Sejarah Singkat Pondok Cabe Udik

3. Kondisi Ekonomi dan Sosial Budaya

Wilayah Pondok Cabe Udik merupakan daerah pinggiran Jakarta bagian Selatan, yang termasuk dalam kota Tangerang Selatan. Zaman dahulu kala di daerah perkampungan Pondok Cabe Udik masih sangat pedesaan. Mayoritas penduduk Pondok Cabe Udik adalah orang Betawi blasteran Cina yang memiliki rumah dengan tanah yang luas beserta kebunnya. 6 Itu yang membuat para pendatang menyebutnya dengan Cina Benteng, karena pager rumah orang Cina di Pondok Cabe Udik yang dibuat dengan semen menyerupai benteng-benteng. Sistem kepercayaan masyarakat pribumi maupun pendatang di Pondok Cabe Udik terbilang beragam, meskipun mayoritas memang Islam tetapi tak jarang beragama Konghucu karena Betawi asli daerah ini sebagian masih keturunan Cina. Di jalan Kemiri pun terdapat satu Klenteng yang merupakan tempat ibadah agama Konghucu. Namun berdasarkan keberagaman tersebut, masyarakat Pondok Cabe Udik masih selalu hidup rukun dan damai di dalam sebuah perbedaan kepercayaan dan etnis. Rasa saling menghargai sangat kental terlihat dalam lingkungan daerah ini. Masyarakat Betawi yang tinggal di pinggiran kota Jakarta, masih dimungkinkan untuk melakukan usaha-usaha pertanian, baik tani sawah, tani buah-buahan atau petani buruh. Mayarakat di Pondok Cabe Udik yang sebagian besar warga Betawi, memiliki mata pencaharian yang beragam dikarenakan perkembangan zaman. Walaupun hanya dengan berbekal pendidikan yang tidak tinggi, setidaknya masyarakat Betawi masih berusaha untuk selalu bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-sehari. Bagi yang 6 Wawancara pribadi dengan ketua RW 003 bapak Bahrudin, pada tanggal 27 Agustus 2014 berpendidikan, tidak sedikit menjadi karyawan, baik karyawan negeri maupun swasta. Banyak pula yang berwiraswasta sebagai pengusaha, pedagang, buruh, dan lain-lain. Keberagaman mata pencaharian tak terlepas dari faktor semakin banyaknya pendatang yang singgah di daerah ini, menjadikan persaingan dalam mencari nafkah semakin kuat. Di Pondok Cabe Udik sistem kemasyarakatannya masih sangat kental karena sebagian besar penduduk disini memang masih satu kerabat. Seperti kita ketahui, Betawi memang mempunyai ciri untuk tinggal berdekatan di antara keluarganya. Karena memang pada zaman dahulu tanah yang mereka miliki sangat luas, sehingga satu lingkup RT saja bisa benar-benar masih satu keluarga. Tempat tinggal yang dimiliki orang Betawi di daerah ini sebagian besar masih merupakan warisan peninggalan nenek atau orang tua terdahulu mereka yang pada zaman dahulu hanya dengan mematok tanah dan menanam buah atau sayuran maka mereka bisa langsung memiliki lahan tersebut. Watak orang Betawi pun sudah turun temurun membiasakan anak atau kerabat untuk tinggal tetap satu wilayah dan jarang untuk meninggalkan wilayah mereka sejak lahir disebabkan karena faktor adat. Salah satu ciri masyarakat Betawi adalah tidak suka merantau. Salah satu alasannya, bahwa untuk pergi ke luar dari daerahnya tertentu memerlukan biaya, sedangkan masyarakat Betawi yang relatif kemampuan ekonominya terbatas, menyebabkan mereka lebih suka tinggal dan mencari nafkah di sekitar lingkungan atau tempat tinggalnya sendiri. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Hasan, “sesuai dengan yang biasanya terkenal di masyarakat luas Betawi memang singkatan dari betah di wilayah ”. 7 7 Wawancara pribadi dengan ketua RT 003 bapak Hasan, pada tanggal 25 Agustus 2014 Bahasa yang digunakan masyarakat Pondok Cabe Udik mayoritas Betawi, tetapi karena sudah terjadi percampuran budaya dari masyarakat pendatang maka bahasa Betawinya sudah tidak begitu kental. Pada zaman dahulu memang daerah ini masih asli menggunakan bahasa Betawi namun, seiring dengan perkembangan zaman mulai banyak orang Betawi asli daerah ini yang menikah silang dengan para pendatang yang beretnis selain Betawi, seperti Jawa, dan Sunda. Itu yang menyebabkan bahasa Betawi di daerah ini mengalami sedikit kelunturan yang tercampur oleh bahasa dari etnis lain. Ilmu pengetahuan itu sangat penting terlebih lagi dalam hal memajukan pembangunan serta mengembangkan sumber daya manusia yang ada. Pada masyarakat Betawi kesadaran akan berpendidikan masih kurang. Masyarakat Betawi kurang sadar bahwa ilmu pengetahuan adalah sebuah prioritas bukan hanya untuk kaum laki-laki tetapi juga untuk perempuan. Sangat penting menghapus stereotipe bahwa perempuan tidak wajib menggali ilmu pengetahuan lebih dan hanya sebatas ibu rumah tangga di kalangan masyarakat Betawi. Secara langsung ataupun tidak langsung ilmu pengetahuan sangat berpengaruh besar, terutama dapat merubah pola pikir masyarakat Betawi tentang etos kerja yang rendah dan dapat memodernisasi sesuai perkembangan zaman. Tetapi pada kenyataannya pendidikan masih sangat minim untuk dijadikan prioritas pada kehidupan masyarakat Betawi. Kurangnya kesadaran akan pendidikan ini yang menyebabkan ditemukannya beberapa anak yang putus sekolah dan lebih memilih bekerja di usia muda, atau sebagian dari mereka lebih memilih untuk langsung berkeluarga selepas masa SMP Sekolah Menengah Pertama.