Aliran-aliran Feminisme Hakikat Feminisme

menjaga kesalehan dan kemurnian, bersikap positif dan menyerah, rajin mengurus rumah tangga. Nilai-nilai ini yang menghambat perkembangan perempuan untuk menjadi manusia seutuhnya Djajanegara, 2000: 5. Dengan adanya pandangan tersebut, maka muncullah sebuah gerakan perempuan atau gerakan feminisme. Feminisme menurut Waluyo 2011: 190 merupakan gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dalam pengertian yang lebih sempit yaitu sastra feminis dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan produksi maupun resepsi. Emansipasi wanita dengan demikian merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai gerakan “kesetaraan gender”. Dari paparan di atas feminisme dapat diidentikkan dengan gerakan perempuan yang bertujuan meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki di bidang apapun tanpa bertujuan menindas kaum laki-laki.

b. Aliran-aliran Feminisme

Menurut Fakih 2012: 80-106, ada beberapa perspektif yang digunakan dalam menjawab permasalahan perempuan, yaitu feminis liberal, feminis marxis, feminis radikal, dan feminis sosialis. Aliran-aliran feminis tersebut mempunyai kesamaan dalam fokus mengenai penindasan wanita itu, serta cara-cara pemecahan yang ditawarkannya bagi perubahan sosial atau individual Moore, 1996: 20. Keempat macam feminis tersebut dibahas sebagai berikut: 1 Feminis Liberal commit to user Feminis liberal muncul sebagai aliran kritik pada politik liberal yang menunjukkan tinggi otonomi, persamaan, dan nilai-nilai moral serta kebebasan individu, namun dianggap mendeskriminasi kaum perempuan. Fakih 2012: 81 menjelaskan asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Sugihastuti dan Saptiawan 2007: 97 menjelaskan bahwa aliran feminisme liberal menolak segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini diharapkan mampu membawa kesetaraan bagi perempuan dalam semua institusi publik dan untuk memperluas penciptaan pengetahuan bagi perempuan agar isu-isu tentang perempuan tidak diabaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pokok pikiran aliran feminisme liberal adalah bahwa setiap manusia, laki-laki maupun perempuan, diciptakan seimbang dan serasi, karena itu semestinya tidak terjadi penindasan. Jadi tuntutan feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam institusi-institusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki. 2 Feminis Marxis Karl Marx melihat bahwa kaum perempuan kedudukan identik dengan kaum proletar pada masyarakat barat. Adapun pemikiran ini masyarakat kapitalis menjelaskan bahwa perempuan memegang ranah domestik rumah tangga, sedangkan sektor di luar rumah adalah didominasi para suami atau laki-laki. Hal ini menyebabkan anggapan bahwa laki-laki lebih produktif dan memiliki materi lebih karena di luar sedangkan istri perempuan tidak bernilai apa-apa. commit to user Djajanegara 2000: 30 menjelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi karena adanya pembedaan kelas dalam masyarakat. Kaum perempuan disamakan dengan kelas buruh yang hanya memiliki modal tenaga dan tidak memiliki modal uang atau alat-alat produksi. Kaum perempuan ditindas dan diperas tenaganya oleh kaum laki-laki yang disamakan dengan pemilik modal dan alat-alat produksi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penindasan kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian kelas dalam masyarakat yakni perempuan dianggap kaum proletar sedangkan kaum laki-laki dianggap sebagai kaum borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini adalah dengan cara menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat. Menurut pemikiran ini, penindasan terhadap perempuan bukanlah hasil dari bias, tetapi lebih dikarenakan oleh adanya struktur politik, sosial, dan bahkan ekonomi yang tidak seimbang akibat berlakunya sistem kapitalis. 3 Feminis Sosialis Menurut Fakih 2012: 92 asumsi yang digunakan dalam feminis sosialis adalah bahwa perempuan tidak dapat meraih keadilan sosial tanpa membubarkan patriarki dan kapitalis. Feminis aliran ini berpendapat bahwa penindasan terhadap kaum perempuan terjadi di kelas maanapun. Ketidak adilan tidak semata disebabkan oleh kegiatan produksi atau reproduksi dalam masyrakat, melainkan karena manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi sosial. Djajanegara 2000: 30 menjelaskan feminis aliran ini meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialuan ini meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-is, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik perpustakaan.uns.ac.id commit to user felas masyarakat. Pengkritik feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan merupakan kelas masyarakat yang tertindas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa feminis sosialis memandang ketertindasan perempuan terjadi akibat adanya manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi soaila dalam masyarakat. Feminisme sosial merupakan gerakan untuk membebaskan kaum perempuan melalui perubahan struktur patriarkat. Perubahan tersebut bertujuan agar kesetaraan gender dapat terwujud. 4 Feminis Radikal Menurut Fakih 2012: 103 feminis radikal berpendapat bahwa penindasan terhadap kaum perempuan berakar pada kaum laki-laki. Penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki adalah bentuk dasar penindasan dan patriarki adalah sistem hierarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Jadi, sesungguhnya mereka historik, karena menganggap patriarki universal dan akar segala penindasan. Sugihastuti dan Saptiawan 2007: 129 berpendapat bahwa feminisme radikal bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas termasuk lesbianism, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. Nugroho 2008: 67 berpendapat bahwa ada dua sistem kelas sosial dalam feminis radikal, yaitu sistem kelas ekonomi yang didasarkan pada hubungan produksi dan sistem kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem perpustakaan.uns.ac.id commit to user kedualah yang menyebabkan penindasan terhadap perempuan, sedangkan konsep patriarki berujuk pada sistem kelas kedua ini, pada kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang didasarkan pada penilikan dan kontrol kaum laki- laki atas kapasitas reproduksi perempuan. Oleh karena itu, kaum perempuan secara psikologis dan fisik tergantung pada laki-laki. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme radikal memandang penguasaan kaum laki-laki terhadap perempuan dari sudut seksualitas merupakan bentuk penindasan perempuan. Waluyo Jurnal Wanodya, 2000: 1 menyampaikan konsepnya tentang aliran dalam pendekatan feminisme, yaitu: Feminisme liberal memandang bahwa menurut kodratnya, perempuan itu lemah dan kapasitasnya terbatas. Oleh karena itu, perempuan disisihkan dari dunia publik pendidikan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya, sehingga tidak dapat berkembang dan hak-haknya menjadi terbatas. Perempuan tidak mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi secara adil dengan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme liberal menganjurkan gugatan agar tindakan pengendalian agar perempuan tidak dirugikan. Feminisme radikal memandang bahwa perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan menjadi sumber opresi dan subordinasi perempuan yang membedakan dari laki-laki. Oleh karena itu, pembebasan perempuan harus diusahakan dengan revolusi biologis-teknologi. Perempuan tidak mengalami penderitaan berkepanjangan karena harus menderita dalam KB, kehamilan, pengasuhan anak, melayani suami, dan urusan “perempuan” yang sebenarnya adalah urusan bersama. Dominasi laki-laki dalam sistem reproduksi perempuan commit to user harus dihindarkan karena semua hal tersebut berkaitan dengan perempuan. Institusi sosial budaya dan struktur legalitas politis harus ditumbangkan dari dominasi laki- laki. Perempuan harus bebas memutuskan kapan ia mau atau tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, hamil, bayi tabung, ataupun kontrak kehamilan. Bukan laki-laki yang menentukan semua itu. Feminisme Psikoanalitisk Freud, memandang bahwa akar opresi perempuan adalah pada jiwa perempuan itu sendiri. Anak lelaki dibuat sangat tergantung pada ayahnya. Anak laki-laki kemudian mampu melepaskan dominasi ibu dan berintregasi pada budaya ayah untuk menguasai alam dan perempuan, karena sama- sama memiliki “penis”, sementara anak perempuan yang tidak memiliki selalu tergantung pada orang lain karena intregasinya tidak sempurna. Perempuan selalu berada pada perbatasan budaya, tidak dapat menguasai tetapi selalu dapat dikuasai, bahkan perempuan takut akan kekuatannya sendiri. Feminisme sosialis memandang bahwa kondisi perempuan ditentukan oleh struktur produksi, reproduksi, seksualitas, dan sosialisasi masa kanak-kanaknya. Kalau perempuan ingin memperoleh kebebasan, maka status dan fungsinya dalam struktur harus diubah. Sikap rendah diri perempuan harus diubah untuk memperoleh kepercayaan diri dalam melepaskan pemikirannya dari cara pandang patriarkal. Feminisme Eksistensialis memandang perempuan sebagai the other karena ia bukan perempuan. Perempuan tidak bebas menentukan makna laki-laki. Oleh karena itu, perempuan harus mendobrak definisis, label, dan esensi yang membatasi eksistensinya dan berusaha untuk dirinya sendiri. commit to user Feminisme Pasca Modern berpandangan bahwa perempuan berbeda menurut kelas, ras, dan budayanya. Dogma patriarkal harus ditentang melalui penolakan terhadap pemikiran-pemikiran yang tunggal dan simplitis. Postmodern adalah sebuah ekspansi yang melangsungkan motto feminisme secara luas. Personal adalah politik, untuk memuaskan motto epistemik adalah politik. Sangat menarik untuk menggaris bawahi bahwa feminisme melalui kebersamaan terhadap postmodern masih kritis, jika tidak ingin dikatakan sarkatis, melalui beberapa konsepnya. Sebenarnya bukan suatu hal buruk bahwa laki-laki elit barat berkulit putih memproklamasikan kematian subjek pada momen sebelumnya yang mana mungkin itu berbagai status dengan perempuan dan orang pada ras yang berbeda dan kelas yang memulai tantangan pada supremasinya. Feminisme mungkin ‘menggunakan’ post modernisasi untuk kepentingan mereka sendiri. Dengan mencoba mengingat catatan kritis, yang menyertakan penelitian awal feminisme. Feminisme Moderat memandang bahwa kodrat perempuan dan laki-laki memang berbeda yang harus dibuat sama adalah hak, kesempatan, dan perlakuan. Oleh karena itu, yang penting dalam hubungan laki-laki dan perempuan adalah terciptanya hubungan kemitrasejajaran. Kemitrasejajaran ini merupakan pandangan pokok dari gender. Berdasarkan penjelasan tentang beberapa konsep-konsep tersebut di atas, maka konsep feminis liberal dijadikan sebagai titik pijak atau titik tolak dalam menganalisis eksistensi perempuan dan pokok-pokok feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico . Ada beberapa hal yang menguatkan anggapan bahwa novel ini menganut paham feminis liberal, yaitu penekanan pada pendidikan dan kesempatan yang sama dengan laki. Cerita Cinta Enrico bisa mewujudkan dirinya perpustakaan.uns.ac.id commit to user sebagai manusia intelek, dapat bekerja dan disamping itu karena ada kesempatan yang diberikan kepadanya.

c. Kritik Sastra Feminis