Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Partisipan
No. Partisipan
Umur tahun
Jenis Kelamin
Pendidikan Jenis Pelatihan yang
Pernah Diikuti Masa
Kerja tahun
1 27
P S1
1. BTCLS
2. Kegawatdaruratan
2 2
28 L
S1 1.
PPGD 2.
BTCLS 3.
Wound Care Management
3
3 39
P D3
1. ICU
8 4
37 P
D3 Tidak Pernah
2 5
46 P
D3 1.
ICU 26
6 44
P D3
1. PPGD
2. Intensive Care
12 7
36 P
D3 1.
Dasar-dasar ICU 8
8 35
P D3
1. ICU
6 9
31 P
S1 Tidak Pernah
4 10
30 P
D3 Tidak Pernah
4
4.3.1. Penyebab stres kerja
Berbagai penyebab stres kerja yang dialami oleh partisipan tergambar dari beberapa sub tema yaitu 1 lingkungan kerja yang tidak kondusif, 2 hubungan
dengan atasan yang kurang harmonis, 3 kerja sama tim yang kurang, 4 pembagian jadwal dinas yang tidak sesuai, 5 kondisi pasien yang tidak stabil dan
darurat, 6 keluhan dari keluarga, 7 kurang memiliki kompetensi, 8 catatan keperawatan yang banyak, 9 melakukan pekerjaan non keperawatan, 10 rasio
perawat-pasien yang tidak sesuai, 11 beban kerja yang lebih tinggi, dan 12 masalah pribadi atau keluarga. Masing-masing sub tema dijelaskan sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Lingkungan kerja yang tidak kondusif
Lingkungan kerja yang tidak kondusif tergambar dalam berbagai kategori seperti; sarana prasarana tidak lengkap, lingkungan yang tidak rapi, suasana yang
berhubungan dengan alam ghaib, dan sistem keamanan ICU tidak ada. Seorang partisipan mengungkapkan bahwa peralatan tidak lengkap
memperlambat pekerjaan sehingga menimbulkan stres. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan partisipan dibawah ini:
“Kadang-kadang peralatan tidak lengkap dan juga tidak tertata dengan rapi sehingga membuat kita harus mencari ke tempat lain.
Hal ini tentu akan mengakibatkan pekerjaan kita menjadi lambat dan juga menimbulkan stres.”
[P7] Pernyataan diatas juga didukung oleh partisipan lainnya yang menyatakan
bahwa peralatan yang tidak lengkap menimbulkan tingkat stres tinggi karena partisipan dituntut berpikir dalam pengadaan peralatan tersebut:
“Saya rasa tingkat stres paling tinggi adalah ketika peralatan tidak lengkap dan kita harus memikirkan untuk memanage
segalanya. Itu yang membuat saya sakit kepala bukan sakit kepala secara fisik, hanya sekedar ungkapan partisipan. Kadang-
kadang dalam 2 bed dipasang 1 tensi secara bergantian. Begitulah kerja disini wajah berkerut sambil menggelengkan kepala.”
[P8] Lingkungan yang tidak kondusif digambarkan oleh seorang partisipan
sebagai lingkungan yang tidak rapi. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
“Saya tidak bisa bekerja jika saya lihat ruangan ini berantakan, tidak tertata rapi. Rasanya tidak cocok dengan saya jika alat yang
terpasang masih berantakan, sehingga saya rapikan dulu dan itu membuat ku nyaman bekerja.”
[P7] Selain dari kondisi lingkungan yang tidak lengkap dan rapi, seorang
partisipan menyatakan bahwa stres yang dialaminya disebabkan karena tempat ICU memiliki hal-hal yang berhubungan dengan alam ghaib. Kondisi ini sesuai
dengan ungkapan partisipan bahwa bangunan ICU ini dulunya merupakan lahan perkuburan sehingga sering terjadi kejadian aneh. Pernyataan ini sesuai dengan
kutipan salah satu partisipan dibawah ini: “Tingkat stres bagi saya jika berhubungan dengan alam ghaib.
Saya pasti merasa kaget karena selama ini saya belum pernah memiliki pengalaman seperti itu.
Apalagi di ICU ini katanya ini adalah gedung bekas kuburan. Jadi kalau dinas malam itu kita
memang mendengar hal-hal aneh, suara-suara aneh…kadang- kadang juga alat infus tiba-tiba kok plong sendiri, atau misalnya
tiba-tiba ikatan pasien lepas sendiri. Itu memang benar. Mungkin itu yang menjadi stres
…” [P2] Seorang partisipan menyatakan bahwa kondisi yang kurang kondusif
merupakan kondisi lingkungan ICU yang belum memiliki sistem keamanan seperti belum tersedianya penjaga keamanan di ICU. Ketiadaan penjaga
keamanan ini dapat mengganggu kenyamanan dan ketertiban dalam bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan berikut:
Universitas Sumatera Utara
“Hal yang membuat marah adalah ketika keluarga pasien datang membesuk dengan tidak tertib. Hal ini disebabkan karena disini tidak
mempunyai penjaga keamanan yang khusus seperti di ICU rumah sakit swasta.”
[P9]
2 Hubungan dengan atasan yang kurang harmonis
Hubungan dengan atasan yang kurang harmonis dinyatakan oleh partisipan sebagai penyebab partisipan mengalami stres. Partisipan menyatakan bahwa
kurangnya kepedulian dan perhatian dari atasan terhadap stafnya disebabkan karena atasan tidak mengetahui langsung bagaimana mekanisme yang sebenarnya
di lapangan. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah seorang partisipan dibawah ini:
“… atasan hanya menuntut kita melakukan yang terbaik, sementara atasan sendiri tidak mengetahui bagaimana mekanisme
yang terjadi sebenarnya di lapangan, tidak diperhatikan sarana prasarana di ruangan.”
[P1]
3 Kerja sama tim yang kurang
Hubungan tim merupakan suatu hal yang bisa menimbulkan masalah. Hubungan antar tim dapat dilihat dari kerja sama antar anggota tim. Beberapa
partisipan menyatakan bahwa stres dapat disebabkan oleh kurangnya kerja sama anggota tim. Salah satu partisipan menyatakan bahwa kerja sama tim yang kurang
disebabkan karena satu atau beberapa anggota tim yakni teman sejawat yang tidak bisa bekerja sama. Keadaan ini memperlambat kerja tim seperti yang dikatakan
oleh partisipan bahwa jika bersama anggota tim yang tidak bisa bekerja sama atau
Universitas Sumatera Utara
selalu mengungkapkan kekesalan menimbulkan ketidaknyamanan selama bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan partisipan dibawah ini:
“Saya paling malas jika satu jadwal dinas dengan orang yang suka cemberut. Bahkan baru melihat jadwal dinas dan bersama
dia, saya jadi malas bekerja…” [P4]
Partisipan lainnya juga mendukung pernyataan diatas. Partisipan tersebut menyatakan bahwa tidak adanya kerja sama antar tim menimbulkan beban dan
perasaan tidak nyaman dalam bekerja. Keadaan ini menyebabkan partisipan kurang fokus dalam bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu
partisipan dibawah ini: “… yang menjadi beban bagi saya adalah ketika dalam 1 shift
tidak saling kerja sama sehingga kerja tim menjadi tidak nyaman. Saya jadi malas kerja jika anggota tim ada yang tidak cocok.
Jadinya tidak 100 konsentrasi ke pekerjaan kan.” [P7]
Selain hubungan kerja sama antar teman sejawat, partisipan lainnya juga menyatakan bahwa kerja sama yang kurang dengan dokter juga menjadi salah satu
penyebab terjadinya stres kerja. Partisipan menyatakan bahwa kadang-kadang dokter kurang menghargai pekerjaan partisipan sehingga partisipan mempunyai
anggapan terhadap dokter seperti dokter menyalahkan tindakan yang sudah dikerjakan oleh partisipan. Keadaan ini menyebabkan partisipan merasa ragu
untuk melaporkan hal-hal yang berhubungan dengan pasien karena respon dokter terhadap partisipan. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan
dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
“Stres yang saya rasakan adalah respon dokter terhadap kita ketika kita memberikan laporan. Terkadang respon dokter itu ada
yang baik dan ada yang tidak baik.” [P5]
4 Pembagian jadwal dinas yang tidak sesuai
Pembagian jadwal dinas yang tidak sesuai merupakan salah satu penyebab beberapa partisipan merasakan stres disaat bekerja. Beberapa partisipan
mengeluhkan memperoleh jam dinas yang melebihi jumlah jam dinas maksimal ruangan seharusnya. Jumlah jam dinas maksimal ruangan misalnya 150-155 jam
selama 1 bulan. Beberapa partisipan mempunyai jumlah jam dinas melebihi jumlah jam dinas ruangan seperti 160 hingga 170 jam lebih. Pernyataan ini sesuai
dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini: “Semenjak kepala ruangan yang baru ini jadwal dinas saya jor-
joran. Jadi dalam sebulan itu selalu melebihi dari jam dinas maksimal di ruangan.”
[P1] Akibat dari kondisi jam kerja yang berlebihan, beberapa partisipan
menyatakan bahwa mereka mengalami kelelahan. Pernyataan ini sesuai dengan salah satu kutipan partisipan dibawah ini:
“Jam kerja banyak itu capek juga. Capek itu kan stress juga.” [P9] Selain itu, dua partisipan mengeluhkan kejenuhan dan kelelahan akibat
pembagian jadwal dinas yang tidak sesuai seperti distribusi tiap-tiap jadwal dinas tidak seimbang yang mana jumlah dinas malam lebih banyak dan juga waktu libur
yang tidak sesuai. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan beberapa partisipan dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
“dinas malam saya terlalu banyak sehingga menganggu irama istirahat normal atau istilahnya mengganggu irama sirkadian
jantung. Hal ini membuat tubuh tidak sehat. Saya lebih nyaman jika distribusi jadwal dinas baik pagi, sore, dan malam itu
merata.” [P1]
“melihat jadwal dinas aja saya udah mengeluh karena distribusi jadwal dinas yang tidak seimbang seperti dinas sore 3x berturut
turut baru bertemu dinas malam. Suasana ini membuat saya bosan dan akhirnya saya merasa jenuh.”
[P8]
5 Kondisi pasien yang tidak stabil dan darurat
Partisipan yang mempunyai pengalaman dalam menghadapi kondisi pasien darurat dan tidak stabil seperti pasien dengan hemodinamika menurun.
Keadaan ini menimbulkan stres bagi partisipan karena mereka dituntut untuk bertindak cepat dalam penanganan pasien kegawatdaruratan. Pernyataan ini sesuai
dengan salah satu kutipan partisipan berikut: “Stres bagi saya ketika menghadapi kondisi pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil, seperti perdarahan berat, sesak nafas, dan tekanan darah menurun.”
[P3] Selain itu, beberapa partisipan menyatakan bahwa mereka juga mengalami
stres saat menghadapi pasien yang sedang sekarat. Kondisi tersebut menimbulkan perasaan cemas bahkan mengalami kebingungan dalam bertindak. Pernyataan ini
sesuai dengan beberapa kutipan partisipan dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
“Kondisi tingkat stres tinggi di ICU menurut saya adalah ketika kondisi pasien tiba-tiba bradikardi atau sakaratul maut sehingga
pada saat itu banyak tindakan yang harus dilakukan segera.” [P2]
“Stres bagi saya ketika saya mengetahui bahwa pasien tersebut akan meninggal. Tiba-tiba perasaan saya menjadi cemas dan
bingung pada awalnya, bahkan saya menjadi ragu untuk melakukan tindakan apa yang harus dilakukan.”
[P7] Selain dari kondisi pasien diatas, stres juga dialami partisipan karena
ketidaktahuan atau ketidakpastian akan respon pasien setelah pemberian obat. Partisipan beranggapan bahwa rata-rata pasien yang dirawat di ICU adalah pasien
dengan kondisi tidak sadar, sehingga partisipan tidak akan mengetahui keluhan- keluhan pasien sebagaimana yang dimunculkan oleh pasien dalam kondisi sadar.
Pernyataan ini sesuai dengan kutipan seorang partisipan dibawah ini: “Stres yang saya alami adalah pada saat pemberian obat karena
pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan penurunan kesadaran, sehingga pasien tidak akan mengeluh jika terjadi
sesuatu. Saya harus memantaunya secara langsung.” [P5]
6 Keluhan dari keluarga
Berdasarkan hasil wawancara, beberapa partisipan menyatakan bahwa keluhan dari keluarga pasien merupakan salah satu penyebab timbulnya stres
kerja. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini: “Keluarga pasien bisa menjadi salah satu yang menyebabkan
stres bagi saya.” [P1, L66-67]
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan diatas didukung oleh beberapa partisipan lainnya yang menyatakan bahwa stres kerja yang dialami oleh partisipan disebabkan karena
keluarga pasien tidak bisa bekerja sama dengan partisipan. Keadaan ini dinyatakan oleh partisipan bahwa beberapa keluarga pasien tidak bisa menerima
kondisi pasien yang semakin memburuk atau kenyataan kehilangan anggota keluarganya. Seperti yang diungkapkan oleh partisipan bahwa beberapa keluarga
ada yang melampiaskan kekesalannya secara langsung kepada partisipan seperti marah dan mengamuk. Hal ini menimbulkan perasaan takut bagi partisipan dalam
menghadapi keluarga pasien tersebut. Pernyataan ini sesuai dengan salah satu kutipan partisipan dibawah ini:
“Kondisi stres yang paling tinggi menurut saya adalah menghadapi keluarga pasien yang tidak bisa diajak berdiskusi
malahan mengamuk-ngamuk.” [P3]
Akibat dari menghadapi keluarga pasien yang tidak dapat bekerja sama, partisipan juga mengalami perasaan kesal dalam memberikan penjelasan kepada
keluarga yang sulit mengerti. Penyampaian penjelasan kepada keluarga pasien yang dilakukan oleh partisipan cenderung terbawa suasana emosi sehingga
kadang-kadang beberapa partisipan bertengkar dengan keluarga pasien. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan beberapa partisipan dibawah ini:
“Saya merasa jengkel jika ada keluarga pasien yang bertanya tentang kondisi pasien dari kepala hingga ujung kaki. Namun
setelah dijelaskan juga tidak mengerti. Saya jadi stres.” [P10]
Universitas Sumatera Utara
“Kadang-kadang kita bertengkar dengan keluarga pasien sehingga cara penyampaian kalimat kita pun menjadi tidak
bagus.” [P5]
7 Kurang memiliki kompetensi
Beberapa partisipan mengetahui bahwa stres yang pernah dialaminya pada waktu itu karena mengetahui dirinya kurang kompeten, salah satunya yaitu kurang
pengetahuan. Partisipan menyatakan bahwa stres yang dialaminya ketika tidak mengetahui obat-obatan yang digunakan untuk menolong pasien sekarat sehingga
partisipan tidak tahu tindakan apa yang akan dikerjakan selanjutnya. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan berikut:
“Saat kondisi pasien sekarat kalau kita tidak tahu obat-obat apa saja yang digunakan untuk menolong pasien itu, lebih luar biasa
lagi paniknya. Itu aja stresnya tidak tahu apa yang harus dikerjakan.”
[P3] Selain itu, partisipan menyatakan bahwa partisipan kurang kompeten
karena belum mendapatkan pelatihan. Partisipan menyatakan bahwa akibat dari belum memiliki pelatihan apapun menyebabkan partisipan mengalami stres kerja
sehingga merasa tidak percaya diri dalam bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan salah satu kutipan partisipan dibawah ini:
“Waktu dulu saya belum mendapatkan pelatihan dasar intensif, sehingga masih merasa takut ketika bekerja dan tidak percaya
diri.” [P6]
Universitas Sumatera Utara
Selain tidak memiliki pelatihan, partisipan juga menyatakan bahwa stres yang dialami selama bekerja di ICU disebabkan karena partisipan belum memiliki
pengalaman bekerja di ICU sebelumnya. Berdasarkan wawancara mendalam dengan beberapa partisipan dinyatakan bahwa partisipan belum memiliki
pengalaman bekerja dalam menghadapi kondisi pasien kegawatdaruratan seperti di ICU karena salah satu partisipan menyatakan bahwa pertama kali bekerja di
rumah sakit langsung ditempatkan di Ruang ICU dan beberapa partisipan hanya mempunyai pengalaman bekerja di ruang rawat inap biasa. Partisipan juga
menyatakan bahwa stres yang dialami pada saat itu seperti tampak kebingungan dan jantung berdebar. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan partisipan dibawah
ini: “Sewaktu belum memiliki pengalaman, jantung saya berdetak
kencang ketika melihat anak-anak yang dirawat di ICU.” [P3]
“Pada saat lulus diterima bekerja di Rumah Sakit ini, saya langsung ditempatkan di ICU tanpa memiliki bekal apa pun.
Sehingga saya menjadi bingung ketika melihat pasien.” [P9]
8 Catatan keperawatan yang banyak
Catatan keperawatan yang banyak dinyatakan oleh partisipan sebagai salah satu penyebab stres kerja di ICU. Catatan keperawatan yang ada di ICU saat ini
yaitu status pasien, buku laporan pasien, dan lembar flip chart. Seorang partisipan telah berpendapat bahwa stres yang dialaminya disebabkan pendokumentasian
keperawatan yang terlalu banyak untuk dicatat sehingga menimbulkan kelelahan dalam bekerja, bahkan hal ini juga menyebabkan kontak langsung perawat ke
Universitas Sumatera Utara
pasien menjadi berkurang. Partisipan tersebut beranggapan bahwa sistem pendokumentasian yang ada saat ini dirasa cukup boros baik waktu, tenaga, dan
pikiran. Pernyataan tersebut sesuai dengan kutipan partisipan dibawah ini: “Kalaupun status pasien harus diisi, laporan juga harus dibuat,
flip chart harus dibuat juga, jadi yang ke pasien itu menjadi kurang, kan. Otomatis dengan catatan keperawatan yang banyak
membuat kita menjadi letih karena boros waktu, tenaga dan pikiran.”
[P8]
9 Melakukan pekerjaan non keperawatan
Seorang partisipan mengungkapkan bahwa pekerjaan yang dilakukannya cukup banyak dan melelahkan karena tidak hanya melakukan pekerjaan
keperawatan, tetapi juga melakukan pekerjaan non keperawatan. Pekerjaan non keperawatan yang dilakukan oleh perawat seperti yang dinyatakan oleh partisipan
adalah pekerjaan administrasi, yang mana partisipan harus mencatat tindakan- tindakan keperawatan yang berkaitan dengan jasa perawat. Selain itu, ditambah
lagi partisipan juga harus memperbaiki alat-alat jika ada yang rusak yang mana itu merupakan perkerjaan seorang teknisi service. Keadaan ini mengakibatkan
partisipan tidak dapat fokus pada pekerjaannya sebagai profesi perawat. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini:
“Seharusnya tugas mengklaim uang untuk jasa perawat adalah tugas administrasi langsung. Namun kenyataannya disini perawat
juga yang melakukannya. Selain itu perawat juga harus bertugas sebagai teknisi untuk memperbaiki peralatan yang rusak. Kalau
Universitas Sumatera Utara
perawat semua yang harus memangenya dari a-z, dari teknisi sampai tukang salon, otomatis bisa tidak fokus kan.”
[P8]
10 Rasio perawat pasien yang tidak sesuai
Beberapa partisipan menyatakan bahwa perbandingan antara perawat dengan pasien di ICU tidak sesuai dengan standar ICU yang seharusnya yaitu 1:1
untuk rasio perawat dan pasien. Partisipan menyatakan bahwa jumlah perawat yang bekerja pada setiap shiftnya hanya 4 hingga 5 orang dengan kapasitas tempat
tidur pasien berjumlah 7 tempat tidur. Keadaan ini tentu menimbulkan kelelahan dalam bekerja karena partisipan harus mengatasi pasien lebih dari 1 orang dengan
tingkat ketergantungan pasien ICU yang sebagian besar adalah total care. Akibat dari kelelahan yang dialami oleh partisipan terus-menerus yaitu kejenuhan dalam
bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan partisipan dibawah ini: “Tekanan yang saya rasakan disini adalah ketika saya dinas selalu dalam
keadaan jumlah pasien full. Sementara tenaga yang ada hanya 4 hingga 5 orang. Kapasitas 7 bed tempat tidur dengan 4 orang perawat pastinya
keteteran juga, apalagi dengan ventilator yang berjejer. Kondisi ini membuat saya capek dan akhirnya jenuh .”
[P9]
11 Beban kerja yang lebih tinggi
Beban kerja tinggi merupakan salah satu penyebab stres kerja yang dialami oleh beberapa partisipan. Beberapa partisipan menyatakan bahwa
pekerjaan sebagai perawat ICU cukup berat dan memiliki beban kerja yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perawat di ruangan rawat inap lainnya. Partisipan
menyatakan bahwa pekerjaan di ICU memiliki beban kerja yang lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
karena hampir sebagian besar kondisi pasien yang ditangani adalah kondisi pasien total care
dengan berbagai penyakit. Oleh karena itu semua perawatan terhadap pasien dilakukan sepenuhnya oleh partisipan, seperti mengangkat pasien,
memandikan, melakukan suction, dan sebagainya. Ditambah lagi sebagian besar pasien di ICU bermasalah dengan sistem
pernafasannya airway, sehingga hampir setiap tempat tidur pasien dilengkapi oleh alat bantu pernafasan ventilator. Beberapa partisipan menyatakan bahwa
pasien yang terpasang ventilator mempunyai beban kerja yang cukup tinggi. Kondisi beban kerja yang tinggi ini membuat partisipan menjadi kelelahan dalam
bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini: “Capek bekerja disini. beban kerjanya terlalu banyak dengan
kondisi pasien terpasang ventilator, kita harus mengangkat-angkat pasien, memandikan, mensuction. Rutinitasnya itu-itu saja.”
[P9]
12 Masalah pribadi atau keluarga
Masalah pribadi atau keluarga dinyatakan oleh partisipan sebagai salah satu yang bisa menimbulkan stres selama bekerja. Beberapa partisipan
menyatakan bahwa permasalahan dalam keluarga yang dialaminya adalah keadaan dimana partisipan harus meninggalkan anak selama jam kerja atau
kondisi anak sakit. Keadaan ini mempengaruhi konsentrasi partisipan selama bekerja, seperti yang dinyatakan oleh beberapa partisipan bahwa pikirannya
bercabang memikirkan keadaan anak di rumah. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan beberapa partisipan dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
“Stres bagi saya ketika harus meninggalkan anak saat dinas sore.”
[P4] “Aku lebih stres lagi jika bekerja pada saat kondisi anak sakit. Itu
yang membuat lebih stres. Anak pilek, demam, pasti akan merasa lebih stres dan tidak tenang. Sekarang kondisi anak lagi pilek dua-
duanya, pasti pikiran kita kesana terus kan.” [P7]
4.3.2. Gejala stres kerja