Karya sastra dapat dikatakan merepresentasikan kehidupan karena kejadian dalam karya sastra, menurut Ratna 2003: 35, merupakan prototipe kejadian yang
pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam karya sastra, representasi dimediasi oleh bahasa melalui elemen-elemen yang membangun karya
sastra, seperti narasi, alur, atau citra. Sebagai alat utama, bahasa tidak secara langsung menunjuk kepada sesuatu yang benar. Bahasa hanya menjelaskan, mewacanakan, dan
menafsirkan kenyataan alamiah. Hasil penafsiran tentu tidak persis sama dengan kenyataan tersebut. Kenyataan dalam karya sastra sudah mengalami proses konstruksi,
dekonstruksi, dan rekonstruksi sebagai wujud representasi realitas harfiah. Dengan demikian, representasi berbeda dengan imitasi karena representasi bukan semata-mata
tiruan imitasi atas kenyataan, melainkan rekonstruksi dari situasi sesungguhnya. Mengenai hal ini, Collingwood dalam Ratna, 2008: 128 mengatakan, ”Representasi
berkaitan dengan alam semesta, imitasi berkaitan dengan karya seni yang lain”. Sebuah karya sastra dikatakan representatif apabila mampu menafsirkan dan
merefleksikan realitas tertentu secara menyeluruh. Dalam hal ini, pengarang memegang peranan penting karena merupakan subjek kreator yang menafsirkan realitas tersebut.
Hasil penafsiran biasanya dibarengi dengan pesan atau nilai tertentu melalui tanda, lambang, atau simbol, sebagai bentuk representasi.
2.2.4 Sosiologis Pengarang
Sosiologis pengarang, pada hakikatnya, berkaitan dengan kedudukan pengarang dalam masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, pengarang juga melakukan interaksi
dengan masyarakat lain sebagai bentuk eksistensinya dalam struktur sosial. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Ratna 2003: 196, partisipasi pengarang dalam masyarakat tidak hanya terbatas pada partisipasi kreatif dan aktivitas intelektual, melainkan juga meliputi totalitas kehidupan
praktis, yang pada dasarnya didominasi oleh definisi-definisi kehidupan sosial yang melatarbelakanginya. Sebagai makhluk sosial, pengarang juga memiliki latar belakang
sosial, latar belakang keluarga, dan posisi ekonomi yang menunjukkan status sosialnya Wellek dan Austin, 1993: 112.
Untuk menempatkan pengarang dalam masyarakat, menurut Escarpit 2008: 46, hal yang harus dilakukan adalah mencari keterangan tentang asal-usul sosial pengarang.
Asal-usul sosial berperan dalam menjawab masalah status sosial, keterlibatan sosial, sikap, bahkan ideologi pengarang. Elemen-elemen ini dapat diketahui bukan hanya
melalui karya-karya mereka, tetapi juga dari biografinya. Sebagai warga masyarakat, pengarang tentunya memiliki pandangan mengenai masalah sosial dan politik serta isu-
isu yang berkembang di sekitarnya. Pandangan tersebut, menurut Wellek dan Austin 1993: 114, akan tertuang melalui karya dan biografinya.
Latar belakang sosiologis yang mempengaruhi proses kreatif pengarang dapat berupa struktur sosial, proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial Siswanto, 2008:
3. Struktur sosial mencakup berbagai hubungan sosial antarindividu, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah sosial dan status sosial Abdulsyani, 2007: 68. Proses sosial
merupakan hubungan timbal balik antara individu, sedangkan perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam proses sosial Roucek dan Roland, 1963: 54.
Berdasarkan hal tersebut, Junus dalam Siswanto, 2008: 3 menjabarkan latar belakang sosiologis pengarang atas enam faktor, yakni asal sosial, kelas sosial, jenis kelamin,
umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Landasan Teori