Bab V
1
BAB V
INDIKATOR KINERJA
KAWASAN STRATEGIS EKONOMI
Bab sebelumnya telah mengupas banyak akan kebijakan dan perkembangan kawasan strategis
ekonomi di Indonesia dan di beberapa negara lain yang kemudian disarikan menjadi tipologi atau
karakter dari kawasan strategis ekonomi. Untuk tahap selanjutnya, pada bab ini akan membahas
mengenai indikator kinerja pengembangan di masing‐masing kawasan strategis ekonomi, yaitu
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KAPET, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas KPBPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus KEK. Pembahasan indikator kinerja di tiap kawasan
dimulai dengan melakukan analisis situasi yang menghasilkan pohon permasalahan dan pohon
tujuan. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun indikator kinerja dalam suatu log‐frame matrix.
Terakhir, pembahasan mengenai deskripsi di tiap‐tiap indikator berikut cara pengukurannya.
5.1. KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU KAPET
5.1.1. Analisis
Situasi A.
Analisis Stakeholder
KAPET dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kewilayahan. Di dalamnya, tidak hanya
menyangkut satu daerah, satu sektor, ataupun satu institusi saja, melainkan multidaerah,
multisektor, multiinstitusi, bahkan multilevel pemerintah. Dari sisi level kepemerintahan, pemerintah
yang terkait dalam pengembangan KAPET adalah pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupatenkota yang masuk dalam wilayah KAPET yang terbentuk. Dari kelembagaan,
berdasarkan Keputusan Presiden No. 150 Tahun 2000, terdapat dua lembaga pengelola yaitu Badan
Pengembangan Bapeng KAPET dan Badan Pengelola BP KAPET. Bapeng KAPET terdiri dari Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Menteri Keuangan,
Menteri Pertanian dan Kehutanan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Perhubungan
dan Telekomunikasi, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral,
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Muda
2 Bab
V
Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Sementara BP KAPET terdiri dari Gubernur dan
beberapa tenaga ahli sebagai tenaga teknis. Kemudian dari sisi lainnya, terdapat pelaku usaha dan
masyarakat sebagai penerima manfaat dari pengembangan KAPET.
Tabel 5.1 Peran dan Kepentingan Stakeholder yang Terkait dalam Pengembangan KAPET
No Stakeholder
Peran Kepentingan
1 Pemerintah
Pusat Pengalokasian
anggaran dan kegiatan Pertumbuhan
ekonomi nasional 2
Pemerintah Provinsi
Pengalokasian anggaran dan kegiatan
Pertumbuhan ekonomi provinsi
3 Pemerintah
Kabupaten Kota Pengalokasian
anggaran dan kegiatan Pertumbuhan
ekonomi kabupatenkota 4
Bapeng KAPET
Perumusan kebijakan dan pelaksanaan
koordinasi kegiatan pembangunan di
KAPET Pengembangan
KAPET 5
BP KAPET
Membantu pemda memberi
pertimbangan teknis bagi permohonan
perizinan kegiatan investasi di KAPET
Pengembangan KAPET
6 Dunia
Usaha Pengembangan
industri dan jasa di KAPET
Penerima kemudahan yang ditawarkan
oleh pemerintah dan
7 Masyarakat
Sebagai tenaga kerja dan membantu
dalam menciptakan kondisi aman dan
nyaman dalam pengembangan industri
dan jasa
Peningkatan pendapatan
B. Analisis
Masalah
Analisis masalah berguna untuk mengidentifikasi akar permasalahan dari pengembangan KAPET.
Dengan teridentifikasinya permasalahan‐permasalahan yang jelas, akan memberikan arahan pada
tujuan yang ingin dicapai secara relevan dan terfokus. Salah satu caranya adalah dengan menyusun
“pohon permasalahan”. Adapun langkah‐langkah dalam menyusun “pohon permasalahan” meliputi :
Mengidentifikasi
permasalahan
Mengidentifikasi inti permasalahan
Mengidentifikasi
penyebab dan dampak
Menyusun kerangka “pohon permasalahan”
Identifikasi Permasalahan
Pengembangan KAPET diawali dengan pembentukan Dewan Pengembangan Kawasan Timur
Indonesia di tahun 1993 yang bertugas untuk menggagas dan merumuskan pengembangan Kawasan
Timur Indonesia serta merumuskan kebijakan yang diperlukan untuk mendukungnya. Dari sinilah,
kemudian lahir Keppres No. 89 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, yang
kemudian mengalami perubahan menjadi Keppres No. 9 Tahun 1998, dan terakhir menjadi Keppres
No. 150 Tahun 2000.
Selama lebih dari sepuluh tahun, perkembangan KAPET belum berkembang seperti yang diharapkan,
yaitu sebagai pusat‐pusat pertumbuhan yang dapat mengerakkan pembangunan di wilayah
sekitarnya sehingga terwujud percepatan dan pemerataan pembangunan, khususnya di Kawasan
Timur Indonesia KTI. Berbagai permasalahan dan tantangan memang banyak dihadapi dalam
perjalanan KAPET selama ini. Dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh Direktorat Kawasan Khusus
dan Daerah Tertinggal di tahun 2007
1
serta ditunjang dari hasil diskusi focus group discussionFGD
1
Kajian Analisis Implementasi Kebijakan Pengembangan Wilayah Strategis Cepat Tumbuh dalam rangka Mendorong
Pengembangan Wilayah Tertinggal, Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas, 2007.
Bab V
3
antara pemerintah daerah, Badan Pengelola BP KAPET, pengusaha, dan lembaga swadaya
masyarakat LSM, teridentifikasi banyak permasalahan yang menghambat perkembangan KAPET.
Secara garis besar, permasalahan tersebut dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu kebijakan,
kelembagaan, lingkungan strategis, dan keterkaitan antarwilayah. Dibawah ini akan dijelaskan
mengenai permasalahan dan tantangan tersebut secara ringkas.
Kebijakan
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa pengembangan KAPET didasarkan atas pendekatan
kewilayahan, sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan KAPET terfragmentasi ke dalam berbagai
institusi di beberapa daerah dengan beberapa tingkat pemerintahan. Artinya, kebijakan KAPET dapat
berhasil dilaksanakan bila seluruh unsur tersebut dapat berjalan sinergis. Pada kenyataannya,
sinergitas antarkebijakan tersebut sulit terwujud, terutama adanya otonomi daerah yang
memunculkan persepsi negatif dari pemerintah daerah. “KAPET sebagai produk pemerintah pusat
yang manfaatnya kurang dirasakan oleh daerah” menjadi anggapan yang menghambat dukungan
pemerintah daerah dalam pengembangan KAPET. Munculnya anggapan ini karena memang secara
struktural, pemerintah daerah, terutama kabupatenkota mempunya hubungan hierarkis langsung
dengan KAPET.
Dari sisi lain, kebijakan insetif fiskal KAPET dinilai masih kurang menarik investor. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 147 Tahun 2000, pengusaha yang melakukan usaha di wilayah KAPET
hanya diberi kemudian insetif Pajak Penghasilan, sangat berbeda ketika Keppres 891996 jo 91998
masih berlaku yang memberikan insentif di bidang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah, pembebasan Pajak Penghasilan, penyusutan danatau amortisasi, dan kompensasi
kerugian di bidang Pajak Penghasilan. Begitu pula halnya insentif non fiskal. Kondisi prasarana dan
sarana di sebagian besar wilayah KAPET masih terbatas, sehingga menghambat pengembangan
industri dalam mengoptimalkan potensi sumberdaya alam KAPET. Pengurusan perijinan investasi juga
dinilai pengusaha masih lama, berbelit, dan lama, karena setelah tahun 2000, kewenangan BP KAPET
dalam memberikan izin investasi, dicabut kembali.
Kelembagaan
Berdasarkan Keppres 1502000, kelembagaan KAPET terdiri dari Badan Pengembangan Bapeng
KAPET yang terdiri dari kementerian dan lembaga terkait dan bertugas dalam merumuskan kebijakan
dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pembangunan KAPET, serta Badan Pengelola BP
KAPET yang terdiri dari Gubernur dan tenaga ahli yang bertugas untuk memberikan pertimbangan
teknis pada pemerintah daerah.
Dari sisi kelembagaan, permasalahan dimulai dari kapasitas SDM di sebagian BP KAPET yang pada
umumnya belum sesuai dengan kebutuhan dalam manajemen wilayah dan pengembangan bisnis.
Minimnya anggaran yang diperoleh BP KAPET setiap tahunnya menjadi salah satu penyebab sulitnya
merekrut tenaga kerja yang ahli dan berpengalaman, serta untuk mengadakan pendidikan dan
pelatihan bagi SDM‐nya. Minimnya anggaran ini disebabkan kurangnya koordinasi dan dukungan
dari Bapeng KAPET dan pemerintah daerah, mengingat berdasarkan ketentuan dalam Keppres
1502000, kewenangan BP KAPET hanya sebatas pemberi pertimbangan teknis kepada pemda dan
sebagai fasilitator pengusaha, sehingga dalam implementasi kebijakan KAPET, misalnya
pembangunan infrastruktur, sangat bergantung pada Bapeng KAPET dan pemda.
Lingkungan Strategis
Faktor lingkungan yang banyak menghambat perkembangan KAPET adalah masih lemahnya
penerapan kebijakan nasional yang terkait dengan investasi, misalnya Inpres 3 Tahun 2006 tentang
Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi dan Kepmendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PPTSP. Sebagian besar daerah di wilayah KAPET
belum memiliki sistem perizinan satu atappintu one stop serviceOSS yang berguna untuk
4 Bab
V
memudahkan pengusaha dalam memperoleh izin usaha. Kondisi ini diperparah oleh munculnya
peraturan ‐peraturan daerah yang menerbitkan pajak dan retribusi baru guna peningkatan
pendapatan asli daerah PAD. Krisis ekonomi yang berkepanjangan juga berdampak pada penurunan
kemampuan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur di wilayah KAPET.
Keterkaitan Antarwilayah
Pengembangan KAPET diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan yang dapat memberikan
dampak ekonomi positif bagi perekonomian daerah sekitarnya. Kenyataannya, keterkaitan antara
KAPET dengan daerah sekitarnya belum tercipta optimal. Belum berkembangnya industri utama yang
berfungsi sebagai pendorong adalah salah satu penyebabnya. Selain itu, kondisi prasarana dan
sarana transportasi yang terbatas juga menjadi penghambat.
Identifikasi Inti Permasalahan
Dari sekian banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan KAPET,
dilakukan identifikasi yang menjadi akar atau inti permasalahan KAPET, yaitu :
Insentif
fiskal kurang menarik bagi investor
Prasarana dan sarana yang terbatas
Proses
perijinan yang berbelit, mahal, dan lama
Keterbatasan anggaran operasional BP KAPET
Adanya
inkonsistensi implementasi rencana pengembangan KAPET
Kurangnya koordinasi dan dukungan Bapeng KAPET dan pemda
Identifikasi Penyebab dan Dampak
Berbagai inti permasalahan yang telah diungkapkan di atas melahirkan permasalahan lain yang
mempunyai dampak berganda. Insentif fiskal yang kurang menarik bagi investor, prasarana dan
sarana yang terbatas, serta proses perijinan yang berbelit, mahal, dan lama menyebabkan investor
kurang tertarik untuk berinvestasi di KAPET. Di sisi lain, permasalahan akan keterbatasan anggaran
operasional BP KAPET, adanya inkonsistensi rencana pengembangan KAPET, serta kurangnya
koordinasi dan dukungan Bapeng KAPET dan pemda, menyebabkan lembaga pengelola KAPET belum
mampu mengelola KAPET secara profesional. Lembaga pengelola ini berperan penting dalam
pengembangan KAPET, yaitu sebagai perumus kebijakan pengembangan KAPET dalam bentuk
Rencana Induk, Rencana Bisnis, dan Rencana Tindak KAPET yang menjadi bahan bagi pemerintah dan
pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangan KAPET. Berbagai bentuk kebijakan yang
dirumuskan oleh lembaga pengelola KAPET tersebut menentukan arah dan tujuan pengembangan
KAPET, yaitu sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya melalui penciptaan keterkaitan
antara KAPET dengan wilayah sekitarnya, sebagaimana yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah RPJM Nasional 2004‐2009
2
. Oleh karenanya, bila lembaga
pengelola KAPET belum mampu mengelola KAPET secara profesional, akan berdampak pada kurang
terciptanya keterkaitan antara wilayah KAPET dengan sekitarnya. Investasi pun juga kurang
berkembang, karena peran lembaga pengelola KAPET selain sebagai perumus kebijakan, juga sebagai
fasilitator antara pengusaha dengan pemerintah dan pemerintah daerah, yaitu melakukan promosi
mengenai keberadaan dan potensi KAPET serta menjembatani kebutuhan dan pemecahan masalah
yang ditemui investor kepada pemerintah dan pemerintah daerah.
2
Arah kebijakan pembangunan wilayah dalam RPJM Nasional 2004‐2009, Bab 26 tentang Pengurangan Ketimpangan Wilayah
: mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah‐wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat
mengembangkan wilayah‐wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu “sistem wilayah pengembangan ekonomi” yang
strategis.
Bab V
5
Dalam pembangunan ekonomi daerah, investasi mempunyai peranan kunci. Pertama, investasi
melalui pembangunan industri, berpengaruh pada pengelolaan potensi sumberdaya yang tersedia.
Dengan begitu, KAPET yang mempunyai potensi alam yang besar, dapat terkola secara optimal, tidak
hanya dijual dalam bentuk mentah, tapi sudah diproses lebih lanjut, sehingga efek gandanya bisa
dirasakan oleh KAPET dan masyarakatnya, yaitu penciptaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu,
bila investasi tidak berkembang di wilayah KAPET, maka industri yang mengelola potensi KAPET, tidak
berkembang, sehingga penciptaan lapangan dan peningkatan pendapatan masyarakat menjadi sulit
terwujud. Pertumbuhan ekonomi daerah pun menjadi berkembang lambat. Pertumbuhan yang
lambat ini menunjukkan bahwa KAPET belum mampu menjadi pusat pertumbuhan yang dampaknya
bisa dirasakan bagi wilayah sekitarnya.
Untuk lebih jelasnya, diagram di bawah ini menjelaskan rangkaian penyebab dan dampak
permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan KAPET.
Gambar 5.1 Pohon Permasalahan Pengembangan KAPET
C. Analisis
Tujuan
Analisis tujuan merupakan langkah selanjutnya dari analisis masalah, yaitu menganalisis rangkaian
solusi KAPET dari setiap masalah di “pohon permasalahan KAPET” guna mencapai tujuan
pengembangan KAPET.
INVESTOR KURANG TERTARIK UNTUK
BERINVESTASI DI KAPET
LEMBAGA PENGELOLA BELUM
MENGELOLA KAPET SECARA
PROFESIONAL POTENSI
KAPET TIDAK TERKELOLA OPTIMAL
LAPANGAN KERJA BARU KURANG
TERCIPTA
KURANGNYA KETERKAITAN ANTARA
WILAYAH KAPET DGN SEKITARNYA
KAPET TIDAK MAMPU MENJADI
PEMICU PERTUMBUHAN
PERCEPATAN PEMBANGUNAN
WIL. SEKITARNYA KURANG
BERJALAN OPTIMAL
INVESTASI INDUSTRI KURANG
BERKEMBANG
INSENTIF FISKAL
KURANG MENARIK
INVESTOR PRASARANA
DAN SARANA
YG TERBATAS
PROSES PERIJINAN
YG BERBELIT,
MAHAL, LAMA
KETERBA ‐
TASAN ANGGARAN
OPERASIONAL BP
KAPET INKONSISTENSI
IMPLEMEN ‐
TASI RENCANA
PENGEMB. KAPET
KURANGNYA KOORDINASI
DAN DUKUNGAN
BAPENG KAPET
DAN PEMDA
RENDAHNYA KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH YANG
RENDAH
6 Bab
V
Permasalahan dasar yang ditemukan dalam pengembangan KAPET, seperti yang telah dijelaskan di
atas, ditangani melalui pengembangan insentif fiskal dan non fiskal, yaitu penyediaan insentif fiskal
yang mampu menarik investor, penyediaan rencana pengembangan prasarana dan sarana, dan
penyediaan kebijakan penyederhanaan proses perijinan. Permasalahan KAPET lainnya ditangani
melalui impelementasi perencanaan KAPET dan pengembangan kelembagaan KAPET, yaitu dengan
penyediaan rencana induk, rencana bisnis, dan rencana aksi tahunan pengembangan KAPET, serta
adanya dukungan dan koordinasi antarstakeholder, termasuk dukungan dalam hal anggaran dan
bantuan teknis.
Dengan melakukan pengembangan insentif fiskal dan nonfiskal, implementasi perencanaan KAPET,
serta pengembangan kelembagaan KAPET, diharapkan dapat menciptakan daya tarik investasi di
wilayah KAPET dan sekitarnya serta terlaksananya pengelolaan KAPET secara berkelanjutan, efektif,
dan efisien. Hasilnya, diharapkan terjadi peningkatan investasi dan berkembangnya sektorkomoditi
unggulan lokal di hulu dan hilirnya yang tentu akan berdampak pada terciptanya lapangan kerja baru,
peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus menggerakkan perekonomian wilayah sekitarnya
yang menjadi sektor hulu pengembangan komoditi unggulan. Dengan begitu, tujuan pengembangan
KAPET untuk percepatan pembangunan di wilayah KAPET yang dampaknya dapat mendorong
pembangunan di wilayah sekitarnya, dapat terwujud.
Secara ringkas, penjelasan analisis tujuan pengembangan KAPET dapat dilihat dari diagram di bawah
ini.
Gambar 5.2 Pohon Tujuan Pengembangan KAPET
5.1.2. Indikator