KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN PADA SISWA KELAS IV DI SEKOLAH DASAR NEGERI LANGGEN KABUPATEN TEGAL

(1)

 

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN

COOPERATIVE

INTEGRATED READING

AND COMPOSITION

TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN

PADA SISWA KELAS IV

DI SEKOLAH DASAR NEGERI LANGGEN

KABUPATEN TEGAL

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh

Nur Amanatun Maulana 1401409328

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013


(2)

 

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau keseluruhannya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Tegal, 10 Juli 2013

Nur Amanatun Maulana


(3)

 

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Di : Tegal Tanggal : 10 Juli 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Noening Andrijati, M.Pd. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd. 19680610 199303 2 002 19560414 198503 2 001

Mengesahkan,

Koordinator PGSD UPP Tegal

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001


(4)

 

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan pada

Siswa Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Langgen Kabupaten Tegal oleh Nur Amanatun Maulana 1401409328, telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 25 Juli 2013.

PANITIA UJIAN

Ketua Sekretaris

Drs. Hardjono, M.Pd. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19510801 197903 1 007 19630923 198703 1 001

Penguji Utama

Drs. Yuli Witanto, M.Pd. 19640717 198803 1 002

Penguji Anggota 1 Penguji Anggota 2

Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd. Dra. Noening Andrijati, M.Pd 19560414 198503 2 001 19680610 199303 2 002


(5)

 

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Artinya: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. Al Insyiroh: 6).

• Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika orang sudah berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan (Sir Francis Bacon).

• Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh (Confusius).

• Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan saya percaya pada diri saya sendiri (Muhammad Ali).

Persembahan

Bapak dan Ibu tercinta yang selalu menyayangi, menyemangati, dan tiada henti selalu mendoakan.

Adik-adikku tersayang yang telah menjadi motivasi bagiku.


(6)

 

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan pada Siswa Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Langgen Kabupaten Tegal. Dalam penelitian dan penyusunan skripsi, peneliti banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan belajar.

2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan izin dan dukungan dalam penelitian ini.

3. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian. 4. Dra. Noening Andrijati, M.Pd., Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd., Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi yang sangat bermanfaat bagi peneliti demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Titi Julihartini, S.Pd, M.Pd., Kepala Sekolah Dasar Negeri Langgen Kabupaten Tegal yang telah mengijinkan penelitian.


(7)

 

7. Sorikhi, S.Pd., Kepala Sekolah Dasar Negeri Pesayangan 01 Kabupaten Tegal yang telah memberikan ijin penelitian.

8. Ujiati, S.Pd.SD, Guru Kelas IVA SD Negeri Langgen Kabupaten Tegal yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

9. Laela Aqifa, S.Pd., Guru Kelas IVB SD Negeri Langgen Kabupaten Tegal yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

10. Guru, karyawan, dan siswa SD Negeri Langgen Kabupaten Tegal yang telah bersedia bekerjasama dalam penelitian ini.

11. Guru, karyawan, dan siswa SD Negeri Pesayangan 01 Kabupaten Tegal yang telah bersedia bekerjasama dalam penelitian ini.

12. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES angkatan 2009 yang saling memberikan semangat dan perhatian. 13. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam

penyusunan skripsi ini.

Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca, sehingga dapat dijadikan referensi di bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.

Tegal, Juli 2013


(8)

 

ABSTRAK

Maulana, Nur Amanatun. 2013. Keefektifan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan pada Siswa Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Langgen Kabupaten Tegal. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Dra. Noening Andrijati, M.Pd., II. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Model Pembelajaran CIRC, Motivasi.

Mata pelajaran matematika memiliki ciri khusus yaitu abstrak. Sehingga, banyak siswa mengalami kesulitan terutama pada materi yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang biasanya dituangkan dalam bentuk soal cerita. Dalam hal ini, siswa mengalami kendala untuk memahami maksud atau isi dari soal cerita yang diberikan. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan pemecahan masalah yaitu model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition. Tujuan penelitian ini yaitu menguji keefektifan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap motivasi dan hasil belajar pecahan pada siswa kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Langgen Kabupaten Tegal.

Desain penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimental Design yang diadopsi dari True Eksperimental Design dengan bentuk Posttest-Only Control Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVA dan IVB SD Negeri Langgen dan siswa kelas IVA dan IVB SD Negeri pesayangan 01 Kabupaten Tegal tahun ajaran 2012/2013. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan simple random sampling (sampel acak sederhana). Pengambilan sampel menggunakan teknik ini menghasilkan kelas IVA SD Negeri Langgen sebagai kelas eksperimen, kelas IVB SD Negeri Langgen sebagai kelas kontrol, sementara kelas IVA dan IVB SD Negeri Pesayangan 01 sebagai kelas uji coba soal. Setelah dilakukan perhitungan, menggunakan tabel krecjie diketahui sampel yang berasal dari kelas IVA SD Negeri Langgen sebanyak 25 siswa dan kelas IVB SD Negeri Langgen sebanyak 24 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi dokumentasi, angket, dan tes. Teknik analisis data meliputi normalitas, homogenitas, dan analisis akhir.

Berdasarkan hasil penghitungan analisis statistik uji t terhadap nilai motivasi belajar siswa, diperoleh hasil thitung > ttabel (2,030 > 1,678), jadi dapat

disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition lebih baik daripada yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Sementara itu, hasil uji hipotesis untuk hasil belajar siswa menunjukkan bahwa thitung > ttabel (2,095 > 1,678), jadi dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition lebih baik daripada yang menerapkan model pembelajaran konvensional.


(9)

 

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Bagan ... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 11

1.5.2 Tujuan Khusus ... 11

1.6 Manfaat Penelitian ... 12

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.6.2 Manfaat Praktis ... 12

2. KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teoritis ... 14


(10)

 

2.1.2 Hasil Belajar ... 15

2.1.3 Motivasi Belajar ... 17

2.1.4 Hakikat Matematika ... 21

2.1.5 Matematika di Sekolah Dasar ... 23

2.1.6 Teori Belajar Vygotsky ... 24

2.1.7 Soal Cerita ... 25

2.1.8 Materi Pecahan ... 26

2.1.9 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 29

2.1.10 Pembelajaran Kooperatif ... 31

2.1.11 Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ... 36

2.1.12 Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition ... 40

2.1.13 Pembelajaran Konvensional ... 42

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 45

2.3 Kerangka Berpikir ... 47

2.4 Hipotesis ... 49

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 51

3.1 Desain Penelitian ... 51

3.2 Populasi dan Sampel ... 52

3.2.1 Populasi ... 52

3.2.2 Sampel ... 53

3.3 Variabel Penelitian ... 54

3.3.1 Variabel Bebas ... 54

3.3.2 Variabel Terikat ... 54

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.4.1 Dokumentasi ... 55

3.4.2 Kuisioner ... 55

3.4.3 Tes ... 56

3.5 Instrumen Penelitian ... 57


(11)

 

3.5.2 Soal Tes ... 61

3.5.3 Kisi-kisi ... 65

3.5.4 Pedoman Penilaian ... 65

3.5.5 Kunci Jawaban ... 66

3.5.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 66

3.5.7 Silabus ... 66

3.6 Metode Analisis Data ... 66

3.6.1 Deskripsi Data ... 66

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 67

3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 69

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1 Deskripsi Data ... 71

4.2 Analisis Uji Coba Instrumen ... 72

4.2.1 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Angket Motivasi ... 72

4.2.2 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Soal Matematika ... 77

4.3 Hasil Penelitian ... 82

4.3.1 Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa ... 82

4.3.2 Nilai UTS Genap Matematika ... 85

4.3.3 Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 88

4.3.4 Hasil Belajar Matematika Siswa ... 91

4.4 Uji Prasyarat Analisis ... 94

4.4.1 Data Sebelum Penelitian ... 95

4.4.2 Data Setelah Penelitian ... 106

4.5 Pembahasan ... 119

5. PENUTUP ... 129

5.1 Simpulan ... 129

5.2 Saran ... 130

Daftar Lampiran ... 131


(12)

(13)

 

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ... 49 3.1 Desain Penelitian ... 51


(14)

 

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Deskripsi Data Skor Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa ... 72

4.2 Deskripsi Data Nilai Uji Coba Instrumen Angket Motivasi pada Kelas Uji Coba ... 74

4.3 Rekapitulasi Uji Validitas Angket Motivasi Uji Coba ... 75

4.4 Hasil Uji Reliabilitas Semua Butir Angket Motivasi ... 76

4.5 Hasil Uji Reliabilitas Butir Angket Motivasi Valid ... 76

4.6 Deskripsi Data Nilai Uji Coba Instrumen pada Kelas Uji Coba ... 78

4.7 Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 79

4.8 Hasil Uji Reliabilitas Soal Tes Uji Coba ... 79

4.9 Analisis Tingkat Kesukaran ... 80

4.10 Daya Pembeda Soal ... 81

4.11 Distribusi Frekuensi Nilai Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa pada Kelas Eksperimen ... 83

4.12 Distribusi Frekuensi Nilai Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa pada Kelas Kontrol ... 84

4.13 Perbandingan Nilai Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 85

4.14 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil UTS Siswa Kelas Eksperimen ... 86

4.15 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil UTS Siswa Kelas Kontrol ... 87

4.16 Perbandingan Nilai UTS Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol .... 87

4.17 Distribusi Frekuensi Nilai Motivasi Belajar Matematika pada Kelas Eksperimen ... 89

4.18 Distribusi Frekuensi Nilai Motivasi Belajar Matematika pada Kelas Kontrol ... 90

4.19 Perbandingan Nilai Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 91

4.20 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Formatif Kelas Eksperimen ... 92


(15)

 

4.22 Perbandingan Nilai Tes Formatif Matematika Kelas Eksperimen dan

Kontrol ... 94

4.23 Normalitas Data Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa ... 96

4.24 Homogenitas Data Hasil Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa ... 98

4.25 Independen Sampel Nilai Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 100

4.26 Normalitas Data Hasil UTS Matematika Siswa ... 102

4.27 Homogenitas Data Hasil UTS Matematika Siswa ... 103

4.28 Independen Sampel Hasil UTS Matematika Siswa ... 105

4.29 Normalitas Data Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 107

4.30 Homogenitas Data Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 109

4.31 Independen Sampel Data Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 111

4.32 Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 114

4.33 Homogenitas Data Hasil Belajar Belajar Matematika Siswa ... 115


(16)

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Diagram Perolehan Nilai Motivasi Awal Belajar Matematika Kelas

Eksperimen ... 83 4.2 Diagram Perolehan Nilai Motivasi Awal Belajar Matematika Kelas

Kontrol ... 84 4.3 Diagram Perbandingan Rata-rata Motivasi Awal Belajar Matematika

antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 85 4.4 Diagram Perolehan Nilai UTS Matematika Kelas Eksperimen ... 86 4.5 Diagram Perolehan Nilai UTS Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 87 4.6 Diagram Perbandingan Nilai Rata-rata UTS Matematika antara Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 88 4.7 Diagram Perolehan Nilai Motivasi Belajar Matematika Kelas Eksperimen 89 4.8 Diagram Perolehan Nilai Motivasi Belajar Matematika Kelas Kontrol .... 90 4.9 Diagram Perbandingan Rata-rata Motivasi Belajar Matematika antara ....

Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 91 4.10 Diagram Perolehan Nilai Tes Formatif Matematika Kelas Eksperimen .. 92 4.11 Diagram Perolehan Nilai Tes Formatif Matematika Kelas Kontrol ... 93 4.12 Diagram Perbandingan Rata-rata Nilai Tes Formatif Matematika antara


(17)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Populasi Siswa Kelas IVA SD Negeri Langgen ... 131

2. Daftar Populasi Siswa Kelas IVB SD Negeri Langgen ... 132

3. Daftar Populasi Siswa Kelas IVA dan IVB SD Negeri Pesayangan 01 ... 133

4. Daftar Sampel Siswa Kelas IVA SD Negeri Langgen ... 134

5. Daftar Sampel Siswa Kelas IVA SD Negeri Langgen ... 135

6. Daftar Hadir Siswa Kelas Eksperimen (IVA) ... 136

7. Daftar Hadir Siswa Kelas Kontrol (IVB) ... 137

8. Pembagian Tim Siswa Kelas Eksperimen (IVA) ... 138

9. Silabus Pembelajaran Matematika Kelas IV SD ... 139

10. Silabus Pengembangan Pembelajaran Matematika Kelas IV SD ... 142

11. RPP Kelas Eksperimen ... 145

12. RPP Kelas Kontrol ... 190

13. Kisi-kisi Angket Uji Coba Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 234

14. Angket Uji Coba Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 235

15. Pedoman Penilaian Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 240

16. Telaah Butir Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 241

17. Telaah Butir Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 243

18. Daftar Skor Angket Motivasi pada Kelas Uji Coba ... 245

19. Daftar Nilai Angket Motivasi pada Kelas Ujicoba ... 247

20. Output Uji Validitas Angket Motivasi ... 248

21. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa .. 252

22. Perhitungan Manual Reliabilitas Angket Motivasi ... 253

23. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 257

24. Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 258

25. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba pada Materi Pecahan ... 262

26. Soal Tes Uji Coba ... 265

27. Kunci Jawaban Soal Tes Uji Coba ... 268


(18)

 

29. Telaah Butir Soal Tes Matematika ... 274

30. Telaah Butir Soal Tes Matematika ... 276

31. Daftar Nilai Soal Tes Uji Coba pada Kelas Uji Coba ... 278

32. Output Uji Validitas ... 279

33. Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 280

34. Perhitungan Reliabelitas Secara Manual ... 281

35. Pembagian Kelompok Atas dan Bawah ... 283

36. Tabel Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 284

37. Kisi-kisi Soal Tes Uji Formatif pada Materi Pecahan ... 285

38. Soal Tes Formatif ... 287

39. Kunci Jawaban Soal Tes Formatif ... 289

40. Pedoman Penilaian Soal Tes Formatif ... 291

41. Daftar Nilai Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 294

42. Daftar Angket Motivasi Awal Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol 295 43. Daftar Nilai UTS Kelas Eksperimen ... 296

44. Daftar Nilai UTS Kelas Kontrol ... 297

45. Daftar Nilai Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 298

46. Daftar Nilai Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 299

47. Daftar Nilai Tes Formatif Kelas Eksperimen ... 300

48. Daftar Nilai Tes Formatif Kelas Kontrol ... 301

49. Output SPSS Uji Normalitas Data Motivasi Belajar Matematika ... 302

50. Output SPSS T-Test Data Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 304

51. Perhitungan Manual Uji T Data Motivasi Belajar Matematika ... 305

52. Output SPSS Uji Normalitas Data Nilai Tes Formatif Matematika ... 306

53. Output SPSS Uji T-Test Data Nilai Tes FormatifMatematika ... 308

54. Perhitungan Manual Uji T Data Nilai Tes FormatifMatematika ... 309

55. Penskoran Tim CIRC ... 310

56. Piagam Penghargaan ... 311

57. Dokumentasi Foto Pelaksanaan Penelitian ... 312


(19)

 

59. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian di SDN Pesayangan 01 317

60. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di SDN Langgen ... 318

61. Tabel-f ... 319

62. Tabel-r ... 321


(20)

 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar

Belakang

Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat mulai mengubah tatanan dunia menuju arah globalisasi di berbagai bidang kehidupan. Kualitas sumber daya manusia harus disiapkan untuk menghadapi era globalisasi tersebut. Sehingga, upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah prioritas dalam program pendidikan nasional saat ini. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu dengan menetapkan sebuah standar nasional pendidikan. Hal ini sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 4 yang menyebutkan bahwa Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Peningkatan mutu pendidikan dilakukan pada semua jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 19, pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan


(21)

Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Untuk itu peningkatan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar sangatlah penting mengingat jenjang pendidikan dasar melandasi jenjang pendidikan berikutnya.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, maka perlu adanya peningkatan mutu penyelenggaraan proses pembelajaran. Guru perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar siswa, termasuk memahami model atau strategi pembelajaran yang efektif maupun media pembelajaran yang sesuai agar dapat membantu siswa belajar secara optimal. Penerapan model pembelajaran dan penggunaan media yang sesuai dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar.

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang masuk dalam kurikulum pendidikan dasar bertujuan untuk melatih kemampuan berpikir dan logika dalam bentuk latihan pemecahan masalah (Hawa, 2007: 4).

Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk siswa kelas IV pada mata pelajaran matematika terdapat standar kompetensi penggunaan pecahan dalam pemecahan masalah, dengan salah satu kompetensi dasarnya yaitu


(22)

menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan dalam Heruman (2012: 43), menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Akan tetapi, materi pecahan tetap harus dibelajarkan di sekolah dasar mengingat materi ini dibutuhkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (Raharjo, 2009: 1), dalam pembelajaran biasanya dikenal dengan soal cerita. Siswa sekolah dasar sering bermasalah dalam menyelesaikan soal cerita. Menurut Raharjo (2009: 1), berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (ME) Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika pada tahun 2007 dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Guru (PPPG) Matematika tahun-tahun sebelumnya menunjukkan lebih dari 50% guru menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita.

Sebagian besar siswa SD mengalami kesulitan dalam memahami maksud atau isi dari sebuah soal cerita yang disajikan. Ketika siswa sudah salah memahami maksud soal, maka hasil pekerjaannya menjadi tidak sesuai dengan harapan. Semakin sering hal ini terjadi, menjadikan siswa mudah putus asa dalam mengerjakan soal cerita. Menurut Bobrow (2010: 135), soal cerita dalam metematika seringkali membuat siswa menjadi khawatir dan takut. Jika keadaan ini terus berlanjut akan semakin membuat matematika menjadi mata pelajaran


(23)

yang kurang menyenangkan sehingga membuat siswa tidak memiliki motivasi dan hasil belajar matematika pada materi menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan cenderung rendah.

Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pembelajaran (Mulyasa, 2010: 264). Siswa akan melakukan suatu proses belajar dengan sungguh-sungguh jika ia mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Tanpa motivasi belajar, siswa tidak dapat belajar. Apabila motivasi siswa itu rendah, umumnya diasumsikan bahwa hasil belajar siswa tersebut juga akan rendah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di kelas guru perlu menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga hasil belajar siswa memuaskan.

Pada saat guru melaksanakan pembelajaran di kelas, guru tentunya mengetahui segala permasalahan dan karakteristik kelasnya, terutama yang berkaitan dengan keadaan dan kondisi siswa. Dengan demikian, guru dapat menentukan model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Melalui penerapan model pembelajaran yang efektif akan tercipta situasi belajar yang menyenangkan sehingga motivasi dan hasil belajar siswa akan lebih optimal.

Pada kenyataannya pembelajaran matematika di SD masih menerapkan model pembelajaran konvensional. Padahal dalam pembelajaran konvensional yang biasanya hanya diisi dengan ceramah guru dan tugas kurang melibatkan siswa dan kurang sesuai dengan konsep pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Dalam model pembelajaran konvensional,


(24)

pembelajaran lebih berpusat pada guru (teacher centered), siswa cenderung pasif, tidak berani bertanya dan mengemukakan pendapat saat pembelajaran berlangsung. Pola interaksi cenderung masih satu arah yaitu dari guru kepada siswa dan tidak ada interaksi antar siswa. Kegiatan siswa hanyalah mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, mata menghadap ke papan tulis, belajar hanya dari guru atau bahan ajar, bekerja sendiri, dan lebih banyak diam. Hal ini menjadikan motivasi dan hasil belajar siswa rendah. Untuk itu, guru perlu menggunakan model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran pemecahan masalah pada materi pecahan.

Salah satu inovasi model pembelajaran dalam matematika yaitu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan teori belajar dari Vygotsky yaitu belajar dalam kelompok. Silberman (2011: 30) juga menjelaskan bahwa dengan belajar secara berkelompok siswa SD memperoleh rasa aman.

“Ketika siswa belajar bersama teman, mereka mendapat dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan mereka. Mengelompokkan siswa dan memberi mereka tugas untuk dikerjakan bersama merupakan cara yang baik untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka. Siswa menjadi cenderung lebih terlibat dalam aktivitas belajar karena mereka mengerjakan secara bersama-sama”.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model pembelajaran ini pada mulanya merupakan sebuah program yang komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar (Slavin, 2005: 200). Tujuan utama dari model pembelajaran CIRC


(25)

adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu siswa dalam memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas. Para siswa bekerja berpasangan untuk mengidentifikasi unsur-unsur dalam bacaan tersebut, membuat penjelasan terhadap prediksi mengenai bagaimana masalah-masalah akan diatasi dan merangkum unsur-unsur utama dari bacaan satu sama lain (Slavin, 2005: 203).

Kelompok dalam model pembelajaran CIRC terdiri dari siswa yang heterogen. Siswa menerima poin berdasarkan kinerja individual mereka dalam kegiatan kuis. Poin-poin inilah yang nantinya akan membentuk skor tim (Slavin, 2005: 205). Siswa tidak diperkenankan mengerjakan kuis sampai teman satu timnya menyatakan bahwa mereka sudah siap. Penghargaan untuk tim dan sertifikat akan diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim dalam semua kegiatan (Slavin, 2005: 17).

Berdasarkan karakteristik model pembelajaran CIRC di atas, model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Model pembelajaran ini dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami maksud atau isi dari soal cerita. Dalam pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok kecil yang heterogen. Siswa diberikan suatu soal cerita kemudian siswa bersama-sama saling membaca soal cerita, membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan apa yang ditanyakan dengan variabel tertentu. Siswa bersama-sama membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita dan menuliskan penyelesaiannya secara urut. Sebelum siswa menyerahkan hasil pekerjaannya kepada guru, siswa bersama-sama saling


(26)

merevisi atau mengedit hasil pekerjaannya (jika ada yang perlu direvisi). Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami dan dapat mengerjakan soal cerita yang diberikan guru sebelum para siswa mengerjakan kuis yang diberikan guru pada akhir pembelajaran.

Penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition untuk pembelajaran pemecahan masalah didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan latar belakang yang dilakukan oleh Inayah (2007) dan Sutrisno (2010). Kedua penelitian tersebut menerapkan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dalam pembelajaran matematika. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dapat meningkatkan rata-rata nilai matematika siswa.

Permasalahan tersebut di atas juga dijumpai dalam pembelajaran matematika di SD Negeri Langgen. Hasil wawancara dengan Ujiati, guru kelas IV SD Negeri Langgen, untuk mencapai kompetensi dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan terdapat dua kendala. Pertama, banyak siswa mengalami kesulitan pada materi pecahan, terutama saat harus menjumlahkan dan mengurangkan pecahan dengan penyebut yang berbeda. Kedua, siswa sulit untuk memahami maksud atau isi dari soal cerita yang diberikan.

Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini dan didukung data hasil penelitian sebelumnya, maka kajian dalam penelitian ini yaitu tentang keefektifan pembelajaran pemecahan masalah pada materi pecahan dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition. Peneliti


(27)

mengambil judul penelitian yaitu “Keefektifan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan pada Siswa Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Langgen Kabupaten Tegal”.

1.2 Identifikasi

Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah tentang pembelajaran matematika pada materi pecahan, yaitu:

(1) Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan kurang menarik bagi siswa.

(2) Penerapan pembelajaran matematika masih konvensional.

(3) Masih rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi pecahan. (4) Siswa mengalami kesulitan dalam memahami maksud atau isi dari soal

cerita.

1.3 Pembatasan

Masalah

Masalah pada bagian identifikasi terlalu luas, sehingga perlu dibatasi untuk memperoleh kajian yang efektif dan mendalam tentang keefektifan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap motivasi dan hasil belajar pecahan siswa kelas IV SD Negeri Langgen. Peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:


(28)

(1) Penelitian ini memfokuskan pada keefektifan model pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap motivasi dan hasil belajar siswa.

(2) Peneliti membatasi materi pecahan hanya pada kompetensi dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan.

(3) Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Langgen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal.

Pembatasan masalah yang berfokus pada model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap motivasi dan hasil belajar matematika pada materi pecahan dengan alasan:

(1) Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition

masih jarang diteliti.

(2) Kemampuan peneliti memadai untuk dapat menerapkan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dalam mata pelajaran matematika.

1.4 Rumusan

Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah, maka dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu:

(1) Bagaimana motivasi belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran konvensional?

(2) Bagaimana perolehan hasil belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran konvensional?


(29)

(3) Bagaimana motivasi belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition?

(4) Bagaimana perolehan hasil belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition?

(5) Apakah motivasi belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition lebih baik daripada yang menerapkan model pembelajaran konvensional?

(6) Apakah hasil belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition lebih baik daripada yang menerapkan model pembelajaran konvensional?

1.5 Tujuan

Penelitian

Dalam penelitian ini yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan pada Siswa Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Langgen” mempunyai tujuan penelitian sebagai berikut:


(30)

1.5.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di SD melalui penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

(1) Untuk memperoleh informasi tentang motivasi belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran

Cooperatif Integrated Reading and Composition?

(2) Untuk memperoleh informasi tentang perolehan hasil belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran

Cooperatif Integrated Reading and Composition?

(3) Untuk memperoleh informasi tentang motivasi belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran konvensional?

(4) Untuk memperoleh informasi tentang perolehan hasil belajar siswa pada materi pecahan yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran konvensional?

(5) Untuk menguji keefektifan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition terhadap motivasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas IV SD Negeri Langgen.


(31)

(6) Untuk menguji keefektifan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas IV SD Negeri Langgen.

1.6 Manfaat

Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan banyak manfaat baik manfaat teoritis maupun praktis, diantaranya:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis sebagai berikut:

(1) Menyediakan informasi tentang model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dalam pembelajaran materi pecahan. (2) Bahan kajian bagi penelitian lanjut yang lebih luas dan mendalam.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi berbagai pihak, seperti siswa, guru, dan sekolah. Penjelasan selengkapnya mengenai manfaat-manfaat yang diharapkan dari penelitian bagi pihak-pihak yang terkait sebagai berikut:

1.6.2.1 Bagi Siswa

Manfaat penelitian ini bagi siswa yaitu:

(1) Memudahkan siswa dalam memahami maksud soal cerita pada materi pecahan, sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.


(32)

(2) Menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika, terutama pada materi pecahan.

1.6.2.2 Bagi Guru

Manfaat penelitian ini bagi guru yaitu:

(1) Menyediakan alternatif model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika, khususnya materi pecahan.

(2) Meningkatnya kemampuan dan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran pemecahan masalah matematika pada materi pecahan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif, terutama model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition.

1.6.2.3 Bagi Sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah yaitu:

(1) Memberikan kontribusi yang positif bagi sekolah dalam rangka peningkatan kualitas proses pembelajaran matematika sehingga tercapai hasil belajar siswa yang optimal.


(33)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

Landasan teoritis memuat tentang teori-teori yang mendasari pelaksanan penelitian. Berikut merupakan penjabaran tentang teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.

2.1.1 Hakikat Belajar

Proses belajar terjadi pada semua orang dan berlangsung sepanjang hayat, sejak masih bayi sampai akhir hayatnya. Belajar merupakan suatu kegiatan pokok dalam sebuah proses pendidikan. Keberhasilan tujuan pendidikan sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Gagne dalam Siregar (2010: 4) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan atau direncanakan. Witherington dalam Siregar (2010: 4) menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian. Gagne dan Berliner dalam Rifa’i dan Anni (2009: 82) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.

Winkel dalam Ahmad (2012: 6) merumuskan pengertian belajar sebagai suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam


(34)

pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Sementara Slameto (2010: 2) menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Gredler dalam Winataputra (2007: 1.5) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies,

skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Berdasarkan pengertian belajar menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif permanen sebagai hasil dari pengalamannya karena adanya interaksi dengan lingkungan. Dengan memahami simpulan tersebut, dapat dirinci empat ciri-ciri belajar yaitu (1) adanya usaha, (2) adanya perubahan perilaku, (3) perubahan perilaku terjadi karena pengalaman, dan (4) perubahan perilaku bersifat relatif permanen dan tidak berlangsung sesaat saja.

2.1.2 Hasil Belajar

Sudjana (2001: 22) mendeskripsikan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan penilaian. Penilaian yaitu upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Sementara Suprijono (2012: 5) mendefinisikan bahwa hasil


(35)

belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.

Selanjutnya, hasil belajar menurut Rifa’i dan Anni (2009: 85) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu, apabila siswa mempelajari tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh siswa setelah melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Menurut Sumiati dan Asra (2009: 34), tujuan pembelajaran merupakan rumusan tentang perubahan perilaku apa yang akan diperoleh siswa setelah proses pembelajaran.

Kingsley dalam Sudjana (2001: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni keterampilan dan kebiasaan; pengetahuan dan pengertian; serta sikap dan cita-cita. Gagne dalam Sudjana (2001:22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Sementara Sudjana (2001: 22) menjelaskan bahwa dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan pendidikan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom. Bloom secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotoric domain).

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,


(36)

sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pembelajaran.

Berdasarkan definisi dari para ahli dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan sejumlah perubahan perilaku dalam diri siswa setelah melaksanakan kegiatan belajar. Hasil belajar menunjukkan tingkat penguasaan yang dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar kognitif dalam penelitian ini diperoleh melalui tes tertulis dalam bentuk soal-soal uraian sedangkan untuk perolehan motivasi belajar dilihat melalui angket.

2.1.3 Motivasi Belajar

Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pembelajaran. Callahan dan Clark dalam Mulyasa (2010: 264) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Donald dalam Hamalik (2004: 158) menjelaskan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi)


(37)

seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Eysenck dalam Slameto (2010: 170) merumuskan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap, dan sebagainya.

Menurut Petri dalam Dimyati (2006: 43), motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang motivasi dan belajar, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Siswa akan melakukan suatu proses belajar dengan sungguh-sungguh jika ia mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Tanpa motivasi belajar, siswa tidak dapat belajar. Motivasi belajar memegang peranan cukup besar dalam pencapaian hasil belajar. Apabila motivasi siswa itu rendah, umumnya diasumsikan bahwa hasil belajar siswa tersebut juga akan rendah.

Motivasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Contoh motivasi intrinsik misalnya, keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu,


(38)

memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, keinginan untuk diterima orang lain, dan lain-lain. Motivasi intrinsik timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka kredit, ijazah, tingkatan hadiah, dan lain-lain (Hamalik, 2004: 162-163).

Fungsi motivasi dalam belajar menurut Djamarah (2008: 157) yaitu sebagai pendorong, penggerak, dan pengarah perbuatan. Sebagai pendorong, motivasi mempengaruhi sikap apa yang seharusnya siswa ambil dalam rangka belajar. Sebagai penggerak, motivasi melahirkan suatu kekuatan tak terbendung yang kemudian terjelma dalam gerakan psikofisik. Sebagai pengarah, motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang harus diabaikan. Ketiga fungsi motivasi tersebut menyatu dalam sikap dan terimplikasi dalam perbuatan.

Motivasi belajar penting untuk diketahui guru. Menurut Mulyasa (2010: 264), guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi siswa sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan belajar. Dimyati (2006: 62) memaparkan beberapa implikasi prinsip motivasi bagi guru yaitu:

(1) Memilih bahan ajar sesuai minat siswa.

(2) Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa.

(3) Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin memberitahukan hasilnya kepada siswa.

(4) Memberikan pujian verbal atau nonverbal terhadap siswa yang memberikan respon terhadap pertanyaan yang diberikan.


(39)

(5) Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Iskandarwassid (2008: 136) menyatakan bahwa motivasi belajar siswa dapat diamati dari beberapa indikator, antara lain:

(1) Ketekunan dalam belajar. (2) Keseringan belajar.

(3) Komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah. (4) Frekuensi kehadirannya di sekolah.

Asrori (2009: 184-185) merumuskan sejumlah indikator untuk mengetahui tinggi atau rendahnya tingkat motivasi siswa yaitu:

(1) Indikator siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran, antara lain: memiliki gairah tinggi, penuh semangat, memiliki rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang tinggi, mampu “jalan sendiri” ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu, memiliki rasa percaya diri. memiliki daya konsentrasi yang lebih tinggi, kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus dihadapi, dan memiliki kesabaran serta daya juang yang tinggi. (2) Indikator siswa yang memiliki motivasi rendah, antara lain: perhatian

terhadap pelajaran kurang, semangat juangnya rendah, mengerjakan sesuatu seperti diminta membawa beban berat, sulit untuk bisa “jalan sendiri” ketika diberikan tugas, memiliki ketergantungan kepada orang lain, mereka bisa jalan kalau sudah “dipaksa”, daya konsentrasi kurang, mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan, dan mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan.


(40)

Hamzah B. Uno (2012: 31) menyatakan bahwa motivasi dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain:

(1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

(2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. (3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan. (4) Adanya penghargaan dalam belajar.

(5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

(6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seorang siswa dapat belajar dengan baik.

Indikator motivasi belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu gabungan indikator motivasi belajar yang disampaikan oleh Iskandarwassid, Asrori, dan Hamzah B. Uno yang meliputi: (1) ketekunan dalam belajar, (2) keseringan belajar, (3) komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah, (4) frekuensi kehadirannya di sekolah, (5) adanya semangat, (6) adanya rasa percaya diri, (7) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (8) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (9) adanya penghargaan dalam belajar, dan (10) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

2.1.4 Hakikat Matematika

Matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Dalam kehidupan sehari-hari juga tidak dapat lepas dari ilmu matematika. Perekembangan yang pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan


(41)

matematika yang kuat sejak dini. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan benar.

Banyak definisi mengenai matematika yang dikemukakan ahli. James dan James dalam Maswins (2010) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Johnson dan Rising dalam Maswins (2010) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

Menurut Sutawijaya dalam Aisyah (2007: 1), matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif. Sementara Hudoyo dalam Aisyah (2007: 1) mengemukakan bahwa matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Ruseffendi dalam Subarinah (2006: 1) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif.


(42)

Matematika sebagai pengetahuan menurut Muhsetyo (2007: 1-2) memiliki ciri-ciri khusus yaitu abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Soedjadi dalam Muhsetyo (2007: 1-2) menyatakan bahwa keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki konsep abstrak yang berkaitan dengan penalaran logis dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan. Matematika banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti pengukuran, menghitung rata-rata, membandingkan, dan perhitungan matematika lainnya. Dengan demikian, konsep matematika harus dipahami dan dikuasai, karena matematika merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia.

2.1.5 Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang masuk dalam kurikulum pendidikan dasar. Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek: (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, dan (3) pengolahan data.

Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di SD/MI menurut kurikulum 2006 dalam Hawa (2007: 4) yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara


(43)

luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan yang ada di kurikulum SD/MI, pelajaran matematika di sekolah jelas memberikan gambaran belajar tidak hanya pada ranah kognitif saja, tetapi juga pada ranah afektif dan psikomotor. Pembelajaran matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan pembentukan kemampuan berpikir yang bersandar pada hakikat matematika. Oleh karena itu, hasil pembelajaran matematika tampak pada kemampuan berpikir yang matematis dalam diri siswa, yang bermuara pada kemampuan menggunakan matematika sebagai bahasa dan alat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. 2.1.6 Teori Belajar Vygotsky

Teori belajar Vygotsky berusaha mengembangkan model kontruktivistik belajar mandiri dari piaget menjadi belajar kelompok (Muhsetyo 2007: 1.11). Dalam membangun sendiri pengetahuannya, siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang beranekaragam dengan guru berperan sebagai fasilitator. Kegiatan itu dapat berupa diskusi kelompok kecil, diskusi kelas, dan mengerjakan tugas kelompok. Dengan kegiatan yang beranekaragam, peserta didik akan membangun pengetahuannya sendiri melalui membaca, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, pengamatan, pencatatan, pengerjaan dan presensi.


(44)

Dalam penelitian ini, teori belajar Vygotsky diwujudkan melalui proses pembelajaran melalui kelompok yang di dalamnya terdapat interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru. Siswa saling bekerja sama dalam sebuah kelompok yang heterogen untuk menyelesaikan sebuah tugas bersama. Dengan demikian tampak bahwa model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition sejalan dengan teori belajar Vygotsky.

2.1.7 Soal Cerita

Menurut Haji dalam Raharjo (2009: 2), soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang matematika dapat berbentuk soal cerita dan soal bukan cerita atau soal hitungan. Soal cerita merupakan sebuah modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Abidia dalam Raharjo (2009: 2) mengatakan bahwa soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan.

Salah satu standar kompetensi dalam mata pelajaran matematika kelas IV sekolah dasar yaitu menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Dalam pembelajaran matematika, permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata ini dituangkan dalam bentuk soal-soal cerita. Soal cerita yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu soal metematika yang berbentuk cerita yang terkait dengan materi pecahan yang diajarkan pada mata pelajaran


(45)

matematika di kelas IV SD dengan standar kompetensinya yaitu penggunaan pecahan dalam pemecahan masalah dan kompetensi dasarnya yaitu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan.

2.1.8 Materi Pecahan

Pecahan merupakan bagian penting dalam matematika. Pecahan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Rajasa (2009: 5) menyatakan bahwa pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari keseluruhan atau sebagian dari suatu benda. Menurut Sukayati (2003: 1), pecahan merupakan bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk dengan a dan b

merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Sementara itu, Bobrow (2010: 29) menyatakan bahwa pecahan atau bilangan pecahan digunakan untuk menyatakan suatu bagian dari sebuah keseluruhan, yang terdiri atas dua bilangan yaitu pembilang (bilangan yang ada di atas garis) dan penyebut (bilangan yang ada di bawah garis). Penyebut menunjukkan berapa banyak satu keseluruhan dibagi menjadi bagian-bagian yang sama besarnya, sedangkan pembilang menunjukkan seberapa banyak bagian yang sama ini digunakan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas tentang definisi pecahan, maka dapat disimpulkan bahwa pecahan merupakan bilangan rasional yang biasanya ditulis dalam bentuk

dengan a sebagai pembilang yang merupakan bilangan bulat dan b

sebagai penyebut yang merupakan bilangan bulat bukan nol.

Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini memfokuskan pada standar kompetensi (SK) penggunaan pecahan dalam pemecahan masalah, kompetensi dasar (KD) menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan,


(46)

dan indikatornya meliputi (1) menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan penjumlahan pecahan, (2) menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan pengurangan pecahan, dan (3) menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan pecahan. Alokasi waktu yang digunakan yaitu 8 jam pelajaran.

Materi pecahan dalam penelitian ini dapat terangkum sebagai berikut:

2.1.8.1 Menyelesaikan Soal Cerita yang Berkaitan dengan Penjumlahan

Pecahan Contoh soal:

Rinda akan membuat kue ulang tahun menggunakan kg mentega dan kg terigu. Berapa kg seluruh bahan yang digunakan Rinda untuk membuat kue ulang tahun?

Penyelesaian:

Diketahui:

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kue: Mentega = kg Terigu = kg

Ditanya:

Jumlah seluruh bahan yang digunakan?

Jawab:

Jumlah seluruh bahan yang digunakan adalah: + = + =

Jadi, jumlah seluruh bahan yang digunakan Rinda adalah kg. (Saepudin, 2008: 140)


(47)

2.1.8.2 Menyelesaikan Soal Cerita yang Berkaitan dengan Pengurangan Pecahan

Contoh soal:

Ibu mempunyai sebuah roti, kemudian diberikan kepada anaknya bagian. Berapa bagian roti yang masih tersisa?

Penyelesaian:

Diketahui:

1 buah roti diberikan bagian. Jadi, roti berkurang bagian. Ditanyakan:

Berapa bagian roti yang masih tersisa?

Jawab:

1 - = - = - =

Jadi, roti yang tersisa adalah bagian. (Saepudin, 2008: 140)

2.1.8.3 Menyelesaikan Soal Cerita yang Berkaitan dengan Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

Contoh soal:

Ibu mempunyai persediaan mentega sebayak kg. Karena adik ingin roti buatan ibu, maka ibu membuatkannya. Untuk membuat rori diperlukan kg mentega.

Supaya tidak kehabisan mentega, ibu membeli lagi kg untuk persediaan. Berapa mentega yang dimiliki ibu sekarang?


(48)

Penyelesaian:

Diketahui:

Persediaan mentega ibu kg

Mentega yang dipakai untuk membuat roti kg

Ibu membeli mentega kg Ditanyakan:

Mentega yang dimiliki ibu sekarang?

Jawab:

- + = - + = =

Jadi, mentega yang dimiliki ibu sekarang sebanyak kg (Kusnandar, 2009: 211)

2.1.9 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 sampai 12 tahun. Orang tua, pendidik, dan psikolog memberikan label yang berbeda-beda terhadap karakteristik perkembangan anak pada tahap ini. Orang tua menyebut sebagai usia yang menyulitkan, karena pada masa ini anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tuanya sehingga sulit bahkan tidak mau lagi menuruti perintah orang tuanya. Para pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada rentang usia ini (6 - 12 tahun) anak bersekolah di sekolah dasar. Selain itu juga, para pendidik memandang periode ini sebagai usia kritis dalam dorongan berprestasi. Dorongan berprestasi yang membentuk kebiasaan pada anak untuk


(49)

mencapai sukses ini cenderung menetap hingga dewasa. Psikolog perkembangan anak memberi sebutan anak pada masa ini sebagai usia berkelompok. Pada usia ini perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompoknya. Oleh karena itu, anak ingin dan berusaha menyesuaikan diri dengan standar yang disepakati dan berlaku dalam kelompok sehingga masa anak ini disebut juga usia penyesuaian diri (Kurnia, 2007: 1.20).

Menurut Hidayati (2008: 1-28) ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD. Karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa kelas rendah diantaranya yaitu memiliki hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah, suka memuji diri sendiri, menganggap sesuatu tidak penting apabila ia tidak dapat menyelesaikannya, suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya, dan suuka meremehkan orang lain. Sedangkan karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa kelas tinggi diantaranya yaitu perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari, ingin tahu, ingin belajar, realistis, timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus, memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

Menurut Piaget, usia siswa SD (7-12 tahun) berada pada tahap operasional konkret. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah penting sajian harus dibuat menarik bagi siswa. Hal ini dilakukan karena perhatian anak pada tingkat usia tersebut masih mudah beralih, artinya dalam jangka waktu tertentu perhatian anak


(50)

dapat tertarik kepada banyak hal, dan pada waktu tertentu pula perhatian anak berpindah-pindah (Hidayati, 2009: 1.29).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak pada usia sekolah dasar yaitu memiliki dorongan untuk berprestasi, lebih banyak di pengaruhi oleh teman-teman sebayanya, dan senang bermain dalam kelompok. Melihat kondisi anak usia sekolah dasar yang demikian, maka model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) cocok untuk diterapkan di sekolah dasar. Hal ini karena model pembelajaran CIRC mengandung unsur kooperatif yaitu bekerja sama dalam kelompok dan mampu mendorong siswa untuk terus berprestasi.

2.1.10 Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2005: 4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Hal ini senada dengan pendapat Acikgoz dalam Gocer (2010: 441) yang menyatakan bahwa “cooperative learning comprised the efforts of small groups of students, by assisting each other in

learning towards a common goal”. Pendapat Acikgoz ini dapat diartikan bahwa pembelajaran kooperatif terdiri upaya kelompok-kelompok kecil siswa, dimana


(51)

mereka saling membantu satu sama lain dalam pembelajaran untuk menuju tujuan bersama.

Tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2005: 33) adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Melalui pembelajaran kooperatif siswa dalam kelompok saling berinteraksi, bekerjsama, dan berkontribusi sehingga tidak hanya menjadikan siswa berhasil dalam bidang akademik saja tetapi juga melatih sikap sosial siswa untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat.

Dilihat dari aspek motivasional, struktur tujuan dari pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses (Slavin, 2005: 34). Jadi, dalam pembelajaran kooperatif siswa akan berhasil jika kelompok mereka berhasil. Hal ini mendorong anggota tiap kelompok untuk membantu teman satu kelompoknya yang mengalami hambatan untuk dapat melakukan suatu hal yang menjadikan kelompok mereka berhasil. Sebuah kelompok tidak akan berhasil jika salah satu anggotanya tidak dapat menguasai materi. Oleh karena itu anggota kelompok akan saling membantu satu sama lain untuk dapat meraih keberhasilan.

Hakim (2009: 53) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang sesuai dengan falsafah dari pendekatan konstruktivis. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif


(52)

siswa beinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok, sehingga memungkinkan terjadinya penggabungan dan pemeriksaan ide-ide siswa dalam suasana yang tidak tertekan. Mengingat esensi pembelajaran konstruktivis adalah siswa secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi itu menjadi miliknya (Rifa’i dan Anni, 2009: 226)

Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Trianto, 2007: 44).

Roger dan Johnson dalam Suprijono (2012: 58) mengemukakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut yaitu:

2.10.1.1 Positive Interdependence (Saling Bergantung Antara Satu Sama Lain Secara Positif)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu:


(53)

(1) Menumbuhkan perasaan siswa bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Siswa harus bekerjasama untuk dapat mencapai tujuan. (2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan

yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

(3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya, mereka belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.

(4) Setiap siswa ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan siswa lain dalam kelompok.

2.10.1.2 Personal Responsibility (Tanggung Jawab Perseorangan)

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama. Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan yaitu:

(1) Kelompok belajar jangan terlalu besar. (2) Melakukan asesmen terhadap setiap siswa.

(3) Memberi tugas kepada siswa, siswa dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya di depan kelas.


(54)

(4) Mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok.

(5) Menugasi siswa mengajar temannya.

2.10.1.3 Face to Face Promotive Interaction (Interaksi Promotif)

Unsur ini dapat menghasilkan ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif yaitu :

(1) Saling membantu secara efektif dan efisien.

(2) Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan.

(3) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efeisien. (4) Saling mengingatkan.

(5) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah.

(6) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama. 2.10.1.4 Interpersonal Skill (Komunikasi Antaranggota)

Untuk mengoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan, siswa harus:

(1) Saling mengenal dan mempercayai.

(2) Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius. (3) Saling menerima dan saling mendukung.

(4) Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. 2.10.1.5 Group Processing (Pemrosesan Kelompok)

Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari


(55)

anggota kelompok. Guru dapat mengetahui siapa yang membantu dan tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menekankan adanya aktivitas belajar siswa secara bersama-sama dalam sebuah kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama yakni keberhasilan kelompok. Kelompok dalam pembelajaran kooperatif dibangun dari anggota yang heterogen yang terdiri dari siswa berprestasi tinggi, sedang, rendah, laki-laki, dan perempuan. Siswa secara bersama-sama mengembangkan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Guru dalam model pembelajaran kooperatif ini hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.

2.1.11 Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition, termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC ini pertama kali dikembangkan oleh Robert E. Slavin. Pada mulanya merupakan sebuah program yang komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar (Slavin, 2005: 200). Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika (Indien, 2012).


(56)

Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok-kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan para siswa dapat meningkatkan cara berfikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.

Model pembelajaran CIRC memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut sebagai berikut :

(1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa.

(2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu.

(3) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

(4) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya.

(5) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok


(57)

yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

(6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

(7) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

(8) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. (Slavin, 2005: 195).

Sementara itu, Durukan (2010: 103) berpendapat bahwa struktur internal dalam model pembelajaran CIRC yaitu:

“Internal structure of CIRC technique consists of elements such as knowing individuals well, establishing proper groups, ensuring inter-group communication, using materials appropriate for the content in a timely and orderly manner, supporting groups, fostering cooperation, group and individual assessment”.

Pendapat Durukan tersebut dapat diartikan bahwa struktur internal dalam teknik CIRC terdiri dari unsur-unsur seperti pemahaman individual siswa dengan baik, membentuk kelompok-kelompok yang tepat, memastikan adanya komunikasi dalam kelompok, menggunakan bahan-bahan yang sesuai dengan isi secara tepat waktu dan teratur, mendukung kelompok-kelompok, mendorong kerjasama, penilaian kelompok dan individu.

Model pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu menurut Steven dan Slavin dalam Ahsan (2012) pertama kali dikembangkan dengan langkah-langkah:


(58)

(2) Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.

(3) Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas. (4) Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.

(5) Guru memberikan penguatan

(6) Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan (7) Penutup.

Selanjutnya, kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah menurut Suyitno dalam Ahsan (2012) meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu:

(1) Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal, dan yang lainnya mendengarkan.

(2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel.

(3) Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah. (4) Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut.

(5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian.

Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC menurut Indien (2012) adalah sebagai berikut:

(1) CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.


(59)

(3) Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok. (4) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek

pekerjaannya.

(5) Membantu siswa yang lemah.

(6) Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah.

(7) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.

(8) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama.

(9) Membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru. 2.1.12 Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

Composition

Penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dalam materi pecahan pada kompetensi dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan di SD adalah sebagai berikut:

2.1.12.1 Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan guru terlebih dahulu mempersiapkan skenario pembelajaran yang berupa RPP, materi dan media. Materi yang dibelajarkan pada pembelajaran ini yaitu materi pecahan dan media yang digunakan yaitu kartu soal cerita pecahan.


(60)

2.1.12.2 Tahap Proses Pembelajaran

Pada tahap proses pembelajaran diisi dengan serangkaian kegiatan antara lain:

(1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

(2) Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan memberikan contoh soal cerita termasuk langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita tersebut. (3) Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya

dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan model CIRC.

(4) Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen. Setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 siswa.

(5) Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok.

(6) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu: Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal, dan yang lainnya mendengarkan. Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel. Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah. Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut. Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian.


(61)

(7) Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan kelompoknya. (8) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah

memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan.

(9) Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya.

(10) Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator.

(11) Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya. (12) Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal

pemecahan masalah.

(13) Guru memberikan tugas individual. (14) Guru memberikan penghargaan. 2.1.13.3 Tahap Penutup

Pada tahap penutup, guru mengadakan evaluasi pembelajaran dengan memberikan soal evaluasi individual (kuis). Selanjutnya guru bersama siswa mengoreksi dan menganalisa hasil evaluasi. Dan terakhir guru memberikan penilaian dan penghargaan terhadap kelompok terbaik. Kelompok terbaik pertama akan meraih gelar tim super, kelompok terbaik kedua meraih gelar tim sangat baik, dan kelompok terbaik ketiga meraih gelar tim baik.

(Slavin, 2005: 204-209; Indien, 2012) 2.1.14 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran yang masih digunakan oleh guru saat ini. Pembelajaran konvensional sudah lama


(1)

Lampiran 62


(2)

Lampiran 63

Tabel Uji t

df=(n-k) α = 0.05 α = 0.025 df=(n-k) α = 0.05 α = 0.025

1 6.314 12.706 51 1.675 2.008

2 2.920 4.303 52 1.675 2.007

3 2.353 3.182 53 1.674 2.006

4 2.132 2.776 54 1.674 2.005

5 2.015 2.571 55 1.673 2.004

6 1.943 2.447 56 1.673 2.003

7 1.895 2.365 57 1.672 2.002

8 1.860 2.306 58 1.672 2.002

9 1.833 2.262 59 1.671 2.001

10 1.812 2.228 60 1.671 2.000

11 1.796 2.201 61 1.670 2.000

12 1.782 2.179 62 1.670 1.999

13 1.771 2.160 63 1.669 1.998

14 1.761 2.145 64 1.669 1.998

15 1.753 2.131 65 1.669 1.997

16 1.746 2.120 66 1.668 1.997

17 1.740 2.110 67 1.668 1.996

18 1.734 2.101 68 1.668 1.995

19 1.729 2.093 69 1.667 1.995

20 1.725 2.086 70 1.667 1.994

21 1.721 2.080 71 1.667 1.994

22 1.717 2.074 72 1.666 1.993

23 1.714 2.069 73 1.666 1.993

24 1.711 2.064 74 1.666 1.993

25 1.708 2.060 75 1.665 1.992

26 1.706 2.056 76 1.665 1.992

27 1.703 2.052 77 1.665 1.991

28 1.701 2.048 78 1.665 1.991

29 1.699 2.045 79 1.664 1.990

30 1.697 2.042 80 1.664 1.990

31 1.696 2.040 81 1.664 1.990

32 1.694 2.037 82 1.664 1.989

33 1.692 2.035 83 1.663 1.989

34 1.691 2.032 84 1.663 1.989

35 1.690 2.030 85 1.663 1.988

36 1.688 2.028 86 1.663 1.988

37 1.687 2.026 87 1.663 1.988

38 1.686 2.024 88 1.662 1.987

39 1.685 2.023 89 1.662 1.987

40 1.684 2.021 90 1.662 1.987

41 1.683 2.020 91 1.662 1.986

42 1.682 2.018 92 1.662 1.986

43 1.681 2.017 93 1.661 1.986

44 1.680 2.015 94 1.661 1.986

45 1.679 2.014 95 1.661 1.985

46 1.679 2.013 96 1.661 1.985

47 1.678 2.012 97 1.661 1.985

48 1.677 2.011 98 1.661 1.984

49 1.677 2.010 99 1.660 1.984


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Arifin. 2012. Perencanaan Pembelajaran dari Desain sampai Implementasi. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Ahsan, Arfiadi. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative

Integrated Reading And Compocition (CIRC).

http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.com/2012/08/circ.html [diakses 25/01/2013]

Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

______. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Asrori, Mohammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Bobrow, Jerry. 2010. CliiffsQuickReviewTM Matematika Dasar dan Pra-Aljabar.

Bandung: Pakar Raya.

Depdiknas. 2008. Panduan Analisis Butir Soal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Durukan, Erhan. 2010. Effects of Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Technique on Reading-Writing Skills. Educational Research and Reviews Vol. 6(1) pp. 102-109. Available online at http://www.academicjournals.org/ERR [accessed 02/03/2013]

Gocer, Ali. 2010. A Comparative Research on the Effectivity of Cooperative Learning Method and Jigsaw Technique on Teaching Literary Genres. Educational Research and Reviews Vol. 5(8) pp. 439 - 445. Available online at http://www.academicjournals.org/ERR2 [accessed 02/03/2013] Hakim, Lukmanul. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana


(4)

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Heruman. 2012. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hidayati, dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD . Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Inayah, Nurul. 2007. Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi: Program Sarjana Universitas negeri Semarang.

Indien gm. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC. http://007indien.blogspot.com/search/label/Model%20Pembelajaran%20Ko operatif%20Tipe%20CIRC [diakses 11/10/2012]

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Juliantara, Ketut. 2009. Pendekatan Pembelajaran Konvensional. http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/ [diakses 25/01/13]

Kholik, Muhammad. 2011. Metode Pembelajaran Konvensional. http://muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/metode-pembelajaran-konvensional/ [diakses 24/01/13]

Kurnia, Inggridwati, dkk. 2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Kusnandar, Achmad dan Entin Supriatin. 2009. Matematika untuk SD/MI Kelas

IV. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Muhsetyo, Gatot, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mulyasa, E. 2010. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Raharjo, Marsudi, dkk. 2009. Pembelajaran Soal Cerita di SD. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu


(5)

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika Rajasa, Iman. 2009. Mengenal Pecahan. Bandung: Graha Bandung Kencana. Riduwan. 2011. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Saepudin, Aep, dkk. 2009. Gemar Belajar Matematika untuk Siswa SD/MI Kelas IV. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Silberman, M. L. 2011. Active Learning. Diterjemahkan oleh Raisul M. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning . Bandung: Nusa Media.

Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: CV Alfabeta. _____. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Suprijono, Agus 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.


(6)

Sutrisno. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Metode Pemecahan Masalah Berbantuan Lembar Kerja Kelompok untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika. Skripsi. Program Sarjana IKIP PGRI Semarang.

Tim Penyusun. 2012. Pedoman Praktik Pengalaman Lapangan Universitas Negeri Semarang. Semarang: Pusat Pengembangan PPL LP3 Unnes.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidkan Nasional.

Uno, Hamzah B. 2012. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wibowo, Mungin Eddy, dkk. 2010. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Semarang 2010. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Winataputra, Udin S, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS KELAS IV DI SDN GUGUS MAWARDI KENDAL

1 38 288

PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MEMBACA INTENSIF MELALUI MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION PADA SISWA KELAS III SD NEGERI LIMPUNG 03 KABUPATEN BATANG

0 26 255

Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Course Review Horay terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Langgen Kabupaten Tegal

1 16 207

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR KONSTRUKSI BANGUNAN SISWA KELAS X SMK NEGERI 1 LUBUK PAKAM.

0 2 31

PENERAPAN METODE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR.

0 1 34

DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN MENEMUKAN PIKIRAN POKOK PARAGRAF DENGAN MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION DI SEKOLAH DASAR.

1 6 33

KEEFEKTIFAN METODE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SDN BOJONG SALAMAN 02

0 0 72

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) TERHADAP KEMAMPUAN

2 7 10

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

0 0 5

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PADA MATERI KARAKTERISTIK ZAT

0 2 19