2.2.5 Model Adaptasi Stres
Menurut Funnel et al. 2005, terdapat 2 model teori respon terhadap stres yaitu:
1. Selye’s stress adaptation model
Model ini menjelaskan bahwa respon tubuh ketika menghadapi stres mengalami 3 fase, yaitu:
a. Alarm reaction
Fase ini merupakan reaksi awal tubuh menghadapi stresor apapun. Ini merupakan sekumpulan reaksi antara hipotalamus, sistem saraf simpatis, dan
medulla adrenal. Ini disebut dengan “flight-or-flight response”. Ini membuat level kewaspadaan ditingkatkan dan menggerakkan tubuh untuk siap dalam
menghadapi ancaman. Respon tubuh digambarkan dengan peningkatan sirkulasi dan peningkatan pelepasan glukosa menjadi energi.
b. Stage of resistance
Jika penyebab stres tidak dapat diatasi, tubuh akan mengalami fase ini atau fase General Adaptation Syndrome GAS. Fase ini tubuh terus berjuang
menghadapi stresor setelah fase alarm reaction telah selesai. Reaksi pada tahap ini melibatkan kelenjar pituitary anterior dan korteks adrenal. Reaksi ini lebih
lambat untuk mulai dibanding fase pertama, tetapi efeknya lebih lebih lama. Selama fase ini tubuh juga memulai proses untuk mengembalikan fungsinya
mendekati homeostasis normal. Fase ini, GAS terus berlangsung dalam waktu yang lama tanpa periode
relaksasi, sehingga penderita cenderung mengalami kelelahan, konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
menurun, dan iritabilitas. Secara fisiologis kondisi ini menyebabkan pelepasan steroid dan kortisol yang berlebihan, yang dirangsang selama masa stres sehingga
akan mengakibatkan penekanan sistem imunitas tubuh. Penurunan sistem imunitas tubuh akan menyebabkan gangguan kesehatan, umumnya terjadi flu dan
infeksi lainnya yang bisa mengarah pada gangguan seperti sakit kepala dan gastritis.
c. Stage of exhaustion
Pada fase ini tubuh kehabisan cadangan energi dan imunitas yang merupakan hasil dari ketidakmampuan untuk beradaptasi atau koping. Pada fase
ini terjadi kehilangan potasium yang mempengaruhi semua fungsi sel tubuh. Fungsi sel hilang dan sel akan mati. Kelelahan pada korteks adrenal akan terjadi
dan tidak mampu menghasilkan hormon yang mencegah penurunan glukosa darah, sehingga nutrisi sel tidak adekuat. Akibat yang terus menerus akan
membebankan kerja jantung, pembuluh darah, dan korteks adrenal. Hal ini dapat menyebabkan gagal jantung, gagal ginjal, dan kematian.
Selye dalam Funnel et al. 2005, juga mengidentifikasi respon tubuh terhadap stres fisik pada area tubuh. Respon ini disebut dengan local adaptation
syndrome LAS.
2. Lazarus’s interactional theory
Lazarus 1966 dalam Lazarus Folkman 1984 menjelaskan bahwa cara individu menginterpretasikan stresor dan kemampuan untuk koping appraisal
yang menentukan efek dari stres. Proses Appraisal merupakan sekumpulan tindakan kognitif individu dalam membuat suatu evaluasi. Individu menilai situasi
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada nilai seseorang, keyakinan dan perasaan, dan apa yang dilihat penting dan tidak penting bagi mereka. Terdapat 2 tipe appraisal:
a. Primary appraisal
Penilaian yang dilakukan untuk menilai apakah kejadian tersebut mengganggu kesejahteraan hidup seseorang. Primary appraisal dibedakan atas 3
jenis yaitu: 1 irrelevant, 2 benign-positive, 3 stressfull. Irrelevant terjadi ketika pertemuan dengan lingkungan tidak ada membawa implikasi pada
kesejahteraan seseorang netral, tidak ada yang hilang atau yang diperoleh. Benign-positive appraisal
terjadi ketika hasil dari sebuah pertemuan adalah positif yang meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan. Karakteristik dari benign-
positive appraisal adalah kesenangan, gembira, cinta, dan damai.
Stressfull appraisal diklasifikasikan menjadi 3 hal, yaitu: 1 harmloss,
2 threat, 3 challenge. Harmloss merupakan beberapa kerusakan yang terjadi pada seseorang yang telah terjadi terus-menerus seperti kerusakan yang berakibat
pada harga diri, kurang mencintai nilai pribadi, dan kehilangan orang yang dicintai. Threat tantangan diartikan sebagai kejadian yang mana bahaya atau
kehilangan yang belum terjadi dan masih dapat diantisipasi. Challenge appraisal tantangan berfokus pada potensi untuk memperoleh atau mengembangkan
didalam suatu pertemuan dan biasanya memiliki cirri-ciri bersemangat dan kegembiraan, contohnya challenge appraisal seseorang akan bersemangat dalam
menghadapi sesuatu yang baru.
Universitas Sumatera Utara
b. Secondary appraisal
Setelah menilai apakah situasi tersebut berupa ancaman atau tantangan primary appraisal, selanjutnya yang dilakukan adalah tindakan koping apa yang
dapat dilakukan untuk mengatasi situasi tersebut. Ini melibatkan penilaian terhadap hambatan dalam melakukan koping, kekuatan personal, dan sumber
dukungan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Revisi Model Stress dan Koping Lazarus, 1991
Wrubel, Benner, dan Lazarus 1981 menemukan bahwa latar belakang makna-makna dan perhatian seseorang sebenarnya mengatur apa yang
menjumlahkan sebagai penyebab stres dan apa koping yang tersedia dalam istilah pemahaman, keterampilan, pengetahuan, nilai, dan akses. Hal yang terkait pada
konsep stres dan koping dalam perspektif fenomenologi adalah peran tubuh the role of the body
, peran situasi the role of the situation, peran dari perhatian pribadi the role of personal concerns, emosi sebagai makna yang dialami,
keterampilan, sumber-sumber umum, dan keunikan antara seseorang dengan situasi.
Individu -
Keyakinan -
Nilai -
Sumber diri
Lingkungan -
Bahaya -
Ancaman -
Tantangan -
Keuntungan Hub.
Individu- lingkungan
Primary appraisal
Secondary appraisal
Outcomes Perubahan
emosi, atau kombinasi
dengan perubahan
kesehatan, fungsi
sosial, dan moral
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Stres dan koping pada Pemberi Pelayanan Kesehatan