Gubernur DPRD provinsi Indikator Kinerja KEK

14 Bab V No Stakeholder PeranKepentingan Penanaman Modal

c. Menteri Terkait

Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, Menkumham, Menkeu, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, Menakertrans, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri LH, Menteri Negara PPNBappenas, Kapolri, Kepala BKPMD, kepala BPN, serta Wakli Sekretaris Kabinet merupakan angota Dewan Nasional. Menteri berwenang mengeluarkan kebijakan‐kebijakan sektoral yang dapat mempengaruhi iklim investasi di KPBPB 3 Pemerintah Daerah penerima manfaat dari pengembangan KPBPB berupa peningkatan Pendapatan Asli Daerah, peningkatan kinerja ekspor daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan

a. Gubernur

mensinergikan birokrasi kabupatenkota di daerah untuk memciptakan iklim investasi yang baik sekaligus sebagai pengusul struktur dan keanggotaan Dewan Kawasan

b. DPRD provinsi

mengusulkan struktur dan keanggotaan Badan Pengusahaan Kawasan bersama‐sama dengan Gubernur

c. BupatiWalikota

merupakan kepala daerah otonom yang berwenang untuk mengeluarkan kebijakan yang dapat mempengaruhi iklim investasi di dalam KPBPB, sekaligus sebagai penerima manfaat tidak langsung dari pemberlakuan KPBPB berupa berkembanganya perekonomian wilayah dan peningkatan kondisi infrastruktur 4 Ketua Dewan Kawasan mengepalai Dewan Kawasan pada umumnya dirangkap oleh Gubernur. 5 Ketua Badan Pengusahaan Kawasan mengepalai Badan Pengusahaan yang bertugas melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan kawasan serta mengeluarkan izin‐izin usaha dan izin usaha lainnya yang diperlukan bagi para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui pelimpahan wewenang. 6 Masyarakat merupakan penerima manfaat tidak langsung dari pemberlakuan KPBPB berupa penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan tingkat pendapatan 7 Otoritas Pelabuhan mengatur, memberi harga dan mengawasi akses ke prasarana dan layanan pelabuhan dasar termasuk daratan dan perairan pelabuhan, alat‐alat navigasi, kepanduan pilotage, pemecah ombak, tempat pelabuhan, jalur laut pengerukan dan jaringan jalan pelabuhan. Selain itu, otoritas pelabuhan juga akan bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menerapkan rencana induk pelabuhan termasuk menentukan daerah kendali darat dan laut sekaligus menjamin ketertiban, keamanan dan kelestarian lingkungan pelabuhan. Berdasarkan tabel diatas, identifikasi isu dan permasalahan akan dilihat dari sudut pandangkepentingan dari seluruh stakehodelr tersebut.

B. Analisis

Isu dan Permasalahan Isu dan permasalahan strategis yang terkait dengan pengembangan KPBPB di Indonesia akan diinventarisir berdasarkan beberapa sumber, antara lain dari literatur dan survei terhadap pengembangan Bonded Zone Batam yang secara de fakto dapat dianggap sebagai sebuah KPBPB; serta studi literatur terhadap pengalaman pengembangan KPBPB di Sabang. Isu dan permasalahan ini secara garis besar dapat dibagi kedalam dua aspek yaitu : 1 Kepelabuhanan; dan 2 Industri dan Perdagangan. Aspek Industri dan Perdagangan Isu utama yang mengemuka dalam pengembangan industri dan perdagangan dalam KPBPB adalah bagaimana menciptakan daya saing investasi yang kompetitif di dalam Kawasan industri di sekitar pelabuhan. Daya saing investasi yang rendah akan menyebabkan nilai rendahnya investasi yang masuk sehingga menyebabkan KPBPB sulit mewujudkan tujuan‐tujuannya yaitu meningkatkan kinerja ekspor dan menciptakan lapangan pekerjaan. Kecilnya investasi berarti sedikitnya pembangunan pabrik‐pabrik baru, kecilnya perluasan kapasitas pabrik‐pabrik yang ada, serta rendahnya permintaan industri terhadap barang‐barang modal, barang‐barang setengah jadi, bahan baku dan input‐input lainnya. Jika permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor‐sektor lain di wilayah tersebut terutama UMKM lokal, maka dengan sendirinya output di sektor‐sektor lain dan Bab V 15 UMKM juga rendah. Dengan demikian, penambahan output, ekspor, maupun penyerapan tenaga kerja pun akan menjadi rendah. Beberapa isu yang berpotensi dapat menyebabkan lemahnya daya saing investasi kawasan industri di sekitar pelabuhan diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Keterbatasan

sarana dan prasarana pendukung kegiatan industri. Ketersediaan sarana dan prasarana dasar seperti gas, listrik, air bersih, serta jalan dan jembatan sangat diperlukan sebagai prasyarat pengembangan KPBPB dan perlu disediakan secara cukup dan memadai oleh pemerintah. Sebagai ilustrasi, pengembangan Bonded Zone di Pulau Batam dihadapkan pada permasalahan kurangnya pasokan gas, padahal gas merupakan sumber tenaga listrik utama di kawasan ini. Dampaknya Pulau Batam mengalami krisis listrik karena pasokannya berkurang. Pemadaman listrik secara bergilir seringkali menganggu kegiatan industri dan berpotensi melemahkan daya saing Pulau Batam di mata investor. Dalam kasus pengembangan KPBPB Sabang, pengembangan industri dan perdagangan terhambat akibat ketergantungan yang besar terhadap anggaran pemerintah dalam penyediaan infrastruktur Economic Overhead Capital and Social Overhead Capital.

2. Kurangnya

kepastian hukum, yang disebabkan oleh beberapa faktor : a. Lemahnya konsistensi dan komitmen dalam menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan termasuk perencanaan yang telah disusun. Sesuai amanat Undang‐undang KPBPB, diperlukan penjabaran Undang‐Undang tersebut ke dalam berbagai produk perundang‐ undangan yang lebih teknis‐operasional serta penuntasan berbagai masalah teknis di lapangan sebagai implikasi dari pemberlakuan kebijakan tersebut. Pengalaman dalam pengembangan kawasan khusus di Indonesia selama ini, misalnya dalam pengembangan KPBPB Sabang, memperlihatkan kurangnya konsistensi dan komitmen pemerintah baik di tingkat pusat maupun pemerintah daerah. Hal ini dapat berupa kurangnya dukungan, asistensi dan monitoring dari pemerintah pusat, tidak adanya penjabaran kebijakan secara operasional, ataupun tidak adanya pemecahan terhadap berbagai permasalahan teknis di lapangan yang muncul sebagai implikasi dari pemberlakuan kebijakan. Kondisi ini dikhawatirkan terjadi dalam pengembangan KPBPB sehingga dapat menyebabkan ketidakpastian hukum b. Tidak harmonisnya peraturan perundang‐undangan. Pertentangan antar peraturan perundang ‐undangan yang ada berpotensi terjadi dalam pemberlakuan KPBPB. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan antara lain, pemanfaatan lahan di dalam KPBPB Bintan yang sebagian besar merupakan hutan lindung berbenturan dengan peraturan di bidang pertanahan dan kehutanan. Permasalahan ketidakpastian hukum sering mencuat karena pemerintah tidak memberikan respon yang cepat dan tanggap untuk mengharmonisasikan pertentangan peraturan perundang‐undangan yang muncul. c. Konflik kewenangan antar lembaga pelaksana. Pengembangan KPBPB akan diiringi oleh pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan di tingkat daerah. Namun pengalaman dalam pengembangan kawasan khusus ekonomi selama ini, misalnya kasus pengelolaan Bonded Zone di Batam, menunjukkan adanya potensi persaingan yang tidak sehat antara pemerintah daerah dengan lembaga pengelola kawasan Badan Otorita, yang disebabkan tidak adanya kejelasan aturan main dalam pembagian kewenangan antara kedua lembaga. Konflik kewenangan yang sama dalam pengusahaan KPBPB dikhawatirkan akan kembali terjadi jika tidak ada aturan yang jelas mengenai kedudukan dan pola hubungan Badan Pengusahaan Kawasan dengan Pemerintah kabupatenkota.

3. Iklim

ketenegakerjaan kurang kondusif, yangd isebabkan oleh beberapa faktor : a. Rendahnya daya saing tenaga kerja lokal. Pengembangan KPBPB akan dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat setempat jika lapangan kerja yang ada mampu menyerap tenaga kerja lokal. Namun pengalaman dalam pengembangan kawasan khusus ekonomi selama ini, misalnya dalam pengembangan Boinded Zone Batam, menunjukkan rendahnya daya saing tenaga kerja lokal sehingga hanya mampu memperleh pekerjaan di level yang rendah dengan tingkat pendapatan yang rendah pula, karena hanya memiliki keterampilan 16 Bab V dan tingkat pendidikan yang rendah. Untuk mengoptimalkan manfaat KPBPB bagi masyarakat setempat diperlukan penguatan institusi‐institusi pendidikan dan pelatihan setempat agar tenaga kerja lokal mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar daerah. b. Hubungan industrial yang tidak kondusif. Berdasarkan pengalaman pengembangan bonded zone di Batam, konflik antara buruh dengan perusahaan masih sering terjadi sehingga mengganggu iklim usaha secara keseluruhan. Hal ini bersumber dari Undang Undang No. 132003 mengenai ketenagakerjaan yang memiliki semangat pro‐buruh. Meskipun baik untuk kesejahteraan buruh, namun dari sisi pengusaha kondisi ini kurang menguntungkan. Misalnya, pengusaha harus membayar pesangon yang tinggi ketika melakukan pemecatan tenaga kerja yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas. Untuk mengembangan KPBPB yang sukses, iklim ketenagakerjaan ini perlu dirubah agar tercipta suasana yang lebih seimbang, antara lain dengan cara meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja agar dapat bekerja dengan sebaik‐baiknya.

4. Belum

efisiennya sistem pelayanan perizinan. Pengembangan KPBPB mensyaratkan pelayanan perizinan investasi yang murah dan cepat. Namun hingga saat ini pelayanan perizinan investasi di Indonesia masih belum sekompetitif negara lain. Pada kasus Batam misalnya, saat ini telah memiliki sistem pelayanan perijinan terpadu yang dibangun pada tahun 2006. Sistem pelayanan terpadu ini merupakan amanat UU 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang melayani pengurusan berbagai perijinan pusat, yang selama ini harus diurus ke Jakarta sehingga memerlukan waktu dan biaya yang besar. Namun demikian sistem pelayanan terpadu ini masih belum sepenuhnya efisien dimana proses perijinan masih harus diproses di banyak loket yang merupakan perwakilan instansi pusat dan daerah. Untuk mendukung efisiensi perizinan dalam KPBPB, sistem ini perlu disempurnakan menjadi sistem pelayanan satu pintu dengan proses yang terintegrasi. Untuk itu diperlukan pelimpahan kewenangan perizinan dari berbagai instansi terkait di pusat dan di daerah kepada lembaga pengusahaan kawasan agar proses perizinan dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan di tempat.

5. Belum

diberlakukannya insentif fiskal secara menyeluruh. Sesuai dengan amanat UU KPBPB, perlu diberlakukan paket insentif fiskal secara menyeluruh berupa pembebasan PPn, PPnBM, serta pembebasan bea masuk terhadap segala jenis komoditas. Namun hingga saat ini pemerintah tampaknya masih setengah hati untuk memberlakukan insentif fiskal secara menyeluruh dengan masih mempertahankan peraturan perundang‐undangan yang bertentangan dengan semangat KPBPB. Salah satu isu yang saat ini mengemuka adalah masih diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Di Kawasan Berikat Bonded Zone Daerah Industri Pulau Batam. PP ini mengatur pemungutan PPn dan PPnBM atas empat komoditas yaitu rokok, minuman keras, barang elektronik, dan mobil. Tetap diberlakukannya PP ini mengundang pro kontra, karena sebagian pihak berpendapat bahwa PP ini harus dicabut agar Batam dapat menjadi wilayah tujuan investasi dengan daya saing tinggi, namun sebagian lainnya berpendapat bahwa pencabutan PP tersebut tidak akan memberikan dampak yang signifikan kepada peningkatan efisiensi produksi dan daya saing sektor industri.

6. Lemahnya

keterkaitan Industri manufaktur PMA skala besar dengan UKMIKM sebaga. Backward linkage merupakan merupakan salah satu isu penting dalam pengembangan KPBPB karena menunjukkan seberapa besar manfaat pengembangan KPBPB terhadap perekonomian lokal. Pada kasus pengembangan Bonded Zone di Batam misalnya, keterkaitan antara industri elektronika PMA skala besar dengan industri lokal terutama UMKM, masih sangat lemah 3 . Sementara di Sabang, pemberlakuan KPBPB belum mampu menciptakan efek multiplier yang besar terhadap pengembangan ekonomi lokal. Untuk itu, ke diperlukan terobosan kebijakan Pemerintah untuk mendorong keterkaitan yang lebih tinggi antara kegiatan produksi di kawasan industri dengan bahan baku lokal backward linkages di dalam KPBPB. Kebijakan seperti telah 3 Nurul Achjar, Pembangunan Infrastruktur dan Special Economic Zone, ….. Bab V 17 dilakukan oleh China yang secara bertahap berhasil meningkatkan keterkaitan produksi FTZ dengan bahan baku lokal.

7. Kerugian

negara akibat penyelundupan. Dalam pengembangan KPBPB, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap pelabuhan‐pelabuhan yang menjadi pintu keluar‐masuk untuk menghindari terjadinya penyelundupan. Salah satu masalah di Batam adalah banyaknya pelabuhan yang menjadi pintu keluar‐masuk, belum termasuk pelabuhan‐pelabuhan liar. Lemahnya pengawasan oleh aparat menyebabkan maraknya tingkat penyelundupuan, bahkan perekonomian Kota Batam saat ini disinyalir banyak ‘ditopang’ oleh kegiatan‐kegiatan ilegal seperti penyelundupan. Mengurangi pintu masuk dan keluar akan lebih memudahkan aparat bea dan cukai dalam melakukan pelayanan dan pengawasan terhadap arus perdagangan internasional. Aspek Kepelabuhanan Isu utama yang mengemuka dalam pengembangan kepelabuhanan dalam KPBPB adalah bagaimana menciptakan pelabuhan laut yang produktif dan kompetitif. Tantangan yang dihadapi oleh pelabuhan ‐pelabuhan di seluruh dunia saat ini bukan hanya terkait dengan ukurannya melainkan juga pelayanannya. Perkembangan industri perkapalan dan perdagangan global dewasa ini mengakibatkan tekanan terhadap pelabuhan‐pebuhan di seluruh dunia untuk dapat mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi operasi, dan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai. Manajemen transportasi internasional yang terus berkembang menuju Integrated Logistic System menuntut pelabuhan‐pelabuhan untuk dapat menjadi Pusat Logitik Terpadu yang memiliki konektivitas yang lebih baik dengan moda lainnya angkutan darat dan angkutan udara serta aksesibilitas yang lebih baik menuju hinterland‐nya. Perkembangan teknologi kapal menuntut adanya investasi besar dalam penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan untuk dapat mengakomodasi kapal ‐kapal berukuran raksasa. Beberapa isu yang berpotensi dapat menyebabkan lemahnya produktivitas dan daya saing pelabuhan di dalam KPBPB dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Terbatasnya sarana, prasarana, dan pelayanan pelabuhan. Beberapa keterbatasan yang banyak ditemui antara lain : a. Sekitar 90 persen perdagangan luar negeri Indonesia diangkut melalui laut, dan hampir semua perdagangan non‐curah seperti peti kemas dipindahmuatkan melalui Singapura dan Tanjung Pelepas Malaysia. Indonesia belum mempunyai pelabuhan pindah muat transhipment yang mampu mengakomodasi kebutuhan kapal‐kapal besar antar benua large trans‐oseanic vessels b. Kedalaman pelabuhan pada umumnya menjadi masalah besar di hampir setiap pelabuhan di Indonesia, termasuk dalam pengembangan pelabuhan di KPBPB. Hal ini disebabkan Indonesia hanya memiliki sedikit pelabuhan‐pelabuhan perairan dalam serta rentannya sistem sungai terhadap pendangkalan parah yang membatasi kedalaman pelabuhan. Apabila pengerukan tidak dilakukan, kapal seringkali harus menunggu sampai air pasang sebelum memasuki pelabuhan, yang menyebabkan lamanya waktu non‐aktif bagi kapal USAID, 2008. Kedalaman pelabuhan juga mempengaruhi kemampuan pelabuhan untuk mengakomodasi kapal ‐kapal besar. c. Banyak pelabuhan di Indonesia kekurangan sarana peti kemas, yang mengharuskan perusahaan ‐perusahaan pelayaran untuk menggunakan peralatan sendiri, baik yang berada di kapal maupun yang disimpan di pelabuhan. Hanya 16 dari 111 pelabuhan komersial yang mempunyai penanganan peti kemas jenis tertentu. d. Kekurangan tempat untuk penyimpanan dan pengisian peti kemas adalah masalah lain yang dihadapi sebagian besar pelabuhan Indonesia. Hal ini menyebabkan kargo yang baru dibongkar dari kapal harus diantar langsung kepada pelanggan dan menyebabkan meningkatnya biaya penanganan karena biaya transportasi yang mahal USAID, 2008. e. Keterbatasan tenaga kerja di pelabuhan juga menyebabkan pelabuhan di Indonesia pada umumnya belum mampu melakukan operasionalisasi pelayanan selama 24 jam tanpa henti. 18 Bab V Pada umumnya pelabuhan di Indonesia tidak mengenal sistem pergiliran shift tenaga kerja, sehingga dalam satu hari, pelayanan terhenti enam jam untuk waktu istirahat. Hal ini menyebabkan pelayanan kapal tidak berkesinambungan dan menyebabkan waktu non‐aktif bagi kapal di pelabuhan semakin lama USAID, 2008. f. Beberapa pelabuhan regional di Indonesia belum memiliki sarana terpisah untuk kapal barang dan penumpang. Hal ini menyebabkan keterlambatan masuknya kapal ketika kapal penumpang dan barang masuk secara bersamaan, terutama di pelabuhan‐pelabuhan dengan tingkat okupansi tambatan kapal yang tinggi, serta memperlama waktu persiapan perjalanan pulang kapal barang USAID, 2008. 2. Rendahnya tingkat keamanan di laut dan di pelabuhan. Pengiriman kargo dari Indonesia biasanya menarik premi asuransi 30‐40 persen lebih tinggi dari kargo yang berasal dari Singapura. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh adanya kegiatan perampokan di laut, tetapi juga oleh kegiatan di pelabuhan yang dilakukan kelompok‐kelompok kejahatan terorganisir, pencurian umum dan pencurian kecil sekaligus pemogokan dan penghentian kerja USAID, 2008. 3. Pungutan liar di pelabuhan. Lamanya waktu non‐aktif kapal pada pelabuhan di Indonesia seringkali disebabkan oleh adanya kolusi dalam alokasi tambatanberth, serta pungutan liar untuk mengurangi waktu antri pada penggunaan sarana seperti derek jembatan dan ruang penyimpanan. Biaya‐biaya semacam tersebut masih ditambah lagi dengan banyak sekali pungutan liar yang diminta di pelabuhan untuk prosedur ekspor dan impor USAID, 2008. 4. Terbatasnya jaringan pelayaran. Sebagian besar pelabuhan di Indonesia belum menjalin aliansi strategis dengan shipping liner dan port operator di luar negeri, sehingga menyebabkan jaringan pelayaran internasional yang dapat dilayani secara langsung sangat terbatas. Salah satu contoh kasus di Batam adalah belum adanya pelabuhan kargo internasional yang mampu mengakses pasar global dengan berbagai negara secara langsung dimana ekspor industri dari Pulau Batam harus melalui Singapura.

C. Pohon

Tujuan Pohon tujuan merupakan solusi dari isu dan permasalahan yang telah dikembangkan pada pohon permasalahan, sehingga pohon tujuan merupakan ‘cermin positif’ dari pohon permasalahan. Berdasarkan permasalahan diatas, maka pohon tujuan yang dapat dibangun diperlihatkan ada Gambar 5.4 Bab V 19 Gambar 5.3 Pohon Masalah Pengembangan KPBPB Kurang berkembangnya industri manufaktur berorientasi eskpor serta industri pendukungnya UKMIKM Keterse- diaan prasarana sarana pendu- kung kegiatan industri masih terbatas Penciptaan lapangan kerja tidak optimal • Lemahnya konsistensi dan komitmen implementas i kebijakan • Tidak harmonisnya peraturan perundang- undangan. Belum efisiennya sistem pelayanan perizinan Kinerja ekspor tidak optimal Kerugian negara akibat penyelun dupan Daya saing investasi kawasan industri di sekitar pelabuhan belum kompetitif dibandingkan Negara lain Daya sang dan productivitas pelabuhan laut masih rendah dibandingkan negara lain Terbatas- nya prasarana sarana dan pelayanan berstandar interna- sional Terbatas- nya jaringan pelayaran Rendah- nya tingkat keama- nan di laut dan di pela- buhan Pendapatan domestik tidak optimal Perekonomian wilayah lambat berkembang Pungut- an liar Minat investasi di kawasan rendah • Rendah- nya daya saing tenaga kerja lokal • Hubung- an industrial belum kondusif Lemahnya keterkaitan Industri manufak- tur PMA skala besar dgn industri lokal industri pendukung • Kurang berkembangnya sektor transporatsi laut jasa penunjangnya • Terhambatnya arus barang ekspor-impor • Konflik kewenangan antar lembaga • Ketersedian otoritas yang mamadai lembaga pengusa- haan 20 Bab V Gambar 5.4 Pohon Tujuan Pengembangan KPBPB • Berkembangnya sektor industri manufaktur berorientasi ekspor • Berkembangnya sektor angkutan laut dan jasa penunjangnya Penyediaan Insentif Fiskal dan Non‐Fiskal Perencanaan Pengembangan Pengusahaan KPBPB Meningkatnya penciptaan lapangan kerja Tersedianya pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, cukai Tersedianya kebijakan ketenagakerjaan yg kondusif bagi investasi Tersedianya kebijakan penyederhanaan pelayanan perijinan investasi Tersedianya dokumen perencanaan pengembangan dan pengusahaan KPBPB Meningkatnya kinerja ekspor • Terwujudnya daya saing investasi kawasan industri berorientasi ekspor di sekitar pelabuhan • Terwujudnya pengembangan UMKM Terwujudnya pelabuhan laut yang kompetitif • Tersedianya sarana dan prasarana kawasan industri yang memadai sesuai rencana • Terlaksananya kemitraan UKMIKM dengan usaha skala besar • Berfungsinya sistem pelayanan satu pintu secara efektif • Terciptanya iklim ketenagakerjaan yang kondusif • Berfungsinya Badan Pengusahaan Kawasan Secara Efektif • Tersedianya sarana dan prasarana pelabuhan yang memadai sesuai rencana • Tersedianya pelayanan pelabuhan sesuai standar internasional • Teratasinya penyelundupan Meningkatnya pendapatan domestik Meningkatnya perekonomian wilayah Penciptaan kepastian hukum Tersedianya payung hukum pembentukan KPBPB beserta peraturan pelaksanaannya. Peningkatan Pelayanan Pelabuhan Tersedianya kebijakan untuk mempercepat lalu lintas kapalbarang di pelabuhan Kebijakan penghapusan pungutan liar Pemberantasan Penyelundupan Tersedianya perencanaan pelabuhan yang berada di bawah pengawasan pabean Adanya koordinasi antar instansi penegakkan hukum di laut Pemberdayaan UKMIKM Tersedianya kebijakan pemberdayaan UKMIKM sebagai supporting industries INPUT PROSES OUTPUT SASARAN TUJUAN DAMPAK Bab V 21

5.2.2. Indikator Kinerja

A. Logframe Matrix

Tabel 5.4 Logframa Matrix Indikator Kinerja KPBPB Tahap Kriteria Indikator Kinerja Verifikasi A. Proses Input 1 Penciptaan kepastian hukum 1 Tersedianya payung hukum pembentukan KPBPB beserta peraturan pelaksanaannya. Dewan Nasional, Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. 2 Perencanaan Pengembangan dan Pengusahaan KPBPB 2 Tersedianya dokumen perencanaan pengembangan dan pengusahaan KPBPB Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. 3 Penyediaan Insentif Fiskal dan Non‐Fiskal 3 Tersedianya pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai 4 Tersedianya kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel 5 Tersedianya kebijakan penyederhanaan pelayanan perijinan investasi Dewan Nasional, Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. 4 Peningkatan Pelayanan Pelabuhan 6 Tersedianya kebijakan untuk mempercepat lalu lintas kapalbarang di pelabuhan 7 Kebijakan penghapusan pengenaan biaya jasa kepelabuhanan bagi kegiatan yang tidak ada jasa pelayanannya sesuai peraturan perundang‐ undangan Kantor Pelabuhan. 5 Pemberdayaan UKMIKM 8 Adanya kebijakan pemberdayaan UKMIKM sebagai supporting industries Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan 6 Pemberantasan Penyelundupan 9 Tersedianya perencanaan pelabuhan yang berada di bawah pengawasan pabean 10 Adanya kebijaklan dan mekanisme koordinasi antar instansi penegakkan hukum di laut Ditjen Bea Cukai, Bakorkamla

B. Output

7 Berfungsinya Badan Pengusahaan Kawasan Secara Efektif 11 Persentase realisasi kegiatan rencana induk dan rencana bisnis setiap tahun Laporan evaluasi tahunan Badan Pengusahaan Kawasan 8 Tersedianya sarana dan prasarana kawasan industri yang memadai sesuai rencana 12 Persentase realisasi kegiatan penyediaan sarana dan prasarana kawasan industri setiap tahun sesuai rencana induk dan rencana bisnis serta kualitasnya ƒ Laporan evaluasi tahunan Badan Pengusahaan Kawasan ƒ Persepsi pelaku usaha 9 Tersedianya sarana dan prasarana pelabuhan yang memadai sesuai rencana 13 Persentase realisasi penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan setiap tahun sesuai masterplan pelabuhan serta kualitasnya ƒ Laporan evaluasi tahunan otoritas pelabuhan ƒ Persepsi pelaku usaha 10 Terciptanya iklim ketenagakerjaan yang kondusif 14 Menurunnya frekuensi konflik ketenagakerjaan Persepsi pelaku usaha 11 Berfungsinya sistem pelayanan satu pintu secara efektif 15 Pelayanan perizinan usaha secara cepat dengan biaya yang wajar Persepsi pelaku usaha 22 Bab V Tahap Kriteria Indikator Kinerja Verifikasi 12 Tersedianya pelayanan pelabuhan sesuai standar internasional 16 Tercapainya rasio penggunaan tambatan kapal berth occupancy rateBOR sesuai standar yang dapat diterima secara internasional 17 Tercapainya waktu persiapan perjalanan pulang kapal vessel turn‐around timeTRT sesuai standar yang dapat diterima secara internasional 18 Biaya pelayanan pelabuhan yang wajar sesuai peraturan ƒ Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla ƒ Laporan tahunan kantor pelabuhan ƒ Persepsi pelaku usaha 13 Terwujudnya pengembangan UKMIKM 19 Meningkatnya jumlah UKMIKM ƒ Statistik UKM KabKota ƒ Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan 14 Teratasinya Penyelundupan 20 Menurunnya frekuensi kasus penyelundupan Ditjen Bea Cukai

C. Sasaran

15 Terwujudnya Daya Saing Investasi Kawasan Industri Berorientasi Ekspor di Sekitar Pelabuhan 21 Meningkatnya nilai realisasi proyek investasi PMA dan PMDN di dalam KPBPB ƒ Statistik investasi, BKPM ƒ Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan 16 Berperannya UKMIKM dalam perekonomian 22 Meningkatnya nilai PDB sektor UKMIKM ƒ Statistik UKM ƒ Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan 17 Terwujudnya Pelabuhan Laut yang Kompetitif 23 Meningkatnya jumlah kunjungan kapal penumpang, kapal barang kargo, dan kapal peti kemas 24 Meningkatnya volume bongkar muat peti kemas dan barang kargo 25 Meningkatnya jumlah kedatangankeberangkatan penumpang ƒ Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla ƒ Laporan tahunan kantor pelabuhan ƒ Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan

D. Tujuan

18 Berkembangnya sektor industri manufaktur 26 Meningkatnya nilai PDB sektor industri manufaktur di dalam KPBPB Rp ƒ Statistik perekonomian wilayah, BPS ƒ Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan 13 Berkembangnya sektor angkutan laut dan jasa penunjang 27 Meningkatnya nilai PDB sektor angkutan laut dan jasa penunjang di dalam KPBPB ƒ Statistik Perekonomian wilayah, BPS ƒ Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan

E. Dampak

14 Meningkatnya kinerja ekspor 28 Meningkatnya nilai ekspor non‐migas d dalam KPBPB Rp ƒ Statistik perdagangan internasional, BPS 15 Meningkatnya penciptaan lapangan kerja 29 Meningkatnya jumlah tenaga kerja sektor formal orang ƒ Statistik ketenagakerjaan, BPS ƒ Laporan Badan Pengusahaan Kawasan 16 Meningkatnya pendapatan domestik 30 Meningkatnya penerimaan pajak pemerintah pusat dari KPBPB Rp 31 Meningkatnya PAD Rp ƒ Dinas Pendapatan Daerah KabKotaProvinsi ƒ Ditjen Pajak 17 Meningkatnya kinerja perekonomian wilayah 32 Meningkatnya PDRB KPBPB ƒ Statistik Perekonomian Wilayah, BPS Bab V 23

B. Deskripsi

Indikator TAHAP : INPUTPROSES Kriteria 1 PENCIPTAAN KEPASTIAN HUKUM Indikator 1 Tersedianya payung hukum pembentukan KPBPB serta peraturan pelaksanaannya. Dasar Pemikiran Kepastian hukum, berupa ketersediaan payung hukum KPBPB serta peraturan pelaksanaannya merupakan faktor yang sangat penting bagi para investor. Kekosongan kebijakan menyebabkan investor menghadapi ketidakpastian hukum, karena tidak mengetahui secara pasti proses‐proses apa yang harus diikuti, persetujuan dan izin apa yang harus diperoleh, serta lembaga mana yang bertanggung jawab. Verifikasi Data Dewan Nasional, Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menginventarisir ketersediaan peraturan perundang ‐undangan sebagai payung hukum pembentukan KPBPB serta peraturan pelaksanaannya berupa PP, Perpres, SK Kepala DewanBadan, dsb, yang mengatur : 1. Penetapan batas‐batas kawasan yang memperoleh fasilitas 2. Pembentukan Dewan Kawasan 3. Pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan 4. Pelimpahan kewenangan perizinan dari KementerianLembaga dan Pemerintah daerah kepada Badan Pengusahaan Kawasan. 5. Penetapan jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas oleh Badan Pengusahaan Kawasan Kuesioner Form C‐1, C‐2, C‐3, C‐4, C‐5, dan C‐6 Kriteria 2 PERENCANAAN PENGEMBANGAN DAN PENGUSAHAAN KPBPB Indikator 2 Tersedianya dokumen perencanaan pengembangan dan pengusahaan KPBPB Dasar Pemikiran Ketersediaan dokumen perencanaan pengembangan dan pengusahaan KPBPB, antara lain masterplan, business plan, spatial plan, dan port plan, diperlukan untuk memberikan kejelasan arah dan tujuan pengembangan, kebijakan, strategi, program, kegiatan, serta pentahapan pelaksanaan pengembangan dan pengusahaan KPBPB. Verifikasi Data Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menginventarisasi ketersediaan dokumen perencanaan sebagai berikut : 1. Rencana induk masterplan KPBPB 2. Rencana pengusahaan business plan KPBPB 3. RTR spatial plan KPBPB 4. Port masterplan Kuesioner Form C‐7, C‐8, C‐9, dan C‐10 Kriteria 3 PENYEDIAAN INSENTIF FISKAL DAN NON FISKAL Indikator 3 Tersedianya pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai Dasar Pemikiran Sesuai dengan definisi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas maka pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui pelabuhan dan bandar 24 Bab V udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean serta pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diberikan insentif fiskal berupa pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan atas barang mewah, dan pembebasan cukai. Verifikasi Data Dewan Nasional, Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menginventarisasi produk peraturan perundang ‐undangan yang mengatur : 1. Pembebasan bea masuk di KPBPB 2. Pembebasan pajak pertambahan nilai di KPBPB 3. Pembebasan pajak penjualan atas barang mewah di KPBPB 4. Pembebasan cukai di KPBPB Kuesioner Form C‐11, C‐12, C‐13, dan C‐14 Indikator 4 Tersedianya kebijakan ketenagakerjaan yang kondusif bagi investasi Dasar Pemikiran Berdasarkan pengalaman pengembangan KPBPB di Indonesia, proses perijinan tenaga kerja asing masih reklatif lambat. Konflik antara buruh dengan perusahaan masih sering terjadi sehingga mengganggu iklim usaha secara keseluruhan. Untuk mengembangan KPBPB yang sukses, diperlukan kebijakan untuk mendorong terciptanya klim ketenagakerjaan yang kondusif. Verifikasi Data Dewan Nasional, Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menginventarisasi ketersediaan kebijakan ketenagakerjaan yang bertujuan mempercepat proses penerbitan perizinan ketenagakerjaan, penyelesaian berbagai perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah dan berkeadilan, serta peningkatan daya saing tenaga kerja lokal. Kuesioner Form C‐15, C‐16, dan C‐17 Indikator 5 Tersedianya kebijakan penyederhanaan pelayanan perijinan investasi Dasar Pemikiran Pelayanan perizinan secara terintegrasi untuk mendirikan kegiatan investasi dalam Kawasan sanagat diperlukan untuk mempercepat pelayanan perizinan dan menghindari pungutan di luar peraturan. Beroperasinya suatu unit OSS di dalam KPBPB dapat mempersingkat waktu perijinan pusat dan perijinan daerah karena semua jenis perijinan pusat dan daerah yang diperlukan dapat diselesaikan dalam satu sistem, tempat, institusi, dan kewenangan. Verifikasi Data Dewan Nasional, Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan mengkonfirmasi ketersediaan peraturan perundang ‐undangan Perda mengenai pengembangan sistem pelayanan satu pintu one stop service Kuesioner Form C‐18 Kriteria 4 PENINGKATAN PELAYANAN PELABUHAN Indikator 6 Tersedianya kebijakan untuk mempercepat lalu lintas kapalbarang di pelabuhan Dasar Pemikiran Armada kargo Indonesia pada umumnya menghabiskan sebagian besar dari waktu kerjanya hanya untuk disandarkan atau menunggu di dalam atau di luar pelabuhan. Hal ini disebabkan oleh pelayanan administrasi pelabuhan yang kurang baik yang berakibat pelabuhan‐ Bab V 25 pelabuhan di Indonesia dianggap kurang efisien. Diperlukan kebijakan penyederhanaan kegiatan administrasi untuk mempercepat lalu lintas kapalbongkar muat barang di pelabuhan. Verifikasi Data Kantor Pelabuhan Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menginventarisasi ketersediaan kebijakan yang bertujuan untuk mempercepat proses pemeriksaan kepabeanan serta mempercepat pemrosesan kargo. Kuesioner Form C‐19 dan C‐20 Indikator 7 Kebijakan penghapusan pengenaan biaya jasa kepelabuhanan bagi kegiatan yang tidak ada jasa pelayanannya sesuai peraturan perundang ‐undangan Dasar Pemikiran Lamanya waktu non‐aktif kapal pada pelabuhan di Indonesia seringkali disebabkan oleh adanya kolusi serta pungutan liar, misalnya untuk mengurangi waktu antri pada penggunaan sarana seperti derek jembatan dan ruang penyimpanan, pungutan liar yang diminta di pelabuhan untuk prosedur ekspor dan impor, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan tambahan biaya bagi para pelaku usaha. Salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan pelabuhan adalah dengan menghapuskan berbagai pungutan liar yang terjadi di pelabuhan. Verifikasi Data Kantor Pelabuhan Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan mengidentifikasi kebijakan di pelabuhan yang bertujuan untuk menghapus pengenaan biaya jasa kepelabuhanan bagi kegiatan yang tidak ada jasa pelayanannya sesuai peraturan perundang‐undangan Kuesioner Form C‐21 Kriteria 5 PEMBERDAYAAN UKMIKM Indikator 8 Adanya kebijakan pemberdayaan UKMIKM sebagai supporting industries Dasar Pemikiran Berkembangnya industri skala besar di dalam KPBPB menyebabkan adanya penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang‐ barang modal, barang‐barang setengah jadi, bahan baku dan input‐input lainnya. Jika permintaan ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor‐sektor UKMIKM di dalam negeri, maka keberadaan industri skala besar tersebut akan mampu membawa manfaat yang besar bagi perekonomian. Untuk itu diperlukan kebijakan pemberdayaan UKMIKM sebagai industri pendukung. Verifikasi Data Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan mengidentifikasi ketersediaan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan akses UKMIKM kepada sumber daya finansial dan sumber daya produktif lainnya, mengembangkan jasa konsultasi bagi UKMIKM, serta memperkuat kemitraan antara Usaha Besar dan UKMIKM. Kuesioner Form C‐22, C‐23, dan C‐24 Kriteria 6 PEMBERANTASAN PENYELUNDUPAN Indikator 9 Tersedianya kebijakan penetapan pelabuhan bebas sebagai exit‐entry point Dasar Pemikiran Dalam pengembangan KPBPB, diperlukan pengawasan yang ketat 26 Bab V terhadap pelabuhan‐pelabuhan yang menjadi pintu keluar‐masuk untuk menghindari terjadinya penyelundupan. Salah satu masalah dalam pengembangan KPBPB di Indonesia adalah banyaknya pelabuhan yang menjadi pintu keluar‐masuk, belum termasuk pelabuhan‐pelabuhan liar. Lemahnya pengawasan oleh aparat menyebabkan maraknya tingkat penyelundupuan. Mengurangi pintu masuk dan keluar akan lebih memudahkan aparat bea dan cukai dalam melakukan pelayanan dan pengawasan terhadap arus perdagangan internasional. Verifikasi Data Ditjen Bea Cukai Pengukuran Tersedianya kebijakan penetapan pelabuhan yang menjadi entry‐exit point Kuesioner Form C‐25 dan C‐26 Indikator 10 Adanya koordinasi antar instansi penegak hukum Dasar Pemikiran Saat ini terdapat banyak instansi penegakan hukum di laut seperti TNI AL, POLRI, Bea Cukai, dan Bakorkamla. Diperlukan mekanisme koordinasi yang baik antara instansi penagakan hukum di laut untuk menekan tindak pidana penyelundupan. Verifikasi Data Badan Koordinasi Keamanan Laut Pengukuran Tersedianya mekanisme koordinasi antar instansi terkait dalam penegakan hukum di laut, khususnya penyelundupan. Kuesioner Form C‐27 TAHAP : OUTPUT Kriteria 7 BERFUNGSINYA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN SECARA EFEKTIF Indikator 11 Persentase realisasi program dalam rencana induk dan rencana bisnis setiap tahun Dasar Pemikiran Menurut Perpu no.1 tahun 2000 mengenai KPBPB, Badan Pengusahaan memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB sesuai dengan fungsi‐fungsi KPBPB sebagai tempat untuk mengembangkan usaha‐usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata dan bidang‐bidang lainnya. Evaluasi terhadap kinerja Badan Pengusahaan Kawasan perlu dilakukan dengan melihat realisasi dari program pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB sesuai dengan rencana induk dan rencana bisnis yang telah ditetapkan. Verifikasi Data Laporan evaluasi tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan membandingkan realisasi kegiatan dengan rencana dalam masterplan dan business plan yang telah ditetapkan. Kuesioner Form D‐11 Kriteria 8 TERSEDIANYA SARANA DAN PRASARANA KAWASAN INDUSTRI SESUAI RENCANA Indikator 12 Persentase realisasi penyediaan sarana dan prasarana kawasan industri setiap tahun sesuai rencana dalam masterplan dan business plan serta kualitasnya Bab V 27 Dasar Pemikiran Ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan salah satu insentif bagi pelaku usaha untuk melakukan investasi di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Untuk itu perlu diukur realisasi dari pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan, bandara, listrik, dan air bersih, serta telekomunikasi sesuai dengan masterplan dan business plan yang telah ditetapkan, serta kualitas ketersediaannya. Verifikasi Data Laporan evaluasi tahunan Badan Pengusahaan Kawasan, persepsi pelaku usaha Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan mengevaluasi realisasi penyediaan sarana dan prasarana dibandingkan dengan target di dalam rencana pengembangan KPBPB. Kuesioner Form A‐1, A‐2, A‐3, A‐4, A‐5, A‐6, A‐7, dan D‐2 Kriteria 9 TERSEDIANYA SARANA DAN PRASARANA PELABUHAN SESUAI RENCANA Indikator 13 Persentase realisasi penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan setiap tahun sesuai masterplan pelabuhan serta kualitasnya Dasar Pemikiran Ketersediaan infrastruktur yang memadai di pelabuhan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkat pelayanan kegiatan logistik di pelabuhan. Untuk itu perlu diukur realisasi dari pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan seperti perairan pelabuhan untuk pergerakan lalu lintas kapal, penjangkaran, dan penambatan; pelayaran dan penarikan kapal kapal tunda; fasilitas‐fasilitas pelabuhan untuk kegiatan bongkar muat, pengurusan hewan, gudang, dan lapangan penumpukan peti kemas; terminal konvensional, peti kemas dan curah; terminal penumpang; listrik, persediaan air bersih, pembuangan sampah, dan layanan telepon untuk kapal; ruang lahan untuk kantor dan kawasan industri; serta pusat pelatihan dan medis pelabuhan. Verifikasi Data Laporan evaluasi tahunan kantor pelabuhan, persepsi pelaku usaha Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan membandingkan realisasi penyediaan sarana dan prasarana yang ada dibandingkan dengan target di dalam port masterplan. Kuesioner Form A‐9, A‐10, A‐11, A‐12, A‐13, A‐14, A‐15, A‐16, A‐17, A‐18, A‐19, A‐ 20, A‐21, A‐22, A‐23, dan D‐3 Kriteria 10 TERCIPTANYA IKLIM KETENAGAKERJAAN YANG KONDUSIF Indikator 14 Menurunnya frekuensi konflik ketenagakerjaan Dasar Pemikiran Pengembangan iklim ketenagakerjaan yang seimbang akan menciptakan hubungan industrial yang kondusif di dalam industri. Iklim ketenagakerjaan yang kondusif salah satunya dapat diukur dari menurunnya frekuensi konflik ketenagakerjaan. Verifikasi Data Persepsi pelaku usaha Pengukuran Pengukuran dilakukan melalui penggalian persepsi responden dari dinas ketenagakerjaan setempat mengenai frekuensi konflik ketenagakerjaan yang terjadi. Kuesioner Form A‐24 Kriteria 11 BERFUNGSINYA PELAYANAN PERIJINAN SATU PINTU SECARA EFEKTIF Indikator 15 Pelayanan perizinan usaha secara cepat dengan biaya yang wajar 28 Bab V Dasar Pemikiran Inpres no. 32006 mengamanatkan waktu untuk pembentukan perusahaan dan perizinan usaha sekitar 30 hari. Kecepatan pelayanan perizinan untuk mendirikan usaha di dalam OSS merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan efektivitas pelayanan perijinan satu pintu. Verifikasi Data Persepsi pelaku usaha Pengukuran Pengukuran dilakukan melalui penggalian persepsi responden pelaku usaha mengenai kecepatan dan biaya pengurusan perijinan usaha. Kuesioner Form A‐25 Kriteria 12 PELAYANAN PELABUHAN SESUAI STANDAR INTERNASIONAL Indikator 16 Tercapainya rasio penggunaan tambatan kapal berth occupancy rateBOR sesuai standar yang dapat diterima secara internasional Dasar Pemikiran Penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan yang memadai akan berdampak pada peningkatan kinerja pelabuhan. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat kinerja pelabuhan adalah dengan melihat rasio tingkat okupansi tambatan kapal atau berth occupancy rate BOR. Verifikasi Data Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla; Laporan tahunan kantor pelabuhan; Persepsi pelaku usaha. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan melakukan analisis trend terhadap data BOR Kuesioner Form B‐1 Indikator 17 Tercapainya waktu persiapan perjalanan pulang kapal vessel turn‐ around timeTRT sesuai standar yang dapat diterima secara internasional Dasar Pemikiran Penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan yang memadai akan berdampak pada peningkatan kinerja pelabuhan. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat kinerja pelabuhan adalah dengan melihat rasio tingkat okupansi tambatan kapal atau berth occupancy rate BOR. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat kinerja pelabuhan adalah dengan melihat waktu persiapan perjalanan pulang kapal atau vessel turn ‐around time TRT. Verifikasi Data Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla; Laporan tahunan kantor pelabuhan; Persepsi pelaku usaha. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan melakukan analisis trend terhadap data TRT Kuesioner Form B‐2 Indikator 18 Biaya pelayanan pelabuhan yang wajar sesuai peraturan Dasar Pemikiran Upaya ‐upaya peningkatan pelayanan pelabuhan melalui penghapusan berbagai pungutan liar diharapkan dapat menciptakan pelayanan pelabuhan yang lebih efisien,s alah satunya diukur dari biaya pelayanan pelabuhan yang wajar sesuai peraturan yang berlaku. Verifikasi Data Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla; Laporan tahunan kantor pelabuhan; Persepsi pelaku usaha. Pengukuran Pengukuran dilakukan melalui penggalian persepsi responden pelaku usaha mengenai biaya pelayanan di pelabuhan. Kuesioner Form A‐26 Bab V 29 Kriteria 13 TERWUJUDNYA PENGEMBANGAN UKMIKM Indikator 19 Meningkatnya jumlah UKMIKM Dasar Pemikiran Upaya ‐upaya pemberdayaan terhadap UKMIKM diharapkan dapat meningkatkan jumlah UMKM sebagai salah satu pilar perekonomian di KPBPB. Hal ini dapat diukur dari meningkatnya jumlah UKMIKM. Verifikasi Data Statistik UKM KabKota, Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Analisis trend terhadap jumlah UKMIKM Kuesioner Form B‐3 Kriteria 14 TERATASINYA PENYELUNDUPAN Indikator 20 Menurunnya frekuensi kasus penyelundupan Dasar Pemikiran Upaya peningkatan pengawasan dan koordinasi antar instansi diharapkan akan menekan terjadinya tindak pidana penyelundupuan, yang dapat diukur dari menurunnya frekuensi kasus penyelundupan. Verifikasi Data Ditjen Bea Cukai Pengukuran Analisis trend terhadap data kasus penyelundupan yang berhasil ditindak Kuesioner Form A‐27 TAHAP : SASARAN Kriteria 15 TERWUJUDNYA DAYA SAING INVESTASI KAWASAN Indikator 21 Meningkatnya nilai realisasi proyek investasi PMA dan PMDN di dalam KPBPB Dasar Pemikiran Peningkatan investasi merupakan sasaran utama yang diharapkan dari pengembangan suatu KPBPB. Melalui investasi PMA ataupun PMDN baik dalam sektor industri maupun industri penunjangnya diharapkan dapat tercipta lapangan kerja serta meningkatkan perekonomian kawasan. Jumlah dan nilai realisasi proyek investasi PMA dan PMDN sektor industri merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai capaian investasi KPBPB. Verifikasi Data Statistik investasi, BKPM; Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Pengukuran terhadap peningkatan investasi di dalam KPBPB dilakukan dengan cara mengumpulkan data tahunan mengenai jumlah dan realisasi proyek PMA serta PMDN. Jika trendnya semakin meningkat dalam jangka waktu lima tahun maka sasaran KPBPB dinilai tercapai. Kuesioner Form B‐4 dan B‐5 Kriteria 16 BERPERANNYA UKM IKM DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH Indikator 22 Meningkatnya nilai PDB sektor UMKM Rp Dasar Pemikiran Pengembangan sektor industri manufaktur di dalam KPBPB diharapkan dapat memberikan dampak multiplier effect terhadap pengembangan sektor lain. Peningkatan PDB Usaha Kecil dan Menengah merupakan indikator yang dapat menggambarkan dampak ekonomi dari perkembangan sektor industri manufaktur terhadap pengembangan UKM sebagai sektor penunjang. 30 Bab V Verifikasi Data Statistik UKM; Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan melakukan perhitungan PDB UKM setiap tahun. Jika trend PDB UKM semakin meningkat dalam jangka waktu lima tahun maka pengembangan KPBPB dinilai memiliki dampak positif terhadap berkembangnya sektor penunjang dalam hal ini sektor UKM. Kuesioner Form B‐6 Kriteria 11 TERWUJUDNYA PELABUHAN LAUT YANG KOMPETITIF Indikator 23 Meningkatnya jumlah kunjungan kapal penumpang, kapal barang kargo, dan kapal peti kemas Dasar Pemikiran Verifikasi Data Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla; Laporan tahunan kantor pelabuhan; Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Analisis trend terhadap data jumlah kunjungan kapal penumpang, kapal barang kargo, dan kapal peti kemas unit Kuesioner Form B‐7, B‐8, dan B‐9 Indikator 24 Meningkatnya volume bongkar muat peti kemas dan barang kargo Dasar Pemikiran . Verifikasi Data Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla; Laporan tahunan kantor pelabuhan; Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Analisis trend terhadap data volume bongkar muat peti kemas dan barang kargo TEUs Kuesioner Form B‐10 Indikator 25 Meningkatnya jumlah kedatangankeberangkatan penumpang Dasar Pemikiran . Verifikasi Data Statistik perhubungan laut, Ditjen Hubla; Laporan tahunan kantor pelabuhan; Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Analisis trend terhadap jumlah kedatangankeberangkatan penumpang orang Kuesioner Form B‐11 TAHAP : TUJUAN Kriteria 12 BERKEMBANGNYA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BERORIENTASI EKSPOR Indikator 26 Meningkatnya nilai PDB sektor industri manufaktur di dalam KPBPB Rp Dasar Pemikiran Salah satu tujuan utama dari pemberlakukan KPBPB adalah untuk mendorong industrialisasi di dalam kawasan. Peningkatan PDB sektor industri manufaktur dalam kawasan merupakan indikator yang menggambarkan perkembangan industrialisasi di dalam KPBPB. Verifikasi Data Statistik perekonomian wilayah, BPS; Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan melakukan pengumpulan data tahunan PDB sektor industri manufaktur KPBPB. Jika trendnya semakin meningkat dalam jangka waktu lima tahun maka sektor industri manufaktur dinilai semakin berkembang. Kuesioner Form B‐12 Bab V 31 Kriteria 13 BERKEMBANGNYA SEKTOR ANGKUTAN LAUT DAN JASA PENUNJANG Indikator 27 Meningkatnya nilai PDB sektor angkutan laut dan jasa penunjang di dalam KPBPB Rp Dasar Pemikiran Pengembangan pelabuhan membawa dampak berkembangnya sektor industri dan jasa logstik. Peningkatan PDB sektor industri dan jasa logistik merupakan indikator yang dapat menggambarkan dampak ekonomi dari pengembangan pelabuhan. Verifikasi Data Statistik perekonomian wilayah, BPS; Laporan tahunan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan melakukan analisis trend PDB sektor industri dan jasa logistik setiap tahun. Kuesioner Form B‐13 Kriteria 14 MENINGKATNYA KINERJA EKSPOR Indikator 28 Meningkatnya nilai ekspor non‐migas Rp Dasar Pemikiran Salah satu tujuan utama dari pemberlakukan KPBPB adalah untuk mendorong ekspor di dalam kawasan. Peningkatan ekspor non‐migas dari sektor industri manufaktur dalam kawasan merupakan indikator yang dapat menggambarkan perkembangan sektor industri manufaktur berorientasi ekspor. Verifikasi Data Statistik perdagangan internasional, BPS Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan melakukan pengumpulan data tahunan PDB sektor industri manufaktur KPBPB. Jika trendnya semakin meningkat dalam jangka waktu lima tahun maka sektor industri manufaktur dinilai semakin berkembang. Kuesioner Form B‐14 TAHAP : DAMPAK Kriteria 15 MENINGKATNYA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA Indikator 29 Meningkatnya jumlah tenaga kerja sektor formal orang Dasar Pemikiran Peningkatan daya saing investasi di dalam KPBPB akan menarik pelakuusaha untuk mendirikan usaha di dalam kawasan. Hal ini menciptakan lapangan kerja secara langsung. Lapangan kerja juga tercipta dari pengembangan sektor‐sektor pendukung. Meningkatnya pemciptaan lapangan kerja dapat dikuru dari jumlah tenaga kerja sektor formal. Verifikasi Data Statistik ketenagakerjaan, BPS; Laporan Badan Pengusahaan Kawasan Pengukuran Analisis trend jumlah tenaga kerja sektor formal orang Kuesioner Form B‐15 Kriteria 16 MENINGKATNYA PENDAPATAN DOMESTIK Indikator 30 Meningkatnya penerimaan pajak pemerintah pusat dari KPBPB Rp Dasar Pemikiran Kegiatan pengembangan KPBPB akan meningkatkan potensi pajak penghasilan untuk pemerintah pusat. 32 Bab V Verifikasi Data Ditjen Pajak Pengukuran Analisis trend nilai pajak penghasilan setiap tahun dari KPBPB Rp Kuesioner Form B‐16 Indikator 31 Meningkatnya PAD Rp Dasar Pemikiran Kegiatan pengembangan KPBPB akan meningkatkan potensi penerimaan asli daerah untuk pemerintah kabkota setempat Verifikasi Data Dinas Pendapatan Daerah KabKotaProvinsi Pengukuran Analisis trend nilai penerimaan asli daerah setiap tahun yang diperloeh kabkota dalam KPBPB Rp Kuesioner Form B‐17 Kriteria 17 MENINGKATNYA KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH Indikator 32 Meningkatnya PDRB KPBPB Rp Dasar Pemikiran Pertumbuhan produksi barang dan jasa merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan ekonomi di seuatu wilayah. Pendapatan riil per kapita merupakan indikator dasar yang mengukur total output ekonomi di suatu wilayah. Dengan mengalokasikan total output di dalam KPBPB kepada setiap unit penduduk, dapat diukur sejauh mana setiap unit populasi penduduk memiliki kontribusi terhadap proses pembangunan ekonomi KPBPB. Verifikasi Data Statistik ekonomi wilayah, BPS Pengukuran Analisis trend nilai PDRB kabkota atas dasar harga konstan setiap tahun Rp Kuesioner Form B‐18

5.3. KAWASAN EKONOMI KHUSUS KEK

5.3.1. Analisis Situasi

A. Analisis

Stakeholder Hal utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kawasan Industri di KEKI, bahwa ada 3 tiga pihak stakeholders yang berperan dan bertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan yaitu: a. Pihak Pabrikan, sebagai pengguna lahan di Kawasan Industri b. Pihak Pengelola, sebagai pihak yang mengembangkan dan mengelola Kawasan. c. Pihak Pemerintah, sebagai pihak yang dapat memanfaatkan keberadaan Kawasan dalam arti membantu tercapainya pengaturan tata ruang. Tabel

5.5 Stakeholder KEK

Stakeholders Bagaimana masalah mempengaruhi stakeholder KepentinganInterest Peran dalam Mengatasi masalah Dewan Kawasan Belum adanya dasar hukum pembentukan Dewan Kawasan Menciptakan harmonisasi Pengelolaan kawasan antar pelaku usaha di KEKI Membuat kebijakan teknis pengelolaan kawasan Badan Pengusahaan Belum adanya dasar Hukum pembentukan Badan Optimalisasi Pengelolaan usaha kawasan Meningkatkan produktifitas usaha Bab V 33 Stakeholders Bagaimana masalah mempengaruhi stakeholder KepentinganInterest Peran dalam Mengatasi masalah Pengusahaan dan sebagai Advisor Pengusaha profesional Rendahnya kualitas SDM pelaku bisnis Meningkatkan keuntungan ekonomi Menciptakan peluang – peluang ekonomi Investor Rendahnya minat investasi karena tidak adanya insentif investasi yang memadai Menanamkan modal dan membuka akses pasar Menumbuhkan peluang ‐peluang pasar dalam merangsang peningkatan kinerja investasi Masyarakat Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat Meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Membangun kemitraan Pemerintah Belum adanya sinkronisasi antar KL baik pusat maupun daerah dan belum adanya goodwill yang serius Regulator dalam menumbuhkan perekonomian nasional maupun regional Meningkatkan hubungan bilateral maupun multilateral dengan negara lain

B. Analisis

Masalah Permasalahan kebijakan dampak secara langsung menyangkut belum terealisasinya payung hukum dalam pengembangan KEKI. Secara substansi belum jelasnya pengaturan tata ruang dan persoalan pertanahan terutama persoalan pembebasan lahan yang akan difungsikan untuk membangun usaha multinasional, kriteria tentang kelayakan suatu wilayahkawasan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus, belum adanya pemetaan tentang spesialisasi pengembangan usaha di masing‐masing KEKI misalnya KEKI usaha Elektronik dan IT, KEKI usaha Garmen atau KEKI yang bidang usahanya disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam daerah dan sebagainya sehingga dapat menghindari satu bidang usaha di kembangkan di KEKI yang berbeda. Secara tidak langsung ketidaktegasan menyangkut pengembangan KEKI menyebabkan ‘kecemburuan’ terhadap kebijakan kawasan yang telah ada seperti KAPET yang hingga saat ini belum ada perhatian khusus dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota. Dampak menyangkut permasalahan kebijakan ketenagakerjaan yang hingga masih belum kondusif terutama berkaitan dengan masalah perlindungan terhadap tenaga kerja, penyelesaian konflik tenaga kerja yang masih dianggap oleh banyak kalangan pengusaha belum ada keberpihakan secara jelas dan tegas. Demikian juga, menyangkut permasalahan kebijakan insentif investasi yang berdampak terhadap kurang bergairahnya para investor untuk berinvestasi. Persoalan pengurusan dokumen administrasi yang menjadi “momok” bagi para investor, stabilitas hukum, politik, ekonomi, dan keamanan yang belum mampu memberikan kepercayaan kepada para investor asing. Hal ini menyebabkan aliran modal dalam negeri menjadi tidak berkembang sehingga ketersediaan modal untuk anggaran pembangunan minim. Akan halnya permasalahan menyangkut kebijakan sarana prasarana tentang ketersediaan infrastruktur dasar dan penunjang yang tidak komplementer bagi keberlangsungan pengembangan industri multinasional. Permasalahan kebijakan lainnya menyangkut masalah belum ada suatu peraturan yang mewajibkan setiap industri berlokasi di Kawasan Industri sekalipun sudah pernah diterbitkan Surat Menteri Muda Perindustrian No. 1711993 tentang Jenis Industri yang wajib berlokasi di Kawasan Industri dan Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 462‐3040 tanggal 23 Oktober 1996 tentang Penertiban Izin Lokasi bagi Kawasan Industri dan Perusahaan Industri, namun kedua surat tersebut tidak pernah disosialisasikan kepada pihak‐pihak terkait baik instansi pemberi izin lokasi maupun dunia usaha atau diangkat ke peraturan lebih tinggi misalnya Peraturan Pemerintah. Permasalahan kelembagaan yang paling krusial menyangkut pemberian kewenangan kepada Dewan Kawasan oleh pemerintah pusat 34 Bab V dalam mengelola KEKI secara penuh. Conflict of interest antara Dewan Kawasan dengan pemerintah kabupatenkota dan provinsi sebagai pemilik otoritas wilayah yang otonom perlu dipertimbangkan. Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan perlu dibekali dengan kewenangan seluas‐luasnya secara jelas dan tegas dalam menjalankan peran, tugas dan fungsi nya supaya tidak mengulang permasalahan sebagaimana yang terjadi pada Badan Pengelola KAPET. Permasalahan penting lainnya menyangkut stabilitas merupakan permasalahan yang unpredictable karena terkait dengan masalah kepercayaan terhadap pengembangan usaha di KEKI yaitu stabilitas hukum, politik, keamanan, dan ekonomi dalam negeri yang masih labil. Gejolak kemanan [premanisme], gejolak politik [demonstrasi terutama buruh], gejolak ekonomi terutama moneter [nilai mata uang, dan suku bunga perbankan] dan gejolak hukum [sengketa buruh industri, kepastian perlindungan dana investasi] merupakan suasana yang nightmare bagi para investor. Belum optimalnya permasalahan keterkaitan antar wilayahkawasan lebih disebabkan oleh kondisi ketimpangan pembangunan wilayahkawasan. Terkonsentrasinya pemabangunan di kawasan barat Indonesia menjadikan ketertinggalan di beberapa kawasan terutama kawasan timur Indonesia. Sementara potensi sumberdaya alam melimpah namun minim sumberdaya manusia sebagai stakeholders utama yang mampu menggerakkan pembangunan. Gambar 5.5 Pohon Permasalahan Pengembangan KEK

C. Analisis

Tujuan Analisis tujuan merupakan langkah selanjutnya dari analisis masalah, yaitu menganalisis rangkaian solusi KEKI dari setiap masalah di “pohon permasalahan KEKI” guna mencapai tujuan pengembangan KEKI. Sebagaimana tujuan pengembangan kawasan pada umumnya yaitu pemerataan pembangunan dan pertumbuhan perekonomian kawasan secara nasional untuk mengurangi ketimpangan wilayah. Untuk mempercepat tercapainya tujuan tersebut adalah pengembangan kawasan dengan pendekatan kegiatan ekonomi secara khusus yang berorientasi ekspor dan menggalakkan investasi asing dalam jumlah yang sebesar‐besarnya melalui aktifitas industri dan perdagangan internasional. Dengan berkembangnya aktifitas bisnis berskala internasional maka akan tercipta transaksi Ekspor tidak meningkat cepat Tidak tercipta lapangan kerja skala besar Kawasan industri spesifik tidak berkembang Investor skala besar tidak tertarik berinvestasi di KEK Isu regulasi pemben ‐ tukan pengelola an KEK Isu kebijakan pendu ‐ kung KEK Isu penataan ruang Isu keamanan lingkungan Tidak ada kepastian hukum dalam pengembangan KEK Tidak ada kepastian dan kenyamanan berusaha Menurunkan efisiensi proses produksi distribusi Pengelolaan KEK yang tidak profesional Isu kelemba ‐ gaan pengelola KEK Isu insentif fiskal - Pajak - Bea cukai Isu insentif nonfiskal : - OSS - Prasarana sarana - Lahan Isu ketenaga ‐ kerjaan Bab V 35 multinasional. Tingginya intensitas transaksi menunjukkan bahwa telah tumbuh kepercayaan para investor asing terhadap iklim bisnis di KEKI. Pertumbuhan ini akan menambah permintaan pasar terhadap produk ekspor KEKI sehingga akan terjadi surplus permintaan. Dengan adanya penambahan permintaan maka akan terjadi produksi dalam jumlah besar sehingga akan meningkatkan penawaran oleh pelaku pasar. Dengan terjadinya peningkatan jumlah produksi maka industri akan membutuhkan sumber bahan baku dalam jumlah besar pula. Sumber bahan baku ini bisa dipenuhi secara lokal maupun impor. Untuk memperoleh sumber bahan baku tersebut bisa diperoleh dengan adanya hubungan industrial antar kawasan maupun bilateral dan multilateral antar negara. Dalam proses produksinya, diperlukan modal tenaga selain modal usaha dan infrastruktur. Modal tenaga ini diperoleh dengan melakukan pembukaan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah memadai. Dengan demikian proses terjadinya sirkulasi bisnis tersebut akan menuntut adanya ketersediaan infrastruktur berskala multinasional dengan investasi yang besar. Dengan asumsi bahwa adanya ketersediaan kebijakan yang berpihak pada pengusaha, infrastruktur dan insentif menyangkut investasi fiskal – non fiskal yang memadai untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan industri dan perdagangan oleh investor. Sehingga penciptaan pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuhan ekspor, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan jumlah realisasi investasi akan terpenuhi. Pertumbuhan ekspor akan terpenuhi melalui adanya kepercayaan hubungan industrial secara bilateral maupun multilateral dengan pasar internasional. Sementara penciptaan lapangan kerja dengan tingkat penyerapan kerja yang besar akan terpenuhi melalui hubungan produksi dengan dukungan besarnya jumlah realisasi nilai investasi dalam kegiatan industri. Sehingga kebutuhan akan pemenuhan sumber bahan baku lokal akan tercipta dari keterkaitan antar kawasanwilayah secara komplementer maupun substitusi dan impor. Dengan terserapnya tenaga kerja terutama tenaga kerja asing maka akan menambah stock devisa negara dan dengan terserapnya tenaga kerja lokal dalam jumlah besar maka akan mengurangi pengangguran dalam jumlah yang signifikan terutama pengangguran. 36 Bab V Gambar 5.8 Pohon Tujuan Pengembangan KEK Tersedia ‐ nya regulasi pemben ‐ tukan pengelolaa n KEK Tersedia ‐ nya kebijakan pendu ‐ kung KEK Tersedia ‐ nya regulasi penataan ruang KEK Penegakan hukum bg gangguan keamanan lingkungan Tersedia ‐ nya kebijakan pelim ‐ pahan kewenanga n perijinan investasi ke OSS Pengembangan kepastian dan kenyamanan berusaha di KEK Pengembangan kelembagaan pengelolaan KEK yg profesional Terwujudnya kepastian kenyamanan berusaha di KEK Terciptanya kepastian hukum dlm pengembangan KEK Terlaksananya pengelolaan KEK yang profesional Pengambangan kepastian hukum dlm pengembangan KEK Peningkatan daya tarik kawasan dalam mengembangkan investasi skala besar dalam waktu cepat Berkembangnya kawasan sektor industri dan jasa spesifik yang berorientasi ekspor skala besar dalam waktu cepat Melipatgandakan pertumbuhan ekspor dalam waktu cepat Peningkatan lapangan kerja dalam jumlah besar dan cepat Tersedia ‐ nya insentif fiskal yg menarik investor skala besar Tersedia ‐ nya kebijakan OSS Tersedianya kebijakan penyediaan prasarana sarana pendukung bisnis di KEK berstandar internasional Tersedia ‐ nya kebijakan insentif lahan Tersedia ‐ nya kebijakan ketenaga ‐ kerjaan yg fleksibel Tersedia ‐ nya komitmen koordinasi antara pempus, pemda, lembaga l l INPUT PROSES OUTPUT SASARAN TUJUAN DAMPAK Bab V 37

5.3.2. Indikator Kinerja

A. Logframe Matrix

Tabel

5.6 Indikator Kinerja KEK

TAHAP KRITERIA INDIKATOR KINERJA VERIFIKASI DATA Input Proses Pengembangan kepastian hukum dalam pengembangan KEK 1. Tersedianya regulasi pembentukan dan pengelolaan KEK Dokumen UU tentang pembentukan dan pengelolaan KEK Pengembangan kepastian dan kenyamanan berusaha di KEK 2. Tersedianya regulasi penataan ruang KEK Dokumen Rencana Tata Ruang KEK 3. Penegakan hukum dalam penanganan gangguan keamanan lingkungan Persepsi pemerintah daerah dan pengusaha 4. Tersedianya insentif fiskal yang menarik bagi investor skala besar Dokumen kebijakan insentif fiskal di KEK 5. Tersedianya kebijakan OSS Dokumen kebijakan tentang pembentukan dan pengaturan OSS di KEK 6. Tersedianya kebijakan pelimpahan kewenangan perijinan investasi ke OSS Dokumen kebijakan tentang pelimpahan kewenangan perijinan investasi ke OSS 7. Tersedianya kebijakan penyediaan prasarana dan sarana pendukung bisnis di KEK berstandar internasional Dokumen kebijakan tentang penyediaan prasarana dan sarana pendukung bisnis berstandar internasional di KEK 8. Tersedianya kebijakan insentif lahan Dokumen kebijakan insentif lahan di KEK 9. Tersedianya kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel Dokumen kebijakan ketenagakerjaan di KEK Pengembangan kelembagaan pengelolaan KEK yang profesional 10. Tersedianya komitmen dan koordinasi antara pempus, pemda, dan lembaga pengelola KEK - Dokumen Rencana Induk pengembangan KEK - Dokumen APBN dan APBD Output Terciptanya kepastian hukum dalam pengembangan KEK 11. Jumlah perda‐perda bermasalahan yang dihapus Dokumen kebijakan tentang penghapusan perda‐perda yang dinilai bermasalah Terwujudnya kepastian dan kenyamanan berusaha di KEK 12. Frekuensi gangguan keamanan Data statistik keamanan 13. Tersedianya OSS - Profil KEK - Laporan tahunan perkembangan KEK 14. Tersedianya institusi dan perangkat keamanan lingkungan Data statistik keamanan 15. Biaya pengurusan perijinan investasi yang murah - Profil OSS - Persepsi pengusaha 16. Proses perijinan investasi yang cepat - Profil OSS - Persepsi pengusaha 17. Tersedianya prasarana dan sarana pendukung bisnis berstandar internasional - Data statistik infrastruktur - Profil KEK - Laporan tahunan perkembangan KEK - Persepsi pengusaha Terlaksananya pengelolaan KEK yang profesional 18. Terlaksananya dukungan dan koordinasi antara pempus, pemda, dan lembaga pengelola KEK Dokumen DIPA 19. Persentase realisasi rencana pengembangan KEK Laporan tahunan perkembangan KEK 38 Bab V TAHAP KRITERIA INDIKATOR KINERJA VERIFIKASI DATA Sasaran Peningkatan daya tarik kawasan dalam mengembangkan investasi skala besar dalam waktu cepat 20. Nilai investasi PMA dan PMDN - Data statistik ekonomi - Laporan tahunan perkembangan KEK Tujuan Berkembangnya kawasan sektor industri dan jasa spesifik yang berorientasi ekspor skala besar dalam waktu cepat 21. Jumlah perusahaanindustri spesifik - Data statistik ekonomi - Laporan tahunan perkembangan KEK Dampak Melipatgandakan pertumbuhan ekspor dalam waktu cepat 22. Nilai ekspor - Data statistik ekonomi - Laporan tahunan perkembangan KEK Peningkatan lapangan kerja dalam jumlah besar dan cepat 23. Indeks tenaga kerja Tabel Input‐Ouput KEK

B. Deskripsi Indikator

TAHAP : INPUTPROSES Kriteria I : PENGEMBANGAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PENGEMBANGAN KEK Indikator 1 : Tersedianya regulasi pembentukan dan pengelolaan KEK Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk memberikan penguatan terhadap pembentukan terjadinya KEK maka diperlukan piranti hukum agar memiliki pilar yang kuat dalam pengembangannya. Oleh karena itu, kepastian hukum dalam pembentukan pengelolaan dan pengembangan KEK merupakan modal dasar yang sudah pasti harus ada. Verifikasi Data : Dokumen UU tentang pembentukan dan pengelolaan KEK Pengukuran : Ketersediaan dokumentasi tentang dasar hukum pembentukan KEK Form Isian : C.1 lampiran Indikator 2 : Tersedianya kebijakan pendukung KEK Dasar Pemikiran Deskripsi : Dalam pembentukan dan pengembangan KEK perlu adanya penyediaan kebijakan khusus menyangkut sistem insentif investasi untuk merangsang tumbuhnya investasi berskala besar yang mampu menggerakkan KEK secara cepat Verifikasi Data : Dokumen kebijakan pendukung KEK Pengukuran : Ketersediaan Perda‐perda dan peraturan per UU pusat tentang regulasi sistem insentif investasi KEKI meliputi : 6. Penetapan batas‐batas kawasan yang memperoleh fasilitas insentif fiskal dan non fiskal 7. Pembentukan Dewan Kawasan 8. Pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan 9. Pelimpahan kewenangan perizinan dari KementerianLembaga dan Pemerintah daerah kepada Badan Pengusahaan Kawasan. 10. Penetapan jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas oleh Badan Pengusahaan Kawasan Form Isian : C‐1 lampiran Kriteria II : PENGEMBANGAN KEPASTIAN DAN KENYAMANAN BERUSAHA DI KEK Indikator 3 : Tersedianya regulasi penataan ruang KEK Dasar Pemikiran Deskripsi : Ketersediaan ruang untuk pengembangan KEK merupakan daya dukung untuk pembentukan dan pengembangan KEK. Oleh karena itu, perlu adanya kepastian dalam penataan ruang yang akan digunakan Bab V 39 untuk pembentukan dan pengembangan KEK agar tidak terjadi benturan dalam fungsi tata ruangnya. Selain itu juga perlu diupayakan suatu ruang yang memiliki posisi strategis untuk mendukung berkembangnya bisnis KEK. Untuk menghindari hal tersebut dan memberikan kepastian terjadinya pembentukan KEK maka perlu diupayakan dukungan kebijakan yang memiliki kepastian dalam pola perencanaannya. Dengan terbentuknya kebijakan yang jelas maka diharapkan tidak terjadinya overlapping dalam pemanfaatan ruang usaha. Verifikasi Data : 1. Dokumen Rencana Induk Pengembangan KEK 2. Dokumen Rencana Bisnis Pengembangan KEK 3. Dokumen Rencana Aksi Tahunan Pengembangan KEK Pengukuran : Ketersediaan regulasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentang kebijakan tataruang meliputi : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah, 2. Masterplan Form Isian : C‐2 lampiran Indikator 4 : Tersedianya penegakan hukum dalam penanganan gangguan keamanan lingkungan Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk menjamin terjadinya kenyamanan dalam berusaha maka perlu antisipasi terhadap terjadinya gejala instabilitas lingkungan usaha. Ini terjadi bisa karena disharmonisasi pola hubungan industrial dan hubungan sosial. Dampak negatif dari gejala tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam pengembangan usaha. Sehingga perlu adanya penegakan hukum untuk mengantisipasinya maka diperlukan adanya kebijakan menyangkut keamanan lingkungan dan sarana pendukungnya. Verifikasi Data : Dokumen peraturan perundang‐undangan daerah dan Peraturan perundang ‐undangan Pusat Pengukuran : Ketersediaan kebijakan tentang sistem keamanan lingkungan Form Isian : C‐2 lampiran Indikator 5 : Tersedianya insentif fiskal yang menarik bagi investor skala besar Dasar Pemikiran Deskripsi : Tumbuhnya investasi akan mendorong laju ekonomi sehingga dalam rangka mendukung pembentukan dan pengembangan KEK maka perlu diupayakan adanya stimulasi terhadap tumbuhnya investasi secara besar ‐besaran terutama investasi PMA. Untuk mendukung hal tersebut maka perlu adanya insentif khusus untuk mendukung terjadinya investasi yang mampu memberikan kepercayaan terhadap penanaman modal dalam skala besar. Verifikasi Data : Dokumen kebijakan sistem insentif investasi fiskal dan non fiskal di KEK Pengukuran : Ketersediaan Perda‐perda dan peraturan per UU pusat tentang regulasi sistem investasi KEKI meliputi : A. Insentif fiskal meliputi I Pemberian keringanan tarif telepon, listrik dan air II Keringanan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan serta pajak dan pungutan daerah lainnya III Investasi diberikan tax allowance 30 selama 6 tahun dan amortisasi dipercepat 40 Bab V IV Barang yang diproses di KEKI dan dikeluarkan dengan tujuan untuk ekspor dibebaskan bea keluar V Atas impor dan penyerahan barang kena pajak dalam negeri ke KEKI tidak dikenakan PPN dan PPnBM VI Pengimporan barang atau bahan impor dalam KEKI tidak dipungut PPN, PPh ps 22, PPn BM dan penangguhan BM serta pembebasan cukai sepanjang barang tersebut tidak digunakan untuk konsumsi sendiri B. Insentif non fiskal meliputi kemudahan perijinan kepabeanan dan dokumen pabean, insentif lahan, bebas pajak lokal, OSS, bebas berbagai macam pungutan dsb Form Isian : C‐2 lampiran Indikator 6 : Tersedianya kebijakan sistem perijinan investasi satu pintu One Stop Service OSS Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk mendukung terjadinya kepercayaan terhadap investor asing yang akan berinvestasi di KEK maka perlu dibentuk fasilitas khusus untuk mendukung terjadinya investasi terutama menyangkut sistem pengurusan administrasi investasi. Dengan adanya kebijakan fasilitas khusus tentang satu pintu One Stop Service diharapkan pengurusan administrasi investasi mampu dilayani dengan cepat dan tidak berbelit ‐belit serta terpadu sehingga akan mampu menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di KEK. Verifikasi Data : Profil KEK dan Laporan Tahunan Pengukuran : Ketersediaan 1. Kantor pelayanan perijinan satu atappintu 2. Jenis pelayanan yang diberikan oleh OSS 3. Lama waktu dan besaran biaya perijinan Form Isian : C‐2, lampiran Indikator 7 : Tersedianya kebijakan pelimpahan kewenangan perijinan investasi ke OSS Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk mendukung terjadinya keterpaduan dalam sistem pengurusan administrasi investasi maka perlu adanya kelengkapan fasilitas OSS yang memiliki kewenangan perijinan secara utuh. Verifikasi Data : Dokumen kebijakan tentang pembentukan dan pengaturan OSS di KEK Pengukuran : Ketersediaan kebijakan Peraturan per UU pusat dan Daerah kewenangan perijinan investasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemda yang dilimpahkan di OSS Form Isian : C‐2 lampiran Indikator 8 : Tersedianya kebijakan penyediaan prasarana dan sarana pendukung bisnis di KEK berstandar internasional Dasar Pemikiran Deskripsi : Peningkatan daya tarik investasi di KEK terkait dengan penyediaan infrastruktur dasar yang memadai maupun infrastruktur pendukung yang berskala internasional. Penyediaan berbagai jenis infrastruktur tersebut perlu dilakukan secara terpadu dengan mengacu kepada suatu perencanaan yang sistematis dan terarah. Verifikasi Data : Dokumen Rencana Induk dan Rencana Bisnis Pengembangan KEK Pengukuran : Ketersediaan Masterplan dan Rencana Induk meliputi : Bab V 41 • Pengembangan infrastruktur dasar antara lain listrik, air bersih, telekomunikasi, jalan dan transportasi, dan sebagainya • Pengembangan infrastruktur pendukung berskala internasional antara lain pelabuhan laut dan bandar udara Form Isian : C‐2 lampiran Indikator 9 : Tersedianya kebijakan insentif lahan Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk mendukung terbentuknya KEK maka diperlukan ketersediaan lahan sebagai modal awal dalam membangun KEK. Ketersediaan lahan diperlukan untuk memenuhi ketercukupan kebutuhan lokasi untuk aktifitas industri dan non industri yang memadai. Dalam penyediaan insentif lahan perlu daya dukung kebijakan oleh pemerintah daerah. Verifikasi Data : Dokumen kebijakan insentif lahan di KEK Pengukuran : Ketersediaan regulasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentang kebijakan pertanahan meliputi : 1. Ketersediaan lahan luas lahan, 2. Status lahan, 3. Pola pemanfaatan lahan dan 4. Sistem penyelesaian konflik pertanahan Form Isian : C‐2 lampiran Indikator 10 : Tersedianya kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel Dasar Pemikiran Deskripsi : Dalam rangka penciptaan iklim ketenagakerjaan yang kondusif perlu adanya dukungan regulasi melalui penciptaan kebijakan khusus menyangkut ketenagakerjaan di KEKI. Hal ini diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara kesempatan kerja yang ditawarkan oleh aktifitas usaha di KEK dengan ketersediaan tenaga kerja yang tersedia. Verifikasi Data : Dokumen Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pengukuran : Ketersediaan regulasi khusus menyangkut ketenagakerjaan di KEK yang meliputi : 1. Sumber ‐sumber tenaga kerja terdidik, 2. Sistem jaminan tenaga kerja, 3. Sistem rekruitmen tenaga kerja, 4. Status tenaga kerja, 5. Sistem pembayaran, 6. Serikat pekerja, 7. Fasilitas untuk hunian tenaga kerja, dan 8. Penyelesaian konflik ketenagakerjaan dan sebagainya. Form Isian : C‐2 lampiran Kriteria III : PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KEK YANG PROFESIONAL Indikator 11 : Tersedianya komitmen dan koordinasi antara pempus, pemda, dan lembaga pengelola KEK Dasar Pemikiran Deskripsi : Dalam rangka terbentuknya KEK maka perlu dipersiapkan adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang sistem kelembagaan KEK sebagai acuan dalam sistem pengelolaan suatu kelembagaan yang memiliki tugas, fungsi yang efektif dan kewenangan kelembagaan yang profesional. Adanya pola kerjasama dan koordinasi secara kelembagaan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun 42 Bab V lembaga pengelola KEK dalam bentuk pelimpahan dan pembagian kewenangan terjalinnya kesepakatan ‐kesepakatan sangatlah dibutuhkan dalam pengembangan KEK. Verifikasi Data : Dokumen Rencana Induk Pengembangan KEK Dokumen APBN dan APBD Pengukuran : Ketersediaan dukungan 1. APBN dan APBD 2. Mou pengembangan KEK 3. SKPD Form Isian : C‐3 lampiran TAHAP : OUTPUT Kriteria IV : TERCIPTANYA KEPASTIAN HUKUM DALAM PENGEMBANGAN KEK Indikator 12 : Jumlah perda‐perda bermasalahan yang dihapus Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk mendukung pengembangan KEK maka perlu adanya dasar hukum yang kuat. Dasar hukum yang kuat akan memberikan kekuatan terhadap terbentuknya kepercayaan oleh para pelaku bisnis di KEK. Untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan penertiban terhadap peraturan perundang‐undangan yang tidak sejalan dengan semangat pembentukan KEK bahkan mungkin yang bertentangan dan tumpang tindih. Secara ekstrim peraturan perundang‐undangan tersebut perlu di hapus dan diganti dengan peraturan‐perundang‐undangan yang khusus yang lebih memberikan kepastian hukum terhadap mendukung pengembangan KEK. Verifikasi Data : Dokumen kebijakan tentang penghapusan perda‐perda yang dinilai bermasalah Asumsi : Pengukuran : Jumlah ketersediaan 1. Perda ‐perda khusus yang mendukung pengembangan KEK dan 2. Perda ‐perda yang tidak mendukung pengembangan KEK Form Isian : C‐4 lampiran Kriteria V : TERWUJUDNYA KEPASTIAN DAN KENYAMANAN BERUSAHA DI KEK Indikator 13 : Frekuensi gangguan keamanan Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk memberikan kepercayaan terhadap para pelaku usaha investor di KEK maka perlu diciptakan kondisi dan suasana yang kondusif terhadap lingkungan usaha yang didukung dengan adanya regulasi yang tegas dan aparat hukum yang memiliki kewibawaan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya serta didukung fasilitas pelayanan keamanan yang lengkap. Hal tersebut diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya kriminalitas yang dapat mengganggu proses dan kinerja KEK. Verifikasi Data : Data statistik keamanan di KEK Pengukuran : Ketersediaan data trend jumlah angka Kriminalitas dan jumlah pelanggaran hukum yang terjadi di KEK pertahun Form Isian : C‐5 lampiran Indikator 14 : Tersedianya institusi dan perangkat keamanan lingkungan Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk menjaga kualitas rasa aman dan adanya kepastian terhadap kenyamanan lingkungan baik di dalam maupun di sekitar lingkungan Bab V 43 KEK maka perlu diciptakan sistem keamanan dan pelayanan khusus kepada para pelaku usaha di KEK dengan melibatkan stakeholders yang bertugas menjaga keamanan secara menyeluruh dan bertanggungjawab Verifikasi Data : Data statistik keamanan lingkungan Pengukuran : • Jumlah ketersediaan institusi keamanan • Jumlah ketersediaan petugas keamanan • dan ketersediaan sistem keamanan pos‐pos keamanan, kantor kepolisian dll Form Isian : C‐5 lampiran Indikator 15 : Tersedianya Fasilitas Pengurusan Perijinan Satu Atap atau One Stop Service OSS Dasar Pemikiran Deskripsi : Keberadaan sistem pelayanan satu atap OSS yang melayani berbagai jenis perijinan usaha di KEK oleh investor. Beroperasinya OSS secara optimal dapat memberikan kemudahan kepada para investor karena semua perijinan dapat diselesaikan dalam satu tempat. Verifikasi Data : Profil KEK, Persepsi pengusaha Pengukuran : Ketersediaan • Kantor pelayanan perijinan satu atappintu • Kelengkapan instrumen perijinan yang disediakan oleh OSS • Form Isian : C‐5, A‐5 lampiran Indikator 16 : Proses perijinan investasi yang cepat dan murah Dasar Pemikiran Deskripsi : Untuk mendukung adanya OSS maka perlu diciptakan suatu sistem yang mampu melayani keperluan pengurusan administrasi investasi secara cepat, tidak berbelit‐belit dan murah. Hal ini diperlukan untuk memberikan rangsangan bagi para investor yang akan berinvestasi di KEK. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu daya dukung teknologi dan kehandalan pelayanan dengan kualitas yang memadai. Verifikasi Data : Persepsi pengusaha Pengukuran : • Proses pengurusan perijinan meliputi : • ketersediaan kelengkapan dokumentasi perijinan yang tersedia, biaya pengurusan perijinan, jangka waktu pengurusan perijinan dan kualitas pelayanan di OSS Form Isian : C‐5, A‐5 lampiran Indikator 17 : Tersedianya prasarana dan sarana pendukung bisnis berstandar internasional Dasar Pemikiran Deskripsi : Ketersediaan prasarana dan sarana yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan sangat diperlukan untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di KEK, meliputi sarana dan prasarana air bersih, listrik, pengolahan limbah, telekomunikasi, dan transportasi Verifikasi Data : Data Statistik daerah kotakabupaten Persepsi pengusaha Pengukuran : • Analisis trend perkembangan jumlah prasarana dan sarana • Kualitas prasarana dan sarana berstandar internasional • Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung berstandar internasional seperti pelabuhan laut dan bandar udara Form Isian : C‐5, A‐5, B‐5 lampiran 44 Bab V Kriteria VI : TERLAKSANANYA PENGELOLAAN KEK YANG PROFESIONAL Indikator 18 : Terlaksananya dukungan dan koordinasi antara pempus, pemda, dan lembaga pengelola KEK Dasar Pemikiran Deskripsi : Pengelolaan KEK yang profesional dapat dilihat dari sejauhmana target ‐target yang telah disusun dalam rencana induk dan rencana bisnis dapat direalisasikan secara efektif. Verifikasi Data : Dokumen Pendanaan dari pemerintah pusat maupun daerah Pengukuran : • Ketersediaan dukungan pendanaan dalam DIPA RKAL, APBN dan APBD • Ketersediaan laporan rapat koordinasi nasional tahunan antara Dewan Kawasan KEK dengan Badan Pengusahaan KEK • Ketersediaan dokumen MoU • Wawancara dengan pengurus Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan KEK Form Isian : A‐6, D‐6 lampiran Indikator 19 : Persentase realisasi rencana pengembangan KEK Dasar Pemikiran Deskripsi : Pengelolaan KEK yang profesional dapat dilihat juga dari seberapa banyak rencana‐rencana yang telah disusun dalam rencana induk dan rencana bisnis telah terealisasi. Verifikasi Data : Laporan Tahunan perkembangan KEK Pengukuran : Realisasi pencapaian target pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana induk dan rencana bisnis Form Isian : D‐6 lampiran TAHAP : SASARAN Kriteria VII : PENINGKATAN DAYA TARIK KAWASAN DALAM MENGEMBANGKAN INVESTASI SKALA BESAR DALAM WAKTU CEPAT Indikator 20 : Peningkatan nilai investasi PMA dan PMDN Dasar Pemikiran Deskripsi : Tumbuhnya sektor‐sektor industri strategis di KEK akan memacu pertumbuhan sektor‐sektor non industri lainnya. Dengan demikian diharapkan pertumbuhan sektor‐sektor tersebut akan dapat merangsang daya tarik KEK dan akhirnya akan terjadi investasi baik PMA maupun PMDN dalam skala besar terutama di sektor industri serta akan meningkatkan volume transaksi perdagangan internasional melalui jalur ekspor impor. Dengan tumbuhnya ekspor maka akan menciptakan pasar internasional dan akan menumbuhkan kepercayaan pasar internasional terhadap output barang yang dihasilkan oleh industri di KEK. Pada akhirnya, kepercayaan pasar internasional tersebut diharapkan akan mampu menarik investasi dalam skala besar dan dalam waktu yang cepat. Verifikasi Data : Data Statistik Investasi laporan tahunan, Pengukuran : Statistik Data trend pertumbuhan investasi Statistik Data trend Pertumbuhan jumlah realisasi nilai investasi di KEK Form Isian : D‐7 lampiran TAHAP : TUJUAN Kriteria VIII BERKEMBANGNYA KAWASAN SEKTOR INDUSTRI DAN JASA SPESIFIK YANG BERORIENTASI EKSPOR SKALA BESAR DALAM WAKTU CEPAT Bab V 45 Indikator 21 : Jumlah perusahaan atau industri spesifik Dasar Pemikiran Deskripsi : Salah satu tolok ukur perkembangan keberhasilan KEK adalah tumbuhnya kawasan yang memiliki sektor pendukung strategis yang mampu menopang keberadaan industri strategis lainnya. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya sektor yang memiliki tipologi spesifik yang memiliki daya saing ekspor. Verifikasi Data : • Data statistik ekonomi KEK • Laporan tahunan perkembangan Industri dan Jasa di KEK • Data statistik Industri Pengukuran : Ketersediaan jumlah industri atau perusahaan spesifik Form Isian : D‐8 lampiran TAHAP : DAMPAK Kriteria IX : MELIPATGANDAKAN PERTUMBUHAN EKSPOR DALAM WAKTU CEPAT Indikator 22 : Peningkatan Indeks nilai ekspor Dasar Pemikiran Deskripsi : Dibentuknya KEK adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional melalui percepatan pertumbuhan transaksi dan volume perdagangan ekspor dalam skala besar yang memiliki keunggulan daya saing internasional. Dimana Indeks ekspor dan indeks impor menggambarkan suatu sektor yang dapat menggerakkan perekenomian wilayah lain. Verifikasi Data : BPS statistik industri perdagangan luar negeri, tabel IO Pengukuran : Analisis trend indeks ekspor dan indeks impor selama lima tahun terakhir. Suatu sektor dikatakan dapat menggerakkan perekonomian lain apabila memiliki indeks ekspor dan indeks impor lebih dari satu Form Isian : D‐9 lampiran Kriteria X : PENINGKATAN LAPANGAN KERJA DALAM JUMLAH BESAR DAN CEPAT Indikator 23 : Peningkatan Indeks tenaga kerja Dasar Pemikiran Deskripsi : Salah satu dampak yang diharapkan dari perkembangan KEK adalah terbukanya lapangan kerja dan terserapnya tenaga kerja terdidik dalam skala yang besar. Dengan terserapnya tenaga kerja dalam skala yang besar diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran terbuka secara nasional. Dimana, Indeks tenaga kerja digunakan untuk melihat peran suatu sektor dalam hal meningkatkan besarnya tenaga kerja yang terserap dalam perekonomian. Verifikasi Data : BPS tabel IO dan tabel IRIO regional serta LQ, Pengukuran : Analisis trend indeks tenaga kerja selama lima tahun terakhir. Jika indeks tenaga kerja di suatu sektor 1, menunjukkan daya serap tenaga kerja di sektor yang bersangkutan sangat tinggi. Form Isian : D‐10 lampiran Bab VI 1 BAB VI HASIL UJI COBA INDIKATOR KINERJA KAWASAN STRATEGIS EKONOMI Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai indikator kinerja pengembangan kawasan strategis nasional di Indonesia, yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KAPET, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas KPBPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus KEK. Sementara untuk bab ini akan dibahas mengenai hasil uji coba indikator kinerja tersebut di beberapa wilayah. Mengingat KEK belum diterapkan di Indonesia, maka uji coba indikator kinerja ini dilakukan di dua kawasan, yaitu KAPET yang mengambil sampel di KAPET Parepare di Provinsi Sulawesi Selatan dan KPBPB yang mengambil sampel di Kota Batam dan Kota Bintan di Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu, pada bab ini juga dibahas mengenai gambaran di dua kawasan tersebut berdasarkan indikator kinerja yang telah disusun.

6.1. KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU KAPET