KEEFEKTIFAN MEDIA “CROOSS TWOO COLOURURS” TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATERI PERKALIAN PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI KEJAMBON TEGAL

(1)

KEE

TER

PADA

disajikan s

JUR

EFEKTIFA

RHADAP

A SISWA

sebagai salah Jur

RUSAN PE

FAK

UNIVE

AN MED

P AKTIVI

MATER

KELAS I

KEJAM

h satu syarat rusanPendid Risq 1

ENDIDIK

KULTAS

ERSITAS

DIA “CRO

ITAS DA

RI PERKA

II SEKOL

MBON TE

Skripsi

untuk memp dikan Guru S

oleh qi Ika Fauziy 1401409204

KAN GURU

ILMU PE

S NEGERI

2013

OSS TWO

N HASIL

ALIAN

LAH DAS

EGAL

peroleh gela Sekolah Dasa yah

U SEKOL

ENDIDIKA

I SEMAR

O COLOUR

L BELAJA

SAR NEG

ar Sarjana Pe ar

LAH DASA

AN

RANG

URS”

AR

GERI

endidikan

AR


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau keseluruhannya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Tegal, 10 Juli 2013


(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Di : Tegal Tanggal : 10 Juli 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Yuli Witanto, M.Pd. 19640717 198803 1 002

Dra. Umi Setijowati, M.Pd. 19570115 198403 1 002

Mengetahui,

Koordinator PGSD UPP Tegal

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001


(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Keefektifan Media “Cross Two Colours” terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Perkalian pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar Negeri Kejambon Tegal” oleh Risqi Ika Fauziyah 1401409204, telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 24 Juli 2013.

PANITIA UJIAN Ketua

Drs. Hardjono, M.Pd. 19510801 197903 1 007

Sekretaris

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001

Penguji Utama

Dra. Noening Andrijati, M.Pd. 19680610 199303 2 002

Penguji Anggota 1

Dra. Umi Setijowati, M.Pd. 19570115 198403 1 002

Penguji Anggota 2

Drs. Yuli Witanto, M.Pd. 196400717 198803 1 002


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

¾ Sesungguhnya di antara ilmu itu ada yang laksana mutiara tersembunyi, ia tidak diketahui kecuali hanya oleh orang-orang yang mengenal Allah. (Nabi Muhammad SAW)

¾ Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kegagalan. (Collin Powell)

¾ Manusia tidak dirancang untuk gagal, tapi manusialah yang gagal untuk merancang. (William J. Siegel)

¾ Jangan pernah menyerah dengan keadaan yang ada. Kelak, keadaan yang akan menyerah dengan kegigihan kita. (Penulis)

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk: Tarmidi, Ayahanda tercinta.

Siti Safrikha, Ibunda tersayang.

Ali Yasin Khuzaini dan Elitsa Effie Nurcahyati, Adik-adiku yang terkasih.


(6)

vi

PRAKATA

Alhamdulillah atas limpahan nikmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keefektifan Media “Cross Two Colours” terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Perkalian pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar Negeri Kejambon Tegal.”

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., M.Si., Rektor UNNES yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi.

2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan izin dan dukungan dalam penelitian.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD FIP UNNES yang telah memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi. 4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal FIP UNNES

yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

5. Drs. Yuli Witanto, M.Pd., Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Dra. Umi Setijowati, M.Pd., Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi yang sangat bermanfaat bagi peneliti demi terselesaikannya skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen jurusan PGSD UPP Tegal FIP UNNES yang telah banyak membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan.


(7)

vii

8. Staf TU dan karyawan jurusan PGSD UPP Tegal FIP UNNES yang telah banyak membantu administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Chumayah, S. Pd., Kepala SD Negeri Kejambon 4 Kota Tegal yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian.

10. Susiyati, S. Pd., Kepala SD Negeri Kejambon 10 Kota Tegal yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian.

11. Sutjiati, S. Pd., Kepala SD Negeri Kejambon 7 Kota Tegal yang telah mengijinkan peneliti melakukan uji coba soal.

12. Rosyidah Sufiyani, guru pengampu kelas II SD Negeri Kejambon 4 Kota Tegal yang telah memberikan waktu dan bimbingannya yang bermanfaat bagi peneliti melaksanakan penelitian.

13. Rusmanto, A.Ma, guru pengampu kelas II SD Negeri Kejambon 10 Kota Tegal yang telah memberikan waktu dan bimbingannya yang bermanfaat bagi peneliti melaksanakan penelitian.

14. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal FIP UNNES angkatan 2009 yang saling memberikan semangat.

15. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.

Tegal, Juli 2013


(8)

viii

ABSTRAK

Fauziyah, Risqi Ika. 2013. Keefektifan Media “Cross Two Colours” terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Perkalian pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar Negeri Kejambon Tegal. Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : I Drs. Yuli Witanto, M.Pd., II Dra. Umi Setijowati, M. Pd.

Kata kunci: media “cross two colours”, perkalian, aktivitas, hasil belajar

Penggunaan media dalam pembelajaran matematika dapat mempermudah belajar siswa. Salah satu media pembelajaran yang membuat siswa aktif dan terlibat langsung dalam pembelajaran yaitu media “cross two colours”. Media ini dapat digunakan dengan menerapkan model turnamen belajar. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan media “cross two colours” terhadap aktivitas dan hasil belajar materi perkalian pada siswa kelas II sekolah dasar.

Penelitian ini menggunakan True Experimental Design dengan bentuk Post Test Only Design. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 80 siswa, dengan sampel 24 siswa kelas II SD Negeri Kejambon 10 Tegal sebagai kelas eksperimen, 23 siswa kelas II SD Negeri Kejambon 04 Tegal sebagai kelas kontrol dan 33 siswa kelas II SD Negeri Kejambon 07 Tegal sebagai kelas uji coba instrumen. Sementara itu sampel penelitian yang diambil menggunakan sampel jenuh, yakni seluruh populasi dalam penelitian dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumenter, observasi dan tes.

Untuk pengujian hipotesis akhir data aktivitas belajar menggunakan Uji Mann-Whitney melalui program SPSS 17. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. data aktivitas belajar sebesar 0,000. Karena nilai Asymp. Sig. kurang dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa terdapat perbedaan aktivitas belajar siswa yang menggunakan media “cross two colours” dan model turnamen belajar dengan siswa yang menggunakan media tabel perkalian dan model turnamen belajar. Sementara itu, data hasil belajar dihitung dengan menggunakan rumus Independent sampel t test melalui program SPSS 17. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 2,523 dan

nilai Sig t-test sebesar 0,015. Nilai ttabel dengan dk sebanyak 46 dan taraf

signifikansi 0,05 yaitu 1,671. Karena nilai thitung > ttabel atau nilai Sig t-test < 0,05,

maka Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan media “cross two colours” dan model turnamen belajar dengan siswa yang menggunakan media tabel perkalian dan model turnamen belajar. Dengan demikian, peneliti mengasumsikan bahwa media “cross two colours” efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa kelas II sekolah dasar pada materi perkalian dasar.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Bagan ... xiv

Daftar Diagram... xv

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

1.6.2.1 Bagi Guru ... 11

1.6.2.2 Bagi Siswa ... 11


(10)

x

1.6.2.4 Bagi Sekolah ... 12

2. KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Kajian Teori ... 13

2.1.1 Hakikat Belajar ... 13

2.1.2 Aktivitas Belajar ... 14

2.1.3 Hasil Belajar ... 15

2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 18

2.1.5 Performansi Guru ... 20

2.1.6 Hakikat Pembelajaran ... 24

2.1.7 Hakikat Pembelajaran Tematik ... 26

2.1.8 Hakikat Matematika ... 28

2.1.9 Teori Belajar Matematika ... . 30

2.1.10 Hakikat Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 35

2.1.11 Media Pembelajaran ... 37

2.1.12 Media “Cross Two Colours” ... 38

2.1.13 Materi Perkalian ... 41

2.2 Kajian Empiris ... 45

2.3 Kerangka Berpikir ... 47

2.4 Hipotesis ... 50

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 51

3.1 Desain Penelitian ... 51

3.2 Populasi dan Sampel ... 52

3.2.1 Populasi ... 52

3.2.2 Sampel ... 53

3.3 Variabel Penelitian ... 53

3.3.1 Variabel Terikat ... 54

3.3.2 Variabel Bebas ... 54

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.4.1 Studi Dokumenter ... 54

3.4.2 Observasi ... 55


(11)

xi

3.5 Instrumen Penelitian ... 56

3.5.1 Validitas ... 57

3.5.2 Reliabilitas ... 58

3.5.3 Taraf Kesukaran Soal ... 59

3.5.4 Daya Pembeda Soal ... 60

3.6 Teknik Analisis Data ... 60

3.6.1 Deskripsi Data ... 60

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 61

3.6.2.1 Uji Normalitas ... 61

3.6.2.2 Uji Homogenitas ... 61

3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 62

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1 Deskripsi Data ... 65

4.2 Analisis Uji Coba Instrumen ... 66

4.2.1 Uji Validitas ... 66

4.2.1.1 Validitas Internal ... 66

4.2.1.2 Validitas Eksternal ... 67

4.2.2 Uji Reliabilitas ... 69

4.2.3 Analisis Taraf Kesukaran Soal ... 70

4.2.4 Analisis Daya Pembeda Soal ... 71

4.3 Hasil Penelitian ... 72

4.3.1 Data Awal Siswa ... 72

4.3.2 Aktivitas Belajar Siswa ... 73

4.3.3 Hasil Belajar Siswa ... 75

4.4 Uji Prasyarat Analisis ... 78

4.4.1 Data Sebelum Penelitian ... 78

4.4.1.1 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 78

4.4.1.2 Hasil Uji Homogenitas Data Awal ... 80

4.4.1.3 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata (Uji-t) Data Awal ... 81

4.4.2 Data Setelah Penelitian ... 82


(12)

xii

4.4.2.1.1 Hasil Uji Normalitas ... 83

4.4.2.1.2 Hasil Uji Homogenitas ... 84

4.4.2.1.3 Pengujian Hipotesis (Uji Mann-Whitney) ... 85

4.4.2.2 Hasil Belajar Siswa ... 86

4.4.2.2.1 Hasil Uji Normalitas ... 86

4.4.2.2.2 Hasil Uji Homogenitas ... 88

4.4.2.2.3 Pengujian Hipotesis (Uji-t) ... 89

4.5 Pembahasan ... 91

5. PENUTUP ... 97

5.1 Simpulan ... 97

5.2 Saran ... 98

Lampiran ... 102


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Rekapitulasi Data Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa ... 65

4.2 Kriteria Penafsiran Indeks Korelasi (r) ... 68

4.3 Hasil Uji Validitas Item Soal ... 68

4.4 Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal Uji Coba ... 71

4.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ... 71

4.6 Distribusi Frekuensi Nilai UTS ... 72

4.7 Data Nilai Aktivitas Belajar Siswa ... 74

4.8 Kriteria Penafsiran Keaktifan Siswa ... 74

4.9 Rekapitulasi Nilai Aktivitas Belajar Siswa ... 75

4.10 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen ... 76

4.11 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Kelompok Kontrol ... 77

4.12 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 79

4.13 Hasil Uji Homogenitas Data Awal ... 80

4.14 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata ... 82

4.15 Hasil Uji Normalitas Data Aktivitas Belajar Siswa ... 84

4.16 Hasil Uji Mann-Whitney Data Aktivitas Belajar Siswa ... 86

4.17 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar (Posttest) Siswa ... 87

4.18 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar(Posttest) Siswa ... 89


(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman 2.1 Pola Kerangka Berpikir ... 48


(15)

xv

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman 4.1 Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 76


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Konsep Perkalian ... 43


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Izin Penelitian ... 100

2. Data Siswa Kelas IV SD Negeri Kejambon 10 (Eksperimen) ... 101

3. Data Siswa Kelas IV SD Negeri Kejambon 4 (Kontrol) ... 102

4. Data Siswa Kelas IV SD Negeri Kejambon 7 (Kelas Uji Coba) ... 103

5. Daftar Nama Sampel Kelas Eksperimen ... 104

6. Daftar Nama Sampel Kelas Kontrol ... 105

7. Silabus Pembelajaran Matematika SD Kelas II ... 106

8. Silabus Pengembangan Matematika di Kelompok Eksperimen ... 107

9. Silabus Pengembangan Matematika di Kelompok Kontrol ... 111

10. RPP Kelas Eksperimen ... 117

11. RPP Kelas Kontrol ... 148

12. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 180

13. Tabel untuk Merekap Nilai Aktivitas Setiap Pertemuan ... 181

14. Lembar Observasi Aktivitas Peneliti dalam Pembelajaran ... 183

15. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba ... 185

16. Soal Uji Coba Hasil Belajar ... 188

17. Daftar Nilai Hasil Uji Coba Soal ... 194

18. Hasil Tabulasi Soal Uji Coba ... 195

19. Hasil Output Uji Validitas Soal Uji Coba ... 196

20. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Soal Uji Coba ... 198

21. Tabel Penolong Uji Reliabilitas Soal Uji Coba ... 203

22. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Soal Uji Coba ... 204

23. Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal Uji Coba ... 205

24. Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 206

25. Kisi-kisi Soal Hasil Belajar (Posttest) ... 207

26. Soal Tes Hasil Belajar ... 210

27. Daftar Nilai UTS (Data Awal) Kelas Eksperimen ... 214


(18)

xviii

29. Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 216

30. Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 217

31. Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 218

32. Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 219

33. Hasil Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 220

34. Hasil Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 221

35. Hasil Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 1… ... 222

36. Hasil Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 2… ... 223

37. Rekap Nilai Aktivitas Belajar Siswa ... 224

38. Hasil Observasi Aktivitas Peneliti di Kelas Eksperimen ... 225

39. Hasil Observasi Aktivitas Peneliti di Kelas Kontrol ... 231

40. Daftar Nilai Hasil Belajar (Posttest) Kelas Eksperimen... 237

41. Daftar Nilai Hasil Belajar (Posttest) Kelas Kontrol ... 238

42. Hasil Output Uji Normalitas Data Awal ... 239

43. Hasil Output T-Test Data Awal ... 242

44. Hasil Output Uji Normalitas Data Aktivitas Belajar ... 243

45. Hasil Output U Mann Whitney Data Aktivitas Belajar ... 246

46. Hasil Output Uji Normalitas Data Hasil Belajar (Posttest) ... 247

47. Hasil Output T-Test Data Hasil Belajar (Posttest) ... 250

48. Media Cross Two Colours ... 251

49. Dokumentasi Foto Pelaksanaan Penelitian ... 252

50. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Coba Soal... 254

51. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Kelas Eksperimen 255 52. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Kelas Kontrol ... 256

53. Tabel Nilai-Nilai r Product Moment ... 257


(19)

1

BAB

1

PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1

Latar Belakang Masalah

Undang-undang Nomor 19 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 menjelaskan bahwa:

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam melaksanakan pendidikan, proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting. Melalui proses belajar tersebut, akan tercapai tujuan pendidikan yang berupa perubahan perilaku siswa. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menjelaskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, upaya yang dilakukan pemerintah yaitu melalui proses pembelajaran di sekolah-sekolah.


(20)

Didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar disebutkan bahwa “Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun yang terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama”. Dengan demikian, sekolah dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar. Selain itu, Sekolah Dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6.

Dalam kurikulum sekolah dasar terdapat delapan mata pelajaran yang harus dipelajari. Salah satu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sekolah dasar yaitu matematika. Hudojo (2012 : 5) mengemukakan bahwa “hakikat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis”. Jadi, matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan, maka simbol-simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur.

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.


(21)

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam standar isi disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa. Selain itu, dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari siswa mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Mata pelajaran ini memegang peranan penting. Dengan belajar matematika secara benar, daya nalar siswa dapat berkembang. Namun, ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam pelajaran matematika. Mula-mula, kesulitan belajar muncul saat siswa berada di jenjang sekolah dasar. Jika kesulitan belajar tersebut tidak teratasi, maka kesulitan belajar tersebut akan terbawa sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tentu saja kondisi ini sangat memprihatinkan. Hal ini karena jenjang sekolah dasar merupakan tingkat dasar dari seluruh proses pendidikan yang akan dijalani siswa.

Untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika, guru seharusnya menyiapkan kondisi siswanya. Pembelajaran tentang konsep-konsep yang akan dipelajari dimulai dari yang sedehana sampai yang lebih kompleks agar siswa mampu menguasai konsep tersebut.

Selama ini proses pembelajaran matematika di sekolah dasar masih belum berjalan maksimal. Guru dalam menyampaikan materi hanya menggunakan


(22)

metode pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Kondisi pembelajaran seperti ini tidak mendorong pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran. Kondisi tersebut hanya mengandalkan komunikasi satu arah yaitu berpusat pada guru, dan mengharapkan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Hal ini akan mengakibatkan siswa pasif. Kegiatan pembelajaran menjadi sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton, sehingga siswa kurang antusias. Suasana pembelajaran pun menjadi kurang menarik.

Untuk membuat suasana pembelajaran yang menarik, guru dapat menggunakan model pembelajaran inovatif. Salah satunya yaitu model pembelajaran cooperative learning tipe learning tournament atau model turnamen belajar. Silberman (2009:159) menyatakan bahwa learning tournament atau model turnamen belajar adalah strategi belajar aktif yang merupakan suatu bentuk sederhana dari Teams Games Tournament yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawannya. Model turnamen belajar juga menggabungkan kelompok belajar dan kompetensi tim. Oleh karena itu, model ini dapat digunakan untuk mengembangkan pelajaran atas macam-macam fakta, konsep dan keahlian tertentu.

Dalam model turnamen belajar ini, siswa dibagi menjadi beberapa tim. Setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan dari guru. Proses pembelajaran diawali dengan penjelasan guru secara klasikal, lalu siswa dibagi kedalam beberapa tim kelompok. Semua anggota kelompok bersama-sama mempelajari materi tersebut, saling memberi arahan, saling memberikan jawaban


(23)

untuk memahami mata pelajaran tersebut. Setelah selesai materi diadakan suatu pertandingan akademis. Dengan adanya pertandingan akademis ini maka terciptalah kompetisi antarsiswa dalam kelompok atau tim. Para siswa akan senantiasa berusaha belajar dengan motivasi yang tinggi agar dapat memperoleh nilai yang tinggi dalam pertandingan.

Agar siswa semakin termotivasi dalam belajar, guru juga perlu menghadirkan media dalam pembelajaran. Media digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran, mempermudah belajar, serta merangsang pikiran, perasaan dan perhatian siswa dalam belajar. Menurut Schram (1982) dalam Susilana (2009 : 6), media digolongkan menjadi media rumit, media mahal, dan media sederhana. Media rumit adalah media yang mempunyai tingkat kerumitan yang tinggi ketika dibuat dan digunakan. Media mahal adalah media yang membutuhkan biaya yang banyak untuk pembuatan dan penggunaannya. Media sederhana adalah media yang mudah dibuat, diperoleh, dan digunakan. Dari ketiga klasifikasi tersebut, maka media yang paling baik digunakan adalah media sederhana. Hal ini karena media sederhana sangat cocok digunakan oleh siswa sekolah dasar tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal dan tidak membutuhkan tingkat kerumitan yang tinggi untuk membuatnya.

Media “cross two colours” merupakan salah satu contoh media sederhana yang dapat diperoleh di lingkungan sekitar siswa. Kelebihan dari media ini yaitu murah, mudah diperoleh, dan mudah digunakan. Media ini dapat digunakan untuk materi perkalian. Media ini dapat menggunakan lidi atau sedotan dengan dua warna yang berbeda. Namun, dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan media


(24)

yang berasal dari sedotan dua warna. Dalam penggunaannya, siswa tidak perlu menghitung perkalian dengan penjumlahan yang berulang. Siswa hanya perlu mengambil sedotan sesuai dengan jumlah angka yang akan dikalikan, misalnya satu angka menggunakan sedotan warna satu dan angka lainnya menggunakan sedotan warna lain. Kemudian, kedua sedotan tersebut disilangkan secara vertikal dan horizontal. Pertemuan kedua warna itulah yang akan menjadi hasil dari perkalian dua angka tersebut. Media “cross two colours” dapat dikaitkan dengan kemampuan untuk memenuhi fungsi hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu sebagai pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah menghitung operasi perkalian.

Penggunaan media pembelajaran akan sangat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Apalagi karakteristik siswa sekolah dasar masih berada dalam tahap operasional konkret. Pada tahap ini, siswa sekolah dasar masih terikat dengan objek-objek yang konkret. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pembelajaran. Namun, pada umumnya guru masih belum optimal dalam menggunakan media. Guru hanya menggunakan gambar dan buku cetak sebagai media sehingga materi perkalian yang bersifat abstrak akan sulit untuk dipahami siswa.

Kondisi yang seperti ini dapat ditemui di salah satu sekolah dasar. Peneliti memperoleh dokumentasi nilai kelas dari Rusmanto, guru kelas II Sekolah Dasar


(25)

Negeri Kejambon 10 kota Tegal. Berdasarkan dokumentasi tersebut, diperoleh bahwa ada sekitar 34% siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika. Hal ini dikarenakan guru belum optimal dalam menggunakan media dan model pembelajaran yang menarik perhatian siswa.

Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dilakukan suatu inovasi dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi perkalian dasar. Inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil invensi atau discoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah. Inovasi dalam pembelajaran dapat berupa penggunaan media pembelajaran yang bervariasi.

Dari sekian banyak media pembelajaran, media yang baik digunakan guru adalah media pembelajaran yang dapat menarik perhatian, memotivasi, mengaktifkan, dan mengembangkan kemampuan siswa. Guru dapat menggunakan media pembelajaran yang sederhana tetapi dapat menyampaikan isi pesan dalam suatu pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Keefektifan Penggunaan Media “Cross Two Colours” terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Perkalian pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar Negeri Kejambon Tegal”.


(26)

1.2

Identifikasi

Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi :

(1) Guru masih menerapkan model pembelajaran yang konvensional, yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered).

(2) Mata pelajaran matematika mempunyai konsep yang abstrak untuk dimengerti oleh siswa.

(3) Guru masih belum optimal dalam menggunakan media pembelajaran dalam matematika khususnya pada materi perkalian dasar.

(4) Masih terdapat siswa yang belum memahami konsep perkalian dalam matematika. Hal ini terbukti dari adanya 34% siswa sekolah dasar negeri Kejambon 10 Tegal yang belum mencapai KKM.

1.3

Pembatasan

Masalah

Masalah yang diidentifikasi dalam penelitian perlu dibatasi untuk memperoleh kajian yang mendalam mengenai keefektifan penggunaan media “cross two colours” terhadap aktivitas dan hasil belajar matematika materi perkalian pada siswa kelas II sekolah dasar negeri Kejambon kota Tegal tahun ajaran 2013.

Pembatasan masalah penelitian berfokus pada:

(1) Media pembelajaran “cross two colours” yang digunakan pada materi perkalian dasar.


(27)

(2) Hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi perkalian dasar.

(3) Aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran tematik.

(4) Pembelajaran menggunakan pembelajaran tematik dalam prosesnya, namun dalam penilaian evaluasi dilakukan secara terpisah sesuai mata pelajaran yang dievaluasi.

(5) Proses pembelajaran matematika dengan media “cross two colours” menggunakan model pembelajaran turnamen belajar.

1.4

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

(1) Apakah terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran materi perkalian dengan menggunakan media “cross two colours” dan model turnamen belajar dengan hasil belajar siswa yang menggunakan media tabel perkalian dan model turnamen belajar?

(2) Apakah terdapat perbedaan rata-rata aktivitas belajar siswa yang memperoleh pembelajaran materi perkalian dengan menggunakan media “cross two colours” dan model turnamen belajar dengan aktivitas belajar siswa yang menggunakan media tabel perkalian dan model turnamen belajar?

1.5

Tujuan

Penelitian


(28)

dan tujuan khusus. 1.5.1 Tujuan umum

Tujuan umum yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan media “cross two colours” dengan menerapkan model turnamen belajar terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi perkalian di sekolah dasar negeri Kejambon 10 Tegal.

1.5.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu :

(1) untuk memperoleh informasi tentang perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan media “cross two colours” dan model turnamen belajar dengan yang menggunakan media tabel perkalian dan model turnamen belajar.

(2) untuk memperoleh jawaban mengenai perbedaan aktivitas siswa yang menggunakan media “cross two colours” dan model turnamen belajar dengan yang menggunakan media tabel perkalian dan model turnamen belajar.

1.6

Manfaat

Penelitian

Manfaat dalam penelitian mencakup manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.6.1 Manfaat Teoritis

(1) Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khasanah ilmu pendidikan khususnya pendidikan sekolah dasar.


(29)

(2) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai media “cross two colours” yang dapat digunakan pada materi perkalian. 1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini mempunyai manfaat praktis bagi beberapa pihak. Pihak tersebut yaitu guru, siswa, peneliti, dan sekolah.

1.6.2.1 Bagi guru

(1) Memberikan informasi kepada guru sekolah dasar tentang penggunaan media pembelajaran “cross two colours” dalam pembelajaran matematika materi perkalian pada siswa kelas II Sekolah Dasar.

(2) Sebagai bahan masukan dan informasi kepada para guru dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran melalui penggunaan media “cross two colours”.

(3) Memberikan semangat kepada para guru untuk menggunakan media pembelajaran sebagai alternatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika khususnya pada materi perkalian.

1.6.2.2 Bagi Siswa

(1) Membuat pembelajaran menjadi bermakna dengan adanya penggunaan media yang inovatif.

(2) Sebagai alternatif untuk mempermudah proses belajar yang dilakukan siswa agar mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

1.6.2.3 Bagi Peneliti


(30)

media pembelajaran dalam pembelajaran matematika materi perkalian pada siswa kelas II sekolah dasar.

(2) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk mengadakan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penggunaan media “cross two colours” dalam pembelajaran matematika materi perkalian pada siswa kelas II Sekolah Dasar.

1.6.2.4 Bagi Sekolah

Penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik dalam mengembangkan pembelajaran matematika materi perkalian.


(31)

13

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Dalam kajian pustaka akan diuraikan tentang kajian teori, kajian empiris, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1

Kajian Teori

Pada bagian kajian teori akan diuraikan teori tentang hakikat belajar, aktivitas belajar, hasil belajar, karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar, performansi guru, hakikat pembelajaran, hakikat pembelajaran tematik, hakikat matematika, teori belajar matematika, hakikat pembelajaran matematika di sekolah dasar, media pembelajaran, media “cross two colours”, dan materi perkalian.

2.1.1 Hakikat Belajar

Pendidikan adalah upaya sadar untuk menumbuhkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Terdapat dua konsep pendidikan yang saling berkaitan yaitu belajar dan pembelajaran. Konsep belajar berasal dari siswa, dan pembelajaran berasal dari guru.

Ada beberapa pendapat para ahli tentang hakikat belajar. Cronbach (1990) dalam Simamora (2009 : 28) menyatakan bahwa “belajar merupakan perilaku sebagai hasil dan pengalaman”. Gagne (1977) dalam Rifai (2009 : 82), menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses


(32)

pertumbuhan saja. Menurut Spears (1954) dalam Simamora (2009 : 28), pengalaman belajar dapat diperoleh dengan menggunakan panca indera untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, dan mengikuti pengarahan. Menurut Slameto (2010 : 2), “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannnya”. Cubukcu (2012 : 51), mendefinisikan “Learning is a dynamic process during which individuals make internal adjusments individually and develop necessary skill”. Menurut Cubukcu, belajar diartikan sebagai proses yang berkesinambungan dimana seseorang dapat menyesuaikan diri dan berkembang sesuai dengan kemampuannya.

Dari definisi-definisi tentang belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar dan berkesinambungan oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa peningkatan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.

2.1.2 Aktivitas Belajar

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas adalah suatu keaktifan, kegiatan, atau kesibukan. Poerwadarminta (1997:13), mengartikan belajar sebagai usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, atau berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa aktivitas


(33)

belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan siswa untuk memperoleh kepandaian atau ilmu dengan cara berlatih agar terjadi perubahan tingkah laku.

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Menurut Sudjana (2009 : 61), siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila mempunyai perilaku sebagai berikut: (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajar, (2) terlibat dalam pemecahan masalah, (3) menanyakan hal yang belum dipahami kepada guru atau siswa lain, (4) berusaha mencari informasi untuk memecahkan masalah, (5) melaksanakan diskusi kelompok sesuai petunjuk guru, (6) menilai kemampuan diri dan hasil yang diperolehnya, (7) melatih diri memecahkkan soal atau masalah, (8) menerapkan apa yang telah dipelajari dan menyelesaikan tugas yang dihadapi.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi dua arah yaitu antara guru dengan siswa ataupun siswa itu sendiri. Banyaknya tingkat interaksi yang terjadi akan mengakibatkan suasana kelas menjadi menyenangkan. Siswa dapat melibatkan kemampuannya seoptimal mungkin. Dengan demikian, aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada meningkatnya suatu hasil belajar siswa.

2.1.3 Hasil Belajar

Menurut Anni (2007: 5), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Siswa yang mengalami aktivitas belajar mengenai sebuah konsep akan menuai penguasaan konsep sebagai hasil dari belajar. Menurut Bloom (1956) dalam Anni (2007 : 6) hasil


(34)

belajar siswa mencakup tiga ranah belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif identik dengan fungsi pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan tujuan perndidikan seperti berilmu dan cakap. Kognitif dapat diartikan sebagai pengetahuan. Apabila siswa telah menyelesaikan suatu proses pembelajaran, maka ia akan memiliki kemampuan dan wawasan intelektual. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Kategori ranah kognitif mencakup pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehensif), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation).

Penilaian ranah kognitif dimaksudkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar dari segi intelektualitas yaitu kemampuan menggali dan mengolah informasi atau pengetahuan. Proses ini memuat kompetensi siswa secara kognitif yaitu kemampuan memberikan pendapat atau tanggapan dan mendeskripsikannya. Salah satu penilaian yang dapat dilakukan adalah penilaian tertulis dengan menggunakan teknik objektif, tes pilihan ganda, atau soal uraian.

Ranah afektif seperti tersirat dalam fungsi pendidikan nasional yaitu membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, menjadikan siswa sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis dan bertanggung jawab. Apabila siswa telah menyelesaikan proses pembelajaran, maka akan terjadi perubahan perilaku siswa. Siswa akan melakukan sesuatu didasarkan atas pikiran dan perilaku mulia, sehingga ia memiliki kepribadian luhur, etika moral dan rasa tanggung jawab. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori ranah


(35)

afektif dalam belajar mencakup penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan pembentukan pola hidup (organization by a value complex).

Penilaian afektif bertujuan untuk mengetahui karakter siswa dalam proses pembelajaran dan hasil dari pembelajaran. Pada saat proses belajar, penilaian afektif didasarkan pada bagaimana sikap, respon, dan minat siswa terhadap proses belajar. Menurut Chatib (2009 : 174), indikator penilaian afektif ini jumlahnya bermacam-macam, namun harus memenuhi persyaratan berikut : (1) sikap siswa terhadap dirinya sendiri selama proses belajar, (2) sikap siswa dalam hubungan guru selama proses belajar, (3) sikap siswa dalam hubungan dengan temannya selama proses belajar, (4) sikap siswa dalam hubungan lingkungan selama proses belajar, (5) respon siswa terhadap materi pembelajaran.

Ranah psikomotor seperti tersirat melalui fungsi dan tujuan pendidikan adalah mampu mengembangkan kemampuan, kreatif, dan mandiri. Ini berarti bahwa apabila siswa telah menyelesaikan proses pembelajaran, maka ia akan mampu melakukan sesuatu, menunjukkan sesuatu atas prestasinya dan unjuk kemampuan. Psikomotor itu sendiri diartikan “keterampilan” dan membentuk siswa yang memiliki jiwa, media pembelajaran, sarana dan prasarana, laboratorium, perpustakaan, dan pengadaan buku paket.

Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi obyek, dan koordinasi syaraf. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotor yaitu: persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided respons), gerakan


(36)

terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan kreativitas (originallity).

Penilaian ranah psikomotorik dimaksudkan untuk mengevaluasi siswa dari segi aktivitas yang dilakukan baik sebelum pembelajaran maupun ketika pembelajaran berlangsung. Ranah psikomotorik dapat dinilai melalui pengamatan terhadap kegiatan kelompok, kelas, maupun individual dengan menggunakan daftar cek atau check list. Komponen kegiatan psikomotorik sebelum pembelajaran meliputi kesiapan menyiapkan atau menata media, penyesuaian dalam proses, dan kreativitas mengelaborasikan semua prasarana yang mendukung untuk menghasilkan proses dan produk. Kegiatan psikomotorik ketika pembelajaran berlangsung meliputi persiapan pelaksanaan program pembelajaran dan pelaporan hasil.

2.1.4 Karakteristik Perkembangan Siswa Sekolah Dasar

Menurut Kardi (1996) dalam Pitajeng (2006 : 9), sifat anak SD-MI dikelompokkan menjadi 2 yaitu pada umur 6-9 tahun (anak SD tingkat rendah) dan pada umur 9-12 tahun (anak SD tingkat tinggi). Usia 6 tahun merupakan usia awal siswa terjun ke lingkungan sekolah dasar. Siswa mulai belajar di kelas 1 SD hingga kelas 6 SD. Siswa selama rentang anak usia SD memiliki keterampilan-keterampilan tertentu yang melekat pada diri siswa. Keterampilan-keterampilan-keterampilan tersebut antara lain keterampilan membantu diri sendiri, keterampilan sosial, keterampilan sekolah, dan keterampilan bermain.

Anak kelompok usia 6 sampai 9 tahun, mempunyai sifat fisik yang sangat aktif sehingga mudah merasa letih dan memerlukan istirahat. Koordinasi otot-otot


(37)

kecil masih belum sempurna, sehingga masih ada yang belum bisa memegang pensil dengan baik. Untuk dapat menciptakan proses belajar matematika yang efektif dan hidup, guru harus dapat menentukan suasana yang tepat dengan kondisi anak. Guru harus menghindari anak menulis atau mengerjakan soal matematika yang berkepanjangan. Hal ini dapat menyebabkan anak jemu, bosan, lelah, dan keterampilan menulisnya semakin menurun. Untuk pembelajaran matematika, hendaknya diselingi dengan humor, permainan, atau teka-teki yang akan menurunkan ketegangan berpikir anak. Guru dapat memberi kegiatan yang memanipulasi benda-benda konkret yang relevan dengan materi.

Sifat-sifat sosial anak SD-MI pada usia 6-9 tahun antara lain mulai memilih kawan yang mereka sukai, mulai senang membentuk kelompok bermain yang anggotanya kecil, sering bertengkar, dan kompetisi diantara mereka sangat menonjol. Pada masa ini, anak cenderung menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok. Mereka akan berusaha agar dapat diterima kelompoknya. Guru hendaknya dapat membentuk kelompok belajar atau kelompok diskusi. Kegiatan perlombaan matematika antar kelompok akan sangat membantu menguasai matematika, karena setiap kelompok ingin menjadi pemenang atau yang terbaik.

Sifat emosional pada anak kelompok usia 6-9 tahun adalah mulai menaruh perhatian terhadap apa yang dirasakan temannya. Mereka sangat sensitif terhadap kritik dan celaan yang ditujukan terhadap dirinya atau temannya. Mereka juga selalu berkeinginan menyenangkan hati gurunya. Mereka akan senang sekali


(38)

apabila disuruh membantu gurunya untuk menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan.

Sifat mental anak kelompok usia 6-9 tahun adalah senang sekali belajar. Untuk belajar matematika, sifat ini merupakan modal yang besar. Akan tetapi, guru harus bijaksana dalam memberi motivasi kepada mereka. Ketika guru memberikan tugas maka hargai pekerjaan mereka dengan mengoreksi dan memberi nilai.

Berdasarkan karakteristik anak usia 6-9 tahun, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa di kelas rendah yaitu mempunyai fisik yang aktif, senang berkelompok, senang bermain, senang berkompetisi, senang belajar, dan memiliki perhatian yang tinggi. Siswa akan merasa senang apabila melakukan tugas atau pekerjaan yang mendapat suatu penghargaan.

2.1.5 Performansi Guru

Menurut Asmani (2009 : 20), guru adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada siswa. Guru merupakan agen pembaharuan yang berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat serta sebagai fasilitator untuk menciptakan kondisi yang baik bagi siswa untuk belajar. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan.

Asmani (2009 : 21) menjelaskan bahwa guru ideal merupakan sosok guru yang mampu menjadi panutan dan selalu memberikan keteladanan. Seorang guru dikatakan ideal apabila mempunyai lima kriteria. Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Kedua, guru yang rajin membaca dan menulis. Ketiga, guru yang sensitif terhadap waktu. Keempat, yakni guru yang kreatif dan inovatif.


(39)

Kelima, guru yang memiliki lima kecerdasan yaitu kecerdasan intelekual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan motorik.

Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Sebagai pendidik profesional, guru harus memiliki kinerja atau performansi yang optimal agar dapat membantu siswa mencapai tujuan belajarnya. Sumarno (2012) menjelaskan pengertian performansi guru sebagai berikut:

Performansi guru adalah kemampuan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, yang dilihat dari penampilannya dalam melakukan proses belajar mengajar. Pada performansi guru dibutuhkan suatu penilaian sebagai acuan keberhasilan performansi guru. Menilai performansi guru adalah suatu proses menentukan tingkat keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas-tugas pokok mengajar dengan menggunakan patokan-patokan tertentu.

Guru sebagai pendidik dituntut untuk profesional dalam menjalankan suatu program pendidikan yang telah dirancang sedemikian rupa untuk para pendidik. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, pendidik sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kompetensi pendidik yang harus dimiliki seorang


(40)

guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Yang termasuk dalam kompetensi pedagogik adalah menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,kultural, emosisonal, dan intelektual. Selain itu, juga menguasai teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik sehingga dapat menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Dalam menyelenggarakan pembelajaran, seorang guru juga harus memiliki kompetensi untuk mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu, memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Setelah melakukan evaluasi, guru juga dituntut untuk memanfaatkan hasil penelitian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Seorang guru yang professional harus bisa menjadi fasilitator untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan siswa.

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia. Seseorang yang memiliki kompetensi kepribadian akan bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Indonesia. Mereka juga akan menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi siswa dan


(41)

masyarakat. Sebagai pendidik yang berkompeten maka tindakannya akan menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Seorang guru yang berkepribadian juga akan selalu menjunjung tinggi kode etik profesinya.

Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Beberapa rincian dalam kompetensi professional diantaranya adalah menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Seorang guru harus bisa mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif agar dapat dipahami oleh siswa. Pendidik juga harus mampu mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. Untuk mengembangkan diri, seorang guru juga harus dapat menguasai dan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali siswa, dan masyarakat sekitar. Kualitas atau tidaknya seorang guru, juga dilihat dari kompetensi yang dimiliki guru. Kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu bersifat inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial


(42)

ekonomi. Guru juga dituntut untuk dapat berkomunikasi secara efektif empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. Seorang guru juga harus dapat beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya dan dapat berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain.

Guru berperan penting dalam membentuk tingkah laku, mencerdaskan sikap mental atau mempengaruhi antusiasme seorang siswa dalam proses pembelajaran. Peran guru adalah mencerdaskan siswa. Ini dilakukan dengan cara memberikan motivasi kepada siswa, menanamkan self esteem kepada siswa, melakukan transfer ilmu secara moderat, melakukan dialog konstruktif dalam berbagai bidang yang diminati siswa, dan menjadi sahabat yang hangat bagi siswa. Seorang guru yang berkompeten akan selalu berorientasi bahwa kemajuan siswa adalah segalanya.

Dalam penelitian ini, kompetensi yang diamati meliputi kemampuan peneliti dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Kemampuan peneliti dalam mempersiapkan pembelajaran berupa persiapan perangkat pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran dan lain sebagainya. Dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan peneliti yang diamati berupa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat.

2.1.6 Hakikat Pembelajaran

Menurut Briggs (1992) dalam Rifa’i (2010 : 191) menyatakan bahwa “pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi


(43)

siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan”. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika siswa melakukan pembelajaran mandiri (self instruction) dan bersifat eksternal jika siswa melakukan pembelajaran dari luar (external instruction) dengan pendidik (guru) sebagai pembelajar.

Pembelajaran berorientasi pada bagaimana siswa berperilaku, memberikan makna bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang merubah stimulus dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah informasi yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Perubahan perilaku psikologis yang positif dari siswa akan terlihat dalam bentuk tingkah laku (overt behaviour) yang dapat diamati oleh orang lain melalui alat indera.

Pembelajaran yang efektif menurut Anni (2007: 15) menuntut guru untuk memiliki kemampuan untuk : (1) merancang bahan belajar (stimulus) yang mampu menarik dan memotivasi siswa untuk belajar, (2) menggunakan berbagai strategi pembelajaran, (3) mengelola kelas agar tertib dan teratur, (4) memberi informasi kepada siswa tentang perilaku yang diharapkan untuk dimiliki oleh siswa, (5) menjadi narasumber, fasilitator, dan motivator yang handal, (6) memperhitungkan karakteristik intelektual, sosial dan kultural siswa, (7) terampil memberikan pertanyaan dan balikan, dan (8) mereview pelajaran bersama dengan siswa.

Kemampuan guru yang disebutkan di atas, apabila dapat dilaksanakan dengan menyeluruh dan maksimal akan menghasilkan pembelajaran yang


(44)

bermakna dalam jangka panjang bagi siswa. Guru harus mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi. Kemampuan pemilihan penggunaan strategi dalam pembelajaran misalnya, dengan menentukan model, metode atau teknik apa yang akan digunakan dalam pembelajaran di kelas. Pemilihan strategi yang cocok dalam pembelajaran pasti akan membuat pembelajaran menjadi optimal. Hasil belajar yang diperoleh siswa pun akan maksimal. Oleh sebab itu, pembelajaran harus disusun sedemikian rupa dengan memahami kemampuan yang harus dimiliki guru agar dapat melakukan pembelajaran bermakna bagi siswa.

2.1.7 Hakikat Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Mamik (2004 : 6) menyatakan bahwa “pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema”. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu, pembelajaran tematik akan memberi peluang yang lebih menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.


(45)

Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Aminudin (1994) dalam Hernawan (2009 : 1.5) mengemukakan bahwa “fokus perhatian pembelajaran terpadu terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya”. Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran tematik, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu: (1) bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan, (2) bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema, dan (3) efisiensi dari segi waktu, beban materi, metode dan penggunaan sumber belajar.

Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut (1) berpusat pada siswa, (2) memberikan pengalaman langsung kepada siswa, (3) pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, (4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, (5) bersifat fleksibel, (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa.

Pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimaksud yaitu: (1) menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa, (2) pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, (3) hasil belajar akan bertahan lebih lama


(46)

karena lebih berkesan dan bermakna, (4) menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang.

Pembelajaran tematik disamping memiliki beberapa keuntungan sebagaimana dipaparkan di atas, juga terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut yaitu guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi, dan tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.

Pembelajaran tematik di sekolah dasar (SD) merupakan suatu hal yang relatif baru, sehingga dalam implementasinya belum seperti yang diharapkan. Masih banyak guru yang merasa sulit dalam melaksanakan pembelajaran tematik. Hal ini terjadi karena guru belum mendapat pelatihan secara intensif tentang pembelajaran tematik ini. Disamping itu juga guru masih sulit meninggalkan kebiasan kegiatan pembelajaran yang penyajiannya berdasarkan mata pelajaran/bidang studi.

Pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar difokuskan pada kelas-kelas rendah. Tujuan konsep pembelajaran tematik diberikan di kelas-kelas rendah adalah agar siswa dapat membangun pengetahuan dan pemahaman baru secara utuh. Tahap perkembangan berpikir siswa yang masih berada dalam tahap operasinal konkret akan semakin berkembang apabila pembelajaran dikaitkan dengan pengalaman yang telah diperoleh siswa sebelumnya.

2.1.8 Hakikat Matematika

Secara etimologis, matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathemata yang berarti belajar atau hal yang dipelajari (things that are learned).


(47)

Dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

Riedesel, dkk (1996) dalam Supatmono (2009 : 7) menyatakan bahwa yang dimaksudkan matematika adalah sebagai berikut : (1) Matematika bukanlah sekadar berhitung, (2) Matematika merupakan kegiatan pembangkitan dan pemecahan masalah, (3) Matematika merupakan kegiatan menemukan dan mempelajari pola serta hubungan, (4) Matematika adalah sebuah bahasa, (5) Matematika merupakan cara berpikir dan alat berpikir, (6) Matematika merupakan bangunan pengetahuan yang terus berubah dan berkembang, (7) Matematika bermanfaat bagi semua orang, (8) Pelajaran matematika bukan sekedar untuk mengetahui matematika, tetapi untuk melakukan dan menerapkan matematika, (9) Pelajaran matematika merupakan suatu jalan menuju berpikir merdeka.

Nasution (1982) dalam Supatmono (2009 : 8) menyebutkan bahwa “matematika merupakan ilmu struktur, urutan (order) dan hubungan yang meliputi dasar-dasar perhitungan, pengukuran, dan penggambaran bentuk objek”. Matematika juga memiliki ciri-ciri atau sifat khas yang membedakan matematika dengan ilmu yang lain. Susilo (1996) dalam Supatmono (2009 : 8) menulis tiga ciri-ciri matematika.

Pertama, matematika bukanlah ilmu yang memiliki kebenaran mutlak. Kebenaran dalam matematika tergantung pada kesepakatan yang disepakati bersama. Matematika bukanlah ilmu yang tidak bisa salah. Sebagai ilmu yang dibentuk dan dikembangkan oleh manusia, tentu matematika tidak lepas dari


(48)

kesalahan-kesalahan dan keterbatasan. Namun, melalui kesalahan-kesalahan itulah matematika didorong dan dipacu untuk terus tumbuh dan berkembang.

Kedua, matematika bukanlah kumpulan angka, simbol dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata. Matematika bukanlah kumpulan teknik pengerjaan yang hanya perlu dihafal saja sehingga siap pakai untuk menyelesaikan soal-soal. Dalam matematika, keindahan bukan semata-mata hanya ditentukan dari hasil. Akan tetapi, keindahan dilihat dari latar belakang dan proses yang mengantar sampai terjadinya hasil akhir tersebut.

Ketiga, objek matematika adalah unsur-unsur yang bersifat sosial kultural historis, yaitu merupakan milik bersama seluruh umat manusia sebagai salah satu sarana. Sarana tersebut dipergunakan manusia untuk mengembangkan segi-segi tertentu dalam kehidupan manusia.

2.1.9 Teori Belajar Matematika

Menurut Orton (1992) dalam Pitajeng (2006 : 27), untuk mengajar matematika diperlukan teori, yang dapat digunakan untuk membuat keputusan di kelas. Teori belajar matematika diperlukan sebagai dasar untuk mengobservasi tingkah laku siswa dalam belajar. Apabila seorang guru dapat membuat keputusan dalam menentukan pendekatan pembelajaran matematika yang tepat, maka seorang guru dapat membuat pembelajaran menjadi efektif, bermakna, dan menyenangkan.

Menurut Piaget (1988) dalam Rifa’i dan Anni (2009: 26-30), tahap-tahap perkembangan kognitif siswa mencakup empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik


(49)

(0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun) dan tahap operasional formal (11-15 tahun). Pada tahap sensorimotorik, pengetahuan anak tentang dunia adalah terbatas pada persepsi yang diperoleh dari penginderaannya dan kegiatan motoriknya. Perilaku yang dimiliki masih terbatas pada respon motorik sederhana yang disebabkan oleh rangsangan penginderaan. Pada tahap praoperasional, pemikiran anak lebih bersifat simbolis, egosentris, dan intuitif, sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional. Pada tahap operasional konkret, anak mampu mengoperasionalkan berbagai logika yang masih dalam bentuk benda konkret. Penalaran logika anak hanya pada situasi konkret dan belum bisa memecahkan masalah abstrak. Pada tahap operasional formal anak sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis. Pemikiran operasional formal tampak lebih jelas dalam pemecahan masalah verbal.

Piaget (1988) dalam Pitajeng (2006: 29), juga mengemukakan perkembangan tahap belajar matematika anak melalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapat pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret, anak sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan pada tahap semi abstrak adalah memanipulasi/melihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir abstrak. Pada tahap abstrak, anak sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambang/simbol secara verbal.


(50)

Menurut Bruner (1988) dalam Pitajeng (2006 : 29), belajar matematika yaitu belajar tentang konsep-konsep. Ada struktur struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu mudah dipahami secara lebih komprehensif.

Bruner (1988) dalam Pitajeng (2006 : 29), menjelaskan tahap perkembangan mental anak-anak berkembang melalui tiga tahap yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Pada tahap enaktif, siswa menggunakan atau memanipulasi objek objek konkret secara langsung dalam belajar. Pada tahap ikonik, siswa mulai dapat memanipulasi dengan memakai gambar dari objek-objek yang dimaksud. Pada tahap simbolik, siswa memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.

Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif, Bruner juga mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan pengajaran matematika. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut yaitu dalil konstruksi, dalil notasi, dalil kekontrasan, dan dalil konektivitas.

Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah


(51)

representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka. Akan tetapi, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut.

Dalam proses perumusan dan mengkonstruksi atau penyusunan ide-ide, lebih mudah mengingat ide-ide apabila disertai dengan bantuan benda-benda konkret. Mereka akan lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Representasi siswa akan lebih baik apabila siswa menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk aktif secara intelektual (mental) dan aktif secara fisik.

Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Notasi yang diberikan dalam setiap tahap bersifat urut dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian notasi dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.

Dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila


(52)

bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas. Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang suatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi. Dari berbagai contoh tersebut siswa akan bisa memahami bahwa sesuatu konsep bisa direpresentasikan dengan bebagai contoh yang spesifik. Sekalipun contoh-contoh yang spesifik tersebut mengandung perbedaan yang satu dengan yang lain, semua contoh (semua kasus) tersebut memiliki ciri-ciri umum yang sama.

Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lainya. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas. Adanya hubungan-hubungan itu juga dapat membantu guru dan pihak-pihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain) dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa.

Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian


(53)

yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.

Untuk memahami hubungan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan keterampilan dalam pembelajaran matematika, seorang guru perlu menguasai media yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Karakteristik siswa sekolah dasar masih berada pada tahap operasional konkret, sehingga diperlukan media pembelajaran berupa benda-benda konkret. Guru dapat memanipulasi benda-benda nyata disekitar siswa untuk dijadikan media pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan semakin mudah dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan dalam pembelajaran matematika.

2.1.10 Hakikat Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin serta dapat memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan


(54)

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam standar isi disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

Ediger (2012 : 237) mengemukakan, “To teach effectively,the mathematics teacher needs to be well versed in subject matter content. He/she must explain facts, concepts, and prosedures clearly and in appropriate order”. Menurut Ediger, “untuk mengajar secara efektif, guru matematika harus menguasai isi materi pelajaran. Dia harus menjelaskan fakta-fakta, konsep, dan prosedur jelas dan dalam urutan yang tepat”.

Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada


(55)

pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.11 Media Pembelajaran

Kata media berasal dari kata latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah, kata media mempunyai arti perantara atau pengantar. Schram (1982) dalam Susilana (2009 : 6) mengemukakan bahwa media merupakan teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Menurut Bovee (1997) dalam Simamora (2009 : 65), “media adalah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan”. Miarso (1989) dalam Susilana (2009 : 6) juga mengartikan media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa untuk belajar dalam pembelajaran.

Pembelajaran merupakan sebuah proses komunikasi antara siswa, guru, dan bahan ajar. Komunikasi dalam proses pembelajaran memerlukan teknologi yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa untuk belajar. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi.


(56)

Komponen tersebut adalah guru (komunikator), bahan pembelajaran, siswa (komunikan), tujuan pembelajaran, dan media pembelajaran.

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi dalam pembelajaran tidak akan terjadi. Proses pembelajaran pun tidak akan bisa berlangsung secara optimal jika tidak menggunakan media. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran.

Kemp dan Dayton (1985) dalam Susilana (2009 : 9) mengemukakan kontribusi media pembelajaran terhadap pembelajaran meliputi penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, pembelajaran dapat lebih menarik, pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar, waktu pelaksanaan pembelajaran dapat efektif, kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, dan peran guru berubah kearah positif.

2.1.12 Media “Cross Two Colours

Menurut Schramm (1982) dalam Susilana (2009 : 6), media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media sederhana. Media rumit adalah media yang mempunyai tingkat kerumitan yang tinggi ketika dibuat dan digunakan. Media mahal adalah media yang membutuhkan biaya yang banyak untuk


(57)

pembuatan dan penggunaannya. Media sederhana adalah media yang mudah dibuat, diperoleh, dan digunakan. Dari ketiga klasifikasi tersebut, maka media yang paling baik digunakan adalah media sederhana. Hal ini karena media sederhana sangat cocok digunakan oleh siswa sekolah dasar tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal dan tingkat kerumitan yang tinggi untuk membuatnya.

Media “cross two colours” merupakan salah satu contoh media sederhana yang dapat diperoleh dengan mudah di lingkungan. Kelebihan dari media ini yaitu murah, mudah diiperoleh, dan mudah digunakan. Media ini dapat digunakan untuk materi perkalian. Media ini dapat menggunakan lidi panjang atau sedotan dengan dua warna yang berbeda. Dalam penelitian ini, media yang digunakan berasal dari sedotan dua warna. Dalam penggunaannya, siswa tidak perlu menghitung perkalian dengan penjumlahan berulang. Siswa hanya perlu mengambil jumlah angka yang dikalikan, misalnya satu angka menggunakan sedotan warna satu dan angka lainnya menggunakan sedotan warna lain. Kemudian, kedua sedotan dengan warna berbeda tersebut disilangkan secara vertical dan horizontal. Pertemuan kedua warna sedotan menjadi hasil dari perkalian dua angka. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah dalam menghitung operasi perkalian.

Media “cross two colours” dapat dikaitkan dengan kemampuan untuk memenuhi fungsi hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu sebagai pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar, memberi kondisi


(58)

eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.

Dalam menerapkan media “cross two colours” hanya dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang sesuai untuk menerapkan media “cross two colours” yaitu model turnamen belajar.

Silberman (2012 : 159) menyatakan bahwa learning tournament adalah strategi belajar aktif yang merupakan suatu bentuk sederhana dari Teams Games Tournament yang dikembangkan oleh Robert Slavin. Learning Tournament atau turnamen belajar juga menggabungkan satu kelompok belajar dan kompetensi tim. Oleh karena itu, model ini dapat digunakan untuk mengembangkan pelajaran atas macam-macam fakta, konsep dan keahlian tertentu.

Adapun langkah-langkah pembelajaran yang menggunakan media “cross two colours” dengan menerapkan model turnamen belajar adalah sebagai berikut: (1) Guru membentuk kelompok belajar siswa secara berpasangan dengan

teman sebangku.

(2) Guru menjelaskan materi tentang konsep perkalian dan cara menghitung operasi perkalian dasar.

(3) Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model turnamen belajar pada siswa.

(4) Guru memberi lembar kerja siswa (LKS) kepada siswa. Guru menyebut sebagai “ronde satu” dari turnamen belajar. Setiap siswa harus menjawab secara perseorangan. Siswa hanya diberikan waktu sekitar 15 menit untuk menjawab.


(59)

(5) Setelah siswa mengerjakan lembar kerja siswa, guru menyediakan jawabannya dan memerintahkan siswa untuk menghitung jumlah benar. Selanjutnya, siswa diminta untuk menyatukan skor mereka dengan tiap pasangan untuk mendapatkan skor pasangan.

(6) Guru memberi ice breaking atau permainan untuk membuat siswa menjadi semangat lagi. Permainan yang diberikan berupa permainan “teka-teki silang”.

(7) Guru memberi kesempatan bagi siswa yang belum paham untuk bertanya. (8) Siswa diminta untuk belajar sebagai bagian dari ronde kedua dalam

turnamen. Guru memberikan lembar kerja siswa (LKS) lagi sebagai bagian dari “ronde kedua”. Siswa hanya diberi waktu selama 15 menit untuk menjawab soal yang telah disediakan guru.

(9) Guru menyediakan dan dan mencocokan jawaban yang benar. Setiap pasangan diminta untuk menggabungkan skor mereka dan menambahkannya pada skor ronde pertama.

(10) Untuk pasangan yang memperoleh skor tertinggi dalam pembelajaran akan mendapatkan penghargaan berupa sertifikat siswa terbaik.

2.1.13 Materi Perkalian

Perkalian di sekolah dasar mulai diajarkan di kelas II semester 2. Materi perkalian terdapat pada standar kompetensi 3. melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka dengan kompetensi dasar 3.1 melakukan perkalian bilangan yang hasilnya dua bilangan. Alokasi waktu pembelajaran materi perkalian yaitu sebanyak 9 jam pelajaran. Perkalian merupakan topik yang


(1)

L Y N N P J U M N N P J T s k Lampiran 52 Sura Yang bertan Nama NIP Pangkat/Gol Jabatan Unit Kerja Menerangka Nama NIM Program Stu Judul Skrips Telah melak sebagai kela keterangan i 2 at Keteranga

SEK

Jal

nda tangan di

: C

: longan : P

: K

: S

an bahwa :

: R

: udi : P

si : te

Si kukan obser as kontrol p ini dibuat un

an Telah M PEM

D

UPPD

KOLAH D

lan Nakula Utara SURAT Nomor : i bawah ini : CHUMAYA 19680831 19 Pembina / IV Kepala Seko SD Negeri K

RISQI IKA 1401409204 Pendidikan G

Keefektifan erhadap Akti iswa Kelas I rvasi dan p pada tangga ntuk dapat d

Melakukan P MERINTAH

DINAS PE

D KECAMAT

DASAR NE

a No 50 Telp (02 T KETERAN

: 488/Kej.4/V :

AH, S. Pd. 98806 2 001 V A olah Kejambon 04 FAUZIYAH 4 Guru Sekola n Penggunaa

ivitas dan H II Sekolah D enelitian di al 10 Mei s digunakan seb

Penelitian di H KOTA TE

ENDIDIKA

TAN TEGAL T

EGERI K

283) 8741772 K NGAN V/2013 1 4 Tegal H ah Dasar an Media “ Hasil Belajar Dasar Negeri SD Negeri .d 14 Mei bagaimana m

i Kelas Kon EGAL

AN

TIMUR

KEJAMBO

Kode Pos 52124 T

Cross Two

Materi Perk Kejambon 1 i Kejambon 2013. Dem mestinya. trol

ON 04

Tegal

o Colours” kalian pada 10 Tegal. n 04 Tegal


(2)

Lampiran 53


(3)

Lampiran 54

Tabel Nilai-Nilai Distribusi t

df=(n-k) = 0.05 = 0.025 df=(n-k) = 0.05 = 0.025

1 6.314 12.706 51 1.675 2.008

2 2.920 4.303 52 1.675 2.007

3 2.353 3.182 53 1.674 2.006

4 2.132 2.776 54 1.674 2.005

5 2.015 2.571 55 1.673 2.004

6 1.943 2.447 56 1.673 2.003

7 1.895 2.365 57 1.672 2.002

8 1.860 2.306 58 1.672 2.002

9 1.833 2.262 59 1.671 2.001

10 1.812 2.228 60 1.671 2.000

11 1.796 2.201 61 1.670 2.000

12 1.782 2.179 62 1.670 1.999

13 1.771 2.160 63 1.669 1.998

14 1.761 2.145 64 1.669 1.998

15 1.753 2.131 65 1.669 1.997

16 1.746 2.120 66 1.668 1.997

17 1.740 2.110 67 1.668 1.996

18 1.734 2.101 68 1.668 1.995

19 1.729 2.093 69 1.667 1.995

20 1.725 2.086 70 1.667 1.994

21 1.721 2.080 71 1.667 1.994

22 1.717 2.074 72 1.666 1.993

23 1.714 2.069 73 1.666 1.993

24 1.711 2.064 74 1.666 1.993

25 1.708 2.060 75 1.665 1.992

26 1.706 2.056 76 1.665 1.992

27 1.703 2.052 77 1.665 1.991

28 1.701 2.048 78 1.665 1.991

29 1.699 2.045 79 1.664 1.990

30 1.697 2.042 80 1.664 1.990

31 1.696 2.040 81 1.664 1.990

32 1.694 2.037 82 1.664 1.989

33 1.692 2.035 83 1.663 1.989

34 1.691 2.032 84 1.663 1.989

35 1.690 2.030 85 1.663 1.988

36 1.688 2.028 86 1.663 1.988

37 1.687 2.026 87 1.663 1.988

38 1.686 2.024 88 1.662 1.987

39 1.685 2.023 89 1.662 1.987

40 1.684 2.021 90 1.662 1.987

41 1.683 2.020 91 1.662 1.986

42 1.682 2.018 92 1.662 1.986

43 1.681 2.017 93 1.661 1.986

44 1.680 2.015 94 1.661 1.986

45 1.679 2.014 95 1.661 1.985

46 1.679 2.013 96 1.661 1.985

47 1.678 2.012 97 1.661 1.985

48 1.677 2.011 98 1.661 1.984

49 1.677 2.010 99 1.660 1.984


(4)

Daftar Pustaka

Abdurahman, Maman, dkk. 2011. Dasar-Dasar Metode Statistika untuk Penelitian. Bandung: Pustaka Setia

Anni, Catharina Tri. 2007. Psikologi Belajar. Semarang : UNNES Press.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : Rineka Cipta.

_____. 2006. Dasar-dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif.

Jogjakarta : DIVA Press

Bunga, C. M. 2010. Perkalian matematika secara cepat dan tepat. Semarang : PT. Bengawan Ilmu.

Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia : Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia. Bandung : Kaifa.

Cronbach, L. J., 1990. Essential of Psychological Testing. New York : HarperCollins Publ.

Cubukcu, Zuhal. 2012. Teacher’s Evaluation of Student-Centered Learning Enviroments. Journal of gale education, religion, and humanities lite package.133/1 : 49-66.

Ediger, Marlow. 2012. Quality teaching in Mathematics. Journal of gale education, religion, and humanities lite package.133/2 : 235-238.

Evilina, Deni. 2010. Berhitung cepat dengan metode horizontal (metris). Semarang : Aneka Ilmu.

Hernawan, Asep Herry, dkk. 2009. Pembelajaran Terpadu di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.

Hudojo, Herman. 2012. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang : IKIP Malang.

Ishaq, Isjoni. 2006. Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Kholidin. 2010. Peningkatan Pemahaman Konsep Perkalian Bilangan Cacah Melalui Pendekatan Matematika Realistik (Pada Siswa Kelas II SD).


(5)

Pitajeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Poerwadarminta, WJS. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Rifai, Achmad dan Anni, Catharina Tri. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang : UNNES Press.

Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian : untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta.

Sadiman, Arife S, dkk. 2009. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Silberman, Melvin L. 2012. Active Learning : 101 Cara Belajar Siswa Aktif.

Bandung : Nuansa

Simamora, Roymond H. 2009. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : EGC.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta

________. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta

Sujana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajat Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sujudi , Aji. 2005. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Perkalian Dan Pembagian Menggunakan Media Komputer Pada Siswa Kelas II SD Muhammadiyah Plus Salatiga Tahun Pelajaran 2004/2005.

Semarang : Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Supatmono, Catur. 2009. Metematika Asyik : Asyik Mengajarnya, Asyik Belajarnya. Jakarta : Grasindo.


(6)

Sumarno, Alim. 2012. Kinerja Guru. Diunduh dari http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/kinerja-guru pada tanggal 10 April 2013.

Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. 2009. Media Pembelajaran : Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatn dan Penilaian. Bandung : CV Wacana Prima Sutirjo dan Mamik, Sri Istuti. 2004. Tematik : pembelajaran efektif dalam

kurikulum 2004. Malang : Mayumedia.

Trihendradi, C. 2009. 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan SPSS 17. Yogyakarta : Andi Offset.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Warwanti, Heribetus Joko, dkk. 2009. Pendidikan Religiositas : Gagasan, Isi dan Pelaksanaannya. Yogyakarta : Kanisius.

Wibowo, Eddy Mungin,dkk. 2009. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Semarang 2009. Semarang : UNNES Press.

Yusuf, Yasin dan Auliya, Umi. 2011. Sirkuit Pintar Melejitkan Kemampuan Matematika & Bahasa Inggris dengan Metode Ular Tangga. Jakarta : Visimedia.


Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICT OBSERVE EXPLAIN) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KEJAMBON 4 KOTA TEGAL

2 25 408

KEEFEKTIFAN PENERAPAN METODETALKING STICK TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 01 SANGKANJOYO KABUPATEN PEKALONGAN

27 132 302

KEEFEKTIFAN STRATEGI CATATAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI UNSUR CERITA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI PESAREAN 01 KABUPATEN TEGAL

0 11 246

KEEFEKTIFAN METODE BERMAIN JAWABAN TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI PEMBENTUKAN TANAH DI KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI TUNON2 KOTA TEGAL

0 15 328

Keefektifan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Bangun Ruang pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Pagerbarang 03 Kabupaten Tegal

0 19 373

KEEFEKTIFAN STRATEGI CROSSWORD PUZZLE TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AWAN DAN CUACA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI PEGIRIKAN 03 KABUPATEN TEGAL

0 21 186

KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA DI SEKOLAH DASAR NEGERI KEJAMBON 7 KOTA TEGAL

0 15 256

KEEFEKTIFAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 1 DAGAN KABUPATEN PURBALINGGA PADA MATERI GLOBALISASI

0 14 245

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATERI BANGUN DATAR MELALUI MEDIA PUZZLE PADA SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR NEGERI KEMANDUNGAN 03 TEGAL

2 8 284

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MENYIMAK DONGENG MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI KEMANDUNGAN 01 KOTA TEGAL

0 6 249