h. Kerja adalah pelayanan
“Aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati”.
14
Jadi, hasil dari pekerjaan kita bisa menjadi masukan untuk orang lain
begitu pula sebaliknya. Sehingga dari proses tersebut kita telah memberikan kontibusi kepada orang lain agar mereka bisa hidup
dan beraktivitas dengan mudah. Jadi, bekerja juga bisa kita golongkan sebagai salah satu bentuk pelayanan kita terhadap orang
lain. Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja
akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu ibadah dan
berprestasi itu indah. Ada semacam panggilan dari hatinya untuk terus- menerus memperbaiki diri, mencari prestasi bukan prestise, dan tampil
sebagai bagian dari umat yang terbaik khairu ummah. Berikut ini adalah beberapa ciri etos kerja menurut Tasmara:
a. Mereka memiliki moralitas yang bersih ikhlas
b. Mereka memiliki komitmen Aqidah, Aqad, I’tiqad
c. Memiliki jiwa kepemimpinan
d. Tangguh dan pantang menyerah
e. Mereka kecanduan belajar dan haus mencari ilmu
f. Mereka memiliki semangat perubahan
g. Mereka berorientasi ke masa depan
h. Mereka tipe orang yang bertanggung jawab
i. Mereka memiliki harga diri
j. Hidup berhemat dan efisien
15
14
Jansen H. Sinamo, 8 Etos Kerja Profesional, Jakarta : PT. Malta Printindo, 2008, h. 21.
15
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta : Gema Insani Press, 2002, h. 73.
3. Konsep Etos Kerja
Tesis Max Web er tentang apa yang disebutkan „etika protestan‟
protestant ethic, die protestantische ethik dan hubungannya dengan semangat kapitalisme. Tesis ini memperlihatkan kemungkinan adanya
hubungan antara ajaran agama dengan perilaku ekonomi.
16
Tesis Weber tak lepas dari fakta sosiologis yang ditemukannya di Jerman, bahwa sebagian besar dari pemimpin-pemimpin
perusahaan, pemilik modal dan komersial tingkat atas adalah orang- orang Protestan, bukannya Katolik. Berbagai studi dilakukan menguji
kebenaran tesis Weber bahwa ajaran agama yang dianut mempengaruhi tingkat pencapaian dalam usaha.
17
Sikap hidup keagamaan yang diinginkan kata Weber adalah “akses duniawi” yaitu intensifikasi pengabdian agama yang dijalankan
dalam kegairahan kerja sebagai gambaran dan pernyataan dari manusia yang terpilih.
18
Maka semangat kapitalisme, yang bersandarkan kepada cita ketekunan, hemat dan berperhitungan, rasional dan sanggup
menahan diri, sukses dalam hidupnya yang dihasilkan oleh kerja keras dapat dianggap sebagai pembenaran bahwa ia adalah orang yang
terpilih. Jadi menurut Max Weber dalam bukunya The Protestan Ethic
and spirit of Capitalism, etos kerja merupakan sebuah fondasi dari kesuksesan yang sejati dan autentik atau dapat dikatakan sukses di
dunia dan sukses di akhirat karena terdorong oleh ajaran agama. Nilai-nilai
transenden akan
menjadi landasan
bagi berkembangnya spirilitas sebagai salah satu faktor yang membentuk
kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas pendidikan dan kemampuan semata tetapi etos kerja dapat terbentuk sesuai suasana
16
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1979, cet. 1, h. 4.
17
Ibid., h. 6.
18
Ibid., h. 9.
batin dan semangat hidup yang terpancar dari keyakinan dan keimanan pun ikut menentukan adanya etos kerja tersebut.
Geertz sadar akan kesatuan kultural masyarakatnya, karena Geertz menyadari adanya perbedaan dalam penghayatan agama,
seperti di Mojokuto atau status di Tabanan. Santri di Mojokuto dan kaum bangsawan di Tabanan bukanlah kelompok sosial yang asing,
tetapi secara struktural adalah bagian dari masyarakat. Jika pada kasus kaum santri Geertz melihat suatu paralelisme yang berfungsi dalam
etika Protestan. Secara etika dalam pengertian Weber, Geertz melihat adanya unsur semangat kapitalisme dalam arti tekun, hemat dan
berperhitungan.
19
Jadi menurut Geertz bahwa adanya hubungan yang bermakna antara nilai-nilai yang dianut seseorang atau bangsa dan
dalam seseorang itu akan menemukan dirinya di dalam agama yang diyakininya karena apa yang diajarkan oleh agamanya kemudian orang
tersebut dituangkannya dalam kehidupannya sendiri.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Etos kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah :
a. Agama
Pada dasarnya agama merupakan suatu sitem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup
seseorang. Seperti cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia
sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu
pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi.
19
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1982, cet. 2, h. 33.
b. Budaya
Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap perilaku masyarakat yang bersangkutan.
Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya terhadap perilaku masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem
nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi begitupun sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang
konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.
c. Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia karena dengan peningkatan sumber daya manusia
akan membuat seseorang mempunyai etos kerja yang tinggi. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada
pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga
semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat. d.
Likungan atau Masyarakat Dari sisi lingkungan atau masyarakat terdapat adat-istiadat
yang ikut mempengaruhi sesorang beretos kerja tinggi. e.
Struktur Ekonomi dalam Etos Kerja Tinggi rendahnya suatu etos kerja suatu masyarakat itu
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi. f.
Motivasi Intrinsik Individu Etos kerja juga dapat mempengaruhi motivasi seseorang,
dimana etos kerja ini merupakan suatu pandangan serta sikap yang didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang dan keyakinan
inilah yang menjadi motivasi kerja terhadap seseorang.
20
20
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja, http:repository.usu.ac.idbitstream1234567893626108E00921.pdf, Hubungan Antara
B. Deskripsi Teoritis Masyarakat Betawi
1. Pengertian Masyarakat
“Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut society, asal katanya socius yang berarti kawan. Adapun kata masyarakat berasal dari
bahasa Arab, yaitu syirk, artinya bergaul ”.
21
Karena pada masyarakat tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh
manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Menurut Polak, masyarakat society adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva
serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok- kelompok lebih baik atau sub kelompok.
22
Seperti halnya dengan definisi sosiologi yang banyak jumlahnya kita mendapati pula definisi-definisi tentang masyarakat
yang juga tidak sedikit. Definisi adalah sekedar alat ringkat untuk memberikan batasan-batasan mengenai sesuatu persoalan atau
pengertian ditinjau daripada analisa. Analisa inilah yang memberikan arti yang jernih dan kokoh dari sesuatu pengertian. Beberapa definisi
mengenai masyarakat itu, seperti misalnya ; a.
R. Linton: seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama
hidup dan
bekerjasama, sehingga
mereka itu
dapat mengorganisasikan dirinta dan berfikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Organization-Based Self-Esteem Dengan Etos Kerja, 2009, diakses pada tanggal 8 September 2014.
21
Munandar Soelaeman MS., Ilmu Sosial Dasar : teori dan konsep ilmu sosial, Bandung: PT. Eresco, 1995, cet. 8, h. 63.
22
Abu Ahmadi, dkk, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991, cet. 2, h. 96.