Bab II
3
2.1.2. Teori
Pembangunan Seimbang
1.
Rosenstein ‐Rodan yang menggagas program pembangunan di Eropa selatan dan Tenggara
dengan program pembangunan industrialisasi secara besar‐besaran, dimana industrialisasi di
daerah yang kurang berkembang merupakan upaya menciptkan pembagian pendapatan yang
lebih merata. Menurutnya, pembangunan industri besar‐besaran dan saling berhubungan satu
sama lain akan mengurangi biaya produksi dan menciptakan ekonomi ekstern, dimana ada tiga
macam ekonomi ekstern yang diakibatkan oleh perluasan pasar yang dijelaskan oleh pandangan
Nurkse.
2. Nurkse
berpendapat bahwa faktor terpenting yang menentukan luas pasar adalah tingkat produktifitas.
Di negara yang sedang berkembang pasarnya sangat terbatas, maka tidak ada ransangan
bagi pengusaha untuk menggunakan barang‐barang modal yang up to date, sehingga terbataslah
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang‐barang yang diperlukan pasar. Menurutnya,
pasar dapat diperluas dengan melaksanakan program pembangunan yang seimbang,
yaitu dalam waktu yang bersamaan dilaksanakan penanaman modal di berbagai industri
yang memiliki keterkaitan, sehingga pasar dapat diperluas, karena kesempatan kerja dan pendapatan
masyarakat yang diperoleh dari berbagai industri akan menciptakan permintaan terhadap
barang‐barang yang dihasilkan oleh berbagai industri yang dibangun. Pembangunan industri
menciptakan pasar bagi industri lain, makin banyak industri yang dibangun maka makin luas
pasar sehingga memungkinkan untuk menggunakan modal yang lebih efisien dan intensif. Kedua
pandangan ini sebagai pencipta teori pembangunan seimbang dengan penekanan pada kesimbangan
aspek “penawaran”.
3. Teori
Scitovsky dan Lewis : ekonomi eksternal adalah perbaikan efisiensi yang terjadi pada suatu
industri lain, yang disebut sebagai ekonomi ekstern teknologis. Disamping itu hubungan
interpedensi diantara berbagai industri dapat pula menciptakan ekonomi ekstern keuangan yaitu
kenaikan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang bersumber dari tindakan‐tindakan
perusahaan lain, sehingga keuntungan bukan hanya tergantung pada efisiensi penggunaan
faktor ‐faktor produksi dan tingkat produksi, namun juga akibat berkembangnya perusahaan‐
perusahaan lain. Lewis menekankan pembangunan yang seimbang diperoleh dari terciptanya
interdependensi yang efisien antar berbagai sektor seperti pertanian dan industri, sektor dalam
negeri dan luar negeri. Apabila sektor industri mengalami perkembangan yang cukup pesat,
sektor industri akan banyak menyerap kelebihan produksi bahan makanan dan tenaga kerja dari
sektor pertanian. Namun pembangunan ekonomi yang hanya dipusatkan pada sektor industri
kemudian mengabaikan sektor pertanian, akan menghambat proses pembangunan karena akan
timbul inflasi akibat kekurangan barang‐barang pertanian dan kesulitan memasarkan hasil‐hasil
industri karena daya beli masyarakat yang rendah. Lewis menyimpulkan agar pembangunan
ekonomi dapat berjalan lancar, maka pembangunan sektor pertanian dan industri harus
dijalankan secara seimbang, sebab jika sektor pertanian tidak berkembang maka sektor industri
juga tidak akan berkembang dan sektor industri hanya bagian kecil saja dari pendapatan
nasional. Disamping itu menurut Lewis, juga penting melakukan pembangunan yang seimbang di
sektor produksi yang menghasilkan barang‐barang kebutuhan dalam negeri dengan barang‐
barang untuk diekspor. Fungsi ekspor adalah untuk menjamin kelangsungan pembangunan
sektor ‐sektor di dalam negeri, untuk mengatasi masalah keterbatasan pasar di dalam negeri, dan
sektor ekspor akan mendorong sektor sektor di dalam negeri untuk melakukan temuan‐temuan
baru dan meningkatkan produktifitas. Namun, pembangunan jangan terlalu dipusatkan pada
sektor ekspor, karena tanpa perbaikan produktifitas di sektor pertanian tradisional pertanian,
sektor ekspor dapat saja membayar masyarakat dengan tingkat upah yang rendah sehingga
keuntungan perkembangan ekspor yang pesat tidak dinikmati oleh masyarakat di dalam negeri,
namun lebih dinikmati oleh konsumen luar negeri. Dengan demikian teori pertumbuhan wilayah
Neo ‐klasik dari W. A. Lewis memperkenalkan sebuah teori tentang pembangunan ekonomi pada
konteks jumlah labour yang tidak terbatas. Lewis beragumentasi bahwa baik teori Keynes
4 Bab
II
ataupun teori Neo‐klasik tentang pertumbuhan ekonomi yang ada pada saat itu tidak dapat
diterapkan pada Negara‐negara dengan surplus buruh yang tidak terbatas. Basis model Lewis
adalah bahwa ekonomi nasional Negara‐negara yang terbelakang dapat dibagi menjadi dua
sektor, yaitu tradisional agriculture dan modern industrial sektor.
4. Teori
Leibenstein : faktor‐faktor yang menghambat pembangunan ekonomi yang yang
menyebabkan suatu negara tetap berada pada tingkat pembangunan dan tingkat pendapatan
per kapita yang rendah adalah sangat kompleks. Faktor‐faktor yang mempengaruhi lajunya
pembangunan ekonomi menjadi dua golongan : kekuatan‐kekuatan yang menurunkan dan yang
meningkatkan pendapatan per kapita. Usaha minimum kritis adalah suatu usaha yang menjamin
agar kekuatan‐kekuatan yang akan menaikkan pendapatan per kapita mempunyai kemampuan
untuk mengatasi kekuatan‐kekuatan yang menurunkan pendapatan per kapita. Empat faktor
penentu yang menjadi penentu besarnya usaha minimun kritis adalah : 1 usaha tersebut harus
dapat menghindarkan berlakunya disekonomi intern sebagai akibat dari skala kegiatan
perusahaan yang terbatas, dalam hal ini penanaman modal harus mencapai suatu tingkat
tertentu untuk menjamin tercapainya efisiensi yang tinggi dalam berbagai kegiatan ekonomi, 2
usaha tersebut harus menjamin agar di antara berbagai industri yang dikembangkan tercipta
ekonomi ekstern yang cukup besar sehingga memungkinkan berbagai industri memperoleh
keuntungan yang cukup untuk mendorong perkembangan kegiatan mereka, dengan kata lain
harus ada upaya untuk merangsang industri‐industri untuk menanamkan modal yang diperlukan,
3 besarnya faktor yang menghalangi perkembangan ekonomi, yang bersifat timbul dengan
sendirinya perkembangan jumlah penduduk dan sebagai akibat dari pembangunan, 4
tergantung pada faktor non ekonomi seperti sikap masyarakat, jumlah dan kualitas pengusaha
yang inovatif, kondisi berbagai intitusi sosial. Jika berbagai faktor ini berpengaruh besar dalam
menghambat pembangunan, makin besar perombakan sosial yang harus dilakukan, dan makin
tinggi pula tingkat usaha minimum kritis yang diperlukan untuk menjamin terciptanya
pembangunan yang diharapkan.
5. Teori
Rannis ‐ Fei : usaha minimum kritis baru akan tercapai apabila usaha pembangunan
menjamin berlakunya beberapa hal yakni kemajuan teknologi yang cukup besar, tingkat
pertambahan modal yang cukup tinggi, terciptanya inovasi yang bersifat sangat menguntungkan
dengan penggunaan lebih banyak tenaga kerja, pengaruh hukum hasil lebih yang makin
berkurang terhadap kegiatan tenaga kerja tidak begitu kuat. Keempat faktor tersebut secara
bersama akan menjamin tercapainya tingkat pertambahan kesempatan kerja yang lebih besar di
sektor industri dari keseluruhan tingkat pertambahan tenaga kerja Sukirno S, 2007.
Munculnya teori pembangunan seimbang menimbulkan pertentangan pendapat mengenai kebijakan
penanaman modal yang sebaiknya dilaksanakan di negara‐negara berkembang. Kritik terhadap teori
pembangunan seimbang oleh Hirschman dan Streeten bahwa program pembangunan tidak
seimbang adalah program pembangunan yang lebih sesuai untuk mempercepat proses
pembangunan di negara berkembang. Alasannya, berbagai aspek kegiatan ekonomi berkembang
dalam laju yang berbeda yang berarti bahwa pembangunan berjalan secara tidak seimbang, kondisi
negara ‐negara berkembang menghadapi masalah kekurangan sumberdaya. Dengan melaksanakan
program pembangunan tidak seimbang, maka usaha pembangunan pada suatu waktu tertentu dapat
dipusatkan kepada beberapa kegiatan yang akan mendorong penanaman modal di berbagai kegiatan
lain pada masa berikutnya.
Menurut Hirschman untuk menciptakan keadaan perekonomian yang maju terus‐menerus, maka
pembangunan harus selalu menghadapi goncangan‐goncangan, disproporsisi dan berbagai
ketidakseimbangan karena inilah proses pembangunan yang paling ideal, sebab gangguan dan
ketidakseimbangan akan menggalakkan penanaman modal pada masa berikutnya.
Bab II
5
Ada dua hal pembangunan tidak seimbang menurut Hisrchman yaitu pembangunan antar sektor
prasarana dan pembangunan sektor produktif. Pembangunan yang tidak seimbang ini ditunjukkan
oleh apabila proyek‐proyek yang dilaksanakan memerlukan modal dan sumberdaya melebihi dari
yang tersedia, sehingga bagaimana cara untuk menentukan proyek‐proyek yang harus didahulukan
agar penggunaan sumberdaya yang tersedia mampu menciptakan tingkat perkembangan ekonomi
yang maksimal. Usaha untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia dibedakan dalam dua cara
yaitu dipilih secara bergantian substitusi apakah akan melakukan proyek A atau B, sedangkan ynag
kedua dilakukan dengan pengunduran A atau B. Pemilihan proyek dapat ditentukan dengan
menganalisis alokasi sumberdaya di antara sektor modal sosial prasarana dengan aktifitas produksi
riil sektor produktif. Ada tiga cara pendekatan yang mungkin dilakukan yaitu : pembangunan tidak
seimbang di antara kedua sektor tersebut, pembangunan tidak seimbang dimana pembangunan
sektor prasarana lebih ditekankan, pembangunan tidak seimbang dimana sektor produkfif lebih
ditekankan. Apabila prasarana lebih dahulu dikembangkan, sektor produktif dapat dikembangkan
dengan biaya yang lebih rendah berarti langkah ini mendorong perkembangan sektor produktif.
Sebaliknya kalau sektor produktif dikembangkan terlebih dahulu akan timbul masalah kekurangan
prasarana, dan ketidakseimbangan ini akan menimbulkan dorongan untuk mengembangkan lebih
banyak prasarana. Menurut Hirschman, di dalam suatu negara yang motivasi masyarakatnya sangat
terbatas, lebih baik melakukan pembangunan secara berkekurangan daripada berkelebihan
kapasitas, artinya kondisi tersebut lebih tepat untuk mendahulukan perkembangan sektor produktif,
karena cara pendekatan ini akan menghindari penghamburan penggunaan fasilitas prasarana.
Di dalam sektor produktif, mekanisme perangsang pembangunan yang tercipta sebagai akibat dari
adanya hubungan diantara berbagai industri dalam menyediakan barang‐barang yang digunakan
sebagai bahan baku untuk industri lainnya, dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu : 1 pengaruh
hubungan ke depan forward linkage effects tingkat ransangan yang diciptakan oleh pengembangan
suatu industri terhadap perkembangan industri‐industri lain yang menggunakan produk industri yang
pertama sebagai bahan baku, dan 2 pengaruh hubungan ke belakang backward linkage effects
tingkat ransangan yang diciptakan oleh pengembangan suatu industri terhadap perkembangan
industri ‐industri lain yang akan menyediakan bahan mentah kepada industri yang pertama. Dan yang
dimaksud dengan pengaruh hubungan ke depan adalah tingkat ransangan yang diciptakan oleh
pengembangan suatu industri terhadap perkembangan industri‐industri lain yang menggunakan
produk industri yang pertama sebagai bahan bakunya. Sukirno S, 2007. Tabel input output
digunakan untuk mengukur sampai dimana perkembangan suatu industri dapat menciptakan
dorongan bagi pengembangan industri lainnya.
Kritik Hirschman terhadap teori pembangunan seimbang adalah Hirschman meragukan kemampuan
negara berkembang, namun teori ini malah membuat harapan‐harapan yang tidak realistis mengenai
daya kreatif negara‐negara tersebut. Menurutnya kelemahan teori pembangunan seimbang
menganggap bahwa negara berkembang akan mampu menyediakan tenaga usahawan dan tenaga
ahli yang cukup yang dalam waktu bersamaan sanggup mendirikan berbagai industri dan industri‐
industri tersebut memiliki pasar yang cukup luas untuk hasil produknya. Hirschman tidak yakin kalau
negara berkembang mampu melaksanakan hal itu tanpa ada bantuan dari luar karena pembangunan
tersebut sangat memerlukan tenaga ahli yang cukup banyak, sedangkan kualitas tenaga kerja yang
terbatas sangat terbatas. Menurutnya program pembangunan yang seimbang hanya dapat
dilaksanakan sempurna oleh negara berkembang apabila tidak menghadapi masalah pasar yang
terbatas, pengangguran sumberdaya terutama modal, kekurangan tenaga ahli dan usahawan. Suatu
negara berkembang mampu melaksanakan pembangunan ditentukan oleh kesanggupannya untuk
melaksanakan pembentukan modal. Kesanggupan menanam modal suatu negara terletak pada
seberapa besar sektor modern dalam perekonomian, dimana semakin besar sektor modern semakin
besar pula kesanggupan menanam modal. Faktor penghambat suatu negara berkembang dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonominya adalah masalah keterbatasan kesanggupan menanam
modal yang menjadikannya tidak mampu melaksanakan pembangunan secara besar‐besaran di
6 Bab
II
berbagai industri. Kritik terhadap teori pembangunan seimbang yang lain adalah kemungkinan
terjadinya disekonomi ekstern yaitu pembangunan yang menghancukan cara‐cara tradisional dalam
kegiatan produksi yang kurangmenguntungkan masyarakat sehingga terjadi menimbulkan
pengangguran atau pengorbanan sosial.
Selain Hirschman, menurut Fleming apabila faktor‐faktor produksi jumlahnya terbatas maka
pengembangan industri besar‐besaran dan secara serentak akan menurunkan efisiensi dan tingkat
keuntungan bagi industri. Pembangunan seimbang hanya akan terjadi apabila tambahan modal yang
diperlukan mudah diperoleh, upah rendah, tenaga kerja sektor pertanian dapat ditarik ke sektor
perindustrian Sukirno S, 2007.
Singer juga melakukan kritik terhadap teori pembangunan seimbang dimana menurutnya teori
pembangunan seimbang tidak memperhatikan negara yang sedang berkembang mengalami
kekurangan sumberdaya, sehingga negara berkembang tidak mungkin dapat melaksanakan
pembangunan seimbang tersebut secara serempak di berbagai sektor industri dan sektor lainnya.
2.1.3. Teori