30
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikatakan matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-
struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat memahami struktur serta hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan konsep-konsep yang
terdapat dalam matematika.
2.1.9 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
2.1.9.1 Pentingnya Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Turmudi dan Al Jupri 2009: 5 berpendapat bahwa matematika perlu dipelajari siswa SD karena matematika merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pendidikan secara umum. Untuk memahami dunia dan memperbaiki kualitas keterlibatan kita pada masyarakat, maka diperlukan pemahaman matematika
secara lebih baik lagi. Sedangkan Karso 2009: 1.4 dunia matematika yang merupakan sebuah sistem deduktif telah mampu mengembangkan model-model
yang merupakan contoh dari sistem ini. Model-model matematika sebagai interpretasi dari sistem matematika ini kemudian dapat digunakan untuk
mengatasi persoalan-persoalan dunia nyata. Manfaat lain yang menonjol dari matematika dapat membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola
pikir matematis yang sistematis, logis, kritis, dan penuh kecermatan. Jadi, matematika perlu diterapkan di pendidikan sekolah dasar untuk membentuk pola
pikir matematis, logis, dan kritis agar dapat memecahkan masalah di dunia nyata.
31
2.1.9.2 Teori-teori Belajar Matematika di SD
2.1.9.2.1 Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner Karso 2009: 1.12 proses belajar matematika terbagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1 tahap enaktif, tahap pertama anak belajar konsep
adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya; 2 tahap ikonik, pada tahap ini anak telah mengubah, menandai, dan
menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental; 3 tahap simbolik, pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental dalam bentuk
simbol dan bahasa. Pada pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI, tahap enaktif ditandai dengan diberikannya kesempatan kepada siswa untuk memanipulasi benda-benda konkrit seperti benda ruang
kubus, kerangka kubus, dan sebagainya. Tahap enaktif, setelah siswa memanipulasi benda secara nyata melalui persoalan keseharian dari dunia
sekitarnya, dilanjutkan dengan membentuk modelnya sebagai bayangan mental dari benda tersebut. Model disini berupa gambaran dari bayangan. Misalnya
gambar balok, tabung, dan lain-lain. Tahap simbolik, pada tahap ini digunakanlah simbol-simbol lambang-lambang yang bersifat abstrak sebagai wujud dari
bahasa matematika model abstrak. 2.1.9.2.2
Teori Belajar Van Hiele Menurut Van Hiele 1954 dalam Aisyah dkk 2007: 4-1 berpendapat
bahwa tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri ada 5
32
tahap pemahaman yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan.
1 Tahap pengenalan
Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi, dan bangun geometri lainnya, tetapi
siswa belum mengenal sifat-sifatnya. 2
Tahap analisis Pada tahap ini anak sudah dapat mengenal sifat-sifat seperti pada sebuah
kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan rusuknya ada 12. siswa pada tahap ini belum mampu mengetahui hubungan terkait antara suatu bangun
dengan bangun geometri lainnya. 3
Tahap pengurutan Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi
dari sebelumnya. Pada tahap ini siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun
geometri lainnya. Misalnya kaitan antara bangun kubus dengan balok. 4
Tahap deduksi Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil
kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Misalnya siswa
dapat menyimpulkan sifat-sifat bangun kubus.
33
5 Tahap keakuratan
Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini
sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Tahap ini sangat rumit dan kompleks, oleh karena itu tahap keakuratan berada di
luar jangkauan usia siswa SD. 2.1.9.2.3
Teori Belajar Dienes Dienes 1992 dalam Aisyah, dkk. 2007: 2-7 berpendapat bahwa pada
dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah- misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan
hubungan- hubungan di antara struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang
disajikan dalam bentuk konkrit akan dapat dipahami dengan baik. Menurut Dienes Aisyah 2008: 2-8 permainan matematika sangat penting sebab operasi
matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkrit dan lebih membimbing dan menajamkan pangertian matematika pada anak didik.
Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkrit dalam bentuk permainan mempunyai peran sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan
baik. Pada proses pembelajaran matematika yang menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI, guru mengemas permainan dalam bentuk kompetisi antar kelompok belajar. Kelompok yang berhasil mengumpulkan poin
terbanyak akan memperoleh sertifikat sebagai tim super.
34
2.1.9.2.4 Teori Belajar Gagne
Aisyah, dkk. 2007: 3-9 menyebutkan bahwa teori belajar Gagne termasuk dalam psikologi tingkah laku atau psikologi stimulus respon.
Kemampuan yang dimiliki manusia karena ia belajar disebut kapabilitas. Selanjutnya menurut Gagne ada 5 kapabilitas, yaitu: 1 informasi verbal; 2
intelektual 3 strategi kognitif; 4 sikap; 5 keterampilan motorik. Khusus untuk kapabilitas intelektual, Gagne dalam Karso 2009: 30-31 membaginya menjadi
delapan tipe belajar, yaitu belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar
pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah.
1 Belajar Isyarat
Belajar isyarat atau belajar signal ialah belajar sesuatu yang tidak disengaja sebagai akibat adanya rangsangan. Misalnya sikap positif siswa
dalam belajar matematika karena sikap atau ucapan guru yang memotivasi siswa.
2 Belajar Stimulus Respon
Belajar pada tahap ini disengaja dan responnya adalah jasmaniah. Misalnya siswa menuliskan beberapa sifat-sifat bangun kubus setelah guru
memberikan penjelasan tentang sifat-sifat bangun kubus. 3
Rangkaian Gerak Belajar dalam bentuk perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau
lebih stimulus respons. Misalnya siswa menyusun batang plastik untuk
35
dibentuk kerangka kubus. 4
Rangkaian Verbal Belajar yang berupa perbuatan lisan terutama dari dua kegiatan atau lebih
stimulus respon. Misalnya siswa mengemukakan pendapat tentang simbol, definisi, dan semacamnya tentang bangun ruang sederhana.
5 Belajar Membedakan
Belajar memisahkan rangkaian yang bervariasi. Misalnya siswa mampu membedakan yang termasuk kerangka kubus dan balok.
6 Belajar Konsep
Belajar mengenal atau melihat sifat bersama dari suatu benda atau peristiwa. Misalnya untuk memahami konsep tabung siswa mengamati
kaleng susu. 7
Belajar Aturan Pada tipe ini siswa diharap mampu memberikan respons terhadap semua
stimulus dengan segala macam perbuatan. Misalnya siswa mampu menyebutkan sifat-sifat bangun ruang sederhana.
8 Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi. Misalnya siswa mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan sifat-sifat bangun
ruang sederhana.
2.1.9.3 Kesiapan Yang Dimiliki Siswa SD dalam Belajar Matematika