang seperti
teman yang tidak bisa bekerja sama. Oleh karena itu, strategi koping yang digunakan partisipan adalah dengan menjaga jarak dalam suatu hubungan. Istilah
menjaga jarak mempunyai makna yang sama dengan distancing. Berdasarkan Lazarus dan Folkman 1989 bahwa distancing merupakan salah satu jenis
emotion – focused coping yang mempunyai tujuan hanya menenangkan diri
dengan mengelola perasaannya sendiri. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian McNelly 1995 bahwa
strategi koping yang digunakan oleh 66 perawat yang bekerja dalam bidang paliatif, psikiatrik dan keperawatan umum adalah avoidance distancing. Strategi
koping ini juga termasuk ke dalam koping negatif karena strategi koping ini tidak menyelesaikan masalah yang dialami, bahkan dapat memperburuk hubungan
antara partisipan dengan yang lain Stuart Sundeen, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Spatiality Lived Space
Dua kategori tematik pengalaman mekanisme koping perawat dalam mengatasi stres kerja yang mencerminkan spatiality. Kategori-kategori tematik
tersebut adalah lingkungan kerja sebagai wahana belajar dan menciptakan atsmosfer kerja yang nyaman. Dibawah ini pembahasan tema-tema di dalam
spatiality tersebut berdasarkan literature-literatur yang ada.
Lingkungan kerja sebagai wahana belajar . Partisipan memahami bahwa
ruangan ICU adalah ruangan yang penuh dengan aktivitas perawatan dan pengobatan dimana terdapat pasien-pasien yang cukup bervariasi serta terpasang
berbagai peralatan canggih. Partisipan juga menambahkan bahwa tidak dipungkiri partisipan mengalami stres selama bekerja karena aktivitas-aktivitas padat yang
dilakukan di ruangan. Namun demikian, partisipan beranggapan bahwa lingkungan kerja ICU ini sebagai tempat untuk belajar, tempat memperoleh lebih
banyak ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Selain itu partisipan lain juga memahami lingkungan ICU sebagai proses pembelajaran untuk
mencapai pendewasaan dan sosialisasi dengan lingkungan. Pernyataan partisipan yang menyatakan lingkungan ICU sebagai tempat belajar merupakan cara
partisipan memaknai pekerjaan ICU sebagai sesuatu yang positif atau dikenal dengan istilah positive reappraisal. Lazarus dan Folkman 1989 menyatakan
bahwa positive reappraisal merupakan strategi koping yang dilakukan dengan mencari makna positif dari suatu permasalahan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cai, et al. 2008 bahwa strategi koping yang paling sering digunakan oleh perawat di Cina adalah
Universitas Sumatera Utara
mencoba melihat aspek positif dari suatu situasi. Strategi ini termasuk ke dalam jenis koping positif.
Menciptakan atmosfer kerja yang nyaman. Partisipan memahami bahwa
strategi koping yang digunakan di lingkungan kerja ICU adalah bagaimana menciptakan atmosfer kerja yang nyaman. Atmosfer kerja yang nyaman
dinyatakan partisipan sebagai suasana yang membuat partisipan menjadi senang melalui bercerita dengan teman sejawat tentang hal-hal yang lucu, bercanda,
makan dan nonton bersama. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Funnel et al. 2005 bahwa humor adalah salah satu strategi koping untuk mengatasi stres.
Strategi koping dengan teknik humor dapat melalui bercanda, menonton film komedi, dan sebagainya. Funnel et al. juga menyatakan bahwa perawat terlibat
dalam lingkungan hal-hal yang menimbulkan stres sehingga dibutuhkan suasanya nyaman dalam bekerja. Berdasarkan teori Lazarus dan Folkman 1989 bahwa
humor termasuk salah satu strategi emotion – focused coping dimana strategi ini menciptakan suasana yang dapat membuat perasaan menjadi nyaman.
Selain itu partisipan juga menjelaskan bahwa untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman di ICU dengan meningkatkan hubungan
kekeluargaan. Partisipan menyatakan bahwa hubungan kekeluargaan tercipta karena sikap antar anggota tim yang saling membantu satu sama lain. Hal ini juga
disebabkan metode penugasan yang digunakan di ICU adalah kombinasi tim dimana perawat yang satu diharuskan membantu perawat lainnnya yang belum
menyelesaikan tugasnya.
Universitas Sumatera Utara
Temporality Lived Time
Dua kategori tematik yang mencerminkan temporality yaitu waktu yang relative lama untuk mengatasi stres kerja dan penggunaan waktu istirahat sebaik
mungkin. Dibawah ini pembahasan tema-tema di dalam temporality tersebut berdasarkan literature-literatur yang ada.
Waktu yang relative lama untuk mengatasi stres kerja . Partisipan
memahami bahwa butuh waktu untuk beradaptasi terhadap lingkungan kerja. Berbagai spesifik waktu yang dinyatakan partisipan dalam mengatasi stres antara
lain kurang atau lebih dari 6 bulan, lebih dari 1 tahun, 2 tahun, dan sebagainya. Waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi tergantung pada individual masing-
masing. Faktor-faktor yang mempengaruhi individu beradaptasi terhadap stres antara lain jenis stressor yang dialami, pengetahuan, pengalamannya terdahulu,
ketrampilan, dan dukungan ekternal Funnel, et al, 2005. Penggunaan waktu istirahat sebaik mungkin
. Partisipan memahami bahwa waktu istirahat yang tersedia selama jam kerja harus dimanfaatkan sebaik
mungkin. Jam istirahat partisipan adalah ketika waktu libur, saat jam besuk pasien, dan selesainya jam dinas. Pada saat jam istirahat, partisipan memanfaatkan
jam istirahat pada jam besuk pasien dengan bercerita, bercanda, makan dan nonton bersama serta mengungkapkan perasaan kepada teman sejawat lainnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh beberapa partisipan pada saat istirahat melalui aktivitas yang mempunyai tujuan untuk menimbulkan perasaan nyaman termasuk
ke dalam jenis strategi emotion – focused coping Lazarus Folkman, 1989. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian McNelly 1995 yang meneliti
Universitas Sumatera Utara
tentang stres dan strategi koping pada perawat yang bekerja di unit Paliatif, Psikiatri, dan General. Hasil penelitian ditemukan bahwa strategi koping yang
digunakan oleh perawat-perawat tersebut ketika di ruangan terjadi suatu kejadian traumatik adalah para staf perawat menghabiskan sedikit waktu pada akhir jam
dinas dengan mendiskusikan kejadian tersebut sekaligus mengungkapkan perasaannya.
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan partisipan menggunakan mekanisme koping yang berbeda-beda. Partisipan menggunakan
jenis strategi problem solving – focused coping dan emotion – focused coping. Berdasarkan pembahasan tersebut dapat diketahui ciri-ciri partisipan yang
menggunakan strategi koping positif dan negative. Partisipan yang berhasil menggunakan strategi koping positif mempunyai ciri-ciri yaitu partisipan
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hal ini disebabkan karena beberapa partisipan menyatakan bahwa rasa percaya diri muncul karena telah memiliki
pengalaman kerja dan pelatihan yang cukup banyak. Pengalaman dan pelatihan yang cukup banyak membantu partisipan beradaptasi terhadap stresor kerja yang
dihadapi di lingkungan ICU. Selain itu, ciri-ciri lainnya adalah partisipan yang mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Hal ini dinyatakan partisipan bahwa dengan mengetahui tanggung jawabnya, partisipan lebih merasa siap dalam
menghadapi stresor selama bekerja. Ciri-ciri lainnya yang ditemukan adalah partisipan yang mempunyai sikap terbuka. Sikap terbuka dinyatakan partisipan
Universitas Sumatera Utara
adalah berusaha jujur mengungkapkan ketidakmampuan dalam bekerja dan berusaha mengendalikan dirinya sendiri.
Partisipan yang menggunakan koping negatif ditemukan dengan ciri-ciri mempunyai masa kerja yang lama 10 tahun. Hal ini dinyatakan partisipan
bahwa keadaan ini menimbulkan kejenuhan dan mempunyai keinginan untuk berhenti bekerja. Koping negatif yang digunakan partisipan termasuk ke dalam
jenis avoidance. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Cai et al. 2008 bahwa masa kerja mempunyai korelasi positif terhadap cara koping negatif. Hal
ini terlihat bahwa sebagai perawat dengan masa kerja yang lama cenderung menggunakan cara negatif dalam menghadapi kejadian yang penuh stres. Strategi
ini cenderung digunakan oleh perawat dengan masa kerja yang lama karena setelah beberapa tahun bekerja menemukan perubahan yang lamabat, bahkan
tidak ada perubahan sama sekali. Hal ini tentunya berbeda dengan pernyataan bahwa salah satu ciri-ciri
partisipan yang menggunakan koping positif adalah pengalaman yang lebih banyak yang dapat dilihat dari masa kerja yang lama. Kedua perbedaan ini secara
tidak langsung dapat dikatakan bahwa masa kerja tidak mempengaruhi kualitas koping. Hal ini disebabkan bahwa kualitas koping tidak selalu dipengaruhi dari
masa kerja seseorang, tetapi juga tergantung pada situasi bagaimana stresor yang dihadapi. Stresor yang dialami oleh partisipan adalah situasi kerja yang kurang
mendukung seperti peralatan yang kurang lengkap, beban kerja tinggi, kurangnya kerja sama tim, perawat masih melakukan pekerjaan non keperawatan dan
sebagainya. Stresor tersebut dapat terjadi secara bersamaan. Hasil penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan Funnel et al. 2005 bahwa kualitas koping seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor dapat berasal dari faktor stresor maupun karakteristik
individu. Selain itu ciri-ciri partisipan yang menggunakan koping negatif adalah
partisipan yang mempunyai sifat kurang peduli terhadap lingkungan. Partisipan dengan ciri sifat seperti ini berusaha mengatasi stres dengan cara mengabaikan
permasalahan dan menjaga jarak distancing. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cai et al. 2008 bahwa cara koping negatif yang ditemukan pada
perawat adalah mencoba melupakan masalah. Pembahasan terkait tema stres kerja yang dialami oleh partisipan
dijelaskan secara singkat. Hasil penelitian menemukan 4 tema stres kerja yaitu penyebab stres kerja, gejala stres, waktu terjadinya stres, dan dampak stres.
Tema penyebab stres kerja terdiri dari beberapa sub tema yaitu: 1 lingkungan kerja yang tidak kondusif, 2 hubungan dengan atasan yang kurang
harmonis, 3 kerja sama tim yang kurang, 4 pembagian jadwal dinas yang tidak sesuai, 5 kondisi pasien yang tidak stabil dan darurat, 6 keluhan dari keluarga, 7
kurang memiliki kompetensi, 8 catatan keperawatan yang banyak, 9 melakukan pekerjaan non keperawatan, 10 rasio perawat-pasien yang tidak sesuai, 11 beban
kerja yang lebih tinggi, dan 12 masalah pribadi atau keluarga. Beberapa sub tema tersebut sesuai dengan Huber 2000 bahwa berbagai stressor yang berasal dari
lingkungan kerja seperti tuntutan tempat kerja, lingkungan fisik, hubungan interpersonal, gaya kepemimpinan, penjadwalan, beban kerja, outcome klien yang
negatif, hubungan dengan dokter dan pengetahuan dan skill yang tidak adekuat.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab stres kerja yang dialami oleh partisipan seperti rasio perawat dan pasien yang tidak sesuai juga didukung penelitian Hays et al. 2006 bahwa sebagian
besar faktor penyebab stres tingkat tinggi yaitu kekurangan staf, sedangkan perawat yang tidak kompeten adalah faktor penyebab stres tingkat sedang. Beban
kerja yang berlebihan juga dialami partisipan. Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Lees dan Ellis 1990 dan Cai et al. 2008 bahwa
beban kerja yang berlebihan merupakan stresor terbesar bagi perawat. Tema gejala stres yang ditemukan pada penelitian ini adalah gejala
psikologi emosional, fisiologis fisik, kognitif pikiran, dan perilaku. Gejala yang dialami oleh partisipan sesuai dengan pernyataan Funnel et al. 2005 bahwa
gejala stres kerja dapat berupa gejala fisik, psikologis, kognitif dan perilaku. Tema waktu terjadinya stres kerja yang mencerminkan pengalaman
partispan adalah awal waktu bekerja pertama kali, saat kejadian tertentu yang sedang berlangsung dan jadwal shift dinas tertentu. Waktu terjadinya stres yang
dialami partisipan lebih sering terjadi pada saat pertama kali bekerja. Hal ini sejalan dengan Funnel et al. 2005 bahwa stres terjadi ketika seseorang
menghadapi stresor saat pertama kali dan akan memberikan reaksi awal alarm reaction
. Selain itu, terjadinya stres dinyatakan lebih sering terjadi pada saat dinas malam. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Huber 2000 bahwa shift
malam menyebabkan irama sirkadian menjadi terganggu, kelelahan, kurang tidur, dan alat pencernaan kurang berfungsi secara normal sehingga menimbulkan reaksi
psikologis.
Universitas Sumatera Utara
Tema dampak stres kerja yang ditemukan pada penelitian ini adalah masalah kesehatan dan keinginan untuk keluar dari pekerjaan. Funnel et al.
2005 menyatakan bahwa salah satu efek stres kerja adalah masalah kesehatan seperti yang dialami oleh partisipan. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
McNelly 1995 bahwa berbagai stresor yang dihadapi oleh perawat akan menyebabkan perawat lebih memilih untuk meninggalkan pekerjaan. Keadaan ini
tentunya akan berdampak pada peningkatan kekurangan jumlah tenaga keperawatan.
5.2. Keterbatasan Penelitian