26
teknik mengajar yang konvensional. Namun, teknik ceramah memiliki keunggulan yaitu guru akan lebih mudah mengawasi ketertiban siswa dalam
mendengarkan pelajaran disebabkan mereka melakukan kegiatan yang sama Roestiyah 2008: 138. Jadi, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran
yang lebih didominasi oleh guru, siswa cenderung pasif siswa cenderung hanya mendengarkan, pembelajaran yang lebih menekankan pada resitasi konten tanpa
memberi kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan materi yang diajarkan guru dengan pengetahuan sebelumnya, kurang adanya kompetisi dan kooperasi,
serta tujuan pembelajaran konvensional ini adalah siswa hanya mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu.
2.1.7 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Menurut Kurnia 2007: 2 di Indonesia saat ini, anak usia SD dimulai dari 6 tahun sampai dengan 12 tahun. Secara psikologis, periode ini dikategorikan
sebagai masa kanak-kanak akhir. Menurut para pendidik, masa tersebut sebagai masa sekolah dasar sedangkan para psikolog menyebutnya sebagai masa
berkelompok atau masa penyesuaian diri. Sebutan masa sekolah dasar merupakan periode keserasian bersekolah, artinya anak sudah matang untuk bersekolah.
Hidayati, dkk. 2008: 1-27 berpendapat kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut: 1 anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok; 2
anak memiliki kemampuan sinetik analitik; 3 secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah. Menurut Hidayati, dkk 2008: 1-29 karakteristik
siswa sekolah dasar kelas tinggi kelas 4,5, dan 6 yaitu: 1 perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari; 2 ingin tahu, ingin belajar, dan realistis; c
27
timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus; 3 anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai belajar di sekolahnya.
Menurut Hamalik 1992 dalam Hidayati 2008: 1-30 anak mempunyai ciri sebagai berikut: 1 anak merespon menaruh perhatian terhadap bermacam-
macam aspek dari dunia sekitarnya; 2 anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui; 3 anak
ingin aktif, belajar, dan berbuat; 4 anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil yang seringkali kurang bermakna; 5 anak kaya akan
imaginasi. Menurut Rifa’i dan Anni 2009: 29 tahap kognitif anak usia 7-11 tahun
berada pada tahap operasional konkrit. Pada tahap ini anak mampu mengoperasikan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkrit. Oleh
karena itu, pada proses pembelajaran guru perlu menghadirkan media pembelajaran konkrit agar anak mampu memahami konsep-konsep yang
dipelajari. Kurnia 2007: 3-7 berpendapat anak pada usia 7-11 tahun bisa melakukan
berbagai macam tugas mengkonversi angka melalui tiga macam operasi, yaitu: 1 kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi diantara kegiatan dan
memahami hubungan keduanya; 2 kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik; 3 kemampuan untuk mengenali benda-benda yang ada.
Simatwa 2010: 368 berpendapat mengenai karakteristik tahap berpikir siswa sekolah dasar yang berusia 7-11 tahun sebagai berikut:
Lower primary school concret operations 7-11 years, the two basic objective for curriculum at this stage are: a the child
28
should be able to learn fundamental skills in reading, writing, and calculating arithmetic problems; b the child should be able to
accept his own aptitude for school. The lower primary school child is at the stage of concrete operations. The child here is
concerned with knowing only the facts and therefore becomes confuse when faced with the relative, probabilistic nature of
human knowledge.
Simatwa berpendapat bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahap berpikir operasional konkrit dengan rentang usia 7-11 tahun. Dua fakta dasar yang
harus diperhatikan oleh kurikulum untuk anak pada masa ini yaitu: 1 anak harus bisa kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung pada masalah
aritmatika; 2 bakat anak harus diterima diakui oleh pihak sekolah. Tahap berpikir siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkrit. Siswa pada
tahap ini hanya mengetahui fakta. Oleh karena itu mereka menjadi bingung jika dihadapkan ilmu pengetahuan alam yang bersifat relatif dan probabilistik.
Berdasarkan penjabaran tentang karakteristik siswa SD, dapat dikatakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI sangat sesuai diterapkan pada
pembelajaran matematika di sekolah dasar. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI menerapkan kerja kelompok. Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa SD
yang senang bekerja sama dalam kelompok. Penerapan model ini juga merangsang keingintahuan siswa karena siswa dipacu secara aktif untuk dapat
menjawab serangkaian tugas. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator. Pada pembelajarannya, anak diberi
kesempatan untuk memanipulasi benda. Hal ini sejalan dengan karakteristik siswa SD yang masih berada pada tahap operasional konkrit atau siswa hanya
memahami konsep-konsep yang disajikan secara nyata konkrit. Pada materi
29
mengenal sifat-sifat bangun ruang sederhana, siswa SD sudah mampu membedakan mana yang disebut kubus, balok, tabung, dan sebagainya. Siswa
juga sudah mampu memahami hubungan antar bangun ruang. Misalnya hubungan antara kubus dengan balok. Hal ini dikarenakan siswa sudah memiliki
kemampuan berfikir secara korelatif.
2.1.8 Hakikat Matematika