Upaya Masyarakat Betawi dalam Meningkatkan Status

dan tak jarang dari mereka mengalami masa kesulitan ekonomi disaat bahan pokok melonjak naik sedangkan ada beberapa keperluan lain yang harus dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Sebagaimana yang dituturkan oleh bapak Babas “Alhamdulillah untuk kebutuhan pokok sih selalu terpenuhi, namanya kita kerja ya yg utama untuk memenuhi kebutuhan yang pokok dulu. Kalo kebutuhan yang lain sih bisa disesuaikan”. 34 Sedangkan ibu Ina menuturkan bahwa ia merasa bersyukur bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya dan membiayai sekolah adiknya, walaupun hidup dalam kesederhanaan kuncinya harus tetap bersyukur. Sejatinya hanya dengan bersyukur atas apa yang kita miliki lah manusia merasa cukup. Jika kurang besryukur maka selalu saja merasa kekurangan. Selain menabung dan digunakan untuk kebutuhan pokok, penghasilan yang diterima oleh masyarakat Betawi dipergunakan untuk kebutuhan pendidikan putera-puteri mereka. Bagi mereka pendidikan adalah hal penting dan wajib diterima oleh putera-puteri mereka untuk bekalnya di masa yang akan datang. Meskipun, latar belakang pendidikan masyarakat Betawi di Pondok Cabe Udik terbilang rendah tetapi para orang tua menginginkan anak-anak mereka bisa menjadi orang yang sukses. Seperti yang dituturkan oleh bapak Simin, “saya memang hanya tukang ojek dan lulusan SD, tapi anak saya harus ada yang jadi sarjana. Apapun caranya saya lakuin demi sekolahin anak. Alhamdulillah anak saya yang nomor dua bisa sarjana”. 35 Tetapi tak bisa dipungkiri di daerah ini sangat minim akan kesadaran pendidikan tinggi, para generasi muda banyak yang hanya sekolah sampai SMP dan selanjutnya memilih untuk bekerja. Jadi 34 Wawancara pribadi dengan bapak Babas, pada tanggal 05 September 2014 35 Wawancara pribadi dengan bapak Simin, pada tanggal 05 September 2014 keinginan orang tua tidak lah seimbang dengan semangat para putera- puteri untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Sebagaimana yang dituturkan oleh ibu Armah, “saya udah bekerja demi sekolahin anak, maunya mah anak sampe kuliah, tapi dianya ga mau. Katanya sampe SMK aja juga udah bisa kerja. Ya kita mah orang tua ga bisa maksa. Kalo anaknya udah ga semangat lanjutin ya gimana”. 36 Seluruh responden yang peneliti temui sudah menempati rumah milik pribadi, tetapi memang cara mendapatkannya beragam. Ada yang memang merupakan hasil dari kerja keras selama ini, ada juga yang menempati rumah peninggalan warisan dari orang tuanya. Sebagian besar tempat tinggal masyarakat Betawi merupakan satu lingkungan keluarga. Dan bagi yang memiliki lahan luas dimanfaatkan untuk membuat rumah sewa atau kontrakan yang akan diisi dengan para pendatang yang tinggal di daerah ini. Seperti yang dituturkan oleh ibu Yunih, “biar sederhana gini, Alhamdulillah rumah udah punya sendiri ko. Seenggaknya gak perlu ngeluarin biaya untuk ngontrak. Sekarang mah biaya hidup kan makin meningkat, apalagi buat tempat tinggal”. 37 Lain halnya dengan bapak Amsar, yang masih tinggal dirumah orang tua karena belum mampu untuk memiliki rumah pribadi. Berikut penuturannya “pengennya mah punya rumah sendiri dulu dah, ini saya tinggal masih sama mertua. Kebetulan rumah orang tua saya cuma beda RT aja. Tapi istri maunya dirumah orang tuanya”. 38 Didalam sebuah tempat tinggal lumrahnya terdapat fasilitas penunjang sebagai sarana dalam kehidupan sehari-hari, seperti barang elektronik untuk menghibur keseharian, TV ataupun radio, serta alat- alat rumah tangga lainnya seperti mesin cuci, kulkas, kipas angin, dan lain-lain. Dari seluruh responden hanya bapak Babas yang memiliki 36 Wawancara pribadi dengan ibu Armah, pada tanggal 25 Agustus 2014 37 Wawancara pribadi dengan ibu Yunih, pada tanggal 05 September 2014 38 Wawancara pribadi dengan bapak Amsar, pada tanggal 25 Agustus 2014 mobil. Sedangkan yang lainnya memiliki motor untuk dijadikan kendaraan kerja ataupun kegiatan lain. Seperti yang dituturkan oleh bapak Babas, “Alhamdulillah mobil ada, berkat keahlian yang saya punya. Walaupun ga beli baru, tapi yang penting bisa di gunain untuk acara- acara keluarga”. 39 Untuk masalah kesehatan, jawaban dari responden relatif hampir sama, yaitu memeriksakan kesehatan mereka ke klinik atau puskesmas terdekat. Semua tergantung keluhan sakit apa yang dirasakan, ada yang sakit ringan, ada yang sakit berat. Dapat dilihat memang masyarakat lebih memilih memeriksakan kesehatannya dari yang harganya terjangkau terlebih dahulu seperti ke puskesmas. Untuk urusan pembayaran pun beragam, ada yang ditanggung oleh asuransi tempat bekerja, dan ada yang membayar menggunakan uang pribadi. B erikut penuturan dari bapak Uka, “saya mah kalo sakit ke puskesmas aja dulu yang murah, itu pun kalo gejalanya udah ngeganggu aktifitas kerja, kalo Cuma sakit-sakit ringan sih minum obat warung aja cukup”. 40 Untuk urusan membantu orang lain, jawaban dari para responden pun beragam. Ada yang memang bisa membantu dari segi materi, ada pula yang berusaha membantu tetapi karena keterbatasan materi maka membantu dengan tenaga atau non materi saja. Ketika di wawancarai, beberapa dari responden lebih mendahulukan untuk membantu keluaraga terdekat yang membutuhkan dibandingkan orang lain. Seperti yang dituturkan oleh ibu Yunih, “tapi ya namanya kita juga pas-pasan hidupnya, kadang ngebantunya bukan materi aja tapi non materi gitu. Kayak nyumbang tenaga”. 41 Semua bentuk pekerjaan yang dijalani oleh masyarakat Betawi adalah semata-mata untuk mencapai tujuan dan cita-citanya termasuk 39 Wawancara pribadi dengan bapak Babas, pada tanggal 05 September 2014 40 Wawancara pribadi dengan bapak Uka, pada tanggal 22 September 2014 41 Wawancara pribadi dengan ibu Yunih, pada tanggal 05 September 2014 dalam bidang ekonomi. Penghasilan yang diterima setiap hari atau per- bulan bisa dijadikan sebagai tolak ukur kesuksesan dari sebuah usaha serta kerja keras mereka. Meskipun tidak berpendidikan tinggi, masyarakat Betawi nyatanya selalu berusaha menggunakan keahlian dan keterampilan mereka sebagai bentuk usaha mempertahankan kehidupan dalam meningkatkan status sosial ekonomi. Meningkatnya status sosial ekonomi bisa diukur dari pendapatan yang juga turut meningkat. Karena akan berpengaruh terhadap aspek kebutuhan masyarakat Betawi yang sudah terpenuhi. Seperti yang dikatakan oleh Lukman mengenai maksud akan kebutuhan manusia atau masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa. Tetapi secara umum jenis kebutuhan manusia hanya dikelompokkan menjadi kebutuhan pokok, kebutuhan adat istiadat, kebutuhan pekerjaan, dan kebutuhan kebutuhan kepribadian. 42 Berikut ini adalah penjelasan dalam bentuk tabel, dilihat dari kebutuhan masyarakat Betawi yang sudah terpenuhi: Tabel 4.4 Meningkatnya Status Sosial Ekonomi Masyarakat Betawi No Nama Pendapatan Per-Bulan Kebutuhan Pokok Kebutuhan Adat Istiadat Kebutuhan Pekerjaan Kebutuhan Pribadi 1 Amsar Rp 2.000.000 Sandang, dan pangan terpenuhi. Papan belum terpenuhi - Keperluan karyawan swasta Pendidikan anak terpenuhi 2 Armah Rp 2.100.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan pembantu rumah tangga Pendidikan anak terpenuhi 42 Lukman, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007, cet. 1, h. 2. 3 Ahmad Alfian Rp 2.500.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan polisi Pendidikan anak terpenuhi 4 Yunih Rp 3.000.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan usaha menjual gado-gado dan warung Pendidikan anak terpenuhi 5 Babas Rp 10.000.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan memijat Pendidikan anak terpenuhi 6 Dalih Rp 3.200.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan caddy Pendidikan anak terpenuhi 7 Ina Roslina Rp 2.200.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan karyawan swasta Pendidikan adik terpenuhi 8 Narin Rp 2.500.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan satpam Pendidikan anak terpenuhi 9 Simin Rp 3.000.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan ojek Pendidikan anak terpenuhi 10 Uka Rp 5.000.000 Sandang, pangan, dan papan terpenuhi - Keperluan montir Pendidikan adik terpenuhi Dari keterangan tabel di atas dapat menjelaskan bahwa terlihat jelas adanya dampak etos kerja masyarakat Betawi dalam meningkatkan status sosial ekonomi mereka, yang menghasilkan pemenuhan kebutuhan hidup bersifat primer maupun sekunder dapat terpenuhi dengan baik. Seluruh responden masyarakat Betawi berhasil mendapatkan penghasilan yang melebihi upah minimum provinsi UMP sebesar Rp 1.325.000. Sehingga, dalam pemenuhan kebutuhan pokok, kebutuhan pekerjaan, dan kebutuhan kepribadiannya pun terpenuhi dengan baik. Dengan pendidikan yang cenderung rendah pada kenyataannya mereka mampu berhasil bertahan hidup di daerahnya sendiri dan mampu bersaing dalam bidang pekerjaan. Meskipun pendidikan masyarakat Betawi cenderung rendah, tetapi semangat mereka untuk tetap bekerja mendapatkan penghasilan tak pernah padam. Mereka akan melakukan suatu usaha atau pekerjaan yang memang sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka. Kedudukan atau status menunjukkan tempat atau posisi seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, hak-hak, serta kewajiban- kewajibannya. Seseorang dapat pula mempunyai beberapa kedudukan sekaligus. Hal ini disebabkan seseorang biasanya ikut dalam beberapa pola kehidupan atau menjadi anggota dalam berbagai kelompok sosial, akan tetapi salah satu kedudukan yang selalu menonjol itu yang merupakan kedudukan yang utama. Dengan melihat kedudukan yang menonjol tersebut, yang bersangkutan dapat digolongkan ke dalam strata atau lapisan tertentu dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Soekanto, ada dua macam kedudukan status masyarakat, yaitu Ascribed Status ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan- perbedaan rohaniah dan kemampuan. 43 Kedudukan ini diperoleh karena kelahiran. Kebanyakan ascribed ini ditemukan pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial tertutup, seperti pelapisan yang membedakan berdasarkan ras. Namun, dalam masyarakat dengan sistem pelapisan sosial terbuka juga bisa ditemui adanya ascribed status. Sebagai contoh, 43 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Keempat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005, cet. 38, h. 240. kedudukan laki-laki dalam suatu keluarga di masyarakat Betawi akan berbeda dengan kedudukan perempuan, biasanya laki-laki cenderung memiliki jiwa memimpin dibandingkan dengan perempuan, karena memang laki-laki umumnya akan menjadi kepala keluarga. Sedangkan perempuan di masyarakat Betawi hanya berperan di dapur atau sumur. Selanjutnya Achieved Status ialah kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengajar serta mencapai tujuannya. 44 Misalnya, setiap orang dapat menjadi guru, dokter, atau polisi asal memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Dengan begitu achieved status ini tergantung pada masing-masing individu apakah sanggup dan mampu memenuhi persyaratan yang telah ditentukan atau tidak untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Jadi, dalam pencapaian status sosial masyarakat bisa dengan jalan usaha sendiri atau tanpa melalui usaha tetapi sudah dapat menerima status sosial tersebut. Sedangkan status sosial ekonomi dimaknai sabagai suatu usaha dalam meningkatkan sisi pendapatan dari setiap hasil usaha yang dijalaninya. Pada masyarakat Betawi di Kelurahan Pondok Cabe Udik RT 003RW 003 ini sebagian besar mendapatkan status sosial mereka melalui jalan usaha sendiri, bagi mereka untuk mengubah hidup lebih baik lagi terlebih dalam hal ekonomi tidak bisa bergantungan dengan orang lain, karena semua butuh proses dan usaha yang panjang untuk dapat mencapai apa yang mereka inginkan di dalam hidupnya. Dari hasil keseluruhan data yang didapatkan oleh peneliti, jelas terlihat bahwa etos kerja masyarakat Betawi di Kelurahan Pondok Cabe Udik RT 003RW 003 dapat membuat mereka kuat bertahan dengan hasil yang mereka dapatkan dalam usaha meningkatkan status 44 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Keempat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005, cet. 38, h. 240. sosial ekonomi. Meskipun dengan pendidikan yang terbilang rendah, pada kenyataannya mereka tetap bisa bersaing secara positif dengan masyarakat pendatang dalam hal mencari nafkah. 88

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat Betawi pada umumnya memiliki etos kerja yang baik sebanding dengan peningkatan status sosial ekonomi mereka dilingkungannya. Etos kerja mereka tercermin dalam perjuangan mereka untuk bertahan hidup di lingkungan yang semakin majemuk dengan persaingan yang semakin berat. Semangat untuk dapat hidup lebih baik dan dapat bersaing dengan masyarakat lainnya menjadi salah satu dasar kuat terbentuknya etos kerja mereka. Upaya dalam meningkatkan status sosial ekonomi yang berbanding lurus dengan etos kerja masyarakat Betawi umumnya dapat terlihat dari pergeseran pola pencarian pendapatan mereka yang tidak hanya menjadi pedagang namun menjadi karyawan dengan dasar pendidikan tinggi. Berdasarkan hasil temuan data dan analisisnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Etos kerja yang dimiliki oleh masyarakat Betawi cenderung baik, karena dalam pemaknaan etos kerja bahwa kerja adalah suatu keharusan bagi setiap manusia untuk dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Di masyarakat Betawi Kerja dimaknai sebagai bukti ketekunan, serta kegigihan. Maka etos kerja masyarakat Betawi berbanding lurus dengan status sosial ekonomi mereka. keberhasilan serta cara mereka meningkatkan status sosial ini diyakini sebagai bentuk hasil dari kerja keras dan usaha untuk lebih maju. Kejujuran serta sikap pantang menyerah dalam bekerja sekuat tenaga juga turut mengimbangi kerja keras mereka. Realitas pendidikan yang rendah nyatanya bukan suatu penghalang untuk masyarakat Betawi tetap mengembangkan diri mereka dalam bekerja, bagi mereka dengan memiliki kemauan yang tinggi serta keterampilan akan membantu mereka untuk tetap bertahan hidup di tengah persaingan ekonomi yang semakin kuat. 2. Masyarakat Betawi sebagian besar mendapatkan status sosial mereka melalui jalan usaha sendiri, bagi mereka untuk mengubah hidup lebih baik lagi terlebih dalam hal ekonomi tidak bisa bergantungan dengan orang lain, karena semua butuh proses dan usaha yang panjang untuk dapat mencapai apa yang mereka inginkan di dalam hidupnya. Dalam hal ini mereka hanya mendapatkan pekerjaan di wilayah mereka sendiri, tidak ada masyarakat Betawi yang merantau untuk mencari pekerjaan. Meskipun begitu, upaya mereka dalam meningkatkan status sosial ekonomi cukup baik. Masyarakat Betawi berjuang keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya penghasilan yang mereka dapatkan bisa menunjang kebutuhan sehari-hari.

B. Saran

Ada dua saran penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan etos kerja untuk meningkatkan status sosial ekonomi masyarkat Betawi adalah sebagai berikut: 1. Etos Kerja Masyarakat Betawi secara keseluruhan wajib menyadari pentingnya pendidikan sebagai dasar pokok untuk perubahan status sosial ekonomi mereka menjadi jauh lebih baik lagi. Dengan pendidikan yang baik mereka dapat memaksimalkan potensi diri, mengembangkan usaha dan bersaing dengan masyarakat lainnya. Selain peningkatan pendidikan formal masyarakat Betawi juga dapat meningkatkan pendidikan informal seperti ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai tambah atas usahanya. Pemerintah dapat memperhatikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang berpendidikan rendah. 2. Status Sosial Ekonomi Demi meningkatkan status sosial ekonomi masyarakat Betawi perlu perubahan pola pikir untuk lebih maju dan berkembang pada masyarakat Betawi seperti bekerja dan berdagang diluar daerahnya untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman yang lebih luas. 91 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik, Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, Cet. 1, 1979. --------------------. Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, Cet. 2, 1982. Ahmadi, Abu dkk, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta : PT. Rineka Cipta, Cet. 2, 1991. Alatas, S.H., Mitos Pribumi Malas, Citra Orang Jawa, Melayu dan Filipina dalam Kapitalisme Kolonial, Jakarta : LP3ES, 1988. Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi, Edisi Pertama, Jakarta : Kencana, Cet. 2, 2011. Lukman, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta : UIN Jakarta Press, Cet. 1, 2007. Mubyarto, dkk, Etos Kerja dan Kohesi Sosial, Yogyakarta : Aditya Media, 1993. Narwoko, J. Dwi, dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Terapan, Edisi Keempat, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, Cet. 1, 2004. Nurdin, Amin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, Pengantar untuk Memahami Konsep-konsep Dasar, Jakarta : UIN Jakarta Press, Cet. 1, 2006. Rosyadi, Profil Budaya Betawi, Bandung : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2006. Roucek, Joseph S., Roland L. Warren, Pengantar Sosiologi, Jakarta : Bina Aksara, 1984. Saidi, Ridwan, Maman S. Mahyana, Ragam Budaya Betawi, Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2002. Sinamo, Jansen H., 8 Etos Kerja Profesional, Jakarta : PT. Malta Printindo, 2008. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RD, Bandung: Alfabeta, Cet. 15, 2012. Sukirno, Sadano, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga, Jakarta : Rajawali Pers, Cet. 26, 2011.