Temuan Penelitian TRILOGI DARAH EMAS

kaki melipat bersikap padmasana lotusteratai, sebagai lambang kesucian yang hidup dalam tiga alam; tanah, air, dan udara yang merupakan unsur kehidupan dalam agama Budha. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, dapat dikatakan bahwa interaksi antara etnis Tionghoa -melalui peninggalan agama Budha- dan etnis Melayu Jambi sudah terjalin sejak berabad-abad silam. Kehadiran etnis Tionghoa, di samping etnis pendatang lainnya, telah menambah jumlah penduduk dan membentuk masyarakat multikultural di Jambi. Di samping itu, salah satu dampak yang paling nyata dari interaksi ini terwujud melalui perkawinan antara orang Tionghoa dan orang Jambi. Generasi yang lahir melalui perkawinan ini pun mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Melayu Jambi sehingga terjadi peningkatan sumber daya manusia sebagai salah satu penentu keberhasilan pembangunan di Jambi pada masa depan.

5.2 Temuan Penelitian

Berdasarkan pendeskripsian fakta-fakta fiksional yang merepresentasikan masyarakat Tionghoa-Jambi, ditemukan bahwa trilogi Darah Emas memuat suatu realitas yang merujuk pada hubungan antara fakta-fakta fiksional dan faktual. Struktur penceritaan dan tokoh-tokoh rekaan pengarang, sebagian besar, merepresentasikan kehidupan dan kebiasaan yang dilakoni masyarakat Tionghoa yang berdomisili di Jambi. Tokoh-tokoh rekaan yang beretnis Tionghoa, berdasarkan peristiwa-peristiwa yang diceritakan, memiliki nama dan sikap hidup, seperti kenyataan yang sebenarnya. Namun demikian, peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam trilogi ini berada antara realitas dan surealitas sehingga tidak sepenuhnya dapat ditemukan dalam dunia nyata. Universitas Sumatera Utara Selain itu, melalui trilogi ini, terungkap bahwa orang Tionghoa-Jambi tidak segan-segan melakukan pembauran dengan orang-orang di luar komunitasnya. Salah satu bentuk pembauran itu adalah bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Mereka berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, meskipun dalam hal tertentu, masih menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Tionghoa. Karakter orang Tionghoa yang suka mengeksklusifkan diri –berdasarkan pandangan subjektif orang pribumi- tidak terdapat dalam trilogi ini. Tidak pula terdapat ketimpangan antara masyarakat Tionghoa dan Jambi. Orang Tionghoa justru ditampilkan dalam bentuk pluralitas melalui keberagaman pekerjaan, status sosial, dan kebiasaan lainnya. Keberagaman pekerjaan, misalnya, diilustrasikan melalui tokoh-tokoh seperti Hartanto yang berprofesi sebagai pengusaha, Cen Cu petani sayur, Rombeng pemulung, Cun Hok pedagang, dan Teddy Kho mahasiswa. Melalui pendeskripsian fakta fiksional ini, terungkap bahwa masyarakat Tionghoa sangat berpegang teguh pada warisan leluhurnya. Hal ini dapat ditemukan melalui nama-nama tokoh yang khas Tionghoa, yang biasanya memiliki makna tersendiri. Ditemukan pula beberapa sikap hidup yang menjadi pedoman orang Tionghoa dalam menunjukkan identitasnya, yaitu sikap hidup kebersamaan, beragama, berbagi, dan harga diri. Pada akhirnya, keterikatan orang Tionghoa dengan warisan leluhurnya ditemukan melalui peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam trilogi ini. Penceritaan mengenai naga, burung hong, dan candi sebagai tempat ritual peribadatan mereka menunjukkan bahwa orang-orang Tionghoa sangat menghargai falsafah hidup yang diwariskan para leluhurnya. Universitas Sumatera Utara

BAB VI LATAR BELAKANG SOSIOLOGIS PENGARANG

Meiliana Kristianti Tansri -lebih dikenal dengan nama Meiliana K. Tansri- adalah satu dari sedikit perempuan pengarang Jambi yang produktif. Dia dilahirkan di Jambi, tanggal 14 Mei 1974, 37 tahun yang lalu. Ia menyenangi dunia tulis-menulis sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, tetapi baru menekuninya secara serius sejak tahun 1996 dalam www.jambi-independen.co.id . Novel pertamanya bertajuk Konser, menceritakan kehidupan seorang pianis. Novel ini baru terbit Agustus 2009, sebagai novel keempat yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Novel-novel yang diterbitkan sebelumnya adalah Kupu-Kupu 2002, Belajar Terbang 2002, dan Layang-Layang Biru 2006. Pada tahun 2010, Meiliana K. Tansri selanjutnya disingkat MKT menerbitkan Darah Emas, sebuah novel trilogi yang memiliki tema yang berbeda dengan novel-novel terdahulunya yang bertemakan percintaan. Menurut MKT, kisah yang tertuang dalam trilogi ini berasal dari beberapa ide berbeda yang diperolehnya antara tahun 1995—2003 yang direkamnya dalam ingatan dan dituliskan kembali di atas kertas. MKT adalah perempuan pengarang keturunan Tionghoa yang tergolong peka dalam menanggapi situasi di sekitarnya. Menurutnya, seorang penulis harus mengenal dengan baik masalah yang akan diceritakannya. Hal itu penting untuk menghasilkan penuturan cerita yang menarik. Dia juga peka zaman, yakni paham terhadap tren penulisan yang sedang berkembang. Oleh sebab itu, gaya penulisan pada trilogi novel ini, berbeda dengan novel-novel yang dia tulis sebelumnya, yang bergaya realisme. Dalam wawancara dengan Tribun Jambi tanggal 31 Mei 2010, MKT mengatakan Universitas Sumatera Utara