“Stres bagi saya ketika harus meninggalkan anak saat dinas sore.”
[P4] “Aku lebih stres lagi jika bekerja pada saat kondisi anak sakit. Itu
yang membuat lebih stres. Anak pilek, demam, pasti akan merasa lebih stres dan tidak tenang. Sekarang kondisi anak lagi pilek dua-
duanya, pasti pikiran kita kesana terus kan.” [P7]
4.3.2. Gejala stres kerja
Berbagai gejala stres yang dialami oleh partisipan dikelompokkan menjadi beberapa sub tema yaitu 1 psikologis emosional, 2 fisiologis fisik, 3 kognitif
pikiran, dan 4 perilaku. Masing-masing sub tema akan dijelaskan sebagai berikut:
1 Psikologis emosional
Stres kerja yang dialami oleh partisipan menunjukkan berbagai gejala yang bersifat psikologis atau emosional. Beberapa partisipan menyatakan bahwa
perasaan yang muncul ketika mengalami stres adalah marah. Perasaan marah ini dialami oleh partisipan saat berinteraksi dengan tim kerja dimana perkataan
partisipan tidak didengarkan oleh anggota tim. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini:
“Ya itu aja yang namanya respon pertama pasti marah. Pertama responnya otomatis arghh..kok gak didengar ya kita ngomong,
pasti marah otomatis jadinya kesal ya kok omongan gak didengar gitu nada suara meninggi.”
[P1]
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, perasaan kesal juga dialami oleh partisipan lain. Timbulnya perasaan ini disebabkan salah satu faktor penyebab stres kerja yang telah
dijelaskan sebelumnya, yaitu tuntutan untuk memberikan penanganan cepat kepada pasien, namun terhambat akibat peralatan yang tidak lengkap. Pernyataan
ini sesuai dengan kutipan partisipan berikut: “Perasaan pasti jengkel pada saat peralatan tidak lengkap karena
kita menginginkan alat itu segera, tapi mau bagaimana lagi... Awal-awal pasti emosi.”
[P7] Gejala-gejala emosional lainnya yang dinyatakan oleh beberapa partisipan
yaitu perasaan cemas dan takut terhadap kondisi yang akan terjadi pada pasien. Partisipan menyatakan bahwa perasaan ini muncul pada saat pertama kali bekerja
di ICU atau saat menghadapi kondisi pasien yang menurun selama jam kerja sedang berlangsung. Ketakutan yang dirasakan oleh partisipan adalah perasaan
takut gagal dalam bertindak seperti merasa takut salah jika terbalik dalam merangkai settingan pada ventilator atau takut pasien meninggal pada saat jam
kerja partisipan masih berlangsung. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan beberapa partisipan dibawah ini:
“Ketika awal masuk ICU saya merasa cemas karena saya disuruh merakit ventilator. Saya takut kalau alat yang dipasang itu
terbalik.” [P2]
“Saya paling takut kalau ada pasien yang meninggal pada saat saya dinas. Seolah-olah batin saya tidak bisa menerima jika
pasien tidak tertolong saat saya dinas.” [P5]
Universitas Sumatera Utara
Perasaan cemas dan takut juga dialami oleh partisipan lainnya. Salah satu partisipan menyatakan bahwa rasa cemasnya itu muncul tiba-tiba ketika pasien
menunjukkan tanda-tanda sekarat. Kondisi yang dirasakan oleh partisipan tersebut menyebabkan kebingungan atau keraguan dalam bertindak. Pernyataan ini sesuai
dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini: “…tiba-tiba perasaan saya menjadi cemas dan bingung pada
awalnya, bahkan saya menjadi ragu untuk melakukan tindakan apa yang harus dilakukan.”
[P7] Gejala stres yang bersifat emosional yang dialami oleh partisipan tidak
hanya perasaannya terhadap kondisi pasien, tetapi juga kepada keluarga pasien. Partisipan menyatakan bahwa terkadang merasa takut dalam menghadapi keluarga
pasien yang tidak bisa menerima kenyataan kehilangan anggota keluarganya. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini:
“…saya jadi takut menangani keluarga pasien seperti itu.” [P3] Selain itu, partisipan juga merasa kesal terhadap keluarga pasien yang
sudah berkali-kali diberikan penjelasan, namun tetap tidak juga mengerti. Perasaan yang dialami oleh partisipan ini sesuai dengan kutipan wawancara
berikut: “Saya merasa jengkel jika ada keluarga pasien yang bertanya…”
[P10]
2 Fisiologis fisik
Stres kerja yang dialami oleh partisipan menunjukkan berbagai gejala yang bersifat fisiologi atau fisik. Beberapa partisipan menyatakan bahwa gejala
Universitas Sumatera Utara
yang pernah dan dirasakan oleh partisipan terjadi pada tubuh yaitu jantung berdetak kencang dan berkeringat. Keadaan fisik ini dialami oleh partisipan ketika
belum mempunyai pengalaman kerja di ICU, sehingga partisipan mempunyai harapan tinggi terhadap kondisi pasien yang menurun. Pernyataan ini sesuai
dengan kutipan beberapa partisipan dibawah ini: “Sewaktu belum memiliki pengalaman, jantung saya berdetak
kencang ketika melihat anak-anak yang dirawat di ICU.” [P3]
“Perasaan kakak pada waktu itu jantung kakak berdetak kencang mungkin lebih dari 100. Kakak sudah stres, denyut jantug naik dan
keringatan.” [P6]
3 Kognitif pikiran
Gejala stres yang dialami oleh partisipan secara kognitif atau pikiran bervariasi, seperti yang kebingungan, kesulitan berkonsentrasi, merasa bosan dan
jenuh, dan mempunyai pikiran negatif. Partisipan 9 menyatakan pengalamannya bahwa pada saat pertama kali ditugaskan bekerja di ICU mengalami kebingungan
ditambah lagi dengan tidak memiliki pengalaman ataupun pelatihan sebelumnya. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan partisipan berikut:
“Awalnya melihat pasien itu saya merasa clingak-clinguk karena ketika lulus di RS ini saya langsung ditempatkan di ICU tanpa ada
bekal sedikit pun.” [P9]
Selain kebingungan, beberapa partisipan menyatakan pengalamannya saat bekerja kadang-kadang mengalami sulit berkonsentrasi karena memikirkan hal-
hal lain seperti masalah pribadi atau keluarga, keingingan untuk fokus beribadah,
Universitas Sumatera Utara
dan sebagainya. Partisipan juga menyatakan ketika sedang memikirkan hal lain, partisipan menjadi tidak fokus terhadap tindakan yang diberikan kepada pasien.
Pernyataan ini sesuai dengan kutipan beberapa partisipan dibawah ini: “Sekarang kondisi anak lagi pilek dua-duanya. Pikiran aku ini ke
sana terus.” [P7]
“Pikiran aku bercabang, jam ini aku fokus pada pasien, terus disaat jam aku beribadah aku fokus ke ibadah lagi. Tentu di saat
aku beribadah tentu menjadi pikiran bagi ku bagaimana pasien ku. Pasien di ICU kan gak bisa diprediksi saat itu, mungki saat itu
baik tapi 2 menit kemudian kita kan gak tau, Allahu’alam.” [P5]
Selain gejala stres diatas yang berfokus pada pasien, gejala lainnya adalah mempunyai pikiran negatif. Beberapa partisipan menyatakan bahwa partisipan
pernah mempunyai pikiran negatif dalam berinteraksi dengan teman sejawat dan keluarga pasien. Pikiran negatif yang dialami oleh partisipan yaitu mempunyai
pikiran takut disalahkan bahkan partisipan berpikir bahwa dunia kerja begitu kejam. Pikiran negatif ini muncul ketika partisipan merasa direndahkan oleh
orang lain baik teman sejawat ataupun keluarga pasien. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan beberapa partisipan dibawah ini:
“Semua orang mengjudge kita bodoh. Ternyata kejam dunia kerja ini…aduh.”
[P9] “Saya takut dimarahi atau disalahkan oleh keluarga jika pasien
pada saat saya dinas meninggal.” [P6]
Universitas Sumatera Utara
Gejala-gejala diatas menyebabkan beberapa partisipan mengalami kejenuhan. Kejenuhan yang dialami oleh partisipan dinyatakan bahwa partisipan
bosan bekerja dengan rutinitas yang membosankan. Partisipan juga menyatakan bahwa kejenuhan atau kebosanan yang dialami ketika menghadapi pasien dengan
lama hari rawat yang cukup lama. Hal ini seperti yang dikatakan oleh beberapa partisipan bahwa pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan penyakit
kronik sehingga pasien yang dirawat cukup lama yakni beberapa minggu bahkan berbulan-bulan. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan
berikut: “Apalagi pasiennya lama-lama kan. Saya jadi bosan sebenarnya.
Stress sama bosan beda-beda tipis. Itu juga yang bikin saya merasa jenuh.”
[P9]
4 Perilaku
Gejala stres kerja yang dialami oleh partisipan dapat berupa perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dialami oleh partisipan yaitu tidak bisa tidur,
berbicara dengan nada tinggi atau berbicara kasar. Beberapa partisipan menyatakan bahwa dirinya pernah tidak tidur selama satu malam dalam
menghadapi pasien. Partisipan juga menyatakan bahwa kejadian yang dialaminya pada saat dinas malam pertama kali dan belum mendapatkan pelatihan dasar
intensif. Partisipan tidak dapat tidur karena merasa cemas yang berlebihan terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Selain tidak dapat tidur,
partisipan juga mondar-mandir selama dinas malam tersebut. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan partisipan berikut:
Universitas Sumatera Utara
“Sangkinkan stresnya, kakak gak bisa tidur satu malam itu. Tak berhenti-henti
kakak wara-wiri melihat pasien dari ujung ke ujung
.” [P6] Selain perubahan perilaku diatas, partisipan juga menyatakan bahwa
terkadang berbicara kasar kepada keluarga pasien. Beberapa partisipan menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena keluarga pasien tidak bisa menerima atas
apa yang telah dijelaskan oleh partisipan sehingga partisipan terbawa emosi dalam berbicara. Bahkan, partisipan juga menyatakan bahwa partisipan pernah
bertengkar dengan keluarga pasien. Partisipan menjelaskan bahwa perubahan perilaku ini terjadi karena kelelahan dalam bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan
kutipan beberapa partisipan dibawah ini: “Kadang-kadang saat kita menyampaikannya itu ke keluarga
pasien kurang baik seperti ini Ya gak bisalah buk.” [P5]
“Keluarga pasien itu tidak suka dengan omongan ku sehingga aku bertengkar pada waktu itu.”
[P7]
4.3.3. Waktu stres kerja